Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui suatu
defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, baik secara kongenital
atau didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa
melalui dinding tersebut. Lubang itu dapat timbul karena lubang embrional yang
tidak menutup atau melebar, akibat tekanan rongga perut yang meninggi. Hernia
inguinalis seringkali dapat didorong kembali ke dalam rongga perut, tetapi jika
tidak dapat didorong kembali melalui dinding perut, maka usus dapat
terperangkap di dalam kanalis inguinalis (inkarserasi) dan aliran darahnya terputus
(strangulasi). Jika tidak ditangani, bagian usus yang mengalami strangulasi bisa
mati karena kekurangan darah. Biasanya dilakukan pembedahan untuk
mengembalikan usus ke tempat asalnya dan untuk menutup lubang pada dinding
perut agar hernia inguinalis tidak berulang.1
Menurut penelitian Constance E. Ruhl (2007), insidensi hernia inguinalis
menurut usia diperkirakan meningkat seiring pertambahan usia yaitu pada rentang
25–40 tahun 5–8 %, di atas 75 tahun 45 %. Sedang menurut jenis kelamin insiden
hernia inguinalis pada pria 25 kali lebih banyak dijumpai dari pada wanita.
Menurut laporan di Amerika Serikat, insidensi kumulatif hernia inguinalis di
rumah sakit adalah 3,9% untuk laki-laki dan 2,1% untuk perempuan. Insiden
hernia lebih rendah pada pasien obesitas (BMI> 30), dibandingkan dengan pasien
yang tidak obesitas dengan perbandingan 8,3% dan 15,6%.1
Penyebabnya dapat dikarenakan; lemahnya dinding rongga perut, dapat
ada sejak lahir atau didapat kemudian dalam hidup, akibat dari pembedahan
sebelumnya, dan kongenital. 1
Untuk melakukan penegakan diagnosis hernia diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan konfirmasi yang teliti serta perlu dievaluasi
dengan seksama agar dapat dicapai pendekatan terapeutik yang sesuai.

BAB II
1
LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 63 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Desa Banawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Kaili
Tanggal pemeriksaan : 21 Desember 2020

2. Anamnesis
Autoanamnesis
a. Keluhan utama
Benjolan pada lipatan paha kanan

b. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan pada lipatan paha
kanan dan buah zakar yang tidak bisa dimasukkan kembali yang dirasakan
sejak tadi malam pukul 23.00 WITA. Benjolan telah ada sejak kurang lebih 10
tahun yang lalu namun sudah pernah dioperasi 4 tahun yang lalu di Rumah
Sakit Bhayangkara, saat ini benjolan keluar kembali tapi masih dapat keluar
dan masuk sendiri. Benjolan keluar jika pasien berdiri, mengedan dan
mengangkat beban berat, dan akan masuk kembali jika dimasukkan dengan
tangan ketika pasien berbaring. Benjolan membesar sejak tadi pagi jam 07.30
dan terasa nyeri pada buah zakar dan langsung datang ke rumah sakit.. Setelah
sampai diruangan perawatan, menurut pasien sudah tidak terdapat benjolan lagi
karena pasien mendorongnya ke atas, riwayat pergi ke tukang urut sebelum di
operasi pertama kali tetapi setelah operasi pasien tidak pernah ke tukang urut
lagi. Pasien bekerja sebagai tukang batu. Keluhan lain pasien tidak merasa

2
mual, tidak mengalami muntah, belum buang air besar sejak 3 hari yang lalu,
buang air kecil normal.
c. Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat Hipertensi dan Diabetes disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga :
- Tidak ada
e. Riwayat pengobatan :
- Tidak ada
f. Riwayat Operasi:
- Pasien sudah pernah di operasi 4 tahun yang lalu di RS Bhayangkara
3. Pemeriksaan Fisik
Status generalisata : sakit sedang, compos mentis, GCS : E4M6V5
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 74 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu aksilla : 36.8 oC
SPO2 : 97%
VAS : 1-2
Kepala : Bentuk : Normochepal
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sclera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
Inspeksi : Simetris bilateral
Palpasi : Vocal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor kedua paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), whezzing (-/-)

3
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2, murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Kesan datar (+), distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
Perkusi : Tymphani (+)
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan Tambahan :
Rectal Toucher : Tonus sfingter ani menjepit, ampula kosong, massa (-),
permukaan licin, pada hanscoun feses (-), darah (-), lendir (-), Tidak teraba
pembesaran prostat
Transiluminasi : Tidak tembus cahaya
Finger Test : benjolan dirasakan pada ujung jari
Thumb Test : tidak keluar benjolan
Prehn Test : negatif
Ziemann’s Test : dorongan pada jari 2
Status lokalis :
Regio Inguinal Sinistra :
Inspeksi : Benjolan pada inguinal sinistra (-), hiperemis (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), teraba hangat (-)
Finger Test : terasa pada ujung jari
Thumb Test : tidak keluar benjolan
Prehn Test : Negatif
Ziemann’s Test : dorongan pada jari 2
Ekstremitas
- Superior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat (+/+), Edema (-/-)

4
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI (21-12-2020)
HGB 14,7 12,0 -16,0 g/dL
HCT 41,2 37,0 – 47,0 %
WBC 10,5 4,8-10,8 103/ul
PLT 256 150-450 103/ul
RBC 4,96 4.20-5,40 106/ul
MCV 82,7 80,0-94.0 fL
MCH 29,5 27,0 – 31,0 pg
MCHC 35,7 33,0-37,0 g/Dl
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (21-12-2020)
GDS 102 60-199 mg/dl
CT 8’00 4-12 menit
BT 2’30 1-4 menit
HbsAG Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
SARS Cov-2 Ab Non Reaktif Non Reaktif
AST/GOT 16 U/L 5–40 µ/L
ALT/GPT 11 U/L 7–56 µ/L
PEMERIKSAAN SERUM (25-12-2020)
Urea 21 10-50 mg/dl
Creatinine 1 0,70-1,20 mg/dl
PEMERIKSAAN ELEKTROLIT (25-12-2020)
K+ 3,30 3,48-5,50 mmol/L
Na+ 140 135,37-145,00 mmol/L
Cl- 97 96,00-106,00 mmol/L
Calsium 1.12 9-11 mg/dl.

FOTO THORAKS (22-12-2020)


Kesan :
- Cardiomegaly
- Efusi Pleura Dextra
- Dilatatio et Atherosclerosis aortae

5. Resume
Pasien laki-laki usia 63 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan adanya
benjolan pada buah zakar yang tidak bisa dimasukkan kembali yang dirasakan

5
sejak tadi malam pukul 23.00 WITA. Benjolan telah ada sejak kurang lebih 10
tahun yang lalu namun sudah pernah dioperasi 4 tahun yang lalu di RS
Bhayangkara, saat ini benjolan keluar kembali dan masih dapat keluar dan masuk
sendiri. Benjolan keluar jika pasien berdiri, mengedan dan mengangkat beban
berat, dan akan masuk kembali jika dimasukkan dengan tangan ketika pasien
berbaring. Benjolan membesar sejak tadi pagi jam stgh 8 dan pasien menyeluhkan
nyeri dan langsung datang ke RS.. Setelah sampai diruangan perawatan, menurut
pasien sudah tidak terdapat benjolan lagi karena pasien mendorongnya ke atas,
riwayat pergi ke tukang urut sebelum di operasi pertama kali tetapi setelah operasi
pasien tidak pernah ke tukang urut lagi. Pasien bekerja sebagai tukang batu.
Keluhan lain pasien tidak merasa mual, tidak mengalami muntah, belum buang air
besar sejak 3hr yang lalu, buang air kecil normal.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan Tanda vital TD 130/80 mmHg, HR 74
x/menit, RR 20 x/menit, ST 36,8ºC, SPO2 97%. Status Lokalis pada Regio
inguinalis sinistra, Inspeksi : Tidak tampak benjolan pada inguinal sinistra,
hiperemis (-), Palpasi : Nyeri tekan (-), teraba hangat (-), Finger test (benjolan
teraba pada ujung jari), Ziemann Test (terasa dorongan pada jari 2), Prehn test (-),
Thumb test (tidak keluar benjolan)
Hasil pemeriksaan darah rutin HGB: 14,7 g/dL, WBC: 10.5 x 103/ul dan HCT
41.2. Hasil foto thoraks dengan kesan efusi pleura dextra dan cardiomegaly
disertai dilatatio et atherosclerosis aortae.

6. Diagnosis Kerja
Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif
7. Diagnosis Differensial
- Hernia Inguinalis Medialis
- Hydrocele
- Varicocele
8. Penatalaksanaan
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv

6
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
9. Follow Up
Hari/ Tanggal Follow Up
Selasa, 22 Desember 2020 S : Nyeri perut bawah (-), benjolan pada buah zakar
(-), Pusing (-), Nyeri pada buah zakar (-), mual (-),
muntah (-), BAK (+) lancar, BAB (+) konsistensi
biasa, Flattus (+)
O:
KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 140/80 mmHg, N: 69 x/menit, RR: 18 x/menit,
S: 36.6 oC
A: Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif
- Hipertensi Grade II
P:
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
- Konsul Interna untuk rencana operasi
- Foto Thorax PA
- EKG

Rabu, 23 Desember 2020 S : Nyeri perut bawah (-),benjolan pada buah zakar
(-), Pusing (-), nyeri pada buah zakar (-), mual (-),
muntah (-), BAK (+) lancar, BAB (+) konsistensi
biasa, Flattus (+)
O:
KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 140/90 mmHg, N: 78 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7 oC
A:
- Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif

7
- Hipertensi Grade II
P:
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
Kamis, 24 Desember 2020 S : Nyeri perut bawah (-),benjolan pada buah zakar
(-), Nyeri pada buah zakar (+), Pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAK (+) lancar, BAB (+) konsistensi
biasa, Flattus (+)
O:
KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 130/80 mmHg, N: 67 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7 oC
A:
Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif
- Hipertensi Grade II
P:
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Candesartan 8 mg 1x1 tab
- Rencana Operasi Herniorraphy hari
Sabtu, 26 Desember 2020
Jum’at, 25 Desember 2020 S : Nyeri perut bawah (-),benjolan pada buah zakar
(-), Nyeri pada buah zakar (-), Pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAK (+) lancar, BAB (+) konsistensi
biasa, Flattus (+)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 140/90 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20 x/menit,

8
S: 36.7 oC
A : Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif
- Hipertensi Grade II
P: IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Candesartan 8 mg 1x1 tab
- Rencana Operasi Herniorraphy hari
Sabtu, 26 Desember 2020
Sabtu, 26 Desember 2020 S : Nyeri perut bawah (-),benjolan pada buah zakar
(-), Nyeri pada buah zakar (-), Pusing (-), mual (-),
muntah (-), BAK (+) lancar, BAB (+) konsistensi
biasa, Flattus (+)
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 140/80 mmHg, N: 64 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.5 oC
A : Hernia Inguinalis Dextra Reponibilis Residif
- Hipertensi Grade II
P:
- IVFD RL 28 TPM
- Inj. Ketorolac 30 mg/12jam/iv
- Inj. Ranitidin 50 mg/12jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Candesartan 8 mg 1x1 tab
- Rencana Operasi Herniorraphy hari
Sabtu, 26 Desember 2020
Minggu, 27 Desember 2020 S : Nyeri bekas operasi (+), nyeri perut (-),
Benjolan pada buah zakar kiri (-), bengkak pada
scrotum (-), Nyeri Pada Buah Zakar (-), Mual (-),
Muntah (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (+)

9
sekali-sekali, BAB (-), flatus (+), BAK lewat
kateter
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/80 mmHg, N: 75 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7 oC
A : Post Herniorraphy H+1 Hernia inguinalis
lateralis dextra Reponibilis
- Hipertensi Grade II
P: IVFD RL 28 TPM
- Inj. Cefoperazone 1 gr/12jam/iv
- Inj. Dexketoprofen 1amp/12jam/iv
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Candesartan 8 mg 1x1 tab
- GV/ Hari
Senin, 28 Desember 2020 S : Nyeri bekas operasi (+), nyeri perut (-),
Benjolan pada buah zakar kiri (-), bengkak pada
scrotum (-), Nyeri Pada Buah Zakar (-), Mual (-),
Muntah (-), sakit kepala (-), pusing (-), batuk (+)
sekali-sekali, BAB (-), flatus (+), BAK lewat
kateter
O : KU: sakit sedang, compos mentis (E4V5M6)
TD: 120/80 mmHg, N: 75 x/menit, RR: 20 x/menit,
S: 36.7 oC
A : Post Herniorraphy H+2 Hernia inguinalis
lateralis dextra Reponibilis
- Hipertensi Grade II
P:
- Boleh Pulang
- Aff Infus
- Cefadroxil 500 mg tab 2 x1
- Meloxicam 7,5 mg 2 x 1

10
- Amlodipin 5 mg 1-0-0
- Candesartan 8 mg 1x1 tab
10. Prognosis
- Qua ad vitam : Bonam
- Qua ad fungsionam : Bonam
- Qua ad sanationam : Bonam

BAB III

PEMBAHASAN

Anatomi Regio Kanalis Inguinalis

Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh annulus inguinalis internus


yang merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurosis otot
tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberculum pubikum, kanal ini
dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis otot
oblikus eksternus abdominis. Atapnya ialah aponeurosis otot oblikus eksternus
abdominis dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis
berisi funikulus spermatikus pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada
perempuan.1

11
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral
dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak
anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funiculus
spermatikus.1
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi oleh
ligamentum inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian
lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga Hesselbach dibentuk
oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurosis otot transversus
abdominis yang kadang tidak sempurna sehingga daerah ini berpotensi melemah.
Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke
skrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.1
Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di regio
inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funiculus spermatikus, serta sensibilitas kulit
regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian
proksimomedial.1

Gambar 1. Anatomi Canalis Inguinalis Gambar 2. Anatomi Trigonum Hesselbach

Berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan


Penunjang pasien di diagnosis hernia inguinalis sinistra reponibilis.

12
Berdasarkan teori Hernia Inguinalis merupakan penonjolan isi rongga melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Syarat dari hernia
terdiri dari tiga yaitu cincin (lokus minoris), kantong, dan isi hernia. Hernia
inguinalis terjadi ketika jaringan, seperti bagian dari usus yang menonjol melalui
titik lemah pada otot perut.1,2
Pada Anamnesis didapatkan adanya benjolan pada inguinalis sinistra
menjalar ke scrotalis dirasakan ketika berdiri, mengedan dan mengangkat
beban berat. Benjolan disertai nyeri yang hilang timbul. Berdasarkan Teori, pada
anamnesis didapatkan Keluhan pada hernia reponibel dewasa berupa benjolan di
lipat paha yang timbul pada waktu mengedan, batuk atau mengangkat benda berat,
dan menghilang waktu istirahat atau baring. Pada hernia reponibel benjolan keluar
ke lipat paha dan dapat didorong masuk kembali. Keluhan nyeri jarang dijumpai,
kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau paraumbilical berupa
nyeri visceral karena regangan pada mesenterium saat satu segmen usus halus
masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru
timbul kalau terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
gangren. Pada bayi dan anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di lipat
paha biasanya diketahui oleh orang tua. Jika hernia terjadi pada anak atau bayi,
gejalanya terlihat anak sering gelisah, banyak menangis, dan kadang-kadang perut
kembung, harus dipikirkan kemungkinan terjadi hernia strangulata.1,5
Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, jumlah kasus
hernia inguinalis yang dirawat inap pada tahun 2010-2011 yaitu 410 kasus. Ini
merupakan jumlah dari kasus hernia inguinalis yang terjadi di 6 rumah sakit yang
ada di Sulawesi Tengah. Rumah Sakit Umum Anutapura Palu merupakan rumah
sakit yang memiliki jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap periode
2010 – 2011 terbanyak yaitu 269 kasus Pada tahun 2012, jumlah kasus hernia
inguinalis yang dirawat inap di Sulawesi Tengah yaitu 270 kasus. Sedangkan
jumlah kasus hernia inguinalis yang dirawat inap di kota Palu pada tahun 2012
yaitu 244 kasus.4
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Hernia1;

a. Bawaan

13
Kantung prosesus vaginalis persisten: penyebab utama hernia tidak langsung.
b. Akuisita / Didapat
- lebih sering pada laki-laki usia tua yang telah mengalami kelemahan pada
otot dinding abdomen.
- Obesitas
- Cedera pasca-apendektomi pada saraf ilioinguinal.
- Penyakit kronis / penyakit melemahkan yang menyebabkan kelemahan
transversalis fascia di daerah Hesselbach.
- Peningkatan kronis tekanan intraabdomen :
a) Batuk kronis
b) Sembelit kronis
c) BPH
d) Asites
e) Mengangkat beban berat
c. Kanalis inguinalis yang berjalan miring
d. Struktur otot oblikus internus yang menutup annulus inguinalis internus
ketika berkontraksi
e. Fasia transversa kuat yang menutup trigonum Hesselbach yang umumnya
tidak berotot.
Gangguan dari mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia. Faktor
yang dipandang berperan adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggian tekanan didalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut.1

Pada kasus ini, faktor yang mempengaruhi pada pasien ini adalah faktor
yang didapat/akuisita yaitu berjenis kelamin laki-laki dan peningkatan
kronis tekanan intraabdominen (mengangkat beban berat).

Klasifikasi Hernia menurut sifatnya, yaitu:

a. Hernia Reponibel
Hernia reponibel apabila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika
berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk

14
ke dalam perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.1

b. Hernia Irreponibel
Hernia ireponibel apabila isi kantong hernia tidak dapat direposisi kembali
ke dalam rongga perut. Biasanya disebabkan oleh pelekatan isi kantong kepada
peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Masih tidak ada
keluhan nyeri, tidak juga tanda obstruksi usus. 1

c. Hernia Inkarserata atau Hernia strangulate


Hernia inkaserata apabila isi hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya
terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Hernia inkaserata lebih dimaksudkan
untuk hernia ireponibel yang di sertai gangguan pasase, sedangkan hernia
strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan
vaskularisasi. 1

Gambar 3. Klasifikasi Hernia Menurut Sifat

Keterangan gambar 5: (1) Kulit dan jaringan subkutan (2) Lapisan otot (3) Jaringan praperitoneal
(4) Kantong hernia dengan usus. (A).Hernia reponibel tanpa inkaserasi dan strangulasi, (B) Hernia
ireponibel, (C) Hernia inkaserata dengan ileus obstruksi usus,(D).Hernia strangulata.

15
Klasifikasi Hernia menurut lokasinya, yaitu:

a. Hernia inguinalis indirect


Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral
dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian masuk ke dalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis
eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak
anteromedial terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funiculus
spermatikus.1
b. Hernia inguinalis direct
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol
langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach*, daerah yang dibatasi oleh
ligamentum inguinale di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian
lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Hernia medialis, karena tidak keluar
melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum, umumnya tidak disertai
strangulasi karena cincin hernia longgar. Hernia inguinalis direk jarang pada
perempuan, dan sebagian bersifat bilateral. Hernia ini merupakan penyakit pada
laki-laki lanjut usia dengan kelemahan otot dinding abdomen.1,5 Pada kasus ini,
klasifikasi hernia pada pasien ini menurut sifat dan lokasinya yaitu, Hernia
Inguinalis (indirek) Sinistra Reponibilis(Sifat).

Pemeriksaan fisik mencangkup inspeksi, palpasi dan auskultasi

a. Inspeksi
Pembengkakan yang timbul mulai dari regio inguinalis dan mencapai labium
majus atau sampai dasar skrotum, selalu merupakan hernia inguinalis lateralis.
Kalau tidak ada pembengkakan yang dapat kita lihat, penderita disuruh batuk.
Kalau pembengkakan yang kemudian terlihat kemudian berada di atas lipatan
inguinal dan berjalan miring dan lateral atas menuju ke medial bawah, maka
pembengkakan tersebut adalah hernia inguinalis lateralis. Tetapi kalau

16
pembengkakan itu kelihatannya langsung muncul ke depan, maka kita berhadapan
dengan hernia inguinalis medialis.1,6

b. Palpasi
Dapat untuk menentukan macam hernianya. Untuk memeriksa lipatan paha
kiri digunakan tangan kiri, lipatan paha kanan dipakai tangan kanan.1,2 Caranya;
- Zieman’s test : Jari ke 2 diletakkan diatas annulus internus ( terletak diatas
ligamentum inguinale pada pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum ). Jari
ke 3 diletakkan diatas annulus eksternus ( terletak diatas ligamentum inguinale
sebelah lateral tuberkulum pubikum ). Jari ke 4 diletakkan diatas fossa ovalis
( terletak dibawah ligamentum inguinale disebelah medial dari a. femoralis ).
Lalu penderita disuruh batuk atau mengejan, bila terdapat hernia akan terasa
impulse atau dorongan pada ujung jari pemeriksa. Teknik ini dikerjakan bila
tidak didapatkan benjolan yang jelas.1,6

Gambar 4. Zieman’s test

- Thumb test: Anulus internus ditekan dengan ibu jari dan penderita disuruh
mengedan. Bila keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis medialis. Bila tidak
keluar benjolan berarti Hernia Inguinalis Lateralis.1,6

17
Gambar 5. Thumb’s test

- Finger test: Gunakan tangan kanan untuk hernia sisi kanan, pakai tangan
kiri untuk hernia sisi kiri. Dengan jari telunjuk kulit scrotum diinvaginasikan,
jari tersebut digeser sampai kuku berada diatas spermatic cord dan permukaan
volar jari menghadap ke dinding ventral scrotum. Dengan menyusuri spermatic
cord kearah proksimal maka akan terasa jari tersebut masuk melalui annulus
eksternus, dengan demikian dapat dipastikan selanjutnya akan berada dalam
kanalis inguinalis. Bila terdapat hernia inguinalis lateralis, terasa impulse pada
ujung jari, bila hernia inguinalis medialis maka teraba dorongan pada bagian
samping jari.1,6

Gambar 6. Finger’s test

c. Auskultasi
Terdengar suara usus, bila auskultasi negatif maka kemungkinan isi hernia
berupa omentum. Auskultasi juga bisa untuk mengetahui derajat obstruksi usus.1,6

Pemeriksaan penunjang mencangkup pemeriksaan laboratorium dan


pemeriksaan radiologis.

a. Pemeriksaan Laboratorium

18
Pada Pasien yang hernia yang sudah mengalami strangulasi biasanya pada
pemeriksaan laboratorium akan ditemukan Leukocytosis dengan shift to the left.
Pemeriksaan Elektrolit, BUN, dan kadar Kreatinin juga dilakukan untuk
mengetahui derajat dehidrasi yang mungkin timbul akibat muntah-muntah. Tes
Urinalisis juga dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.7

b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada pemeriksaan rutin hernia.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada lipat paha
atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab pembengkakan testis.
Pemeriksaan Ultrasound pada daerah inguinal dengan pasien dalam posisi supine
dan posisi berdiri dengan manuver valsafa dilaporkan memiliki sensitifitas dan
spesifisitas diagnosis mendekati 90%. Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna
untuk membedakan hernia inkarserata dari suatu nodus limfatikus patologis atau
penyebab lain dari suatu massa yang teraba di inguinal. Pada pasien yang sangat
jarang dengan nyeri inguinal tetapi tidak ada bukti fisik. 7

Pada kasus ini, didapatkan benjolan inguinalis sinistra menjalar ke


scrotalis, palpasi terdapat nyeri tekan dan auskultasi bunyi peristaltik abdomen
kesan normal dan Finger Test benjolan dirasakan pada ujung jari. Pasien juga
diperiksa laboratorium elektrolit dalam batas normal, urea dan creatinin dalam
batas normal, darah lengkap juga dalam batas normal.
Penatalaksanaan hernia terbagi menjadi konservatif dan tehnik operasi :
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang
telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate,
kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri
memegang isi hernia sambil membentuk corong sedangkan tangan kanan
mendorongnya kearah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap
sampai terjadi reposisi. Pada anak, inkarserasi lebih sering terjadi pada usia
dibawah 2 tahun. Reposisi spontan lebih sering terjadi dan sebaliknya, gangguan

19
vitalitas isi hernia jarang terjadi dibandingkan orang dewasa. Hal ini disebabkan
oleh cincin hernia pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan dengan menidurkan
anak menggunakan sedative dan kompres es diatas hernia. Bila reposisi berhasil,
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika tidak berhasil, operasi
harus segera dilakukan dalam waktu 6 jam.1,5
Pada kasus ini, saat di ruang perawatan Garuda Bawah isi kantung
hernia sudah didorong masuk oleh pasien sendiri.
Prinsip Operatif : Sebelum tindakan operasi pada pasien hernia, terlebih
dahulu juga harus memperbaiki faktor yang memperburuk hernia (batuk kronis,
obstruksi prostat, tumor kolon, dan ascites). Prinsip dasar operasi hernia terdiri
dari herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin
kemudian dipotong. Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus
inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan herniotomi. 1,5
Tehnik Operasi hernia terdiri dari Herniotomy, Herniorraphy dan
Hernioplasty :
1. Herniotomi adalah tindakan membuka kantong hernia, memasukkan kembali
isi kantong hernia ke rongga abdomen, serta mengikat dan memotong
kantong hernia. Herniotomi dilakukan pada anak-anak dikarenakan
penyebabnya adalah proses kongenital dimana prosessus vaginalis tidak
menutup1,5

20
Gambar 7. Herniotomy

2. Herniorraphy adalah membuang kantong hernia di sertai tindakan untuk


memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis inguinalis.
Herniorraphy dilakukan pada orang dewasa karena adanya kelemahan otot
atau fasia dinding belakang abdomen. Berdasarkan pendekatan operasi,
banyak teknik herniorraphy dapat dikelompokkan dalam 4 kategori utama1,5:

Kelompok 1 (Open Anterior Repair)

Kelompok 1 operasi hernia (teknik Bassini, McVay dan Shouldice)


melibatkan pembukaan aponeurosis otot obliquus abdominis ekternus dan
membebaskan funikulus spermatikus. fascia transversalis kemudian dibuka,

21
dilakukan inspeksi kanalis spinalis, celah direct dan indirect. Kantung hernia
biasanya diligasi dan dasar kanalis spinalis di rekonstruksi.
Komponen utama dari teknik Bassini adalah
- Membelah aponeurosis otot obliquus abdominis eksternus dikanalis
ingunalis hingga ke cincin ekternal
- Memisahkan otot kremaster dengan cara reseksi untuk mencari hernia
indirect sekaligus menginspeksi dasar dari kanalis inguinal untuk mencari hernia
direct.
- Memisahkan bagian dasar atau dinding posterior kanalis inguinalis (fascia
transversalis)
- Melakukan ligasi kantung hernia seproksimal mungkin
- Rekonstruksi di dinding posterior dengan menjahit fascia transversalis,
otot transversalis abdominis dan otot abdominis internus ke ligamentum inguinalis
lateral.

Gambar 8. Teknik Bassini

22
Gambar 9. Mc Vay Open Anterior Repair

Teknik kelompok ini berbeda dalam pendekatan mereka dalam


rekontruksi, tetapi semuanya menggunakan jahitan permanen untuk mengikat
fascia disekitarnya dan memperbaiki dasar dari kanalis inguinalis, kelemahannya
yaitu tegangan yang tejadi akibat jahitan tersebut, selain dapat menimbulkan nyeri
juga dapat terjadi nekrosis otot yang akan menyebakan jahitan terlepas dan
mengakibatkan kekambuhan.
Kelompok 2 (Open Posterior Repair)

Posterior repair (iliopubic tract repair dan teknik Nyhus) dilakukan dengan
membelah lapisan dinding abdomen superior hingga ke cincin luar dan masuk ke
properitoneal space. Diseksi kemudian diperdalam ke semua bagian kanalis
inguinalis. Perbedaan utama antara teknik ini dan teknik open anterior adalah
rekonstruksi dilakukan dari bagian dalam. Posterior repair sering digunakan pada
hernia dengan kekambuhan karena menghindari jaringan parut dari operasi
sebelumnya. Operasi ini biasanya dilakukan dengan anestesi regional atau anestesi
umum.

Kelompok 3 (Tension-free Repair with Mesh)

Kelompok 3 operasi hernia (teknik Lichtenstein dan Rutkow)


menggunakan pendekatan awal yang sama dengan teknik open anterior. Akan
tetapi tidak menjahit lapisan fascia untuk memperbaiki defek, tetapi menempatkan

23
sebuah prostesis, yaitu Mesh yang tidak diserap. Mesh ini dapat memperbaiki
defek hernia tanpa menimbulkan tegangan dan ditempatkan di sekitar fascia. Hasil
yang baik diperoleh dengan teknik ini dan angka kekambuhan dilaporkan kurang
dari 1 persen. Beberapa ahli bedah meragukan keamanan jangka panjang
penggunaan implant prosthesis, khususnya kemungkinan infeksi atau penolakan.
Akan tetapi pengalaman yang luas dengan mesh telah mulai menghilangkan
anggapan ini, dan teknik ini terus populer. Teknik ini dapat dilakukan dengan
anastesi lokal, regional atau general.

Gambar 10. Setelah Pemasangan Mesh

Kelompok 4 (Laparoscopic Repair)

Operasi hernia Laparoscopic makin populer dalam beberapa tahun


terakhir, tetapi juga menimbulkan kontroversi. Pada awal pengembangan teknik
ini, hernia diperbaiki dengan menempatkan potongan mesh yang besar di region
inguinal diatas peritoneum. Teknik ini ditinggalkan karena potensi obstruksi usus
halus dan pembentukan fistel karena paparan usus terhadap mesh.
Saat ini kebanyakan teknik laparoscopic herniorrhaphies dilakukan
menggunakan salah satu pendekatan transabdominal preperitoneal (TAPP) atau
total extraperitoneal (TEP). Pendekatan TAPP dilakukan dengan meletakkan
trokar laparoscopic dalam cavum abdomen dan memperbaiki region inguinal dari
dalam. Ini memungkinkan mesh diletakkan dan kemudian ditutupi dengan

24
peritoneum, sedangkan pendekatan TAPP adalah prosedur laparoskopic langsung
yang mengharuskan masuk ke cavum peritoneal untuk diseksi. Konsekuensinya,
usus atau pembuluh darah bisa cidera selama operasi.

Gambar 11. Laparoscopic Mesh Repair

3. Hernioplasty adalah tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan


memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. 1,5
Pada kasus ini, dilakukan tindakan pembedahan herniorraphy
kelompok 3 Tension-free Repair with Mesh dengan tekhnik Lichtenstein.

Faktor Penyebab Rekurensi Hernia

Resiko dari setiap prosedur repair hernia adalah tingkat rekurensi. Oleh
karena itu, pemeriksaan kritis terhadap metode yang digunakan hanya dapat
dicapai dengan konsisten tindak lanjut dari pasiennya sendiri. Sebuah meta-
analisis dari penelitian prospektif randomized yang mencakup semua prosedur
menunjukkan bahwa prosedur open repair maupun laparoskopi mesh memiliki
keuntungan metode over-sutured. Namun, tingkat rekurensi bervariasi di antara
tiap studi. Hasil ini didukung oleh analisis berbasis populasi yang besar, misalnya,
Danish Hernia Database yang menunjukkan tingkat intervensi ulang yang jauh
lebih rendah untuk operasi utama menggunakan implantasi mesh. Dengan
demikian, seperti pada repair hernia insisional, implantasi mesh tampaknya belum
begitu jelas untuk menjadi penyebab rekurensi hernia.

25
Untuk waktu yang lama, umumnya diasumsikan bahwa teknik pembedahan
yang buruk adalah penyebab utama hernia rekuren. Juga dipastikan bahwa teknik
yang tidak memadai (misalnya, ukuran mesh tidak mencukupi di TEP / TAPP,
kegagalan untuk mengekspos dan menggandakan seluruh fasia transversalis pada
prosedur Shouldice) yang merupakan predisposisi rekurensi. Namun, wawasan
ilmiah hari ini menunjukkan bahwa kerusakan metabolisme kolagen dan faktor
endogen atau eksogen lainnya juga sangat penting berkaitan dengan kejadian
hernia inguinalis residif. Faktor risiko endogen dapat mencakup usia pasien,
sementara merokok dan berbagai obat merupakan salah satu faktor risiko eksogen.
Hernia inguinalis berulang dapat disebabkan oleh infeksi, hematoma atau teknik
repair yang buruk, dan juga karena kegagalan untuk menyadari penyebab
meningkatnya tekanan intra abdomen pada hernia primer (misalnya konstipasi
kontinu atau obstruksi collum vesica urinaria yang diakibatkan pembesaran
prostat).
Komplikasi Hernia
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia, isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia reponibel. Hal ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ
ekstraperitoneal. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Isi
hernia dapat pula terjepit oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia inkarserata
yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia
obturatoria, maka lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi
retrograd, yaitu dua segmen usus terjepit didalam kantong hernia dan satu segmen
lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti huruf “W”. Jepitan cincin hernia
akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan, terjadi
bendungan vena sehingga terjadi edema organ atau struktur di dalam hernia dan
transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya edema yang menyebabkan jepitan
cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan
terganggu (strangulasi). Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan
berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Apabila isi hernia terdiri atas usus,

26
dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel atau
5
peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. Mortalitas 10% pada
pasien dengan hernia strangulate. Pada kasus ini, tidak didapatkan komplikasi
pada pasien ini.
BAB IV

KESIMPULAN

Hernia merupakan kasus tersering di bagian bedah abdomen sesudah


appendicitis. Hernia didefinisikan adalah suatu penonjolan abnormal organ atau
jaringan melalui daerah yang lemah (defek) yang diliputi oleh dinding. Meskipun
hernia dapat terjadi di berbagai tempat dari tubuh kebanyakan defek melibatkan
dinding abdomen pada umumnya daerah inguinal. Hernia inguinalis dibagi dua
jenis hernia inguinalis medialis/hernia inguinalis directa/hernia inguinalis
horisontal dan hernia ingunalis lateralis/ hernia indirecta/hernia obliqua. Yang
tersering hernia inguinalis lateralis angka kejadiannya lebih banyak pada laki-laki
dan yang paling sering adalah yang sebelah kanan.1
Pada hernia inguinalis lateralis processus vaginalis peritoneai tidak
menutup (tetap terbuka). Komplikasi yang terjadi yaitu inkarserasi dan
strangulasi. Jika sudah terjadi strangulasi penanganan segera adalah dengan
operasi. 1

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya. Edisi 4, Vol. 2. EGC: Jakarta.
2. Inguinal Hernia. Mayoclinic. Diakses 10 Maret 2020, dari
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/inguinal-
hernia/symptoms-causes/syc-20351547
3. Rather, AA. Geibel, J. 2018. Abdominal Hernia. Medscape. Diakses 10
Maret 2020, dari https://emedicine.medscape.com/article/189563-
overview#a2
4. Sesa Mayasari Indri, Efendi Ahram Asri. 2012. Karakteristik Penderita
Hernia Inguinalis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Umum Anutapura
Palu Tahun 2012. Healthy Tadulako Journal
5. Amrizal A. 2015. Hernia Inguinalis: Tinjauan Pustaka. Syifa'MEDIKA,
Vol.6 (No.1), September 2015
6. Onuigbo WIB1 and Njeze GE2. 2016. Inguinal Hernia. A Review. Journal
of Surgery and Operative Care. volume 1 issue 2.
www.annexpublishers.com ; Nigeria
7. Muharam Mugni Damar. 2017. Karakteristik Pasien Hernia Inguinalis di
RSU Kota Tangerang Selatan Tahun 2015. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Ellis, H., Calne, S., & Watson, C. (2016). General Surgery : Lecture Notes.
Iowa: John Wiley & Sons, Ltd.

9. Novitsky, Y. (2016). Hernia Surgery : Current Principles . Cleveland:


Springer.

10. Schumpelik, V., Arlt, G., & Conze, J. J. (2019). Hernia Surgery. Stuttgart:
Thieme Publishing Group.

28
29

Anda mungkin juga menyukai