Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN PEMBELAJARAN DARING PROFESI NERS

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)


ANGKATAN XXVII

Oleh:
Nama : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep
NIM : 202311101143
Kelompok : 3C
Pembimbing : Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pembelajaran daring Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi oleh :

Nama : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep


NIM : 202311101143
Kelompok : 3C

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada :

Hari : Minggu
Tanggal : 21 Maret 2021

Jember, 21 Maret 2021


Menyetujui,
Pembimbing Akademik Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR
TERMOREGULASI

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Oleh:
Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep
NIM 202311101143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................ii
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Dasar Termoregulasi .......................1
B. Review Anatomi Fisiologi .................................................................2
C. Epidemiologi .....................................................................................3
D. Etiologi ..............................................................................................3
E. Tanda dan Gejala ...............................................................................5
F. Patofisologi / Web of Causation ........................................................6
G. Penatalaksanaan Medis .......................................................................9
H. Penatalaksanaan Keperawatan .............................................................9
a. Pengkajian Terfokus ......................................................................9
b. Diagnosis Keperawatan ...............................................................10
c. Perencanaan / Nursing Care Plan ...............................................11
I. Penatalaksanaan berdasarkan evidence-based practice in nursing…17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 18

ii
1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Gangguan Keseimbangan Termoregulasi


Termoregulasi merupakan mekanisme makhluk hidup dalam
mempertahankan suhu tubuh internal untuk tetap dalam suhu normal tubuh.
Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas dan hipotalamus posterior
mengontrol produksi panas (Andriyani dkk., 2015). Keseimbangan suhu tubuh
diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap
konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara produksi panas dan
pengeluaran panas harus dipertahankan.
Suhu adalah besaran yang menunjukkan panas atau dinginnya suatu benda
dan bersifat dinamis (Kukus, 2009). Suhu tubuh manusia bersifat fluktuasi
disebabkan jumlah aliran darah ke kulit serta panas yang hilang ke lingkungan
luar (Potter & Perry, 2005). Suhu tubuh diatur dalam mekanisme umpan balik
negatif (negative feedback) yang diperlukan oleh pusat pengaturan suhu di
hipotalamus (Giddens, 2009). Suhu normal tubuh manusia yaitu 36,5-37,5
(Graha, 2010). Sebagian besar panas dibentuk oleh organ dalam terutama hati,
jantung, dan otot rangka selama melakukan aktivitas.

Sumber: Giddens (2009)


2

B. Review Anatomi Fisiologi

Suhu tubuh diatur oleh sistem saraf dan sistem endokrin. Reseptor sensori
paling banyak terdapat pada kulit. Kulit mempunyai lebih banyak reseptor
untuk dingin dan hangat dibanding reseptor yang terdapat pada organ tubuh
lain seperti lidah, saluran pernapasan, maupun organ visera lainnya. Bila kulit
menjadi dingin melebihi suhu tubuh, maka ada tiga proses yang dilakukan
untuk meningkatkan suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil untuk
meningkatkan produksi panas, berkeringat untuk menghalangi panas, dan
vasokontraksi untuk menurunkan kehilangan panas (Asmadi, 2009).
Selain reseptor suhu tubuh yang dimiliki kulit, terdapat reseptor suhu lain
yaitu reseptor pada inti tubuh yang merespon terhadap suhu pada organ tubuh
bagian dalam, seperti : visera abdominal, spinal cord, dan lain-lain.
Thermoreseptor di hipotalamus lebih sensitif terhadap suhu inti ini.
Hipotalamus integrator sebagai pusat pengaturan suhu inti berada di preoptik
area hipotalamus. Bila sensitif reseptor panas di hipotalamus dirasang efektor
sistem mengirim sinyal yang memprakasai pengeluaran keringat dan
vasodilatasi perifer. Hal tersebut dimaksudkan untuk menurunkan suhu, seperti
menurunkan produksi panas dan meningkatkan kehilangan panas. Sinyal dari
sensitif reseptor dingin di hipotalamus memprakarsai efektor untuk
vasokontriksi, menggigil, serta melepaskan epineprin yang meningkatkan
produksi panas. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan produksi panas
dan menurunkan kehilangan panas. Efektor sistem yang lain adalah sistem
saraf somatik. Bila sistem ini dirangsang, maka seseorang secara sadar
membuat penilaian yang cocok misalnya menambah baju sebagai respon
terhadap dingin atau mendekati kipas angin bila kepanasan.
3

C. Epidemiologi
Peningkatan suhu tubuh atau demam merupakan masalah yang sering
terjadi unit perawatan intensif dengan angka kejadian sebesar 23% sampai
75%. Peningkatan suhu tubuh pada pasien disebabkan oleh infeksi atau non
infeksi (Kothari dan Karnad, 2005; Dzulfaijah dkk., 2017). CDC melaporkan
bahwa gangguan termoregulasi banyak terjadi pada bayi dan lansia. Angka
kejadian akibat gangguan termoregulasi meningkat pada usia lebih dari 75
tahun (Giddens, 2009). Typhoid, sepsis, cidera kepala, stroke merupakan jenis
penyakit yang dapat meningkatkan suhu tubuh secara drastis. Berdasarkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) terdapat 16 juta kasus per
tahun dengan angka kematian sebesar 600 kasus akibat typhoid. Thypoid
menjadi penyebab nomor tiga pasien di rawat di rumah sakit dari sepuluh
penyakit yang ada sering terjadi pada pasien rawat inap (Kemenkes RI, 2013).

D. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh (Potter &
Perry, 2005). Faktor-faktor tersebut terdiri dari:
1. Usia
Bayi dan balita lebih mudah mengalami perubahan suhu. Hal ini
disebabkan mekanisme pengaturan suhu pada tubuh bayi dan balita masih
belum optimal. Sistem regulasi tubuh akan stabil saat mencapai pubertas.
Lansia memiliki rentang suhu yang sempit dibandingkan dewasa awal.
2. Olahraga
Aktivitas otot melibatkan peningkatan suplai darah dan pemecahan
karbohidrat serta lemak sehingga dapat meningkatkan produksi panas. Hal ini
dapat meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak
jauh dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
3. Kadar Hormon
Secara umum, wanita mengalami fruktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fruktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkatkan dan menurunkan secara
4

bertahap selama siklus menstruasi. Bila keadaan progesteron rendah, suhu


tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah
berlangsung sampai terjadi ovulasi. Selama ovulasi jumlah progesteron yang
lebih besar memasuki sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai
kadar batas atau lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat digunakan untuk
memperkirakan masa paling subur pada wanita untuk hamil. Perubahan suhu
juga terjadi pada wanita selama menopause (penghentian menstruasi). Wanita
yang sudah berhenti menstruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan
berkeringat banyak, 30 detik-5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor
yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1ºC selama periode 24
jam. Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh
paling rendah biasanya antara pukul 1:00 sampai 4:00 dini hari. Sepanjang hari
suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada
dini hari. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah seiring usia.
5. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang
akan meningkatkan produksi panas.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi
yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.
Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena
mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
7. Demam
Demam merupakan temperatur tubuh di atas suhu tubuh normal (>37,8 )
per oral atau 38,8 per rektal. Demam dapat disebabkan oleh gangguan di dalam
otak atau bahan-bahan toksik yang dapat mengganggu sistem otak. Demam
dapat disebabkan penyakit bakteri, tumor otak, keadaan lingkungan yang dapat
meningkatkan suhu tubuh (panas) (Kukus, 2009).
5

8. Menggigil
Pada dasarnya temperatur tubuh manusia lebih rendah dibandingkan
temperatur pada hipotalamus yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh.
Selama periode ini tubuh akan menggigil dan merasa kedinginan meskipun
suhu tubuh di atas temperatur normal. Hal ini dapat menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin sehingga dapat membuat tubuh gemetar dan proses
ini berlangsung secara terus menerus (Kukus, 2009).
Berdasarkan Nield dan Kamat (2011) kondisi medis yang dialami
seseorang juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan termoregulasi
diantaranya yaitu:
1. Penyakit autoimun
2. Penyakit kronis
3. Cidera
4. Infeksi virus, bakteri, dan parasit
5. Malnutrisi.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari seseorang yang mengalami gangguan termoregulasi
yaitu:
1. Suhu tinggi 37,8 per oral atau 38,8 (Hipertermi)
Dalam SDKI (2016) hipertermi dapat ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
2. Suhu tubuh <36,5 (Hipotermi)
Dalam SDKI (2016) menjelasakan bahwa hipotermi dapat ditandai dengan
kulit teraba dingin, menggigil, suhu tubuh dibawah nilai normal, akrosianosis,
brakikardi, dasar kuku sianotik, hipoglikemia, hipoksia, pengisian kapiler  3
detik, konsumsi oksigen meningkat, ventilasi menurun, piloereksi, takikardia,
vasokontriksi perifer, kutis memorata (pada neonatus).
3. Dehidrasi
4. Kehilangan nafsu makan
6

F. Patofisiologi atau Web of Causation


Pusat pengaturan suhu dalam tubuh manusia yaitu di hipotalamus.
Hipotalamus menerima rangsang suhu tubuh bagian dalam dari suhu darah
yang masuk ke dalam otak dan informasi suhu luar tubuh dari reseptor panas
yang berada di kulit. Tubuh akan berusaha mempertahankan suhu tubuh dalam
37 meskipun suhu lingkungan di luar tubuh banyak yang berubah. Panas dapat
dibuang melalui kulit dan saluran pernafasan serta melalui aliran darah. Kulit
dapat melepaskan panas dengan cara pemancaran (radiasi), konveksi, atau
penghantaran (konduksi) (Price dan McGloin, 2003; Kukus, 2009). Titik tetap
tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 36,5-37,50C. Apabila
hipotalamus mendekati suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti
tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang
disebut titik tetap (set point) yakni pada suhu 370C (Giddens, 2009).
Peningkatan suhu tubuh disebabkan adanya gangguan pada set point pada
hipotalamus yang dapat disebabkan oleh bakteri yang merangsang PMN untuk
menghasilkan pirogen. Pirogen merupakan substansi yang menyebabkan
demam dan berasal baik dari eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen
adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh, terutama mikroba dan produk
seperti toksin. Pirogen endogen adalah mikroorganisme atau toksik. Pirogen
endogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama
monosit, makrofag, pirogen memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam
pada tingkat termoregulasi di hipotalamus. Pirogen endogen terdiri dari
interleukin 1, interleukin 6, dan TNF (tumor necrosis factor) (Kothari dan
Karnad, 2005; Sari dkk., 2013; Sari dkk., 2013).
Hipertermi dapat menyebabkan permasalahan yang serius yaitu
peningkatan curah jantung, konsumsi oksigen, produksi dioksida, dan
peningkatan metabolisme basal (basal metabolic rate/BMR). Pada saat
seseorang dalam kondisi hipertermi maka akan terjadi peningkatan konsumsi
oksigen sebesar 10% per 1 yang dapat menyebabkan kematian. Peningkatan
konsumsi oksigen dalam tubuh dapat menyebabkan hipoksia sel. Hipoksia
7

yang terjadi pada miokard dapat menyebabkan angini (nyeri dada) dan hipoksia
cerebral yang dapat menyebabkan kecemasan (Susanti, 2012). Peningkatan
kecepatan dan pireksi atau demam akan mengarah pada meningkatnya
kehilangan cairan dan elektrolit. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan dalam
metabolisme di otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di
hipotalamus anterior. Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit
(dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang
sehingga mempengaruhi fungsi hipotalamus anterior dalam mempertahankan
keseimbangan termoregulasi dan akhirnya menyebabkan peningkatan suhu
tubuh dan dapat menyebabkan kejang (Kothari dan Karnad, 2005; Setiawati,
2009).
Hipotermia terjadi akibat kehilangan panas berlebihan, produksi panas
yang kurang serta disfungsi regulasi hipotalamus. Hipotermia dapat terjadi
akibat aksidental ataupun terapeutik. Hipotermi aksidental dapat terjadi akibat
paparan dari lingkungan sedangkan terapeutik dapat terjadi akibat proses
tindakan atau perawatan pada penyakit misalnya pembedahan yang teralalu
lama (Giddens, 2009).
8

Clinical Pathway

Faktor Gangguan Keseimbangan Termoregulasi

Infeksi virus, bakteri, parasit Salmonella thyposa Bakteri masuk ke dalam mulut
Autoimun Hipotalamus
Pengeluaran endotoksin antigen
Cidera

Penyakit Kronis Produksi panas, Pengeluaran fagosit sel darah


penyimpanan panas,
Malnutrisi pengeluaran panas Produksi endogenous pyrogen (1L, 1L-6, TNF, dan IFN)

Usia
Hipotermi Peningkatan produksi prostaglandin
Hormon
Termoregulasi Tidak
Irama Sirkandia Efektif Merangsang hipotalamus mencapai set point

Stres Peningkatan Kenaikan suhu tubuh


Hipertermi
kehilangan
Demam cairan
Peningkatan Konsumsi Oksigen Hipoksia
Menggigil
Dehidrasi
Lingkungan Hipoksia Sel Ansietas

Hipovolemia
Nyeri Akut
9

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis untuk termoreguasi antara lain (Purwanti dan
Ambarwati, 2008):
1. Pemberian obat antipiretik seperti parasetamol dan acetaminophen
2. Pemberian obat antiinflamasi
3. Terapi cairan intrevena untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh
4. Pemberian terapi oksigen sebagai kompensasi kebutuhan oksigen akibat
permasalahan termoregulasi
5. Pada kasus infeksi diberikan antibiotik.

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian Terfokus
1. Identitas
Identitas klien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan
dengan keselamatan pasien agar tidak terjadi kesalahan yang nantinya bisa
berakibat fatal jika klien menerima prosedur medis yang tidak sesuai
dengan kondisi klien seperti salah pemberian obat, salah pengambilan
darah bahkan salah tindakan medis. Identitas klien terdiri dari nama, usia,
jenis kelamin, alamat, dan nama orangtua.

2. Pengkajian umum berupa observasi setiap tanda kegawatan.

3. Suhu Tubuh

1) Tentukan suhu kulit dan aksila

2) Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan

4. Pengkajian Kulit

1) Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda


iritasi, melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana
peralatan infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan
catat preparat kulit yang dipakai (misal; plester).
10

2) tentutan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas


dan lain-lain.

3) Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemerikasaan laboratorium darah.

b. Diagnosis Keperawatan
1. Hipotermi b.d efek agen farmakologis d.d kulit teraba dingin,
menggigil, duhu tubuh dibawah nilai normal, hipoksia, hipoglikemia,
brakikardi, ventilasi menurun, dasar kuku sianotik, pengisian kapiler  3
detik, konsumsi oksigen meningkat.
2. Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal, kulit
merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat.
3. Termoregulasi tidak efektif b.d proses penyakit d.d kulit dingin/hangat,
menggigil, suhu tubuh fluktuatif, pengisian kapiler  3 detik, tekanan
darah meningkat, pucat, frekuensi napas meningkat, takikardia, kejang,
kulit kemerahan, dasar kuku sianotik.
4. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis d.d gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah
5. Ansietas b.d krisis situasional d.d frekuensi napas meningkat, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, muka tampak pucat.
6. Hipovelemia b.d kehilangan cairan aktif d.d merasa lemas, mengeluh
haus, frekuensi nadi meningkat, nadi terba lemah, tekanan darah menurun,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, suhu tubuh meningkat.
11

c. Perencanaan/Nursing Care Plan

No Diagnosis (SDKI) Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)

1. Hipertermi b.d proses penyakit Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Hipertermia I. 15506
d.d suhu tubuh diatas nilai selama 1x24 jam maka hipertermi membaik,
Observasi
normal, kulit merah, kejang, dengan kriteria hasil:
takikardi, takipnea, kulit terasa 1. Identifikasi penyebab hipertermia
Termoregulasi L. 14134
hangat. 2. Monitor suhu tubuh
1. Kulit merah (skala 5) 3. Monitor kadar elektrolit
2. Kejang (skala 5) Terapeutik
3. Konsumsi oksigen (skala 5) 1. Sediakan lingkungan yang dingin
4. Pucat (skala 5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
5. Takikardi (skala 5) 3. Berikan cairan oral
6. Takipnea (skala 5) 4. Lakukan pendinginan eksternal
7. Brakikardia (skala 5) Edukasi
8. Dasar kuku sianotik (skala 5)
1. Anjurkan tirah baring
9. Hipoksia (skala 5)
Kolaborasi
10. Suhu tubuh (skala 5)
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
12

2. Hipotermi b.d efek agen Setelah dilakukan intervensi keperawatan Induksi Hipotermia I. 14503
farmakologis d.d kulit teraba selama 1x24 jam maka hipotermi membaik,
Observasi
dingin, menggigil, duhu tubuh dengan kriteria hasil:
dibawah nilai normal, hipoksia, 1. Monitor suhu inti tubuh
Termoregulasi L. 14134
hipoglikemia, brakikardi, 2. Monitor warna dan suhu kulit
ventilasi menurun, dasar kuku 1. Kulit merah (skala 5) 3. Monitor adanya menggigil

sianotik, pengisian kapiler  3 2. Kejang (skala 5) 4. Monitor kadar elktrolit dan asam basa

detik, konsumsi oksigen 3. Konsumsi oksigen (skala 5) 5. Monitor status pernapasan


4. Pucat (skala 5) Terapeutik
meningkat.
5. Takikardi (skala 5)
1. Lakukan pendinginan internal
6. Takipnea (skala 5)
7. Brakikardia (skala 5) Edukasi
8. Dasar kuku sianotik (skala 5)
1. Anjurkan asupan cairan yang adekuat
9. Hipoksia (skala 5)
2. Anjurkan asupan nutrisi yang adekuat
10. Suhu tubuh (skala 5)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat untuk


mencegah atau mengendalikan menggigil
13

3. Termoregulasi tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan Edukasi Termoregulasi I. 12458
proses penyakit d.d kulit selama 1x24 jam maka termoregulasi tidak
Observasi
dingin/hangat, menggigil, suhu efektif membaik, dengan kriteria hasil:
tubuh fluktuatif, pengisian 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Termoregulasi L. 14134
kapiler  3 detik, tekanan darah menerima informasi
meningkat, pucat, frekuensi 1. Kulit merah (skala 5)
Terapeutik
napas meningkat, takikardia, 2. Kejang (skala 5)
kejang, kulit kemerahan, dasar 3. Konsumsi oksigen (skala 5) 1. Sediakan materi dan media pendidikan
4. Pucat (skala 5) kesehatan
kuku sianotik.
5. Takikardi (skala 5) 2. Berikan kesempatan untuk bertanya

6. Takipnea (skala 5) Edukasi

7. Brakikardia (skala 5) 1. Ajarkan kompres hangat jika demam


8. Dasar kuku sianotik (skala 5) 2. Ajarkan pengukuran suhu
9. Hipoksia (skala 5) 3. Anjurkan penggunaan pakaian yang
dapat menyerap keringat
10. Suhu tubuh (skala 5)
4. Anjurkan memperbanyak minum
5. Anjurkan penggunaan pakaian yang
longgar
6. Anjurkan melakukan pemeriksaan darah
jika demam  3 hari
14

4. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri I. 08238
fisiologis d.d gelisah, frekuensi selama 1x24 jam maka nyeri akut menurun,
Observasi
nadi meningkat, sulit tidur, dengan kriteria hasil:
tekanan darah meningkat, pola 1. Identifikasi skala nyeri
Tingkat Nyeri L. 08066
napas berubah, nafsu makan 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
berubah. 1. Keluhan nyeri (skala 5)
Terapeutik
2. Gelisah (skala 5)
3. Kesulitan tidur (skala 5) 1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk
4. Frekuensi nadi (skala 5) mengurangi rasa nyeri
5. Pola napas (skala 5)
6. Tekanan darah (skala 5) Edukasi

7. Nafsu makan (skala 5) 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri


2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu
15

5. Ansietas b.d krisis situasional Setelah dilakukan intervensi keperawatan Reduksi Ansietas I. 09314
d.d frekuensi napas meningkat, selama 1x24 jam maka ansietas menurun,
Observasi
frekuensi nadi meningkat, sulit dengan kriteria hasil:
tidur, tekanan darah meningkat, 1. Monitor tanda-tanda ansietas
Tingkat Ansietas L. 09093
muka tampak pucat. Terapeutik
1. Keluhan pusing (skala 5) 1. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Frekuensi pernapasan (skala 5) 2. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Frekuensi nadi (skala 5) 3. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan
4. Tekanan darah (skala 5)
Edukasi
5. Pucat (skala 5)
6. Pola tidur (skala 5) 1. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian obat


antiansietas,jika perlu

6. Hipovelemia b.d kehilangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Cairan I. 03098
cairan aktif d.d merasa lemas, selama 1x24 jam maka hipovolemia
Observasi
mengeluh haus, frekuensi nadi membaik, dengan kriteria hasil:
16

meningkat, nadi terba lemah, Keseimbangan Cairan L. 05020 1. Monitor status hidrasi
tekanan darah menurun, turgor
1. Asupan cairan (skala 5) Terapeutik
kulit menurun, membran
2. dehidrasi (skala 5)
mukosa kering, suhu tubuh 1. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Tekanan darah (skala 5)
meningkat. 2. Berikan cairan intravena, jika perlu
4. Turgor kulit (skala 5)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian deuretik, jika


perlu
17

I. Penatalaksanaan Berdasarkan Evidence-based in Nursing


Hipertermi merupakan salah satu gangguan termoregulasi yang sering terjadi pada
pasien. Penurunan suhu badan dapat dilakukan dengan cara nonfarmakologi yaitu
dengan pendinginan eksternal. Kompres merupakan metode pendinginan eksternal atau
pendingininan secara fisik yang terdiri dari kompres hangat, dingin, alkohol, basah
selimut, bungkus dingin, semprotan ke daerah badan, dan pendinginan kipas (Purwanti
dan Ambarwati, 2008; Sari, 2013; Pratiwi dkk., 2015). Selain hal tersebut, tepid sponge
juga dapat digunakan dalam penurunan suhu tubuh pada pasien anak-anak, dewasa, dan
lansia (Smith, 2016; Thomas dkk., 2009).
Kompres tepid sponge merupakan sebuah teknik kompres hangat yang
menggunakan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervicial dengan teknik
seka (Corrard, 2001). Metode ini sangat efektif untuk menurunkan suhu tubuh dan
membantu mengurangi rasa sakit atau tidak nyaman (Suprapti, 2008; Maling dkk.,
2012). Penurunan suhu tubuh pada anak yang diberikan antipiretik dan tepid sponge
mengalami penurunan sehu 0,97 dalam waktu 60 menit. Pemberian tepid sponge cukup
diberikan satu kali dalam sehari yaitu pada sore hari (15.00-16.00) selama 10 menit
(Dewi, 2016).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Irmachatshalihah dkk (2020) yang berjudul
“Kombinasi Kompres Hangat dengan Teknik Blok dan Teknik Seka (Tepid Sponge
Bath) Menurunkan Suhu Tubuh pada Anak Penderita Gastroentritis” didapatkan hasil
yang menunjukkan setalah dilakukan kombinasi kompres hangat dengan teknik blok
dan teknik seka suhu tubuh mengalami penurunan. Rerata penurunan suhu tubuh
sebanyak 0,50C. Kombinasi kompres hangat dengan teknik blok dan teknik seka (tepid
sponge bath) dapat menurunkan suhu tubuh pada pasien gastroentritis yang mengalami
hipertermia.
18

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish..
Corrard, F. 2001. Ways to reduse fever new luke warm water baths still indicated.
Arch Pediatric. Vol 9(3): 311-315.
Dewi, A. K. 2016. Perbedaan Penurunan Suhu Tubuh Antara Pemberian Kompres
Air Hangat Dengan Tepid Sponge Bath Pada Anak Demam. Jurnal
Keperawatan Muhammadiya. Vol 1 (1): 63-71.
Dzulfaijah, N. K., Mardiyono, Sarkum, dan D. Saha. 2017. Combination of Cold
Pack, Water Spray, and Fan Cooling on Body Temperature Reduction and
Level of Success To Reach Normal Temperature in Critically Ill Patients
with Hyperthermia. Belitung Nursing Journal. Vol 3(6): 757-764.
Gidden, Jean Foret. 2009. Concept for Nursing Practice 2nd Edition. Missouri:
Elsevier.
Graha, A. S. 2010. Adaptasi Suhu Tubuh terhadap Latihan dan Efek Cedera di
Cuaca Panas dan Dingin. Jurnal Olahraga Prestasi. Vol 6(2): 123-134.
Irmachatshalihah, R., dan Alfiyanti, D. 2020. Kombinasi Kompres Hangat dengan
Teknik Blok dan Teknik Seka (Tepid Sponge Bath) Menurunkan Suhu
Tubuh pada Anak Penderita Gastroentritis. Ners Muda. Vol 1(3): 193-199.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Akhir Riset Fasilitas
Kesehatan tahun 2011. Jakarta: Dadan Litbangkes.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kothari, V. M. dan D. R. Karnad. 2005. New Onset Fever in The Intensive Care
Unit. Japi. Vol 53: 949-953.
Kukus, Y., W. Supit., dan F. Lintong. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis dan Efek
terhadap Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik. Vol 1 (2): 107-118.
Maling, B., S. Haryani, dan S. Arif. 2012. Pengaruh Kompres Tepid Sponge
Hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Umur 1-10 tahun
dengan Hipertermi. Semarang: STIKES Telogorejo Semarang
19

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Pratiwi, S. H., Ropi, H., & Sitorus, R. (2015). Perbedaan Efek Kompres Selimut
Basah dan Cold-pack terhadap Suhu Tubuh Pasien Cedera Kepala di
Neurosurgical Critical Care Unit. Jurnal Keperawatan Padjadjaran. Vol
3(3).
Price, T. dan S. McGloin. 2003. A Review of Cooling Patients with Severe
Cerebral Insult in ICU (Part 1). Nursing In Critical Care. Vol 8(1): 30-36.
Purwanti, S. dan N. W. Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat terhadap
Perubahan Suhu Tubuh pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat
Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan.
Sari, E. K., I. S. Redjeki dan W. Rakhmawati. 2013. Perbandingan pengaruh
water spray dan fan cooling menggunakan air hangat dengan air suhu
ruangan terhadap penurunan suhu tubuh. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol
1(2): 150-156.
Setiawati, T. 2009. Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta: Universitas Indonesia.
Smith, N. 2016. Nursing Practice & Skill Fever: Managing Fever in Older
Adults. EBSCO Information Services.

Suprapti. 2008. Perbedaan Pengaruh Kompres Hangat dengan Kompres Diingin


terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien anak karena infeksi di BP
RSUP Djojonegoro Temanggung.
Susanti, N. 2012. Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada
Penataleksanaan Demam. Sainstis.
Thomas, S., C. Vijaykumar, R. Naik, P. D. Moses, dan B. Antonisamy. 2009.
Comparative Effectiveness of Tepid Sponging and Antipyretic Drug Versus
Only Antipyretic Drug in the Management of Fever Among Children: A
Randomized Controlled Trial. Indian Pediatrics. Vol 45: 133-136.
ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA Ny. C PADA PEMENUHAN
KEBUTUHAN DASAR TERMOREGULASI

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI (KDP)

Oleh:
Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep
NIM 202311101143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER
DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep


NIM : 202311101143
Tempat Pengkajian : Rumah Ny. C

A. PENGKAJIAN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. C No. RM :-
Umur : 19 Tahun Pekerjaan : Mahasiswa
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Belum Kawin
Agama : Islam Tanggal MRS :-
Pendidikan : S1 Tanggal Pengkajian : 17 Maret 2021
Alamat : Dsn Krajan No. Sumber Informasi : Klien
288 Kanigoro,
Kec. Pagelaran,
Kab. Malang

II. Riwayat Kesehatan


1. Diagnosa Medik:
Thypoid
2. Keluhan Utama:
Klien mengeluhkan demam dan badan terasa lemas
3. Riwayat penyakit sekarang:
Klien telah memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan 4 hari lalu, klien
mengeluhkan bahwa demam dirasakan hilang timbul terutama jika sore
hingga malam hari dan pada pagi hari demam turun akan tetapi suhu badan
tidak kembali ke suhu normal tubuh. Klien juga merasakan badan terasa
lemas terutama pada sore hari serta pusing. Klien mengeluhkan sakit perut
disertai mual, klien juga mengeluhkan tidak nafsu makan. Sejak
merasakan demam konsistensi BAB lunak hingga cair dan BAB 2x/hari.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
1) Penyakit yang pernah dialami: tidak ada
2) Alergi (obat, makanan, plester, dll): klien mengatakan tidak memiliki
alergi makanan ataupun obat-obatan.
3) Imunisasi: klien mengatakan melakukan imunisasi lengkap
4) Kebiasaan/pola hidup/life style: sebelum sakit klien mengatakan makan
sehari 3 kali, BAB sehari 1 kali, minum tidak teratur, beraktivitas dari
pukul 07.00 WIB-23.00 WIB kuliah dan mengerjakan tugas.
5) Obat-obatan yang digunakan: obat-obatan yang digunakan klien yaitu
chloramphenicol dan pamol.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat penyakit keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit
kronis.

Genogram:

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Menikah
// : Cerai
: Anak kandung
: Anak angkat
: Anak kembar
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan bahwa penyakit yang dialami pasien berasal dari Allah
SWT. Setiap sholat selalu berdoa yang terbaik untuk diberikan kesehatan,
dan memeriksakan ke fasilitas kesehatan jika merasa sakit karena
beranganggap bahwa kesehatan merupakan hal yang sangat penting.
Interpretasi : Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan pasien baik.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
Antropometry
BB= 42 kg
TB = 158 cm
IMT= BB/TB2(m) = 42/(1,58)2 = 16,2
Interpretasi : Indek Masa Tubuh (IMT) pasien berada pada rentang berat
badan dibawah normal.

Biomedical sign : -
Interpretasi : tidak ada

Clinical Sign :
Turgor kulit < 1 detik, kekuatan otot kaki kanan dan kaki kiri masing-
masing 4 dan kekuatan otot tangan kanan dan kiri masing-masing 4. Otot
pasien berkembang dengan baik, dan nafsu makan klien tidak begitu baik
dikarenakan klien tidak nafsu karena merasa mual.
Interpretasi : terdapat masalah pada nafsu makan klien.

Diet Pattern (intake makanan dan cairan):


Pola Makan Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Frekunsi makan 3 kali sehari 2 kali sehari (porsi
sedikit)
Jenis makanan Nasi, Sayur, Buah, Bubur
Daging, dll
Minum 6-8 gelas sehari 4 gelas sehari
Interpretasi: Klien mengalami perubahan asupan makanan dan minuman

3. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)


BAK Sebelum sakit Setelah sakit
Frekuensi 4-5 x/hari 2-3 x/hari
Jumlah 700 ml/hari 500 ml/hari
Warna Kuning jernih Kuning
Bau Khas Amoniak Khas amoniak
Karakter Cair Cair
BJ Tidak terkaji Tidak terkaji
Alat bantu Tidak memakai Tidak memakai
Lainnya - -

BAB Sebelum sakit Setelah sakit


Frekuensi 1 x/hari 2 x/hari
Jumlah 100 ml/hari 200 ml/hari
Warna Kuning Kuning kecoklatan
Bau Khas feses Khas feses
Karakter Padat Lunak/Cair
Alat bantu Tidak memakai Tidak memakai
Lainnya - -
Interpretasi:
Klien mengalami perubahan frekuensi dan karakter pada eliminasi setelah
terdiagnosa Thypoid.
Balance Cairan:
Makan  Minum = 1000 cc

Perhitungan IWL
IWL normal = 15 x 42 kg/ 24 jam
= 26 cc
Output:
IWL = 26 cc
BAK = 500 cc
BAB = 200 cc
= 726 cc
Balance cairan : Input – Output = 1000 cc – 726 cc
= 274 cc
Interpretasi: klien memiliki balance cairan 274 cc.
4. Pola aktivitas & latihan
Aktivitas pasien sehari-hari adalah melakukan pekerjaan rumah sehari-
hari, seperti membersihkan rumah, mencuci piring dll. Klien juga setiap
harinya kuliah dan mengerjakan tugas. Setelah sakit klien hanya bisa
melakukan sebagian besar aktivitasnya.

Aktivitas harian (Activity Daily Living)


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4: mandiri
Interpretasi : pola aktivitas dan latihan klien terkait berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur, berpindah dan rom dapat dilakukan secara mandiri.

Status Oksigenasi : status oksigenasi klien dalam keadaan normal, klien


dapat bernapas secara spontan, RR 20x/menit, wheezing -/-, ronki -/-,
pernapasan cuping hidung -/-.

Fungsi kardiovaskuler :
CRT = <2 detik, konjungtiva tidak anemis, akral hangat.
Terapi oksigen : tidak ada
5. Pola tidur & istirahat (saat sebelum sakit dan setelah sakit)
Istirahat dan Tidur Sebelum sakit Setelah sakit
Durasi  6 jam/hari  8 jam/hari dengan
konsistensi berubah-ubah
Gangguan tidur Klien mengatakan tidak Klien mengatakan pusing
ada gangguan tidur sehingga merasa ingin tidur
terus.
Keadaan bangun Baik Kurang baik
tidur
Kualitas tidur Klien merasa puas dan Klien mengatakan tidak
segar saat terbangun. merasa puas setelah
terbagun dari tidur.
Lain-lain - -
Interpretasi : pola tidur dan istirahat klien mengalami masalah setelah
klien terdiagnosa Thypoid.

6. Pola kognitif & perceptual


Pola Kognitif
Klien bisa berbicara dengan jelas dan dapat memahami kata-kata. Selain
itu, klien mampu mengingat segala peristiwa yang telah terjadi dengan
baik dan jelas.
Fungsi dan keadaan indera :
Penglihatan : klien tidak memakai kacamata.
Pendengaran : klien dapat mendengar suara dengan baik.
Peraba : klien dapat meraba benda baik yang berukuran besar
maupun berukuran kecil dengan baik.
Pengecap : klien merasa makanan yang dimakannya selalu hambar
Penciuman : klien dapat mencium dan membedakan aroma.
Interpretasi : klien mengalami gangguan pengecapan dikarenakan sakit
yang dialaminya.
7. Pola persepsi diri
Gambaran diri :
Klien tidak mengalami gangguan terkait keadaan fisik yang dimilikinya.
Identitas Diri :
Klien memiliki orientasi yang baik terhadap dirinya sendiri.
Harga diri :
Klien mengatakan bahwa selalu percaya diri selama hidupnya dan klien
memiliki keyakinan untuk sehat kembali.
Peran Diri :
Klien adalah seorang mahasiswa yang aktif.
Ideal diri :
Klien berharap agar dapat beraktivitas dengan normal kembali.
Interpretasi: pola persepsi diri positif
8. Pola seksualitas & reproduksi
Pola seksualitas: tidak ada
Fungsi reproduksi: klien masih berstatus mahasiswa
Interpretasi: pola seksualitas dan reproduksi klien tidak mengalami
masalah.
9. Pola peran & hubungan
Keluarga klien mengatakan bahwa klien sebagai seorang anak yang
penyayang, dan penuh perhatian terhadap keluarganya.
Interpretasi: pola peran dan hubungan klien dengan orang-orang
disekitarnya terjalin baik.
10. Pola manajemen koping-stress
Saat didalam keluarga klien memiliki perbedaan persepsi, maka selalu
berdiskusi bersama dalam penyelesainnya. Klien juga mengatakan slalu
berdoa agar slalu diberikan kesehatan.
Interpretasi : pola koping – stres klien baik
11. Sistem nilai & keyakinan
Klien beragama islam dan klien slalu mendekatkan diri kepada sang
pencipta yaitu Allah SWT. Klien juga slalu beribadah tepat waktu.
Interpretasi : sistem nilai dan keyakinan klien tidak mengalami masalah.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum:
Pasien tampak sakit sedang, komposmetis (GCS 4-5-6)
Tanda vital:
- Tekanan Darah: 100/70 mmHg
- Nadi: 97x/mnt reguler
- RR: 20x/m x/mnt reguler
- Suhu: 38,5oC

Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)


1. Kepala
- Inspeksi = distribusi rambut merata, berwarna hitam, kulit kepala bersih
dan tidak ada lesi, bentuk kepala bulat dan simetris, wajah sedikit pucat,
serta di kepala tidak ada benjolan.
- Palpasi = tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
2. Mata
- Inspeksi = terdapat kantung mata, mata simetris kanan dan kiri,
konjungtiva tidak anemis, ada reflek pupil terhadap ransangan cahaya.
- Palpasi = tidak ada serumen, tidak ada benjolan dimata
3. Telinga
- Inspeksi = tidak ada lesi, tidak ada sekret, tidak ada hiperpigmentasi,
telinga simetris, dan pendengaran normal
- Palpasi = tidak ada nyeri tekan.
4. Hidung
- Inspeksi = hidung simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, tidak
ada secret, dan tidak ada polip
- Palpasi = tidak ada nyeri tekan dan benjolan.
5. Mulut
- Inspeksi = mukosa bibir kering, tidak ada lesi, tidak menggunakan kawat
gigi, lidah tiphoid.
6. Leher
- Inspeksi = warna kulit leher kuning langsat, leher simetris dan tidak ada
benjolan.
- Palpasi = tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada deformitas
tulang leher, tidak ada nyeri tekan.
7. Dada
Jantung
- Inspeksi = bentuk dada simetris
- Palpasi = ictus cordis teraba normal
- Perkusi = bunyi jantung pekak dengan batas jantung pada batas normal
dan tidak ada pembengkakan.
- Auskultasi = suara S1 dan S2 normal, tidak ada bunyi tambahan pada
jantung
Paru
- Inspeksi = betuk dada normal, dada simetris, ekspansi dada simetris.
- Palpasi = taktil fremitus simetris dan tidak ada nyeri tekan
- Perkusi = suara paru sonor di kedua lapang.
- Auskultasi= suara napas vesikuler tanpa tambahan
8. Abdomen
- Inspeksi = abdomen simetris tidak ada benjolan
- Auskultasi = bising usus 15 x/menit (normal 5-30 x/menit)
- Palpasi = tidak ada nyeri tekan, hepar dan limpa teraba, tidak ada
pembesaran hepar dan limpa
- Perkusi = suara abdomen timpani
9. Urogenetal
Klien tidak menggunakan popok
10. Ekstremitas
Ektremitas Atas
- Inspeksi = tidak ada deformitas sendi, tidak ada lesi, otot tidak
mengalami atrofi ataupun hipertrofi
- Palpasi = kedua tangan tidak mengalami krepitasi, tonus otot normal,
kekuatan otot tangan kanan 4 dan tangan kiri 4
Ekstremitas Bawah
- Inspeksi = tidak ada perubahan bentuk kaki kanan dan kiri, tidak ada lesi,
tidak ada benjolan
- Palpasi = tidak ada nyeri tekan pada kaki kanan dan kiri dengan kekuatan
otot kaki kanan 4 dan kiri 4
Kekuatan otot 4 4
- Ekstremitas dextra : kekuatan otot
- Ekstremitas sinistra : kekuatan otot 4 4
11. Kulit dan Kuku
Kulit
Inspeksi: tidak terdapat lesi
Palpasi: kulit hangat kering turgor kulit baik
Kuku
Inspeksi: kuku kaki pendek dan warna kuku merah pucat
Palpasi: CRT 2 detik
12. Keadaan lokal
Klien lemas dengan kesadaran penuh compos metis (GCS E4V5M6)
V. Terapi
Tidak ada terapi penyerta
VI. Pemeriksaan Penunjang & Laboratorium
Tidak ada
Jember, 17 Maret 2021
Pengambil Data,

(Berta Katrina Ramadhantya)


NIM 202311101143
ANALISA DATA

Tanggal/Jam : 17 Maret 2021/ 13.00 WIB


NO DATA PENUNJANG KEMUNGKINAN MASALAH PARAF &
ETIOLOGI NAMA
1. DO: Bakteri masuk Hipertermi
1. TD: 100/70 mmHg kedalam mulut
2. Nadi: 97x/mnt Berta KR
3. RR: 20x/m Thypoid
4. Suhu: 38,5oC
5. Kulit hangat kering
Kenaikan suhu tubuh
DS:
1. Klien mengeluhkan bahwa Proses penyakit
demam dirasakan hilang
timbul terutama jika sore Hipertermi
hingga malam hari dan pada
pagi hari demam turun akan
tetapi suhu badan tidak
kembali ke suhu normal
tubuh.
2. DO: Bakteri masuk Defisit Nutrisi
1. TD: 100/70 mmHg kedalam mulut
2. Nadi: 97x/mnt Berta KR
3. RR: 20x/m Thypoid
4. Suhu: 39,5oC
5. Frekuensi makan 2x sehari
Mual
porsi sedikit sekali
6. Mukosa bibir kering
Tidak nafsu makan
7. Kulit hangat kering
DS: Defisit Nutrisi
1. Klien mengeluhkan tidak
nafsu makan
2. Klien mengeluhkan sakit
perut disertai mual
3. DO: Bakteri masuk Intoleransi
1. TD: 100/70 mmHg kedalam mulut Aktivitas
2. Nadi: 97x/mnt Berta KR
3. RR: 20x/m Thypoid
4. Suhu: 39,5oC
DS: Badan terasa lemah
Klien merasakan badan terasa
lemas terutama pada sore hari
Intoleransi Aktivitas
C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
(Berdasarkan Prioritas)

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Perumusan Keterangan


1. Hipertermia b.d proses 17 Maret 2021
penyakit d.d suhu tubuh -
diatas nilai normal, kulit
terasa hangat
2. Defisit Nutrisi b.d 17 Maret 2021
ketidakmampuan mencerna -
makanan d.d nafsu makan
menurun, membran mukosa
kering

3. Intoleransi Aktivitas b.d 17 Maret 2021


kelemahan d.d merasa lemas -
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf &
Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI) Nama
(SDKI) (SLKI)
1. Hipertermia Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
keperawatan selama 3x24 jam (I.15506) 1. Membantu mengetahui suhu tubuh
diharapkan hipertermi klien 1. Monitor suhu tubuh klien secara berkala Berta KR
dapat membaik dengan kriteria 2. Longgarkan atau 2. Membantu agar panas dalam tubuh
hasil: lepaskan pakaian dapat keluar sehingga suhu tubuh
Termoregulasi (L.14134) dapat turun
Regulasi Temperatur
Indikator Skala (I.14578)
Awal Akhir 1. Tingkatkan asupan cairan 1. Agar metabolisme dalam tubuh
Suhu 2 4 dan nutrisi yang adekuat terjada jika jika asupan cairan dan
tubuh 2. Sesuaikan suhu
Suhu 2 4 nutrisi terpenuhi
lingkungan dengan 2. Membantu klien merasakan nyaman
kulit
kebutuhan pasien pada suhu lingkungan yang sesuai

2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi


keperawatan selama 3x24 jam (I.03119) 1. Membantu klien meningkatkan
diharapkan status nutrisi klien 1. Identifikasi makanan nafsu makannya Berta KR
dapat membaik dengan kriteria yang disukai 2. Untuk mengetahui apakah asupan
hasil: 2. Monitor asupan makanan makanan sudah adekuat
Status Nutrisi (L.03030) Promosi Berat Badan
Indikator Skala (I.03136)
Awal Akhir 1. Monitor adanya mual 1. Membantu tatalaksana perawatan
Nafsu 2 4 dan muntah yang tepat
makan 2. Jelaskan jenis makanan 2. Agar kebutuhan nutrisi dalam tubuh
Nyeri 2 4 yang bergizi tinggi, klien tetap terjaga
abdomen namun tetap terjangkau
Membra 2 4
n
mukosa
3. Intoleransi Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi
Aktivitas keperawatan selama 3x24 jam (I.05178)
diharapkan toleransi aktivitas1. Monitor pola dan jam 1. Untuk mengetahui intensi pola dan Berta KR
klien dapat meningkat dengan tidur jam tidur klien
kriteria hasil: 2. Sediakan lingkungan 2. Membantu klien merasa nyaman
nyaman dan rendah 3. Membantu klien agar tidak bosan
Toleransi Aktivitas (L.05047)
Indikator Skala stimulus hanya berbaring saja
Awal Akhir 3. Fasilitasi duduk disisi 4. Melatih respon fisiologis klien
Keluhan 2 4 tempat tidur, jika tidak secara bertahap
lelah dapat perpindah atau
Perasaan 2 4 berjalan
lemah 4. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
IMPELMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf dan


Jam Keperawatan Nama
Kamis, 18- Hipertermia 1. Memonitor suhu tubuh S : Klien mengatakan masih merasakan
03-2021/ 2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian demam
10.30 WIB Berta KR
0
O : Suhu 38 C, kulit hangat
A : Hipertermia belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat, monitor suhu tubuh
E : Klien masih merasakan demam
Kamis, 18- Defisit Nutrisi 1. Mengidentifikasi makanan yang S : Klien mengatakan masih tidak nafsu
03-2021/ disukai makan
Berta KR
10.50 WIB 2. Memonitor asupan makanan O : Mukosa bibir kering
3. Memonitor adanya mual dan muntah
4. Menjelaskan jenis makanan yang A : Defisit nutrisi belum teratasi
bergizi tinggi, namun tetap terjangkau P : Lanjutkan intervensi
I : Memonitor adanya mual dan muntah,
Memonitor asupan makanan
E : Klien masih merasakan tidak nafsu
makan
Kamis, 18- Intoleransi 1. Memonitor pola dan jam tidur S : Klien mengatakan badan masih terasa
03-2021/ Aktivitas 2. Menyediakan lingkungan nyaman dan lemas
Berta KR
10.50 WIB rendah stimulus
O : Tampak lemah
3. Memfasilitasi duduk disisi tempat
tidur, jika tidak dapat perpindah atau A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
berjalan P : Lanjutkan intervensi
4. Menganjurkan melakukan aktivitas
I : Memonitor pola dan jam tidur,
secara bertahap
memfasilitasi duduk disisi tempat tidur,
menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
E : Klien masih merasakan lemas dan
tampak lemah

Jumat, 19- Hipertermia 1. Memonitor suhu tubuh S : Klien mengatakan badannya sudah tidak
03-2021/ 2. Melonggarkan atau lepaskan pakaian terlalu hangat
09.50 WIB Berta KR
3. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi O : Suhu 37,80C, kulit hangat
yang adekuat
4. Sesuaikan suhu lingkungan dengan A : Hipertermia belum teratasi
kebutuhan pasien P : Lanjutkan intervensi
I : Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat, monitor suhu tubuh
E : Klien masih merasakan demam
Jumat, 19- Defisit Nutrisi 1. Memonitor asupan makanan S : Klien mengatakan nafsu makan masih
03-2021/ 2. Memonitor adanya mual dan muntah tetap sama dan masih merasa mual
Berta KR
10.00 WIB 3. Menjelaskan jenis makanan yang
O : Mukosa bibir klien kering
bergizi tinggi, namun tetap terjangkau
A : Defisit nutrisi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : Memonitor asupan makanan, memonitor
adanya mual
E : Nafsu makan klien belum meingkat,
mual masih dirasakan
Jumat, 19- Intoleransi 1. Menyediakan lingkungan nyaman dan S : Klien mengatakan badan masih terasa
03-2021/ Aktivitas rendah stimulus lemas
Berta KR
10.10 WIB 2. Memfasilitasi duduk disisi tempat O : Klien tampak dapat mengikuti dengan
tidur, jika tidak dapat perpindah atau baik
berjalan
3. Menganjurkan melakukan aktivitas A : Intoleransi aktivitas belum teratasi
secara bertahap P : Lanjutkan intervensi
I : Menganjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
E : Klien masih merasakan lemas namun
sudah bisa sedikit beraktivitas kecil

Sabtu, 20- Hipertermia 1. Memonitor suhu tubuh S : Klien mengatakan badannya sudah tidak
03-2021/ 2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi hangat
08.30 WIB Berta KR
yang adekuat O : Suhu 37,40C
A : Hipertermia teratasi
P : Hentikan intervensi
I :-
E : Klien kooperatif
Sabtu, 20- Defisit Nutrisi 1. Memonitor asupan makanan S : Klien mengatakan nafsu makan sudah
03-2021/ 2. Memonitor adanya mual dan muntah mulai meningkat dengan porsi yang masih
Berta KR
08.40 WIB sedikit dan masih merasakan sedikit mual
O : Klien tampak dapat menghabiskan
makanan
A : Defisit nutrisi belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
I : Memonitor asupan makanan dan
memonitor adanya mual
E : Nafsu makan klien mulai meningkat
Sabtu, 20- Intoleransi 4. Menyediakan lingkungan nyaman dan S : Klien mengatakan badan sudah tidak
03-2021/ Aktivitas rendah stimulus terlalu lemas
Berta KR
08.50 WIB 5. Memfasilitasi duduk disisi tempat O : Klien tampak dapat mengikuti dengan
tidur, jika tidak dapat perpindah atau baik
berjalan
6. Menganjurkan melakukan aktivitas A : Intoleransi aktivitas teratasi
secara bertahap P : Hentikan intervensi
I :-
E : Klien sudah bisa melakukan aktivitas
secara bertahap
EVIDANCE BASED PRACTICE IN NURSING

Author : Puji Astuti, Wahyu Tri Astuti, Lis Nurhayati (2018)

Judul : PENERAPAN WATER TEPID SPONGE (WTS) UNTUK MENGATASI


DEMAM TIPOID ABDOMINALIS PADA An. Z

Pembahasan:

Tipoid abdominalis adalah suatu penyakit infeksi yang ditularkan melalui


makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman salmonella thyhoid. Penderita
tipoid abdominalis mengalami kenaikan suhu pada minggu pertama, menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Beberapa tehnik
menurunkan demam antara lain yaitu kompres hangat dan Water Tepid Sponge
(WTS). Berdasarkan penelitian Memed (2014) tentang efektifitas penurunan suhu
tubuh antara kompres hangat dan WTS pada anak usia 6 bulan – 3 tahun dengan
demam di Puskesmas Kartasura Sukoharjo berkesimpulan yaitu lebih efektif
kompres WTS dalam menurunkan suhu tubuh anak demam, dibandingkan dengan
metode kompres hangat.
WTS merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini
menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung
dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada
perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh
sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin
komplek dan rumit dibandingkan dengan teknik lain namun dengan kompres blok
langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke
hipotalamus dengan lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh
kelingkungan sekitar sehingga mempercepat penurunan suhu tubuh.
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN (LPJ) PENDIDIKAN
KESEHATAN CUCI TANGAN DENGAN BENAR DI DUSUN KRAJAN
KANIGORO KABUPATEN MALANG TAHUN 2021

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Kebutuhan Dasar Profesi (KDP)

Oleh:
Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep
NIM 202311101143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
BAB I. LATAR BELAKANG

1.1 Analisis Situasi


Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kesehatan
di masyarakat (Kemenkes RI, 2009). Berdasarkan data dari Indeks Pembangunan
Kesehatan Masyarakat (IPKM) 2010 menunjukkan persentase penduduk yang
berperilaku benar dalam CTPS secara rata-rata nasional hanya 24,5 persen.
Sedangkan rumah tangga yang memenuhi kriteria Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dengan kategori baik secara rata-rata nasional hanya 35,7 persen.
Salah satu yang mencerminkan PHBS yaitu mencuci tangan dengan baik
dan benar. Tangan merupakan bagian dari tubuh manusia yang sering berinteraksi
dengan mulut dan hidung, sehingga tangan menjadi pengantar utama masuknya
kuman penyebab penyakit tubuh manusia. Untuk mencegah bakteri, virus, dan
parasite berpindah pada manusia, perlunya kita untuk mencuci tangan.
Menggunakan sabun saat mencuci tangan diketahui sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit hal ini dilakukan karena tangan merupakan agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang
lain, baik dengan kontak tidak langsung maupun kontak langsung (menggunakan
permukaan lain seperti handuk dan gelas) (Kemenkes RI, 2013).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah
dalam kegiatan yang akan dilakukan yaitu pendidikan kesehatan tentang
bagaimana cara dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat?
BAB II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan
2.1.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapakan dapat meningkatkan
status kesehatan dan pengetahuan.
2.1.2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan:
a. Mampu mengetahui terkait bagaimana cara meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
b. Mampu memahami serta menerapkan enam langkah cuci tangan yang
baik dan benar
2.2 Manfaat
2.2.1 Bagi Klien
Dapat menambah pengetahuan bagi keluarga mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat yaitu antara lain dengan cara enam langkah cuci tangan
yang baik dan benar sebagai langkah kecil untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit.
BAB III. KERANGKA PENYELESAIAN MASALAH

3.1 Dasar Pemikiran


Indikator PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) salah satunya mencuci
tangan dengan air mengalir dan sabun yang merupakan sekumpulan perilaku yang
dilakukan karena kesadaran dari hasil pembelajaran, yang membuat individu atau
keluarga dapat menjaga dan memelihara kesehatan serta berperan aktif untuk
mewujudkan masyarakat sehat (Kemenkes RI, 2014). Perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran
sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kesehatan di masyarakat (Kemenkes RI,
2009).
Cuci tangan pakai sabun sebagai upaya preventif dalam melindungi diri
dari berbagai penyakit menular (Risnawaty, 2016). Cuci tangan pakai sabun yang
dipraktikkan secara tepat dan benar merupakan cara termudah dan efektif untuk
mencegah terjangkitnya penyakit. Mencuci tangan dengan air dan sabun dapat
lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan
kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab
penyakit seperti virus, bakteri, dan parasit lainnya pada kedua tangan (Desiyanto
dan Djannah, 2012).
3.2 Kerangka Penyelesaian

Klien belum memahami Mahasiswa memberikan penjelasan


dan mengerti cara cuci serta pengetahuan penatalaksanaan
tangan dengan benar cara cuci tangan dengan benar

Mahasiswa Klien dapat Klien memahami


Mengevaluasi hasil mempraktikkan cara serta mengerti cara
pemahaman klien cuci tangan dengan cuci dengan benar
benar

Mahasiswa memberikan
reinforcement positif kepada klien
BAB IV. RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Realisasi Penyelesaian Masalah


Hari/Tanggal : Jum’at, 19 Maret 2021
Tempat : Di Jl.Kyai Mojo No.288 Kanigoro Kabupaten Malang
Jam : 16.00-16.30 WI

4.2 Khalayak Sasaran


Khalayak sasaran adalah keluarga terdekat yang bertempat tinggal di Jl.
Kyai Mojo No. 288 Kanigoro Kabupaten Malang.
4.3 Metode yang Digunakan
a. Jenis Model Penyuluhan : Demontrasi dan Penyampaian Materi
b. Landasan Teori : Buku Pedoman dan Jurnal
c. Langkah Pokok :
a) Menciptakan suasa pertemuan yang baik
b) Mengidentifikasi pilihan tindakan
c) Menetapkan tindak lanjut sasaran

: Pemateri

: Peserta

: Laptop
BAB V. EVALUASI DAN HASIL

5.1 Analisis Evaluasi dan Hasil


Setelah kegiatan ini dilaksanakan, maka:

5.1.1 Evaluasi Struktur

1. Materi dan media telah disiapkan terlebih dahulu sebelum menemui


klien;
2. Pemateri menyusun proses kegiatan, berita acara, daftar hadir, SAP,
materi, dan media yang telah dilampirkan;
3. Pemateri menanyakan terkait kesiapan dan menawarkan terkait
tempat yang dipilih oleh klien;
4. Pemateri melakukan persetujuan kontrak waktu dengan klien;
5. Persiapan pemateri sebelum memberikan pendidikan kesehatan
kepada klien yaitu berpenampilan rapi, sopan, dan menerapkan
senyum salam dan sapa kepada klien.
6. Pemateri juga memberi petunjuk untuk mengikuti demonstrasi cara
cuci tangan yang baik dan benar
5.1.2 Evaluasi Proses

1. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waku yang telah ditentukan


2. Saat demonstrasi tindakan berlangsung klien sangat kooperatif
3. Klien mampu mengikuti implementasi yang diberikan oleh pemateri
dengan baik
4. Klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik
5. Pemateri memberikan reinforcement positif kepada klien
5.1.3 Evaluasi Hasil

1. Klien mampu memahami dan mengerti mengenai cara cuci tangan


dengan baik dan benar
2. Klien senang dengan informasi yang telah diberikan oleh pemateri
5.2 Faktor Pendorong
Faktor yang mendorong keberhasilan kegiatan ini adalah:

1. Klien sangat kooperatif saat sedang dilakukannya pendidikan kesehatan


oleh pemateri
2. Terjalinnya hubungan saling percaya antara klien dengan pemateri

5.3 Faktor Penghambat


Tidak ada faktor penghambat dalam pelaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta : Depkes


RI.
Desiyanto., & Djannah. 2013. Efektifitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan
Pembersih Tangan Antiseptik (Hand Sanitizer) Terhadap Jumlah Angka
Kuman. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 2(2).
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun di
Indonesia. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta
Risnawati, G. 2016. Faktor Determinan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS) Pada Masyarakat di Tanah Kalikedinding. Jurnal Promkes. Vol.
4(1). 70-81.
Lampiran 1. Berita Acara

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN T.A 2020/2021

BERITA ACARA

Pada hari ini, Jum’at, 19 Maret 2021 jam 16.00-16.30 WIB Di rumah klien Jl.
Kyai Mojo No. 288 Kanigoro Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur telah
dilaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan cara cuci tangan dengan benar.

Jember, 19 Maret 2021


Dosen Pembimbing

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D


NIP. 19800112 200912 2 002
Lampiran 2. Daftar Hadir

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN T.A 2020/2021

DAFTAR HADIR

Kegiatan pendidikan kesehatan, pada hari ini, Jum’at, 19 Maret 2021 jam
16.00-16.30 WIB Di Jl. Kyai Mojo No. 288 Kanigoro Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur.

No. Nama Alamat Tanda tangan

1. Rini Indayani Kanigoro

Jember, 19 Maret 2021


Dosen Pembimbing

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D


NIP. 19800112 200912 2 002
Lampiran 3. Satuan Acara Penyuluhan
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik/Materi : Cara cuci tangan dengan benar


Sasaran : Keluarga terdekat

Hari/Tgl : Jumat, 19 Maret 2021

Alokasi Waktu : 20 menit

Tempat : di Jl. Kyai Mojo No.288 Kanigoro, Kabupaten Malang

A. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien dapat memahami dan
mengerti cara mencuci tangan dengan benar.
B. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan pendidikan kesehatan, peserta penyuluhan dapat:

1. Mengerti dan memahami pengertian cuci tangan


2. Mengerti dan memahami manfaat cuci tangan
3. Mengerti dan memahami momen cuci tangan
4. Mampu mempraktikkan cara mencuci tangan dengan benar
C. Pokok Bahasan: Pendidikan kesehatan cara cuci tangan dengan benar
D. Sub Pokok Bahasan:
1. Pengertian cuci tangan
2. Manfaat cuci tangan
3. Momen cuci tangan
4. Demonstrasi cara cuci tangan
E. Waktu: 20 menit
F. Bahan/Alat yang diperlukan: Laptop dan Brosur
G. Model Pembelajaran
a. Jenis Model Penyuluhan : Demontrasi dan Penyampaian Materi
b. Landasan Teori : Buku Pedoman dan Jurnal
c. Langkah Pokok :
a) Menciptakan suasa pertemuan yang baik
b) Mengidentifikasi pilihan tindakan
c) Menetapkan tindak lanjut sasaran
H. Setting Tempat

: Pemateri

: Peserta

: Laptop

I. Persiapan
Persiapan yang dilakukan yaitu berupa penyiapan materi yang akan
diberikan dan juga membuat leaflet sebagai bantuan media penyampaian
materi.
J. Kegiatan Pendidikan Kesehatan
Tindakan
Proses Waktu
Kegiatan Pemateri Kegiatan Peserta

Pendahuluan 1. Memberi salam, Menjawab salam 5 menit


memperkenalkan diri, dan memperhatikan
dan membuka serta menerima
penyuluhan. leaflet
2. Menjelaskan tentang
TIU dan TIK
3. Membagikan brosur
Penyajian Menjelaskan: Mendengarkan, 10 menit
memperhatikan ,
a. Pengertian Cuci
tangan dan bertanya
b. Manfaat cuci tangan
c. Momen cuci tangan
d. Mendemonstrasikan
cara cuci tangan
dengan benar
Berdiskusi/tanya jawab

Penutup 1. Memberikan Memperhatikan dan 5 menit


reinforcement positive menanggapi
setelah menyimak
pendidikan kesehatan
2. Mengevaluasi hasil
pendidikan kesehatan
3. Salam penutup

K. Evaluasi
a. Peserta diharapkan mengerti mengenai materi penyuluhan
b. Peserta penyuluhan dapat mempraktikkan kembali bagaimana cuci
tangan dengan benar.
Lampiran 4. Materi
CARA CUCI TANGAN

1. PENGERTIAN
Cuci tangan merupakan satu tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari dengan menggunakan air atau pun cairan lainnya oleh
manusia dengan tujuan agar menjadi bersih
2. MANFAAT CUCI TANGAN
a. Menghindari penularan penyakit
b. Tangan menjadi bebas dari kuman
3. MOMEN CUCI TANGAN
a. Setelah menggunakan kamar kecil dirumah atau ditempat umum
b. Setelah mengunjungi pasien di rumah sakit
c. Sebelum dan setelah makan
d. Sebelum dan setelah mulai memasak makanan, terutama daging, ikan, dan
unggas
e. Sebelum dan sesudah menyentuh kulit yang terluka
f. Setelah mengganti popok bayi
g. Setelah menyentuh bayi muda dan anak-anak
h. Setelah membuang sampah
i. Setelah bersin dan batuk
4. LANGKAH CUCI TANGAN
Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir
Waktu yang dibutuhkan 40-60 detik
1. Basahi tangan dengan air
2. Ambil sabun secukupnya dan ratakan diseluruh permukaan tangan
3. Gosok kedua telapak tangan
4. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari bagian luar dengan berlawanan
arah bergantian
5. Gosok sela-sela jari bagian dalam bergantian
6. Gosok punggung jari dengan gerakan setengah memutar bolak-balik
7. Gosok ibu jari dan sela jari telunjuk dan ibu jari bagian bawah dengan
gerakan melingkar bergantian
8. Bersihkan ujung jari dengan menggosokkan ke telapak tangan secara
melingkar
9. Bilas tangan dengan air mengalir
10. Keringkan tangan dengan disposible towel (tissue toilet)
11. Sebelum dibuang gunakan tissue untuk menutup kran
12. Tangan menjadi bersih
Lampiran 5. Media

Lampiran 6. Dokumentasi
STUDI KASUS KEPERAWATAN
Selasa, 16 Maret 2021

Nama : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep

NIM : 202311101143

Kelompok : 3C

KASUS 1

Seorang laki-laki 41 tahun dirawat di rumah sakit mengeluh batuk berdahak dan
saat batuk terkadang terasa sesak, lemas, demam, serta nafsu makan menurun.
Sesak yang dirasakan kambuh-kambuhan. Pasien mengatakan memiliki penyakit
asma. Hasil pemeriksaan BB 54 kg, TB 168 cm, pasien tampak lemah, mukosa
bibir kering, turgor kulit menurun, suara nafas wheezing dan ronki di area paru
sebelah kanan dan kiri. TD 130/68 mmHg, HR 113 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu
380C, SpO2 96%. Pemeriksaan swab PCR negatif dan foto thorax tampak
konsolidasi di pericardial kanan dan lapangan tengah bawah paru kiri. Pasien
diberikan terapi O2 nasal kanul 4 lpm, terapi nebulizer BB, NaCl drip aminophilin
240 gr/fls, injeksi metilprednisolone 3x125 mg, injeksi metamizole natrium 1 gr,
levofloxacin 1x175 mg dan obat oralnya yaitu salbutamol 3x2 mg. Diagnosis
medis: Pneumonia non COVID-19.
.

No Kasus Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)


(SDKI)
1. DS: Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi Latihan batuk efektif (I.01006)
Pasien mengatakan efektif b.d proses infeksi keperawatan selama 1x24 jam 1. Identifikasi kemampuan batuk
mengeluh batuk berdahak saluran pernapasan d.d maka bersihan jalan napas 2. Monitor tanda dan gejala
terdapat suara tambahan meningkat, dengan kriteria hasil: infeksi saluran napas
dan saat batuk terkadang
wheezing dan ronki, batuk dan 3. Atur posisi semi-fowler atau
terasa sesak sesak Bersihan Jalan Napas fowler
(L.01001) 4. Pasang perlak dan bengkok di
DO: 1. Batuk efektif meningkat (skala pangkuan pasien
TD : 130/68 mmHg 5) 5. Buang sekret pada tempat
HR : 113 X/menit 2. Produksi sputum menurun sputum
(skala 5)
RR : 22X/menit Batuk
3. Suara wheezing menurun Manajemen jalan nafas
Terdengar suara napas (skala 5) (I.01011)
tambahan 1. Monitor pola napas
SpO2 = 96% 2. Monitor bunyi suara tambahan
Pemebrian terapi O2 nasal 3. Monitor sputum
kanul 4 lpm, Terapi 4. Berikan minum hangat
nebulizer BB 5. Berikan oksigen
6.Anjurkan asupan cair 2000
ml/hari
2. DS: Perfusi perifer tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Pasien mengatakan lemas kekurangan volume cairan d.d keperawatan selama 1x24 jam 1. Periksa sirkulasi perifer
serta tidak nafsu makan turgor kulit menurun, pasien maka perfusi perifer meningkat, 2. Lakukan hidrasi
tampak lemah dengan kriteria hasil:
DO: Perfusi Perifer (L.02011) Manajemen Sensasi Perifer
TD : 130/68 mmHg 1. Turgor kulit membaik (skala (I.06195)
HR : 113 X/menit 5) 1. Identifikasi penggunaan alat
2. Kelemahan otot menurun pengikat, prostesis, sepatu, dan
RR : 22X/menit (skala 5) pakaian
SpO2 = 96% 2. Monitor perubahan kulit
Turgor kulit menurun,
pasien tampak lemah,
mukosa bibir kering
3. DS: Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119)
Pasien mengatakan nafsu psikologis d.d nafsu makan keperawatan selama 1x24 jam 1. Monitor asupan makanan
makan menurun menurun, membran mukosa maka status nutrisi membaik, 2. Monitor berat badan
kering dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi makanan yang
DO: disukai
TD : 130/68 mmHg Status Nutrisi (L.03030) 4. Berikan suplemen makanan
HR : 113 X/menit 1. Porsi makan yang dihabiskan
meningkat (skala 5)
RR : 22X/menit 2. Nafsu makan membaik (skala
SpO2 = 96% 5)
Mukosa bibir kering 3. Membran mukosa membaik
(skala 5)
4. DS: Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Respirasi (I.
Pasien mengatakan ketidakseimbangan ventilasi- keperawatan selama 1x24 jam 01014)
memiliki penyakit asma perfusi d.d takikardia, bunyi maka pertukaran gas meningkat, 1. Monitor frekuensi, irama,
Pasien mengeluh saat napas tambahan, napas cuping dengan kriteria hasil: kedalaman, dan upaya napas
batuk terasa sesak hidung 2. Monitor pola napas
Pasien mengatakan sesak Pertukaran Gas (L.01003) 3. Auskultasi bunyi napas
yang dirasakan kambuh- 1. Dispnea menurun (skala 5) 4. Monitor saturasi oksigen
kambuhan
2. Bunyi napas tambahan
DO: menurun (skala 5) Terapi Oksigen (I.01026)
TD 130/68 mmHg 3. Takikardia membaik (skala 5) 1. Monitor efektifitas terapi
HR 113 x/menit oksigen
RR 22 x/menit 2. Pertahankan kepatenan jalan
Suhu 38oC napas
SpO2 96% 3. Gunakan perangkat oksigen
Suara napas wheezing dan yang sesuai dengan tingkat
ronki di area paru. mobilitas pasien
Pemebrian terapi O2 nasal
kanul 4 lpm
5. DS: Hipertemia b.d proses penyakit Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
Pasien mengeluh lemas d.d suhu tubuh 380C, Pasien keperawatan selama 1x24 jam (I.15506)
dan demam mengeluh lemah dan demam, maka termoregulasi membaik, 1. Monitor suhu tubuh
takikardi dengan kriteria hasil: 2. Monitor kadar elektrolit
DO: 3. Longgarkan atau lepaskan
TD : 130/68 mmHg Termoregulasi (L. 14134) pakaian
HR : 113 X/menit 1. Suhu tubuh membaik (skala 5) 4. Berikan cairan oral
2. Suhu kulit membaik (skala 5)
RR : 22X/menit 3. Takikardia menurun (skala 1)
Suhu 380C 4. Tekanan darah membaik
pasien tampak lemah, (skala 5)
mukosa bibir kering,
turgor kulit menurun
pasien diberi injeksi
metamizole natrium 1 gr
Salah satu masalah yang dapat terjadi pada penderita pneumonia adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Ketidakefektifan jalan napas adalah
ketidakmampuan membersihkan sekresi atau penyumbatan pada saluran napas
untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Obstruksi jalan napas disebabkan
oleh menumpuknya sputum pada jalan napas yang akan mengakibatkan ventilasi
menjadi tidak adekuat. Untuk itu perlu dilakukan tindakan memobilisasi
pengeluaran sputum agar proses pernapasan dapat berjalan dengan baik guna
mencukupi kebutuhan oksigen tubuh.

Salah satu intervensi keperawatan yang bisa diterapkan untuk


membersihkan sputum pada jalan napas adalah fisioterapi dada dan batuk efektif.
Banyak penelitian yang telah membuktikan fisioterapi dada dan batuk efektif
dapat membantu pasien mengeluarkan sputum. Hal ini telah dibuktikan pada
penelitian yang dilakukan oleh Tahir, dkk (2019) dengan judul “Fisioterapi Dada
dan Batuk Efektif Sebagai Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas pada Pasien TB Paru di RSUD Kota Kendari”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran penerapan fisioterapi dada dan batuk efektif sebagai
penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada pasien TB Paru di
RSUD Kota Kendari. Kesimpulan dari studi kasus ini adalah fisoterapi dada dan
batuk efektif dapat digunakan sebagai penatalaksanaan ketidakefektifan bersihan
jalan napas pada pasien TB paru dengan kriteria hasill kepatenan jalan napas yang
ditandai dengan frekuensi napas normal, irama napas teratur, tidak ada suara
napas tambahan, pasien mampu mengeluarkan sputum.
STUDI KASUS KEPERAWATAN

Rabu, 17 Maret 2021

Nama : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep


NIM : 202311101143
Kelompok : 3C

KASUS 2

Seorang pasien perempuan 58 tahun dirawat di rumah sakit dengan gangrene pedis
sinistra. Pasien mengatakan nyeri pada luka gangrene di kaki kanan, nyeri dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6, nyeri berkurang bila
pasien rebahan. Setiap malam pasien mengatakan susah tidur dan sering terbangun.
Pasien tampak sering mengerutkan kening, merintih, TD 139/90 mmHg, HR 101
x/mnt, RR 21x/mnt, suhu 37,2 0C, GDA terakhir 210 mg/dL, pasien tampak susah
untuk bergerak karena nyeri. Pasien mendapatkan terapi infus NaCl 1000cc/hari,
injeksi metamizole natrium 3x1 gr, metronidazole 2x500 mg, ondancentron 3x4 mg,
actrapid 3x4 IU, diet DM.
No Kasus Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. DO: Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (I.08238)
pencedera fisiologis (luka keperawatan selama 2x24 jam
- TD : 139/90 mmHg 1. Identifikasi lokasi,
gangrene) d.d pasien diharapkan nyeri klien dapat
- Suhu : 37,2 0C karakteristik, durasi, frekuensi,
mengeluh nyeri, frekuensi menurun dengan kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri
- Nadi : 101 x/mnt
nadi meningkat, tekanan 2. Berikan teknik non
- RR: 21 x/mnt Tingkat nyeri (L.08066)
darah meningkat, tampak farmakologis untuk
- Pasien tampak
meringis dan sulit tidur Indikator Skala mengurangi rasa nyeri
sering mengerutkan
3. Kolaborasi pemberian
kening, merintih Awal Akhir analgetik
- Pasien tampak susah
bergerak karena Keluhan 2 4
nyeri Pemberian Analgesik (I.08243)
nyeri 1. Monitor TTV sebelum dan
DS: Meringis 2 4 sesudah pemberian analgesic
2. Monitor efektivitas analgesic
Pasien mengatakan Kesulitan 2 4 3. Jelaskan efek terapi dan efek
nyeri pada luka kaki tidur samping obat
kanan 4. Kolaborasi peberian dosis dan
jenis analgesik
P: Nyeri pada luka
gengrene
Q: Nyeri seperti di
tusuk-tusuk
R: Nyeri di daerah
kaki kanan yang
terdapat luka
gengrene
S: Skala nyeri 6
T: Nyeri sejak 3 bulan
lalu, tetapi berkurang
saat digunakan
istirahat
Setiap malam pasien
mengatakn susah tidur
dan sering terbangun
2. DO: Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
kulit/jaringan b.d penurunan keperawatan selama 3 x 24 jam (I.11353)
- TD : 139/90 mmHg
mobilitas d.d adanya luka integritas kulit dapat 1. Anjurkan minum air yang
- Suhu : 37,2 0C cukup
gangrene dan nyeri pada meningkat dengan kriteria
- Nadi : 101 x/mnt 2. Anjurkan meningkatkan
luka gangren hasil:
- RR: 21 x/mnt asupan nutrisi
- Terdapat luka Integritas Kulit (L.14125) 3. Anjurkan menghindari
gangren terpapar suhu ekstrim
Indikator Skala
DS: Perawatan Luka (I.14564)
Awal Akhir
Pasien mengatakan 1. Monitor karakteristik luka
Kerusakan 2 4 2. Monitor tanda-tanda infeksi
nyeri pada luka
lapisan 3. Jelaskan tanda dan gejala
gangren di kaki kanan infeksi
kulit
4. Anjurkan mengkonsumsi
Kerusakan 2 4 makanan tinggi kalori dan
jaringan protein

3. DO : Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan intervensi Dukungan Tidur (I.05147)
nyeri d.d mengeluh sulit keperawatan selama 2x24 jam
- TD : 139/90 mmHg 1. Identifikasi pola aktivitas dan
tidur dan sering terbangun diharapkan gangguan pola
- Suhu : 37,2 0C tidur
tidur klien dapat menurun
- Nadi : 101 x/mnt 2. Identifikasi factor
dengan kriteria hasil:
- RR: 21 x/mnt pengganggu tidur
Pola Tidur (L.05045) 3. Lakukan prosedur untuk
DS:
meningkatkan kenyamanan
Indikator Skala
- Setiap malam pasien
Edukasi Aktivitas / Istirahat
mengatakan susah Awal Akhir
(I.12362)
tidur dan sering
terbangun Keluhan 2 4 1. Identifikasi kesiapan
sulit menerima informasi
tidur 2. Sediakan materi dan media
Keluhan 2 4 pengaturan istirahat
sering 3. Anjurkan menyusun jadwal
terjaga istirahat

4. DO: Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi Dukungan Ambulasi (I.06171)
b.d nyeri d.d pasien tampak keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor kondisi umum
- TD : 139/90 mmHg selama melakukan ambulasi
susah bergerak diharapkan mobilitas fisik
- Suhu : 37,2 0C 2. Identifikasi toleransi fisik
klien dapat meningkat dengan
- Nadi : 101 x/mnt melakukan ambulasi
kriteria hasil:
- RR: 21 x/mnt 3. Ajarkan ambulasi
- pasien tampak susah sederhana (berjalan sesuai
untuk bergerak Mobilitas Fisik (L.05042) toleransi)
4. Libatkan keluarga
DS: Indikator Skala untuk membantu pasien
- Pasien mengatakan Awal Akhir
nyeri pada luka Dukungan Mobilisasi (I.05173)
gangrene di kaki Pergerakan 2 4
ekstremitas 1. Identifikasi toleransi
kanan fisik melakukan
Rentang 2 4 pergerakan
gerak
2. Ajarkan mobilisasi sederhana
Nyeri 2 4 (duduk, berjalan)
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien
EVIDENCE BASED PRACTICE IN NURSING

Author : Hery Wibowo dan Ichsan Rizany (2017)


Judul : PENGARUH NEGATIVE PRESSURE WOUND THERAPY (NPWR)
TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA GANGRENE
Pembahasan:
Manifestasi gangren terjadi karena adanya trombosis pada pembuluh darah
arteri yang memberikan suplai darah ke daerah luka. Penatalaksanaan luka yang tepat
merupakan salah satu faktor yang mendung penyembuhan luka. Pendekatan baru
untuk meningkatkan penyembuhan luka baru-baru ini telah dikaji, termasuk
penggunaan faktor-faktor pertumbuhan untuk mempercepat penyembuhan.

Salah satu terapi yang kemungkinan dapat membantu proses penyembuhan


luka adalah dengan penggunaan Negative Pressure Wound Therapy NPWT. Terapi
ini telah dikenal selama 15 tahun di berbagai belahan dunia sebagai metode
perawatan luka menggunakan dressing bertekanan negatif untuk membantu proses
penyembuhan pada luka akut atau kronik. Pada NPWT, luka ditutup dengan primary
dressing berupa foam atau gauze dan secondary dressing oklusif berupa film.
Kemudian dihubungkan dengan tube yang memberikan tekanan subatmasferik dari
mesin NPWT. Efek samping yang dialami oleh pasien mungkin adalah mengalami
ketidaknyamanan atau nyeri ketika cairan dressing diganti. Tekanan yang digunakan
harus ditentukan berdasarkan derajat nyeri yang dirasakan pasien. Jika nyeri menetap
setelah pengurangan tekanan maka terapi NPWT dihentikan. Nyeri yang dirasakan
akan sedikit dikacaukan karena nyeri mungkin berhubungan dengan tekanan negative
ini atau dari luka itu sendiri.
STUDI KASUS KEPERAWATAN

Kamis, 18 Maret 2021

Nama : Berta Katrina Ramadhantya, S.Kep


NIM : 202311101143
Kelompok : 3C

KASUS 3

Seorang pasien laki-laki usia 21 tahun dirawat diruang penyakit infeksi karena
nyeri di sekitar ulu hati dan demam. Pasien mengatakan diare sejak 3 minggu
sebelum MRS. Pasien mual-mual dan nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan
positif HIV, BB 48 kg, TB 170 cm, pasien tampak lemas, mukosa bibir kering,
kulit tampak kering, turgor kulit  2 detik, TD 90/65 mmHg, HR 86 x/menit, RR
19 x/menit, Suhu 390C. Pasien mendapatkan terapi infus RL 1500 cc/hari,
ceftriaxone 3x1 gr, omeperazole 3x4 mg.
No Kasus Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. DO: Hipovelemia b.d Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia
kekurangan intake cairan keperawatan selama 3x24 jam (I.03116)
- TD : 90/65 mmHg
d.d tekanan darah menurun, diharapkan hipovolemia klien
- Suhu : 390C 1. Periksa tanda dan gejala
turgor kulit menurun, dapat membaik dengan kriteria
- Nadi : 86 x/mnt hipovolemia
membran mukosa kering, hasil: 2. Monitor intake dan output
- RR: 19 x/mnt
merasa lemas, suhu tubuh cairan
- Pasien tampak lemas Status Cairan (L.03028)
meningkat. 3. Anjurkan memperbanyak
- Mukosa bibir kering
Indikator Skala asupan cairan oral
- Kulit tampak kering
- Turgor kulit  2 Awal Akhir Pemantauan Tanda Vital
detik (I.02060)
- Terapi infus RL Tekanan 2 4
darah 1. Monitor tekanan darah
1500 cc/hari 2. Monitor suhu tubuh
Membran 2 4 3. Atur interval pemantauan
DS:
mukosa sesuai kondisi pasien
Pasien merasa mual-
mual dan nafsu makan Intake 2 4
menurun cairan
Suhu 2 4
tubuh
2. DO: Defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (I.03119)
psikologis d.d nafsu makan keperawatan selama 3x24 jam
- TD : 90/65 mmHg 1. Monitor asupan makanan
menurun, mukosa bibir diharapkan status nutrisi klien
- Suhu : 390C 2. Monitor berat badan
kering, diare dapat membaik dengan kriteria
- Nadi : 86 x/mnt 3. Berikan suplemen makanan,
hasil:
- RR: 19 x/mnt jika perlu
- IMT : 16,2 Status Nutrisi (L.03030)
Manajemen Diare (I.03101)
- Nyeri disekitar ulu
Indikator Skala
hati 1. Monitor jumlah pengeluaran
- Mukosa bibir kering Awal Akhir diare
2. Berikan asupan cairan oral
DS: IMT 2 4 3. Anjurkan makanan porsi kecil
- Pasien merasa Diare 2 4 dan sering secara bertahap
mual dan nafsu
makan menurun Porsi 2 4
- Pasien mengatakan makan
diare sejak 3 yang
minggu sebelum dihabiskan
MRS
3. DO: Hipertermia b.d proses Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipertermia
penyakit d.d suhu tubuh keperawatan selama 3x24 jam (I.15506)
- TD : 90/65 mmHg
diatas nilai normal diharapkan hipertermia klien
- Suhu : 390C 1. Monitor suhu tubuh
dapat membaik dengan kriteria
- Nadi : 86 x/mnt 2. Sediakan lingkungan yang
hasil:
- RR: 19 x/mnt dingin
3. Longgarkan atau lepaskan
DS: Termoregulasi (L.14134) pakaian
4. Berikan cairan oral
- Pasien merasa Indikator Skala
demam Regulasi Temperatur (I.14578)
Awal Akhir
1. Monitor warna dan suhu kulit
Suhu 2 4 2. Tingkatkan asupan cairan dan
tubuh nutrisi yang adekuat
Suhu 2 4 3. Sesuaikan suhu lingkungan
kulit dengan kebutuhan pasien
EVIDENCE BASED PRACTICE IN NURSING
Author : Yuniarti, Martalena Br Purba, Retno Pangastuti (2013)

Judul : PENGARUH KONSELING GIZI DAN PENAMBAHAN MAKANAN


TERHADAP ASUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI PASIEN HIV/AIDS
Pembahasan:

Memburuknya status gizi merupakan risiko tertinggi penyakit ini sehingga


kesehatan umum pada orang dengan HIV/AIDS cepat menurun. Kekurangan
konsumsi makanan terutama asupan energi dan protein menyebabkan malnutrisi
yang dapat mempercepat perkembangan penyakit HIV serta menghambat
pengobatan. Tanpa dukungan asupan zat gizi yang adekuat, stres metabolik akibat
infeksi akan menimbulkan kehilangan berat badan dan rusaknya sel bagian tubuh
pada organ vital. Indeks massa tubuh (IMT) yang rendah menjadi presiktor
independen terhadap mortalitas awal HIV/AIDS.
Kepatuhan pengibatan pernyakit yang bersifat kronik pada umumnya
rendah. Konseling gizi bagi penyandang ODHA beserta keluarganya diperlukan
untuk mengatasi ketidakpastuhan tersebut karena penyakit HIV/AIDS adalah
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup. Pengaruh konseling gizi plus
dapat meningkatkan asupan energi. Peningkatan status gizi berdasarkan IMT pada
kelompok konseling gizi lebih tinggi dibandingkan kelompok konseling gizi plus,
sehingga kegiatan konseling gizi tetap perlu dilakukan dan lebih instensif
khususnya untuk meningkatkan asupan zat gizi dalam upaya perbaikan status gizi
ODHA di instansi kesehatan. Pasien ODHA sebaiknya lebih memperhatikan
asupan zat gizi yang dikonsumsi supaya dapat memenuhi kebutuhan tubuhnya
sehingga penurunan berat badan yang tidak diinginkan dapat dicegah.
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Senin, 15 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

Presensi kehadiran
08.00 WIB
pagi

08.00-08.20 Pengukuran TTV


WIB

Ny. C
TD : 125/70 mmHg
N : 63 x/menit
S : 40,3 °C
RR : 20 x/menit
09.00-15.00 Penyusunan
WIB Laporan
Pendahuluan

15.00-15.30 Mengerjakan
WIB logbook

16.00 WIB Presensi kehadiran


sore

18.15 WIB Pre conference -


*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Selasa, 16 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

08.08 Presensi
WIB kehadiran pagi

08.15- 1. Orientasi
09.20 penugasan
WIB 2. Pre
Conference
3. Pembahasan
Laporan
pendahuluan
10.00- Melakukan
10.30 kegiatan
WIB kompetensi
mandiri:
mengukur TTV
dan Pengkajian
Fisik

10.40- Mengerjakan
14.30 Studi Kasus 1
WIB

16.00 Presensi
WIB kehadiran sore

*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Rabu, 17 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

08.00 WIB Presensi kehadiran pagi

08.15-09.30 Mengerjakan studi


WIB kasus

09.30-09.40 Melakukan kegiatan


WIB kompetensi mandiri:
mencuci tangan

09.45-10.30 Pengkajian Pada Klien


Kelolaan
09.50 WIB Melakukan kegiatan
kompetensi mandiri:
mengukur TTV dan
Pemeriksaan Fisik

09.55 WIB Melakukan kegiatan


kompetensi mandiri:
menggunakan APD/
Alat pelindung diri

13.00-16.00 Input data pengkajian


WIB klien kelolaan dan
merencanakan asuhan
keperawatan (mencicil)

14.00-15.15 Mengerjakan Logbook


WIB hari ke 3

15.00 WIB Presensi kehadiran sore

*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Kamis, 18 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

08.00 WIB Presensi kehadiran pagi

08.10- Mengerjakan studi


10.00 WIB kasus 2

10.10- Melakukan kegiatan


10.20 WIB kompetensi mandiri:
mencuci tangan

10.30- Melakukan kegiatan


11.30 WIB kompetensi mandiri:
melakukan home visit
10.30 WIB Melakukan kegiatan
kompetensi mandiri:
menggunakan APD/
Alat pelindung diri

10.40 WIB Melakukan kegiatan


kompetensi mandiri:
mengukur TTV dan
Pemeriksaan Fisik

11.00- Melaksanakan
11.30 WIB implementasi asuhan
keperawatan pada
pasien kelolaan

13.00- Input hasil


14.30 WIB implementasi pasien
kelolaan

14.30- Mengerjakan Logbook


15.15 WIB hari ke 4
15.00 WIB Presensi kehadiran sore

*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Jumat, 19 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

Presensi kehadiran
08.00 WIB
pagi

08.00-08.30 Mengerjakan SAP


WIB (Penkes sore hari)

08.40-08.50 Melakukan kegiatan


WIB kompetensi mandiri:
bed making

09.00-09.10 Melakukan kegiatan


WIB kompetensi mandiri:
mencuci tangan
09.20-10.20 Melakukan kegiatan
WIB kompetensi mandiri:
melakukan home visit

09.20 WIB Melakukan kegiatan


kompetensi mandiri:
menggunakan APD/
Alat pelindung diri

09.30 WIB Melakukan kegiatan


kompetensi mandiri:
mengukur TTV dan
Pemeriksaan Fisik

09.50-10.20 Melaksanakan
WIB implementasi asuhan
keperawatan pada
pasien kelolaan

10.20-10.30 Melakukan kegiatan


WIB kompetensi mandiri:
melatih napas dalam
13.00-14.30 Input hasil
WIB implementasi pasien
kelolaan

14.30-15.15 Mengerjakan
WIB Logbook hari ke 5

15.00 WIB Presensi kehadiran


sore

*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143
LOG BOOK (KEGIATAN BELAJAR HARIAN)
Sabtu, 20 Maret 2021
Nama : Berta Katrina Ramadhantya
NIM : 202311101143
Kelompok : C (Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., ph.D)

Jam Kegiatan Hasil/Bukti

Presensi kehadiran
08.00 WIB
pagi

Melakukan kegiatan
08.00-08.10
kompetensi mandiri:
WIB
bed making

Melaksanakan
08.10-09.00 implementasi asuhan
WIB keperawatan pada
pasien kelolaan

09.10-09.20 Melakukan kegiatan


WIB kompetensi mandiri:
mencuci tangan
09.30-10.30 Input hasil
WIB implementasi pasien
kelolaan

13.00-14.30 Mengerjakan Laporan


WIB Pertanggungjawaban
Penkes

14.30-15.15 Mengerjakan
WIB Logbook hari ke 6

15.00 WIB Presensi kehadiran


sore

*Bukti dapat berupa screenshot/foto/video

Dosen Pembimbing Mahasiswa,

Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep., Ph.D Berta Katrina Ramadhantya


NIP. 19800112 200912 2 002 NIM. 202311101143

Anda mungkin juga menyukai