Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt.


Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah
memberikan kekuatan, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.

Rasa syukur penulis yang sedalam-dalamnya kepada Allah Swt 


yang telah memberikan karunia kepada penulis sehingga tersusunlah
makalah ini dengan judul ” Askep Thalasemia ”

Akhirnya, penulis menginsafi bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, tanggapan dan teguran dari dosen
Mata Kuliah Sistem Imun dan Hematologi khususnya dan para
pembaca umumnya sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
ini di masa yang akan datang. Atas teguran dan kritiknya yang bersifat
konstruktif terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih.

Palu, Maret 2019

 
  Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................1

JURNAL…………………………………………………..…….

DAFTAR ISI....................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A.  Definisi......................................................................................4

B. Etiologi.......................................................................................5

C. Patofisologi................................................................................5

D.    Manifestasi Klinis....................................................................7

E. Pemeriksaan Penunjang...............................................................8

F. Penatalaksanaan...........................................................................9

G. Pencegahan..................................................................................9

H. Komplikasi................................................................................10

BAB III Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian................................................................................11

B.  Diagnosa...................................................................................14

C. Rencana keperawatan................................................................15

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................20
B. Saran...................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat


herediter, dan diturunkan secara resesif. Pada tahun 1925, diagnosa
penyakit ini pertama kali diumumkan oleh Thoomas
Cooley  ( Cooleys Anemia ) yang didapat diantara keluarga keturunan
Italia yang bermukim di Amerika Serikat. Kata Thalassemia berasal
dari bahasa Yunani yang berarti Laut dan digunakan pertama kali oleh
Whipple dan Bradford pada tahun 1932.

Prevalensi terjadinya thalasemia berbeda – beda untuk tiap ras,


ras yang dominan terjadi thalasemia adalah penduduk China,
Malaysia, Indocina, Afrika, Mediterania, Timur Tengah dan Asia.
Dalam perkembangannya ditemukan bahwa thalasemia bukan hanya
disebabkan faktor herediter, tetapi juga disebabkan karena terjadinya
mutasi, terutama pada penduduk Timut Tengah, Afrika dan  Asia.
Thalasemia terdiri dari dua jenis yaitu thalasemia alfa dan thalasmia
beta.  Thalasemia Alfa pertama kali dilaporkan secara independen di
Amerika Serikat danYunani pada tahun 1955, dan dikenal sebagai
penyakit Hemoglobin  H. Penyakit ini disebabkan keadaan heterozigot
Thalasemia alfa nol ( Alfa 1 ) dan Thalasemia Alfa Plus ( Alfa 2 ).
Pada tahun 1958 Jenis kedua dijumpai di RS Bartolomew di London
dan disebut Hemoglobin Bart yang merupakan keadaan homozigot
dari thalassemia nol ( Alfa 1 )

3
Insiden terjadinya penyakit ini cukup tinggi, pada individu kulit
hitam, diperkirakan  satun dari empat ratus orang memderita penyakit
ini. Dahulu 25 % kematian penderita terjadi sebelum berusia 5 tahun,
namun dengan pengobatan baru, 85 % orang dengan gangguan ini
dapat hidup sampai usia 20 tahun dan 60 % penderita dapat hidup
sampai usia diatas 50 tahun.

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI

         Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter


yang diturunkan secara resesif (Mansjoer, 2000:397).

         Thalasemia adalah sekelompok penyakit/kelainan herediter yang


heterogen disebabkan oleh adanya defek produksi hemoglobin normal,
akibat kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan
morfologi eritrosit dan indeks-indeks eritrosit (Soeparman 1999).

         Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalassemia α dan


thalassemia β. Namun berdasarkan gejala klinisnya, thalassemia
terbagi menjadi thalassemia minor, thalassemia mayor dan
thalasemmia intermedia.

Macam-macam Thalasemia

1. Thalasemia beta.
         Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh
defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:

a.   Thalasemia beta mayor.

Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat


dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun
pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”.

5
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat,
wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular
pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan
hepatosplenomegali.    

b.   Thalasemia Intermedia dan minor.

Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan


dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb
bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).

2. Thalasemia alpa 
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
 

B. ETIOLOGI

Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang


menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).

Thalasemia bersifat primer dan sekunder:

o   Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak


efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.

 Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma


intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi
eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.

6
C. PATOFISIOLOGI

Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif


disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa
disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume
plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi
eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati.

Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada


gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara


transufi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena
eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis.
(Mansjoer:2000:497)

Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah


menjadi mikrosistik dan hipokronik.

Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2


rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95%
dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang
mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih
dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus
senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti
orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal,
hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.

7
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang
diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang
dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan
mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan
eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia
hipokrok mikrosfer.

Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu,


mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak
terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih
banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.

Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun


ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya
dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa
hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia
hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak
mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya
presipitasi didalam eritrosit.

Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin


berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada
fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak
semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)

8
D. MANIFESTASI KLINIS     

Bayi baru lahir dengan thalasemia beta mayor tidak anemis. Gejala
awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam
tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa
minggu pada setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan
baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak
tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai
demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi


perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka
mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif. Adanya
penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan
fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan
kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang
ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu
empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya
telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia
yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia
akibat hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan dan


gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes),
hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung),
dan pericardium (perikerditis).

9
Secara umum, tanda dan gejala yang dapat dilihat antara lain:

 Letargi
 Pucat
 Kelemahan
 Anoreksia
 Sesak nafas
 Tebalnya tulang kranial
 Pembesaran limpa
 Menipisnya tulang kartilago

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel


darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis,
poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan
hemoglobin dan hematrokrit.
 Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
 Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang
hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi
perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
 Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis
pemeriksaan yang lebih maju.

10
F. PENATALAKSANAAN

1. Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11


g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat
badan.
2. Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau
subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam bentuk
peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan
memberikan bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada
tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi
meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4. Transplantasi sumsum tulang biasa dilakukan pada thalasemia
beta mayor.

G. PENCEGAHAN
a. Pencegahan primer :
Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk
mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak
mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan 25 % Thalasemia
(homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b. Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri


dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah
inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan

11
Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.

Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion


merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus
homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan
abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).

H. KOMPLIKASI

Pada talasemia minor, memiliki gejala ringan dan hanya


menjadi pembawa sifat. Sedangkan pada thalasemia mayor, tidak
dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga harus
mendapatkan tranfusi darah seumur hidup. Ironisnya, transfusi darah
pun bukan tanpa risiko. "Risikonya terjadi pemindahan penyakit dari
darah donor ke penerima, misalnya, penyakit Hepatitis B, Hepatitis C,
atau HIV. Reaksi transfusi juga bisa membuat penderita menggigil
dan panas.

            Yang lebih berbahaya, karena memerlukan transfusi darah


seumur hidup, maka anak bisa menderita kelebihan zat besi karena
transfusi yang terus menerus tadi. Akibatnya, terjadi deposit zat besi.
"Karena jumlahnya yang berlebih, maka zat besi ini akhirnya
ditempatkan di mana-mana." Misalnya, di kulit yang mengakibatkan
kulit penderita menjadi hitam. Deposit zat besi juga bisa merembet ke
jantung, hati, ginjal, paru, dan alat kelamin sekunder, sehingga terjadi
gangguan fungsi organ. Misalnya, tak bisa menstruasi pada anak
perempuan karena ovariumnya terganggu. Jika mengenai kelenjar

12
ginjal, maka anak akan menderita diabetes atau kencing manis.
Tumpukan zat besi juga bisa terjadi di lever yang bisa mengakibatkan
kematian. "Jadi, ironisnya, penderita diselamatkan oleh darah tetapi
dibunuh oleh darah juga.

13
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah
(mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri,
thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut
telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada
thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas
infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang
berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya
pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi
terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah
kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak.
Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis

14
thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak
normal.
5.      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan,
sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan
usianya.
6.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak
tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah
merasa lelah
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah
orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua
menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia
mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu
dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang
mungkin disebabkan karena keturunan.
8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam
adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa
dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu
diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya
nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
9.      Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan
diantaranya adalah:

15
1)      Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah anak seusianya yang normal.
2)      Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai
bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua
mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)      Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4)      Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5)      Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat
adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
6)      Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran
limpa dan hati ( hepatosplemagali).
7)      Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB
nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila
dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8)      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas.
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya
pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan
mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.

16
9)      Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering
mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti
besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit
(hemosiderosis).
10.  Penegakan diagnosis
a)      Biasanya ketika dilakukan pemeriksaan hapusan darah
tepi didapatkan gambaran sebagai berikut:
         Anisositosis ( sel darah tidak terbentuk secara sempurna)
         Hipokrom, yaitu jumlah sel berkurang
         Poikilositosis, yaitu adanya bentuk sel darah yang tidak
normal
         Pada sel target terdapat tragmentasi dan banyak terdapat
sel normablast, serta kadar Fe dalam serum tinggi
b)      Kadar haemoglobin rendah, yaitu kurang dari 6 mg/dl.
Hal ini terjadi karena sel darah merah berumur pendek (kurang
dari 100 hari) sebagai akibat dari penghancuran sel darah merah
didalam pembuluh darah.
11.  Penatalaksanaan
a)      Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b)      Perawatan khusus :
         Transpusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali
(kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu
makan.

17
         Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih
dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko
terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
         Pemberian Roborantia, hindari preparat yang
mengandung zat besi.
         Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses
hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
         Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak
yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini
masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan
sarananya belum memadai.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


oksigenasi ke sel – sel
2. Nyeri berhubungan dengan anoxia membran (vaso occlusive
krisis)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan dampak
penyakit anak pada fungsi keluarga; resiko penyembuhan yang
lama pada anak.
5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan hemoglobin abnormal,
penurunan kadar oksigen , dehidrasi.

18
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan


penurunan oksigenasi ke sel – sel
Tujuan : gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria Hasil:
 Tanda vital normal N : 80 – 110. R : 20 – 30 x/m
 Ektremitas hangat
 Warna kulit tidak pucat
 Sclera tidak ikterik
 Bibir tidak kering
 Hb normal 12 – 16 gr%
Intervensi keperawatan :
a.       Observasi Tanda Vital , Warna Kulit, Tingkat Kesadaran
Dan Keadaan Ektremitas
Rasional : Menunujukan Informasi Tentang Adekuat
Atau Tidak Perfusi Jaringan Dan Dapat Membantu Dalam
Menentukan Intervensi Yang Tepat
b.      Atur Posisi Semi Fowler
Rasional : Pengembangan paru akan lebih maksimal
sehingga pemasukan O2 lebih adekuat
c.       Kolaborasi Dengan Dokter Pemberian Tranfusi Darah
Rasional : Memaksimalkan sel darah merah, agar Hb
meningkat
d.      Pemberian O2 kapan perlu

19
Rasional : Dengan tranfusi pemenuhan sel darah merah
agar Hb meningkat.

2. Nyeri berhubungan dengan anoksia membran (krisis vaso-


occlusive)
Tujuan : rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil: Rasa Nyeri hilang atau kurang
Intervensi keperawatan:
 Jadwalkan medikasi untuk pencegahan secara terus – menerus
meskipun tidak dibutuhkan.
Rasional: untuk mencegah sakit.
 Kenali macam – macam analgetik termasuk opioid dan jadwal
medikasi mungkin diperlukan.
Rasional: untuk mengetahui sejauh mana rasa sakit dapat
diterima.
 Yakinkan si anak dan keluarga bahwa analgetik termasuk
opioid, secara medis diperlukan dan mungkin dibutuhkan dalam
dosis yang tinggi.
Rasional: karena rasa sakit yang berlebihan bisa saja terjadi
karena sugesti mereka.
 Beri stimulus panas pada area yang dimaksud karena area yang
sakit
 Hindari pengompresan dengan air dingin
Rasional: karena dapat meningkatkan vasokonstriksi

20
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
Tujuan           : Intoleransi aktivitas dapat teratasi
Kriteria Hasil: Klien dapat melakukan aktivitasnya setiap hari
secara mandiri.
intervensi keperawatan :
 Observasi adanya tanda kerja fisik (takikardi, palpitasi,
takipnea, dispnea, napas pendek, hiperpnea, sesak napas,
pusing, kunang-kunang, berkeringat) dan keletihan
Rasional: Untuk merencanakan istirahat yang tepat
 Pertahankan posisi fowler- tinggi
Rasional : Untuk pertukaran udara yang optimal
 Beri oksigen suplemen
Rasional : Untuk meningkatkan oksigen ke jaringan
 Ukur tanda vital selama periode istirahat
Rasional:Untuk meningkatkan nilai dasar perbandingan selama
periode aktivitas
 Antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang
mungkin diluar batas toleransi anak
Rasional : Untuk mencegah kelelehan
 Rencanakan aktivitas keperawatan
Rasional : Untuk mencegah kebosanan dan menarik diri
 Beri aktivitas bermain pengalihan yang meningkatkan istirahat
dan tenang
Rasional : Untuk memberikan istirahat yang cukup

21
4. Perubahan proses dalam keluarga berhubungan dengan
dampak penyakit anak terhadap fungsi keluarga; resiko
penyembuhan yang lama pada anak.
Tujuan           : Agar mendapatkan pemahaman tentang penyakit
tersebut
Kriteria Hasil: klien memahaman tentang penyakit tersebut
Intervensi keperawatan:
 Ajari keluarga dan anak yang lebih tua tentang karakteristik dari
pengukuran – pengukuran.
Rasional: untuk meminimalkan komplikasi.
 Tekankan akan pentingnya menginformasikan perkembangan
kesehatan, penyakit si anak.
Rasional: untuk mendapatkan hasil kemajuan dari perawatan
yang tepat.
 Jelaskan tanda – tanda adanya peningkatan krisis terutama
demam, pucat dan gangguan pernafasan.
Rasional: untuk menghindari keterlambatan perawatan.
 Berikan gambaran tentang penyakit keturunan dan berikan
pendidikan kesehatan pada keluargatentang genetik keluarga
mereka.
Rasional: agar keluarga tahu apa yang harus dilakukan.
 Tempatkan orang tua sebagai pengawas untuk anak mereka.
Rasional: agar mendapatkan perawatan yang terbaik.

5. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan ketidaknormalan


hemoglobin, penurunan oksigen, dehidrasi.

22
Tujuan           :  klien tidak mengalami resiko tinggi injuri
Kriteria Hasil: klien tidak terkena infeksi
a.      Jaga agar pasien mendapat oksigen yang cukup
Intervensi keperawatan:
Ukur tekanan untuk meminimalkan komplikasi berkaitan
dengan eksersi fisik dan stres emosional
Rasional: menghindari penambahan oksigen yang dibutuhkan
b.      Jaga agar pasien tidak mengalami dehidasi
Intervensi keperawatan:
 Observasi cairan infus sesuai anjuran (150ml/kg) dan kebutuhan
minimum cairan anak; infus.
Rasional: agar kebutuhan cairan ank dapat terpenuhi.
 Meningkatkan jumlah cairan infus diatas kebutuhan minimum
ketika ada latihan fisik atau stress dan selam krisis.
Rasional: agar tercukupi kebutuhan cairan melalui infus.
 Beri inforamasi tertulis pada orang tua berkaitan dengan
kebutuhan cairan yang spesifik.
Rasional: untuk mendorong complience.
 Dorong anak untuk banyak minum
Rasional: untuk mendorong complience.
 Beri informasi pada keluarga tentang tanda – tanda dehidrasi
Rasional: untuk menghindari penundaan terapi pemberian
cairan.
 Pentingnya penekanan akan pentingnnya menghindari panas
Rasional: menghindari penyebab kehilangan cairan.
c.       Bebas dari infeksi

23
Intervensi keperawatan
 Tekankan pentingnya pemberian nutrisi; imunisasi yang rutin,
termasuk vaksin pneumococal dan meningococal; perlindungan
dari sumber – sumber infeksi yang diketahui; pengawasan
kesehatan secara berkala.
 Laporkan setiap tanda infeksi pada yang bertanggung jawab
dengan segera.
Rasional: agar tidak terjadi keterlambatan dalam penanganan.
 Beri terapi antibiotika
Rasional: untuk mencegah dan merawat infeksi.

24
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin
pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari
100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal
(hemoglobinopatia). Penyakit ini di sebabkan oleh faktor genetik dan
pembagiannya, dibagi sesuai dengan molekkularnya. Tetapi secara
umum thalasemia dibagi menjadi 3 yaitu thalasemia ini yaitu
mengalami anemia tiap dari ke 3 jenis thalasemia tersebut, gejalanya
sesuai dengan tingkt keparahan penatalaksanaan dari thalasemia ini
dengan cara tranfusi darah (kebanyakan). Tetapi yang lebih penting
harus di lakukan penyuluhan sebelum perkawinan untuk mencegah
perkawinan diantara pasien thalasemia agar tidak mendapatkan
keturunan yang homozogot.

B. SARAN

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada


makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik
lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Kenzu, Epri. 2011. Askep pada Pasien thalasemia. Diakses pada


tanggal 6 Februari 2013

Doenges, Marilynn E, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3,


EGC, Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan gangguan


Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

26

Anda mungkin juga menyukai