Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

“DIABETES MELLITUS”

DI SUSUN OLEH

NAMA :Vindi Adelandi Lijama, S.Kep


NIM :2019032101

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

(KONSEP TEORITIS)
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah
penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau
penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Prabowo, 2015).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai
lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron
(Nugroho, 2017)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka
kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi
kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus Diabetes
melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2015).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu:

1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin
dari luar. Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah:
autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga diabetes melitus

2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin
tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin
akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya.
Faktor resiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional,
kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan riwayat keluarga
diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes melitus adalah diabetes
melitus tipe 2.

3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional


(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal.
Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG
adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan
riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang berulang, melahirkan
dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.

4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan
diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol,
glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin.
Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes melitus tipe ini

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-
rata 60-90 gram.Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari
organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.Dari segi perkembanganembriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang
tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1-2 juta.

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


b. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan
terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2.
Rata-rata tebal kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan
dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.Bagian-bagian
kulit manusiasebagai berikut :
1) Epidermis:Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal
atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum,
lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum
korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjarekrin, kelenjar apokrin,
kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat adadua jenis,
ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas
dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah
antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikelrambut,
terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar
sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan
diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan
atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin
lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak.Jaringan

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


sebkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe.Kandungan rambut
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan.Fungsi
dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma
dan tempat penumpukan energy.

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes
tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki
tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.(Perkeni, 2015)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.(Perkeni, 2015)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas. (Perkeni, 2015)

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat.DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.Pada awalnya tampak terdapat
resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah
tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system
transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia.Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi,
luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Perkeni, 2015)

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


E. Pathways
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin

Anabolisme protein Katabolisme protein Lipolisis meningkat Penurunan


pemakaian glukosa
Gliserol asam lemak bebas
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Hiperglikemia

Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis


Pusat lapar & haus glycosuria Viskositas
darah
Neuropati sensori Ketonuria
Resiko Osmotic
perifer Polidipsi dan Diuresis Aliran
infeksi
polifagi Ketoasidosis darah
melambat
Klien merasa tidak Dehidrasi
sakit saat luka Ketidakseimbangan  Nyeri abdomen
Ischemic
Nutrisi Kurang Dari  Mual, muntah
jaringan
 Hiperventilasi
Kebutuhan Tubuh
 Nafas bau keton
 Coma
Kekuranga Ketidakefektifa
n volume n perfusi
cairan jaringan perifer
Makro Mikro
vasikuler vasikuler

Jantung Serebral Retina Ginjal

Infark miocard Penyumbatan Retina Neuropati


pada otak Diabetik

Nyeri Gagal Ginjal


Stroke Gangguan
penglihatan

Resiko
cedera

Nekrosis
luka

Ganggren Kerusakan
integritas kulit

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


F. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas
bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal,
penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

G. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic,
hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia (Perkeni,2015).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah, makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati.Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak.Mikroangipati terjadi pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler
ginjal (Perkeni, 2015).

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80 -
190 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai
tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan
infeksi luka.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia
dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini:
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua
penderita Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


kegemaran pasien terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan
yang biasa diikutinya dan latar belakang etnik serta budayanya.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga,
latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat
bermanfaat pada Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi
rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah
kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat
penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk
terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes. Meskipun demikian, penderita
Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl (14mmol/L) dan
menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan sebelum
pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah
telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah tinggi akan
meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga
terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang memungkinkan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang..
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas.
Pada Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Di samping itu, sebagian
pasien Diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah
dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa
kejadian stres lainnya.

J. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi
untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa
yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan DM
 Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia>45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
 Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah
serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa
dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
yang terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke,
PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)(Perkeni, 2015).

2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus


Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan
pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai
target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain dengan
pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit
merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM.
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu
diulang pada pertemuan berikutnya.(Perkeni, 2015).

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut serta meningkatkan kualitas hidup.Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan
keluarga.Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit
rujukan.Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung,
ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier.(Perkeni, 2015).

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian.Dalam pengkajian perlu di
data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.Data-data tersebut
harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya
meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

b. Pengkajian Pola Gordon


1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi.
(ADA,
2. Pola2014)
nutrisi metabolik

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan
dengan nefropati.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis
2. Kerusakan integritas kulit Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Berhubungan DenganDiabetes
Mellitus.

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


4. Defisiensi Volume Cairan Berhubungan Dengan Kehilangan cairan secara
aktif
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan
Dengan Ketidakmampuan menggunakan glukose
6. Resiko infeksi Berhubungan Dengan Supresi respon inflamasi

C. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWAT (NOC) (NIC)
AN
1 Nyeri Akut NOC: NIC :
Berhubungan  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
Dengan Agen  Nyeri terkontrol 1. Lakukan 1. Nyeri merupakan
Cedera Biologis  Tingkat pegkajian nyeri pengalaman
kenyamanan secara subyektif dan harus
Setelah dilakukan komprehensif dijelaskan oleh
asuhan keperawatan termasuk lokasi, pasien. Identifikasi
selama 3 x 24 jam, karakteristik, karakteristik nyeri
klien dapat mengatasi durasi, frekuensi, dan faktor yang
nyeri dengan kualitas dan ontro berhubungan
Kriteria Hasil : presipitasi. merupakan suatu
1. Mengontrol nyeri, hal yang amat
dengan indikator : 2. Pertahankan tirah penting untuk
 Mengenal faktor- baring dan posisi memilih intervensi
faktor penyebab yang nyaman yang cocok dan
 Mengenal onset untuk mengevaluasi
nyeri 3. Ajarkan teknik keefektifan dari
 Tindakan relaksasi napas terapi yang
pertolongan non dalam diberikan.
farmakologi 2. dengan adanya tirah
4. Monitor Tanda – baring akan
 Menggunakan
tanda vital mengurangi nyeri
analgetik
3. teknik relaksasi
 Melaporkan
5. Kolaborasi untuk dapat mengurangi
gejala-gejala
pemberian rasa nyeri dan
nyeri kepada tim
analgetik membuat relaks
kesehatan
4. Mengetahui
 Nyeri terkontrol perkembangan
2. Menunjukkan kesehatan pasien
tingkat nyeri, 5. pemberian analgetik
dengan indikator: untuk mengurangi

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


 Melaporkan nyeri yang
nyeri dirasakan pasien
 Frekuensi nyeri
 Lamanya episode
nyeri
 Ekspresi nyeri;
wajah
 Perubahan
respirasi rate
 Perubahan
tekanan darah
 Kehilangan nafsu
makan
.
2 Kerusakan NOC: NIC :
integritas kulit Label Label :: Skin
Berhubungan :: TissueIntegrity    Surveillance
Integrity :: Skin
Dengan
Skin &Mocous 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
Gangguan Membranes melakukan latihan aliran darah
Sirkulasi Tujuan : Klien mampu ROM (range of kesemua daerah
mempertahankan motion) dan 2. Menghindari
keutuhan kulit Setelah mobilisasi jika tekanan dan
dilakukan asuhan mungkin meningkatkan
keperawatan selama 3 2. Rubah posisi tiap 2 aliran darah
x 24 jam, klien dapat jam 3. Menghindari
mengetahui dan 3.  Gunakan bantal tekanan yang
mencegah dari luka air atau pengganjal berlebih pada
dengan yang lunak di daerah yang
Kriteria hasil : bawah daerah- menonjol
- Klien mau daerah yang 4. Menghindari
berpartisipasi terhadap menonjol kerusakan-
pencegahan luka 4. Lakukan massage kerusakan kapiler-
- Klien mengetahui pada daerah yang kapiler
penyebab dan cara menonjol yang 5. Hangat dan
pencegahan luka baru mengalami pelunakan adalah
- Tidak ada tanda- tekanan pada tanda kerusakan
tanda kemerahan atau waktu berubah jaringan
luka posisi 6. Mempertahankan
5.  Observasi keutuhan kulit
terhadap eritema
dan kepucatan dan
palpasi area sekitar
terhadap

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


kehangatan dan
pelunakan jaringan
tiap merubah
posisi
6. Jaga kebersihan
kulit dan
seminimal
mungkin hindari

3 Ketidakefektifa NOC : NIC :


n Perfusi  Circulation status Peripheral
Jaringan Perifer  Tissue Prefusion : Sensation
Berhubungan cerebral Management
Dengan
Diabetes (Manajemen sensasi
Setelah dilakukan
Mellitus asuhan keperawatan perifer)
selama 3 x 24 jam, 1. Kaji secara 1. Sirkulasi perifer dapat
klien dapat komprehensif menunjukan tingkat
menunjukan perfusi sirkulasi perifer keparahan penyakit
jaringan dengan 2. Evaluasi nadi 2. Pulsasi yang lemah
perifer dan edema menimbulkan
Kriteria Hasil :
3. Elevasi anggota kardiak output
1. Mendemonstrasika
n status sirkulasi badan 200 atau 3. Untuk meningkatkan
 Tekanan systole lebih venous return
dandiastole 4. Ubah posisi 4. Mencegah komplikasi
dalam rentang pasien setiap 2 dekubitus
yang diharapkan jam 5. Menggerakan otot
 Tidak ada 5. Dorong latihan dan sendi agar tidak
ortostatikhiperte
ROM sebelum kaku
nsi
bedrest 6. Nilai laboratorium
 Tidak ada tanda
tanda 6. Monitor dapat menunjukan
peningkatan laboratorium (Hb, komposisi darah
tekanan hmt) 7. Meminimalkan
intrakranial 7. Kolaborasi adanya bekuan dalam
(tidak lebih dari pemberian anti darah
15 mmHg) platelet atau anti 8. Mengetahui status
2. Mendemonstrasika
perdarahan pasien
n kemampuan
kognitif yang 8. Kaji TTV
ditandai dengan:
 Berkomunikasi

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar
4 Defisiensi NOC: NIC :
Volume Cairan  Fluid balance Fluid Managemen
Berhubungan  Hydration 1. Kaji keadaan 1. Mengetahui
Dengan  Nutritional umum klien dan dengan cepat
Kehilangan Status : Food and tanda-tanda vital. penyimpangan dari
Fluid Intake
cairan secara keadaan
Setelah dilakukan
aktif tindakan keperawatan 2. Kaji input dan normalnya.
selama 3x 24 jam output cairan. 2. Mengetahui
defisiensi volume balance cairan dan
cairan teratasi dengan 3. Observasi adanya elektrolit dalam
Kriteria hasil: tanda-tanda syok tubuh/homeostatis
 Mempertahank 3. Agar dapat segera
an urine output
4. Anjurkan klien dilakukan tindakan
sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine untuk banyak jika terjadi syok.
normal, minum. 4. Asupan cairan
 Tekanan darah, sangat diperlukan
nadi, suhu tubuh 5. -       Kolaborasi untuk menambah
dalam batas dengan dokter volume cairan
normal dalam pemberian tubuh
 Tidak ada
cairan I.V. 5. Pemberian cairan
tanda tanda
dehidrasi, I.V sangat penting
Elastisitas turgor bagi klien yang
kulit baik, mengalami deficit
membran mukosa volume cairan
lembab, tidak ada untuk memenuhi
rasa haus yang kebutuhan cairan
berlebihan
klien.
 Orientasi
terhadap waktu

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


dan tempat baik
 Jumlah dan
irama pernapasan
dalam batas
normal
 Elektrolit, Hb,
Hmt dalam batas
normal
 pH urin dalam
batas normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

5. Ketidakseimbang NOC: NIC


an Nutrisi Kurang  Nutritional Status : Nutrition
1. Pasien dengan DM
Dari Kebutuhan Food and Fluid Management
Intake 1. Kaji kebiasaan diet. pasti memiliki
Tubuh
Setelah dilakukan 2. Auskultasi bunyi kebiasaaan pola
Berhubungan
tindakan keperawatan usus makan yang buruk.
Dengan selama 3x 24 jam 3. Berikan perawatan2. Penurunan bising usus
Ketidakmampuan Nutrisi klien dapat
oral menunjukkan
menggunakan terpenuhi dengan
4. Timbang berat penurunan motilitas
glukose
Kriteria Hasil : badan sesuai gaster
 Intake makanan indikasi. 3. Rasa tidak enak, bau
peroral yang adekuat 5. Konsul ahli gizi adalah pencegahan
 Intake NGT adekuat utama yang dapat
 Intake cairan peroral membuat mual dan
adekuat muntah.
 Intake cairan yang
4. Berguna menentukan
adekuat
kebutuhan kalori dan
 Intake TPN adekuat
evaluasi keadekuatan
rencana nutrisi
5. Kebutuhan kalori
yang didasarkan pada
kebutuhan individu
memberikan nutrisi
maksimal.

6. Resiko infeksi NOC: NIC : Infection


Berhubungan  Infection Manegement

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


Dengan supresi Tujuan : setelah 1. Pertahankan 1. Mencegah terjadinya
respon inflamasi dilakukan asuhan teknik aseptif infeksi
keperawatan selama 3 x 2. Cuci tangan 2. Mencegah terjadinya
24 jam diharapkan
sebelum dan sesudah infeksi Nosokomial
resiko infeksi dapat
dicegah dan teratasi. tindakan keperawatan 3. Merencanakan
3. Monitor tanda tindakan untuk
Kriteria Hasil : dan gejala infeksi menghambat tanda
 Pasien bebas dari tanda4. Meningkatkan gejala infeksi
gejala infeksi intake nutrisi 4. Mencegah terjadinya
 Menunjukkan 5. Berikan kelemahan/ kelelahan
kemampuan untuk perawatan luka pada pada pasien
mencegah timbulnya
area epiderma 5. Membersihkan luka,
infeksi
 Jumlah lekosit dlam 6. Observasi kulit, mencegah resiko
batas normal membrane mukosa infeksi
 Menunjukkan perilaku terhadap kemerahan, 6. Mengetahui
hidup sehat panas , drainase perkembangan
7. Inspeksi kondisi penyembuhan luka
luka/insisi bedah 7. Mengetahui kondisi
8. Kolaborasi luka
pemberian antibiotik. 8. Merencanakan
pencegahan bakteri
patologi / anaerob
menyerang pada insisi
pembedahan

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU


DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2016).Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam


Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Indriastuti, Na. (2015). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2017). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet
terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan
Bulusulur. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-
2020 (10th ed). Jakarta: ECG

Perkeni,(2015.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe


2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2015).Hubungan Pendidikan dan Dukungan Keluarga
Dengan Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah
Puskesmas Plosorejo Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurnal
KEPERAWATAN GSH, 4(2)

PROFESI NERS ANG. VIII STIKes WIDYA NUSANTARA PALU

Anda mungkin juga menyukai