DIABETES MELLITUS
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Prabowo, 2019).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Nugroho, 2018)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka kejadian diabetes di dunia adalah
sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi
dunia. Prevalensi kasus Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2019).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat.
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini
biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar.
Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi
virus, riwayat keluarga diabetes melitus
2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi
insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat
kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko
DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40
1
tahun, pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita
diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami kehamilan
padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali
setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur
lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi
yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain dari
anatomi fisiologi pankreas dan kulit.
E. Pathways
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik
DM Tipe 1 DM Tipe 2
1. Diabetes Tipe I
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Gliserol asam lemak bebas
Hiperglikemia
a. hiperglikemia berpuasa
Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis
b. glukosuria, diuresis osmotik,
Pusat lapar & haus poliuria, polidipsia, polifagia glycosuria Viskositas
darah
Resiko
c.Neuropati
keletihan
sensoridan kelemahan Ketonuria
Osmotic
infeksi perifer Polidipsi dan Diuresis
d. ketoasidosis diabetik (mual,
polifagi nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafasAliran
bau
darah
Ketoasidosis
melambat
buah,
Klien merasa adatidakperubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) Dehidrasi
sakit saat luka Deficit nutrisi Nyeri abdomen
2. Diabetes Tipe II Mual, muntah
Ischemic
jaringan
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
Perfusi
jaringan
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
perifer
Makro Mikro
vasikuler tidak
kabur vasikuler
efektif
Gangguan muskulokeletal
hiperglikemia (Perkeni,2019). Resiko
Gangguan cedera
Sedangkan
mobilitas fisik yangKetidak
termasuk komplikasi
mampuan beraktifitas kronik adalah, makroangiopati,
(Perkeni, 2019).
7
H. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80 - 190
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut ini :
Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
Memenuhi kebutuhan energy
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua penderita
Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien
terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan
latar belakang etnik serta budayanya.
8
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan berolahraga, latihan dengan cara melawan tahanan (resistance
training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat
pada Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah
yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan
trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat
adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes.
Meskipun demikian, penderita Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari
250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan
kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah
tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi
kenaikan kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG:
self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya
untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan
deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam
menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi
komplikasi diabetes jangka panjang..
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada
Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan
9
insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stres lainnya.
J. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki
faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat
DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
Ras dan etnik
Riwayat keluarga dengan DM
Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
yang lahir dengan BB normal.
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
Kurangnya aktivitas fisik
Hipertensi (>140/90 mmHg)
Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,
atau PAD (Peripheral Arterial Diseases) (Perkeni, 2019).
10
2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian
faktor risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal.
Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM. memegang peran
penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak
pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya. (Perkeni,
2019).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta
meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini
mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi
yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama
yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.)
sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. (Perkeni, 2019).
11
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data
biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang
seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama
pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart
miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
12
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (
glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
15
C. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Luaran Intervensi RASIONAL
o
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1. identifikasi lokasi, 1. Nyeri,merupakan
intervensi pengalaman subyektif dan
pencedera fisik durasi, karakteristik,
keperawatan selama harus dijelaskan oleh
Gejala dan tanda mayor 3x24 jam maka frekuensi, kualitas, pasien. Identifikasi
diharapkan tingkat karakteristik nyeri dan
Subjektif: intensitas nyeri
nyeri menurun faktor yang berhubungan
1. mengeluh nyeri dengan kriteria hasil: 2. berikan non- merupakan suatu hal yang
1. Keluhan nyeri amat penting untuk
Objektif: farmakologis untuk
menurun memilih intervensi yang
1. Tampak 2. Meringis mengurangi rasa nyeri cocok dan untuk
menurun mengevaluasi keefektifan
meringis 3. jelaskan penyebab,
3. Kemampuan dari terapi yang diberikan.
1. bersikap menuntaskan periode, dan pemicu 2. Napas dalam dapat
aktivitas menghirup O2 secara
proktektif(misalnya nyeri
meningkat adequate sehingga otot-
waspada,posisi 4. kolaborasi pemberian otot menjadi relaksasi
sehingga dapat
menghindari nyeri analgetik
mengurangi rasa nyeri.
2. gelisah 3. Informasi yang tepat dapat
menurunkan tingkat
3. frekuensi nadi
kecemasan pasien dan
meningkat menambah pengetahuan
pasien tentang nyeri.
4. .Sulit tidur
4. pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien
Gejala dan tanda
minor:
16
Subjektif (tidak
tersedia)
5. Objektif:
6. .tekanan darah
meningkat
7. .pola napas berubah
8. .nafsu makan
berubah
9. proses berpikir
terganggu
10. menarik diri
11. .berfokus pada diri
sendiri
12. Diaforesis
17
Objektif : meningkat dengan 3. ajarkan prosedur 2. tekhik steril yang di lakukan
1. kerusakan jaringan krikteria hasil : perawatan luka secara saat perawatan luka dapat
dan/atau lapisan 1. kerusakan mandiri mengurangi terjadinya
kulit jaringan menurun 4. kolaborasi prosedur resiko infeksi yang dapat
gejala dan tanda minor 2. Nekrosis menrun debridement memperparah keaadan luka
subjektif 3. Elastisitas 3. mengajarkan prosedur
( tidak tersedia) meningkat perawatan luka pada
Objektif : 4. Kerusakan lapisan keluarga pasien adalah salah
1. Nyeri kulit menurun atu cara untuk dapat
2. Perdarahan melakukan perawatan luka
3. Kemerahan secara mandiri di rumah.
4. Hematoma 4. memperbaiki keadaan luka
sehingga tidak menyebar
dan meluas ke sekitar nya
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. identifikasi nyeri atau 1. mengidentifikasi nyeri dan
b/d gangguan intervensi keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya dapat
muskulokeletal keperawatan selama 2. fasilitasi aktifitas membantu menilai penyebab
d/d: 3x24 jam maka mobilisasi dengan alat gangguan mobilitas fisik
gejala dan tanda mayor: diharapkan mobilitas bantu 2. menyediakan alat bantu
subjektif: meningkat dengan 3. libatkan keluarga untuk untuk proses latihan mobilitas
.mengeluh sulit krikteria hasil : membantu pasien dalam fisik dapat memudahkan
18
menggerakan ekstremitas 1. pergerakan meningkatkan klien
Obkjektif : eksremitas pergerakan 3. keluarga memiliki peran
1. .kekuiatan otot meningkat 4. ajarkan mobilisasi penting dalam membantu
menurun(ROM) 2. gerakan terbatas sederhana yang harus di klien untuk dapat melakukan
Gejala dan tanda minor : menurun lakukan mobilitas fisik secra mandiri
subjektif: 3. kekuatan otot 4. mengajarkan klien
1. .nyeri saat bergerak meningkat melakukan mobilisasi
2. .enggan melakukan 4. kelemahan fisik sederhana salah satu edukasi
pergerakan menurun yang di ajarkan perawat
3. merasa cemas untuk meningkatkan
saatbergerak mobilitas fisik
Objektif :
1. .sendi kaku
2. .gerakan tidak
terkoordinasi
3. .gerakan terbatas
4. fisik lemah
4 Defisit nutrisi b/d ketidk Setelah dilakukan 1. monitor asupan makanan 1. Pasien dengan DM pasti
mampuan mencerna intervensi 2. fasilitasi menentukan memiliki kebiasaaan makan
makanan keperawatan selama pedoman diet yang menperburuk kondisi
d/d. 3x24 jam maka 3. ajarkan diet yang di kesehatannya.
gejala dan tanda mayor diharapkan status programkan 2. mengarahkan diet yang baik
19
subjektif : nutrisi membaik 4. kolaborasi dengan ahli dan benar sesuai kebutuhan
(tidak tersedia) dengan krikteria hasil gizi untuk menetukan tubuh, adalah salah satu
Objektif : jumlah kalori dan jenis intervensi yang di lakukan
1. berat badan 1. porsi makan yang nutrient yang di perawat untuk mengontrol
menurun minimal di habuiskan cukup butuhkan penyebab penyakit yang di
10% dibawah meningkat alami
rentang ideal 2. nafsu makan 3. dengan mengajarkan diet
Gejala dan tanda minor: membaik sesuai dengan yang di
Subjektif 3. membrane mukosa programkan nutrisi dan
1. .cepat kenyang membaik kebutuhan tubuh dapat lebih
setlah makan mudah untuk membaik
2. kram/nyeri 4. Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan
abdomen
individu memberikan nutrisi
3. nafsu makan maksimal.
menurun
0bjektif :
1. .bising usus
hioeraktif
2. otot pengunyah
lemah
3. otot menelam lemah
4. membrane mukosa
20
pucat
5. sariawan
6. serum albumim
turun
7. rambut rontok
berlebihan
8. diare
5 Resiko infeksi di tandai Setelah dilakukan 1. monitor tanda dan gejala 1. pemantauan yang di lakukan
dengan intervensi infeksi untuk menilai apakah ada
1. .penyakit kronis keperawatan selama 2. berikan perawatan luka tanda dan gejala infeksi
(mis,diabetes 3x24 jam maka 3. pertahankan teknik 2. perawatan luka yang di
mellitus) tingkat infeksi aseptic pada pasien lakukan adalah intervensi
2. efek prosedur infasi menurun dengan beresiko tinggi yang dilakukan pada pasien
3. malnutrisi krikteria hasil : 4. jelaskan tanda dan gejala yang memiliki luka
4. peningkatan 1. nyeri menurun infeksi 3. tehnik aseptic adalah salah
paparan organisme 2. kultur area luka 5. kolaborasi pemberian satu cara untuk
pathogen membaik antibiotic meminimalisir terjadinya
lingkungan 3.kadar sel darah tanda dan gejala infeksi
5. .ketidakadekuatan putih membaik 4. memberikan pengetahuan
pertahanaan tubuh terkait adanya tanda dan
primer:
21
1) gangguan peristaltic gejala infeksi
2) Kerusakan 5. mengobati jika terdapat
intergritas kulit tanda dan gejala infeksi
3) perubhan sekersi pH
4) penurunan kerja
silaris
5) ketuban pecah lama
6) ketuban pecah
sebelum waktunya
7) merokok
8) statis cairan tubuh
ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder:
1) penurunan
hemoglobin
2) imunosipresi
3) leukopenia
4) supresi respon
inflamasi
5) vaksinasi tidak
adekuat
22
DAFTAR PUSTAKA
Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2018). Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan
Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2018). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet terhadap Kadar
Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan Bulusulur. Jurnal
KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Perkeni, (2019.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2019). Hubungan Pendidikan dan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Plosorejo
Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
23