Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Prabowo, 2019).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Nugroho, 2018)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka kejadian diabetes di dunia adalah
sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi
dunia. Prevalensi kasus Diabetes melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2019).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat.
Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas
sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit berkembang kearah
ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian. Pada diabetes melitus tipe ini
biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar.
Beberapa faktor resiko dalam diabetes melitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi
virus, riwayat keluarga diabetes melitus
2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi
insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat
kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko
DM tipe 2 adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40

1
tahun, pengobatan dan riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita
diabetes melitus adalah diabetes melitus tipe 2.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG),
merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat mengalami kehamilan
padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan normal kembali
setelah melahirkan. Faktor resiko pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur
lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi
yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia,
infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes melitus.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin
bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat
mengakibatkan diabetes melitus tipe ini
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain dari
anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm,
lebar5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-rata 60-90
gram.Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan
yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.Dari segi
perkembanganembriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,
yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang
2
tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon
langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis
dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat
total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing
pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang
terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau
langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
b. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal
kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang
paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.Bagian-bagian kulit manusiasebagai
berikut :
1) Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau
stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan
glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum.
Epidermis mengandung juga: kelenjarekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,
rambut dan kuku. Kelenjar keringat adadua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya
mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan.
Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput
lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak
tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke
folikelrambut, terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola.
Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan dagu.
Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas
jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin
rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf,
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis. Batas
antara jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-sel yang terbanyak adalah
3
limposit yang menghasilkan banyak lemak.Jaringan sebkutan mengandung
saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan
subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat penumpukan energy.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. (Perkeni,
2019)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing. (Perkeni, 2019)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas. (Perkeni, 2019)
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun
dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran
terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan
transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat
kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
4
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTII)
atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai
pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
D. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
5
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-
tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari
30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
6
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
(Perkeni, 2019)

E. Pathways
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin

Anabolisme protein Katabolisme protein Lipolisis meningkat Penurunan


F. Manifestasi Klinis pemakaian glukosa

1. Diabetes Tipe I
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Gliserol asam lemak bebas
Hiperglikemia
a. hiperglikemia berpuasa
Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis
b. glukosuria, diuresis osmotik,
Pusat lapar & haus poliuria, polidipsia, polifagia glycosuria Viskositas
darah

Resiko
c.Neuropati
keletihan
sensoridan kelemahan Ketonuria
Osmotic
infeksi perifer Polidipsi dan Diuresis
d. ketoasidosis diabetik (mual,
polifagi nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafasAliran
bau
darah
Ketoasidosis
melambat
buah,
Klien merasa adatidakperubahan tingkat kesadaran, koma, kematian) Dehidrasi
sakit saat luka Deficit nutrisi  Nyeri abdomen
2. Diabetes Tipe II  Mual, muntah
Ischemic
jaringan
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
Perfusi
jaringan
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
perifer
Makro Mikro
vasikuler tidak
kabur vasikuler
efektif

c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)


Jantung Serebral Retina Ginjal
G. Komplikasi
Kondisi kadar Infark
gulamiocard Penyumbatan
darah tetap Retina
tinggi akanDiabetik
pada otak
Neuropati
timbul berbagai komplikasi. Komplikasi
pada diabetes melitus Nyeri
dibagiAkut menjadi dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Gagal Ginjal
Strok Gangguan
Komplikasi akut meliputi: Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan
penglihatan

Gangguan muskulokeletal
hiperglikemia (Perkeni,2019). Resiko
Gangguan cedera
Sedangkan
mobilitas fisik yangKetidak
termasuk komplikasi
mampuan beraktifitas kronik adalah, makroangiopati,

mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi


Nekrosis pada pembuluh darah besar
luka
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangipati terjadi pada
Kerusakan integritas
pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler
Ganggrenretina mata, dan kapiler ginjal
kulit/jaringan

(Perkeni, 2019).

7
H. Pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa 80 - 190
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut ini :
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi semua penderita
Diabetes, perencanaan makan harus mempertimbangkan pula kegemaran pasien
terhadap makanan tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan
latar belakang etnik serta budayanya.
8
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot
juga diperbaiki dengan berolahraga, latihan dengan cara melawan tahanan (resistance
training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme laju istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat
pada Diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan
mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah
yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total dan
trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang diabetes mengingat
adanya peningkatan risiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes.
Meskipun demikian, penderita Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari
250mg/dl (14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negatif dan
kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa darah
tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth hormone dan katekolamin.
Peningkatan hormon ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi
kenaikan kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG:
self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya
untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan
deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam
menentukan kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi
komplikasi diabetes jangka panjang..
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada
Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk
mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat oral kadang membutuhkan
9
insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stres lainnya.
J. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki
faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat
DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan DM
 Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram atau riwayat pernah
menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi
yang lahir dengan BB normal.
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
 Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang
terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK,
atau PAD (Peripheral Arterial Diseases) (Perkeni, 2019).
10
2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder
dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa sesuai target terapi serta pengendalian
faktor risiko penyulit yang lain dengan pemberian pengobatan yang optimal.
Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM. memegang peran
penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan
sehingga mencapai target terapi yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak
pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya. (Perkeni,
2019).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta
meningkatkan kualitas hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini
mungkin, sebelum kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi
yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama
yang baik antara para ahli diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.)
sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier. (Perkeni, 2019).

11
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di data
biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang
seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama
pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, Sakit
kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti Infart
miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk
sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan
12
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6
juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar
gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering
kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,
vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (
glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

4. Pola aktivitas dan latihan


Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi
koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka , sehingga klien
mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan,
gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
13
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan
menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta
memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada
daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih
tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /
adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
14
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
B. Diagnosa
1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera fisiologis
2. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan hormonal
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskulokeletal
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan
5. Resiko infeksi Berhubungan Dengan penyakit kronis (diabetes mellitus )

15
C. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Luaran Intervensi RASIONAL
o
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1. identifikasi lokasi, 1. Nyeri,merupakan
intervensi pengalaman subyektif dan
pencedera fisik durasi, karakteristik,
keperawatan selama harus dijelaskan oleh
Gejala dan tanda mayor 3x24 jam maka frekuensi, kualitas, pasien. Identifikasi
diharapkan tingkat karakteristik nyeri dan
Subjektif: intensitas nyeri
nyeri menurun faktor yang berhubungan
1. mengeluh nyeri dengan kriteria hasil: 2. berikan non- merupakan suatu hal yang
1. Keluhan nyeri amat penting untuk
Objektif: farmakologis untuk
menurun memilih intervensi yang
1. Tampak 2. Meringis mengurangi rasa nyeri cocok dan untuk
menurun mengevaluasi keefektifan
meringis 3. jelaskan penyebab,
3. Kemampuan dari terapi yang diberikan.
1. bersikap menuntaskan periode, dan pemicu 2. Napas dalam dapat
aktivitas menghirup O2 secara
proktektif(misalnya nyeri
meningkat adequate sehingga otot-
waspada,posisi 4. kolaborasi pemberian otot menjadi relaksasi
sehingga dapat
menghindari nyeri analgetik
mengurangi rasa nyeri.
2. gelisah 3. Informasi yang tepat dapat
menurunkan tingkat
3. frekuensi nadi
kecemasan pasien dan
meningkat menambah pengetahuan
pasien tentang nyeri.
4. .Sulit tidur
4. pemberian analgetik untuk
mengurangi nyeri yang
dirasakan pasien
Gejala dan tanda
minor:

16
Subjektif (tidak
tersedia)
5. Objektif:
6. .tekanan darah
meningkat
7. .pola napas berubah
8. .nafsu makan
berubah
9. proses berpikir
terganggu
10. menarik diri
11. .berfokus pada diri
sendiri
12. Diaforesis

2 Gangguan integritas kulit/ Setelah dilakukan 1. monitor karakteristik 1. memonitor karakteristik


jaringan b/d perubahan intervensi luka luka adalah cara menilai
hormonal di tandai dengan : keperawatan selama 2. lakukan perawatan luka kondi luka, agar dapat
Gejala dan tanda mayor 3x24 jam maka DM dengan menentukan tindakan
Subjektif diharapkan integritas mempertahankan teknik keperawatan selanjutnya
(tidak tersedia) kulit dan jaringan steril yang akan di lakukan

17
Objektif : meningkat dengan 3. ajarkan prosedur 2. tekhik steril yang di lakukan
1. kerusakan jaringan krikteria hasil : perawatan luka secara saat perawatan luka dapat
dan/atau lapisan 1. kerusakan mandiri mengurangi terjadinya
kulit jaringan menurun 4. kolaborasi prosedur resiko infeksi yang dapat
gejala dan tanda minor 2. Nekrosis menrun debridement memperparah keaadan luka
subjektif 3. Elastisitas 3. mengajarkan prosedur
( tidak tersedia) meningkat perawatan luka pada
Objektif : 4. Kerusakan lapisan keluarga pasien adalah salah
1. Nyeri kulit menurun atu cara untuk dapat
2. Perdarahan melakukan perawatan luka
3. Kemerahan secara mandiri di rumah.
4. Hematoma 4. memperbaiki keadaan luka
sehingga tidak menyebar
dan meluas ke sekitar nya

3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan 1. identifikasi nyeri atau 1. mengidentifikasi nyeri dan
b/d gangguan intervensi keluhan fisik lainnya keluhan fisik lainnya dapat
muskulokeletal keperawatan selama 2. fasilitasi aktifitas membantu menilai penyebab
d/d: 3x24 jam maka mobilisasi dengan alat gangguan mobilitas fisik
gejala dan tanda mayor: diharapkan mobilitas bantu 2. menyediakan alat bantu
subjektif: meningkat dengan 3. libatkan keluarga untuk untuk proses latihan mobilitas
.mengeluh sulit krikteria hasil : membantu pasien dalam fisik dapat memudahkan

18
menggerakan ekstremitas 1. pergerakan meningkatkan klien
Obkjektif : eksremitas pergerakan 3. keluarga memiliki peran
1. .kekuiatan otot meningkat 4. ajarkan mobilisasi penting dalam membantu
menurun(ROM) 2. gerakan terbatas sederhana yang harus di klien untuk dapat melakukan
Gejala dan tanda minor : menurun lakukan mobilitas fisik secra mandiri
subjektif: 3. kekuatan otot 4. mengajarkan klien
1. .nyeri saat bergerak meningkat melakukan mobilisasi
2. .enggan melakukan 4. kelemahan fisik sederhana salah satu edukasi
pergerakan menurun yang di ajarkan perawat
3. merasa cemas untuk meningkatkan
saatbergerak mobilitas fisik
Objektif :
1. .sendi kaku
2. .gerakan tidak
terkoordinasi
3. .gerakan terbatas
4. fisik lemah
4 Defisit nutrisi b/d ketidk Setelah dilakukan 1. monitor asupan makanan 1. Pasien dengan DM pasti
mampuan mencerna intervensi 2. fasilitasi menentukan memiliki kebiasaaan makan
makanan keperawatan selama pedoman diet yang menperburuk kondisi
d/d. 3x24 jam maka 3. ajarkan diet yang di kesehatannya.
gejala dan tanda mayor diharapkan status programkan 2. mengarahkan diet yang baik

19
subjektif : nutrisi membaik 4. kolaborasi dengan ahli dan benar sesuai kebutuhan
(tidak tersedia) dengan krikteria hasil gizi untuk menetukan tubuh, adalah salah satu
Objektif : jumlah kalori dan jenis intervensi yang di lakukan
1. berat badan 1. porsi makan yang nutrient yang di perawat untuk mengontrol
menurun minimal di habuiskan cukup butuhkan penyebab penyakit yang di
10% dibawah meningkat alami
rentang ideal 2. nafsu makan 3. dengan mengajarkan diet
Gejala dan tanda minor: membaik sesuai dengan yang di
Subjektif 3. membrane mukosa programkan nutrisi dan
1. .cepat kenyang membaik kebutuhan tubuh dapat lebih
setlah makan mudah untuk membaik
2. kram/nyeri 4. Kebutuhan kalori yang
didasarkan pada kebutuhan
abdomen
individu memberikan nutrisi
3. nafsu makan maksimal.
menurun
0bjektif :
1. .bising usus
hioeraktif
2. otot pengunyah
lemah
3. otot menelam lemah
4. membrane mukosa

20
pucat
5. sariawan
6. serum albumim
turun
7. rambut rontok
berlebihan
8. diare

5 Resiko infeksi di tandai Setelah dilakukan 1. monitor tanda dan gejala 1. pemantauan yang di lakukan
dengan intervensi infeksi untuk menilai apakah ada
1. .penyakit kronis keperawatan selama 2. berikan perawatan luka tanda dan gejala infeksi
(mis,diabetes 3x24 jam maka 3. pertahankan teknik 2. perawatan luka yang di
mellitus) tingkat infeksi aseptic pada pasien lakukan adalah intervensi
2. efek prosedur infasi menurun dengan beresiko tinggi yang dilakukan pada pasien
3. malnutrisi krikteria hasil : 4. jelaskan tanda dan gejala yang memiliki luka
4. peningkatan 1. nyeri menurun infeksi 3. tehnik aseptic adalah salah
paparan organisme 2. kultur area luka 5. kolaborasi pemberian satu cara untuk
pathogen membaik antibiotic meminimalisir terjadinya
lingkungan 3.kadar sel darah tanda dan gejala infeksi
5. .ketidakadekuatan putih membaik 4. memberikan pengetahuan
pertahanaan tubuh terkait adanya tanda dan
primer:

21
1) gangguan peristaltic gejala infeksi
2) Kerusakan 5. mengobati jika terdapat
intergritas kulit tanda dan gejala infeksi
3) perubhan sekersi pH
4) penurunan kerja
silaris
5) ketuban pecah lama
6) ketuban pecah
sebelum waktunya
7) merokok
8) statis cairan tubuh
ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder:
1) penurunan
hemoglobin
2) imunosipresi
3) leukopenia
4) supresi respon
inflamasi
5) vaksinasi tidak
adekuat

22
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2018). Pentingnya Sikap Pasien yang Positif dalam Pengelolaan
Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2018). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet terhadap Kadar
Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di Kelurahan Bulusulur. Jurnal
KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Perkeni, (2019.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2019). Hubungan Pendidikan dan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Plosorejo
Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

23

Anda mungkin juga menyukai