Anda di halaman 1dari 5

Antara Apoteker dan Revolusi Industri 4.

Nama : Amila Dzaky Rahma


NIM : 200703110114
Kelompok : 16
Topik : Peran Apoteker yang Digantikan Robot

Revolusi industri, dua kata yang berpengaruh sangat besar bagi kehidupan
manusia. Dalam abad ini, Revolusi Industri ditandai dengan bersatunya beberapa
teknologi yang tediri atas tiga bidang ilmu independen yakni fisika, digital, dan
biologi (Tjandrawinata, 2016). Ketiga bidang ilmu tersebut dirancang untuk
bekerja secara sinergis dalam perkembangan revolusi industri 4.0 di bidang
kesehatan. Inovasi serta terobosan baru digalakkan untuk menghasilkan output
yang efektif dan bermanfaat bagi khalayak manusia. Sebagai salah satu “tokoh”
dalam revolusi industri 4.0, apoteker dituntut untuk semakin aktif untuk ambil
bagian dalam revolusi industri ini.

Bagaimana tidak? Karena tanpa disadari, peran apoteker dalam dunia medis
perlahan- lahan menunjukkan degradasi. Mengapa begitu? Memang tak terlihat,
tapi hal ini berpengaruh cukup signifikan akan lapangan pekerjaan di luar sana.
Contohnya teknologi pengemasan sediaan obat yang bernama mesin skin blister,
benda tersebut merupakan salah satu contoh alat yang sering digunakan dalam
industri farmasi. Namun tidak dapat dipungkiri, teknologi canggih seperti itu
sangatlah berguna bagi bidang kefarmasian khususnya industri farmasi. Karena
keefektivitasannya dalam pengemasan obat serta menjaga kualitas obat dari tahap
compounding atau pembuatan sediaan farmasi oleh apoteker untuk memenuhi
kebutuhan pasien ketika obat yang tersedia secara komersial tidak memenuhi
kebutuhan tersebut, apoteker harus mempertimbangkan sifat fisik dan kimia dari
masing- masing bahan aktif untuk menyiapkan obat yang aman (Burch, 2017),
pendistribusian obat sampai dengan diterimanya sediaan obat oleh pasien atau
klien dengan kualitas dan kuantitas yang sama.
Teknologi merupakan suatu sistem yang dibuat oleh manusia dengan
menggunakan pengetahuan dan organisasi untuk menghasilkan objek dan teknik
dalam mencapai tujuan tertentu (Volti, 2009). Tak lain hal nya mengenai
teknologi yang baru- baru ini ditemukan, yang bernama Robot Pillo atau yang
dapat kita sebut Pillo. Robot Pillo menujukkan perkembangan teknologi dalam
dunia medis yang sangat signifikan khususnya dalam bidang kefarmasian. Pillo
dapat mengidentifikasi masing- masing dari anggota keluarga dan melacak
pengobatan yang tepat bagi dirinya. Serta mengingatkan pasien apabila telah tepat
baginya untuk mengambil obat yang diperlukan, dan menyuplai persediaan obat
yang telah menipis (Tao, Moy and Amirfar, 2016). Canggih, efektif, dan
mudahnya Pillo dalam menyediakan sediaan obat bagi pasien adalah suatu nilai
yang sangat dicari dalam Abad Revolusi Industri 4.0.

Namun, yang menjadi pertanyaan. Apakah Robot Pillo ini telah dibuktikan
keakuratannya dalam pemrograman untuk menentukan jenis sediaan obat yang
akan diberikan kepada si Pasien atau Klien? Tak dapat dipungkiri bahwa jenis
sediaan obat dalam dunia kefarmasian sangatlah banyak, beragam serta kompleks.
Sebagai apoteker yang sudah menjadi “kodratnya” menangani hal tersebut saja
terkadang masih terdapat adanya kesalahan dalam meresepkan obat. Memang
betul, sebagai sumber daya manusia, apoteker pun masih memiliki peluang untuk
melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. Pendidikan kefarmasian pun tidak
sebentar, karena setelah melanjutkan strata satu selama kurang lebih empat tahun,
masih dilanjutkan dengan pendidikan profesi selama satu tahun untuk
mendapatkan gelar apoteker.

Bukannya tidak mendukung perkembangan teknologi dalam bidang kefarmasian.


Akan tetapi, munculnya sebuah robot yang memiliki fungsi dan peran yang
hampir sama denga sebagian peran apoteker, akan memunculkan suatu
kemungkinan bahwa suatu hari nanti akan ada robot yang menggantikan semua
pekerjaan dari apoteker. Yang mana memiliki arti, pekerjaan apoteker akan
sepenuhhnya dijalankan oleh robot yang lebih canggih lagi. Hal ini tentu
bertentangan dengan salah satu konsep farmasi yakni Pharmaceutical Care pada
poin patient oriented. Pharmaceutical Care harus terinegrasi dengan komponen
lain dalam dunia kesehatan. Namun, juga menyedikan manfaat yang bisa
dirasakan langsung oleh pasien serta apoteker menerima respon langsung akan
kualitas pelayanan (Hepler and Strand, 1990).

Pharmaceutical Care didasari oleh perjanjian antara apoteker dengan pasien,


dimana pasien akan memberikan kewenangan kepada penyedia obat (apoteker),
dan si Penyedia yang telah menjanjikan kompentensi dan komitmen (respon)
kepada pasien (Hepler and Strand, 1990). Poin Patient Oriented memiliki maksud
agar seorang pharmacist atau apoteker tidak hanya menyiapkan serta mengatur
sediaan obat yang dibutuhkan pasien, tapi juga berorientasi dengan apakah sudah
diterima dengan baik megenai tata cara peminuman obat yang benar, waktu yang
tepat untuk minum obat, dan sebagainya.

Salah satu pengimplementasian Pharmaceutical Care adalah dengan adanya


konseling di dalam pelayanan kefarmasian. Konseling dalam kefarmasian sendiri
merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien atau keluarga unuk
meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan sehingga
terjadi perubahan perilaku dalan penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah
yang dihadapi pasien dengan tujuan pasien atau keluarga pasien sudah memahami
Obat yang digunakan.

Jadi, hal yang sudah disebutkan di atas adalah poin plus apoteker dibandingkan
dengan Robot Pillo. Secanggih- canggihnya robot medis buatan manusia, tidak
ada yang dapat mengalahkan peranan apoteker dalam menjalankan tugasnya.
Karena di dalam bidang kefarmasian, bukan hanya sekadar penyiapan sediaan
obat atau pengemasan saja. Melainkan hal- hal yang menyangkut komunikasi
terapeutik juga penting bagi pasien dan klien. Apabila hanya sekadar dengan robot
saja, pasien atau klien kurang akan menangkap edukasi yang seharusnya mereka
pahami. Kalau sekadar diberi tahu secara singkat penujuk penggunaan seperti
yang dioperasikan pada Robot Pilllo, dikhawatirkan kesalahpahaman dan berakhir
salah dosis obat. Oleh kaena itu, berkembangnya teknologi dalam dunia kesehatan
pun harus diupayakan dan dipertimbangkan bagaimana sistem alat tersebut, sudah
sesuai dengan versi yang konvensional atau lebih baik versinya.
DAFTAR PUSTAKA

Burch, J. (2017) „Compounding Pharmacists Provide Customized Care‟, North


Carolina medical journal, 78(3), pp. 191–194. doi: 10.18043/ncm.78.3.191.

Hepler, C. D. and Strand, L. M. (1990) „Opportunities and responsibilities in


pharmaceutical care‟, American Journal of Hospital Pharmacy, 47(3), pp. 533–
543. doi: 10.1093/ajhp/47.3.533.

Tao, V., Moy, K. and Amirfar, V. A. (2016) „A little robot with big promise may
be future of personalized health care‟, Pharmacy Today, 22(9), p. 38. doi:
10.1016/j.ptdy.2016.08.022.

Tjandrawinata, R. (2016) „Industri 4.0: revolusi industri abad ini dan pengaruhnya
pada bidang kesehatan dan bioteknologi‟, (April). doi: 10.5281/zenodo.49404.

Volti, R. (2009). Society and Technological Change, 7th ed. New York: Worth
Publishers.

Anda mungkin juga menyukai