Anda di halaman 1dari 34

BAB II.

DESAIN, PARAMETER OPERASI dan


PERFORMAN MESIN

2.1 TATA NAMA

Ada beberapa istilah yang perlu dipahami terlebihdiahulu sebelum membahas


mengenai desain dan hubungan antara parameter operasi dan performan mesin. Sebelumnya
perhatikan dengan seksama gambar 8 berikut guna Iebih memudahkan dalam pemahaman
istilah-istilah dimaksud.

Gambar Goemetri Dasar Motor Bakar 4 Langkah[3]

1
• Titik Mati Atas (TMA) atau Top Dead Center (TDC) atau Top Center (TC) atau Inner
Dead Center (IDC): titik terjauh pergerakan piston ke atas.
• Titik Mati Bawah (TMB) atau Bottom Dead Center (BDC) atau Bottom Center (TC) atau
Outer Dead Center (BDC) : titik terjauh pergerakan piston ke bawah.
• Diameter Silinder (cylinder bore), `d` : diameter dalam silinder atau sama dengan
diameter piston, biasanya diberi satuan ` mm`.
• Luas Piston (piston area), ` A ` : luas permukaan piston = Πd2 / 4 , satuannya cm2.
• Panjang langkah (stroke), ` L ` : jarak antara TMA dan TMB, satuannya mm.
• Volume Langkah (Displacement or swept volume), ` Vd atau Vs ` : volume langkah
piston dari TMA ke TMB, Vs = A x L = Πd2 L/ 4, satuannya `cc' atau cm3.
• Volume Sisa (clearance volume), ` Vc ` : volume ruang bakar di atas piston saat berada di
TMA, satuannya `cc' atau cm3.
• Volume Total (Total volume), ' Vt ` = volume langkah + volume sisa, satuannya `cc' atau
cm3.
• Rasio kompresi (Compression ratio), ` r, ` : perbandingan antara volume total silinder
(Vt) dan volume sisa (Vc).
Vt Vc  Vs Vs
rc    1 …….. (1)
Vc Vc Vc

2.2 ANALISIS PERFORMAN MESIN

Performan mesin biasanya dinyatakan dengan efisiensi, η. Karena pada motor bakar 4
– langkah selalu berhubungan dengan pemanfaatan energi panas/kalor, maka efisiensi yang
dikaji disini adalah efisiensi thermal. Efisiensi thermal adalah perbandingan energi (kerja/
daya) yang berguna dengan energi yang diberikan oleh bahan bakar. Performan mesin dapat
juga dinyatakan dengan daya output engkol dan pemakaian bahan bakar spesifik engkol yang
dihasilkan mesin. Daya output engkol menunjukkan daya output yang berguna untuk
menggerakkan sesuatu atau beban, sedangkan pemakaian bahan bakar spesifik engkol
menunjukkan seberapa efisien suatu mesin menggunakan bahan bakar yang disuplai untuk
menghasilkan kerja (daya engkol). Daya output engkol yarg paling tinggi dan pemakaian
bahan bakar spesifik yang paling rendah adalah yang paling diharakan dalam pengoperasian
suatu motor bakar. Pemakaian bahan bakar spesifik engkol yang rendah berarti hemat
petnakaian bahan bakar.

2
Pemahaman mengenai distribusi energi sangat diperlukan untuk memudahkan penganalisaan
performan mesin lebih lanjut. Energi bahan bakar (Energy in fuel), 'Ef`, adalah energi yang
dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder. Energi yang diberikan oleh
pembakaran bahan bakar dapat ditentukan dengan :
Ef = mf . CV ....... kJ/ kg ....... (2 )
Mf = laju pemakaian bahan bakar, kg/ Jam
CV = Nilai kalor bahan bakar, kJ/ kg

Energi/ daya indikator (indication power), `iP`, dinyatakan dengan daya yang diberikan oleh
bahan bakar dikurangi dengan rugi-rugi panas seperti rugi panas akibat gas buang yang
mengandung panas, akibat pendinginan, radiasi, dan lain-lain. Daya indikator dapat diartikan
sebagai daya yang diberikan bahan bakar (gas pembakaran) untuk mendorong piston.
Sedangkan daya engkol (brake power), `bP`, merupakan daya berguna yang besarnya
sama dengan daya indikator (daya untuk mendorong piston) dikurangi rugi daya akibat
gesekan ( fP ), pemompaan, dan lain-lain. Secara ringkas, dapat dituliskan sebagai berikut :

iP = bP + fP....... kW ....... (3)

2.2.1 Parameter Operasi

Parameter operasi sangat erat hubungannya dengan performan mesin. Besarkecilnya harga
parameter operasi akan mempengaruhi tinggi-rendahnya performan mesin yang dihasilkan.
Parameter operasi yang umum dipergunakan dalam menganalisis performan mesin adalah
sebagai berikut[2]

 Tekanan Efektif Rata-Rata (mep atau Pm)

Sama halnya dengan daya (power), tekanan efektif rata-rata (Mean Effective Pressure)
juga dibedakan atas dua bentuk yaitu tekanan efektif rata-rata indikator (imep atau Pim) dan
tekanan efektif rata-rata engkol (bmep atau Pbm). Simbol `imep' dan `bmep' Iebih sering
digunakan dalam perhitungan yang melibatkan tekanan efektif rata-rata. Tekanan efektif
rata-rata adalah tekanan rata-rata di dalam silinder motor bakar (motor bakar 4 -
langkah) yang berdasarkan pada daya output hasil perhitungan ataupun hasil

3
pengukuran langsung. Hubungan antara tekanan efektif rata-rata dengan output adalah
sebagai berikut :
60  1.000 iP 60.000 iP
imep   ………Pa atau N/m2 ……..(4)
L A n k Vs n k
Disini: iP = daya engkol, kW atau kJ/det
L = panjang langkah piston, m
A = luas permukaan piston, m2
n = jumlah langkah daya = N/2 untuk motor bakar 4 – langkah
n = N untuk motor bakar 2 – langkah
N = kecepatan putaran mesin, rpm
k = jumlah silinder

Dengan menggunakan rem prony atau dinamometer dapat ditentukan besarnya harga
beban ( F ) yang diterima motor bakar (motor bakar 4 - langkah) pada kondisi operasi
tertentu (putaran mesin tertentu). Selanjutnya momen torsi (T) yang diterima mesin ini
dapat dihitung dengan mengalikan beban 'F' tadi dengan panjang (jari jari) lengan
momen ( R ). Secara ringkas dapat dituliskan dengan : T = F R ( satuan torsi: Nm).
Daya engkol dihitung dengan persamaan berikut:

Kerja berguna 2FRN 2NT


bP    ……. Watt atau
Waktu 60 60
2 N T 2 N T
bP   ……… kW
60  1000 60000
Jadi tekanan efektif rata-rata engkol, bmep, dapat dapat ditulis sebagai berikut :

120000 120000 2 N T 16T 4 T


bmep   bP  x   …… (5)
L AN k L ( / 4) d N k
2
60000 L d k Vs  k
2

Hubungan lain yang dapat diberikan disini adalah sebagai berikut :


bmep bP
imep  bmep  fmep dan 
imep iP

 Pemak aian Bah an Bak ar Sp es ifik (s fc)

Pemakaian bahan bakar spesifik (Specific Fuel Consumption) menyatakan


seberapa besar daya yang dapat dihasilkan oleh suatu mesin setelah menghabiskan
sejumlah bahan bakar dalam selang waktu tertentu. Pemakaian bahan bakar spesifik

4
biasanya dinyatakan dalam kilogram bahan bakar per kilowatt-jam (kg/ kWh).
Pemakaian bahan bakar spesifik juga dibedakan atas dua bentuk yaitu pemakaian
bahan bakar spesifik indikator (isfc) dan pemakaian bahan bakar spesifik engkol (bsfc).
Secara ringkas dituliskan sebagai berikut :
Pemakaian bahan bakar per satuan waktu mf
sfc   ……. (6)
daya yang dihasilkan Power

Disini:
mf = Laju pemakaian bahan bakar, kg/ jam.
Dengan demikian pemakaian bahan bakar spesifik indikator (isfc) dan pemakaian
bahan bakar spesifik engkol (bsfc) dapat dituliskan sebagai berikut :
mf mf
isfc  dan bsfc  ....... kg/ kWh
iP bP

Bsfc = 0,2 kg/kWh  genset = 100 kW


Artinya tiap jam genset menghabiskan 20 kg solar / 0,84 kg/lt = 23,8 lt
solar
 Perhandingan Udara – Bahan Bakar (A/F atau AFR)

Perbandingan/rasio udara-bahan bakar (air-fuel ratio) adalah perbandingan massa


antara udara pembakaran dengan bahan bakar yang disuplai ke dalam silinder mesin
(ruang bakar). Besarnya rasio udara-bahan bakar ini sangat rnempengaruhi proses
pembakaran yang tcrjadi di dalam ruang bakar dan juga terhadap performan mesin itu
sendiri. Parameter lain yang lebih sering digunakan untuk menyatakan hubungan antara
udara-bahan bakar ini adalah rasio equivalence bahan bakar - udara, Φ atau Iebih dikenal
sebagai Equivalence Ratio saja. Equivalence Ratio rnerupakan perhandingan antara rasio
bahan bakar - udara aktual terhadap rasio bahan bakar - udara stoikiometri (teoritis).
Secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:

 F A AF
 
 F A AF
aktual stoikiometr
……….. (7)

stoikiometri aktual

Untuk campuran miskin-bahan bakar : Φ<1

5
Untuk campuran stoikiometri : Φ=1
Untuk campuran kaya - bahan bakar : Φ>1

 Nilai Kalor Bahan Bakar ( CV atau LHV)

Nilai kalor bahan bakar (Calorific Value Of a Fuel) adalah besarnya energi
kalor yang dikeluarkan dari permbakaran sempurna satu kilogram bahan bakar pada
kondisi pengujian. Calorific Value disebut juga dengan haeting value atau heat of
combustion.

Saat produk/gas pembakaran didinginkan hingga 25 ºC, Semua uap air yang
dihasilkan dari proses pembakaran dikondensasi (diembunkan). Nilai kalornya disebut
higher heating value (HHV) atau nilai kalor kotor dari bahan bakar. Sedangkan nilai
kalor rendah (LHV) atau lower heating value atau nilai kalor bersih adalah besarnya
kalor yang dilepaskan pada proses pembakaran sementara uap air dalam produk
pembakaran tidak diembunkan dan tetap dalam bentuk uap air.

2.3 PERFORMAN MESIN

Performan mesin yang erat hubungannya dengan pelepasan kalor dan yang
paling umum digunaknn adalah efisiensi thermal indikator (  th ), efisiensi thermal
engkol ( bth ), dan efisiensi mekanis ( m ). Secara umum efisiensi thermal ( th ), dapat
diartikan dengan perbandingan antara daya berguna yang dhasilkan dengan energi
kalor yang diberikan oleh bahan bakar pada saat mesin tersebut beroperasi, dan dapat
dituliskan sebagai berikut [2] :

Daya berguna
 th  …… (8)
Energi kalor dari bahan bakar

 Efisiensi Thermal Indikator ( ith )

6
Dari definisi di atas, maka efisiensi thermal indikator dapat dituliskan sebagai
berikut:
iP 3600 iP
 ith    100%
Ef m f  CV

Disini:

mf = Laju pemakaian bahan bakar, kg/jam.

CV = Nilai kalor bahan bakar, kJ/kg

bila laju pemakaian bahan hakar, ‘mf’, dalarn satuan kg/detik, maka efisiensi termal
indikator dituliskan sebagai berikut :

iP
 ith   100%
m f  CV

 Efisiensi Thermal Engkol (ήbth)

Dengan cara yang sama, efisiensi thermal engkol dapat dituliskan sebagai
berikut:

bP 3600 bP
 bth    100%
Ef m f  CV

Bila nilai pemakaian bahan bakar spesifik engkol (bsfc) diketahui, maka dengan
mengganti mf = bP. bsfc (persamaan 6), maka besarnya efisiensi thermal engkol dapat
ditentukan dengan persamaan berikut :

3600 bP 3600bP 3600


 bth   100%   100%   100% ……. (9)
m f  CV bP  bsfc  CV bsfc  CV

 Efisiensi Mekanis ( m )
Efisiensi mekanis dinyatakan sebagai rasio daya engkol terhadap daya indikator dan
dapat dituliskan sebagai berikut :
bP bmep
m    100% ….. (10)
iP imep

Disamping ketiga efisiensi di atas, ada satu lagi efisiensi yang juga sangat penting
untuk dipahami yaitu efisiensi volumetrik ( v ).

7
 Efisiensi Volumetrik ( v )
Keluaran mesin dibatasi oleh banyaknya jumlah udara maksimum yang dapat diisap
masuk ke dalam silinder selama langkah isap karena hanya sejumlah tertentu dari bahan bakar
dapat terbakar secara efektif dengan jumlah udara terisap ini. Efisiensi volumetrik diartikan
sebagai kemampuan mengisap mesin dan dinyatakan juga sebagai rasio volume udara yang
diisap secara aktual pada kondisi ambient (kondisi udara luar) terhadap volume langkah
mesin tersebut. Efisiensi volumetrik dapat dihitung berbasiskan massa atau volume udara..
Akan tetapi, penggunaan yang berbasiskan massa adalah yang lebih banyak digunakan.
Secara ringkas dapat dittuliskan sebagai berikut :
Massa udara terisap aktual
v  …. (11)
Massa udara teoritis (volume satu langkah) pada kondisi ambient

Volume udara terisap perlangkah pada kondisi ambient


v  …. (12.a)
volume langkah

Persamaan (12.a) dapat juga dituliskan sebagai berikut :


ma
Laju volume udara pada kondisi ambient Va a …. (12.b)
v   
laju volume langkah Vs L A n k
Disini: ma = laju/ pernakaian udara terisap, kg/ jam
a = density udara terisap, kg/m 3
Pa
a  Pa = tekanan udara terisap, N/m 2 atau Pa
R Ta

R= konstanta gas ideal / udara = 287 J/(kg. K)


Ta = temperatur udara terisap, K

2.4 CONTOH KASUS


Beberapa contoh kasus sangat perlu diberikan dan kemudian dicarikan
solusinya. Hal ini bertujuan untuk lebih memudahkan pemahaman akan kondisi-
kondisi yang nyata.
Contoh 1
Sebuah motor diesel 4 - langkah , 4 silinder, memiliki diameter piston 90 mm dan
panjang langkah piston sebesar 100 mm. Volume sisa motor ini sebesar 39,76 CC.
Hitung berapa kapasitas mesin dan rasio kompresi motor ini ?
Jawab:

8
Diketahui : motor bakar diesel 4 – langkah; k = 4 ; d = 90 mm = 9 cm ; L= 100 min =
10 cm; Vc = 39,76 cc = 39,76 cm 2 .
 
Volume langkah persilinder, Vs   d 2  L   9 2  10  636,2 cm 3  636,2 cc
4 4
Kapasitas mesin = k . Vs = 4 x 636,2 cc = 2544,8 cc

Vs  Vc 636,2  39,76
Rasio kompresi, rc  Vc

39,76c
 17

Contoh 2
Motor diesel 4-langkah, 4 silinder, beroperasi pada putaran 2500 rpm, menghabiskan 9,5 liter
solar setiap jamnya. Densitas solar = 0,839 kg/liter. Torsi yang dihasilkan sebesar 155 Nm,
dan nilai kalor solar yang digunakan, CV = 42.700 kJ/kg, hitung :
a). Daya engkol yang dihasilkan (bP) !
b). Konsumsi bahan bakar spesifik engkol (bsfc) !
c). Efisiensi termal engkolnya ( ηbth ) !

Contoh 3
Motor bensin 4-langkah, 4 silinder, beroperasi pada putaran 3500 rpm. Torsi yang dihasilkan
sebesar 135 Nm. Densitas bensin = 0,74 kg/liter. Jika konsumsi bahan bakar = 15 liter/jam
dan (A/F) aktualnya sebesar 14, hitung :
a). Daya engkol yang ditimbulkan (bP) !
b). Konsumsi bahan bakar spesifik engkol (bsfc) !
c). Laju pemakaian udara tiap menit !

bp=2phiNT/60000
2500 Rpm Solar
54,3677 HP
4 silinder
155 Nm 40,5583 kW
7,9705 kg/jam 0,19652 kg/kWh 0,23395 lt/kWh
eff th 42,9012 %
N = 2500 rpm
T = 155 Nm
mf = 9,5 lt/jam = 0,839 kg/lt . 9,5 lt/jam = 7,9705 kg/jam
bP = 2x3,14x2500x155/60000 = 40,5583 kW
bsfc = mf/ bP = 7,9705 kg/h / 40,5583 kW = 0,1965 kg/kWh
nbth = bP/ mf.CV = 40,5583/ (7,9705 x 42700) = 0,429 = 42,90 %
bp=2phiNT/60000
3500 Rpm bensin
66,2935657 HP

9
4 silinder
135 Nm 49,455 kW
11,1 kg/jam 0,22444647 kg/kWh 0,26719817 lt/kWh

Contoh 4
Motor bensin 4-Langkah, 1 silinder, memiliki diameter silinder 80 mm, panjang langkah
90 mm, dan beroperasi pada putaran 1500 rpm. Tekanan efektif indikator rata-rata yang
dihasilkan 7 bar dengan efisiensi termal indikatornya 30 %. Rasio Udara–Bahan bakar
adalah 17:1 dan nilai kalor bahan bakar 42.000 kJ/ kg. Jika efisiensi mekanis mesin ini
80 %, hitung:
a) Daya engkol mesin
b) Bsfc dan isfc dalam satuan kg/kwh
c) Pemakaian udara pembakaran setiap jam
Jawab :
Diketahui : motor Bakar bensin 4 – langkah; k = 1; d = 80 mm = 0,08 m; L = 0.09 mm =
0,9 m; N = 3000 rpm; n = N/ 2 ; imep = 7 bar = 7 x 10 6 Pa ; th = 30 % ;  m = 80 %;
(A/F) = 17; CV = 42.000 kJ/kg.
Daya indikator dihitung dengan:

imep    d 2  N  k 7  105  0,09    0,082  30000  1


iP  4 2  4 2  7,9 kW
60.000 60.000

a) Daya engkol, bP = m . iP = 0,8 x 7,9 = 6,32 kW


b) Efisiensi thermal engkol, bth = m x ith = 0,8 x 0, 3 = 0,24 = 24 %
Pemakaian bahan bakar spesifik engkol bsfc, dicari dengan :
mf 3600 3600
bsfc     0,357 kg
bP  bth  CV 0,24  42.000 kWh

Pemakaian bahan bakar spesifik indikator, isfc, dicari dengan:


isfc =  m x bsfc = 0,8 x 0,357 = 0,286 kg/ kWh
laju pemakaian bahan bakar, m f, didapat dari persamaan:
m f = bP . bsfc = 6,32 x 0,357 = 2,26 kg/jam
c) Laju pemakaian udara pembakaran, ma dapat dihitung dengan:

10
m a = m f x (A/F) = 2,26 x 17 = 38,42 kg/jam

Contoh 3
Motor bakar bensin 4-Langkah, satu silinder, memiliki diameter silinder 80 mm, panjanog
langkah 90 mm, dengan rasio kompresi = 12, beroperrsi pada putaran mesin 1.500 rpm.
Disuplai dengan campuran udara-bahan bakar dengan rasio 15 : 1. ,jika efisiensi volumetrik
sebcsar 80 %, tekanan dan temperatur udara masuk sebesar 1 bar dan 27 ºC, hitung berapa
besarnya laju pemakaian bahan bakar pada operasi mesin ini?
Jawab:
Diketahui : motor bakar bensin 4 - langkah; k = 1 ; d = 80 mm = 0,08 m ; L = 80 mm =
0.08 m; r c = 12; N = 1500 rpm; n = N/2; Pa = 1 bar = 1 x 10 5 Pa ; Ta = 27 °C == 300 K.
R = 287 J/kg.K
Pa 10 5
a    1,161 kg 3
R  Ta 287  300 m

Volume langkah diperoleh dari persamaan :



Vs  L A n k  L   d 2  N  k  0,08    0,08 2  1500  1  0,3016 m
3

4 2 4 2 menit

Laju volume udara pada kondisi isap (kondisi am b i e n t ) diperolch dari persamaan :
  3
Va   v  Vs  0,8  0,3016  0,2413 m
menit

Laju pemakaian udara dapat dihiitung melalui :



ma  Va   a  0,2431 1,161  0,28015 kg  16,81kg
menit jam

Laju pemakaian bahan bakar dapat dihitung dengan persamaan :


ma 16,81
mf    1,12 kg
(A/ F) 15 jam

BAB III. BAHAN BAKAR

11
3.1 PENDAHULUAN

Bahan bakar sangat erat kaitannya dengan proses pembakaran. Proses


pembakaran akan berlangsung baik, cepat, mulus, hemat dan bersih apabila didukung
oleh kualitas bahan bakar yang digunakan. Walaupun sebenanrya masih banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi baik atau tidaknya proses pembakaran yang
terjadi di dalam ruang bakar (akan dibahas lebih rinci pada bab selanjutnya). Oleh
karena itu, studi mengenai bahan bakar dan proses pembakaran perlu dilakukan guns
pencapaian performan motor bakar (motor bakar 4 – langkah) yang tinggi.

3.2 BAHAN BAKAR

Motor bakar (motor bakar 4 – langkah) dapat dioperasikan loada beberapa


jenis bahan bakar seperti cair, bahan bakar gas, dan bahkan padat. Berdasarkan atas
jenis bahan bakar yang digunakan mesin tersebut harus didesain secara baik,
secermat mungkin, dan sesuai.

3.2.1 Bahan bakar Padat

Bahan bakar padat sudah tidak lagi diterapkan sekarang ini dikarenakan
sulitnya penanganan bahan bakar dan pembuaugannya (residu padat atau abu yang
dihasilkan setelah proses pembakaran). Akan tetapi di awal perkembangan motor
bakar, bahan yang berupa batu bara bubuk yang sangat halus digunakan.
Dibandingkan gas dan cair, bahan bakar padat ini sulit penanganan, penyimpanan,
dan pengumpanan (suplainya). Dikarenakan rurnitnya desain sistem umpan bahan bakar,
makanva bahan bakar padat ini menjadi tidak efektif digunakan. Berbagai upaya sedang
dilakukan untuk merubah batu bara padat rnenjadi bahan bakar gas atau cair untuk
digunakan pada motor bakar.

3.2.2 Bahan Bakar Gas

12
Bahan bakar gas adalah bahan bakar ideal dan dapat dikatakan sedikit sekali
masalah yang dialarni pada penggunaannya untuk motor bakar (motor bakar 4 -
langkah ). Bahan bakar gas bercampur lebih mudah dengan udara dan tidak memerlukan
sistem distribusi yang rumit, dan permasalahan starting awal, seperti yang dialami pada
penggunaan bahan bakar cair. Meskipun bahan bakar gas adalah paling ideal untuk
motor bakar 4 – langkah, tetapi penyimpanan dan penanganannya yang masih
rnerupakan kendala besar bila digunakan pada kendaraan bermotor (otomobil).
Akibatnya, bahan bakar gas ini umumnya digunakan pada rnesin-mesin tidak bergerak
(perusahaan pembangkit daya) yang letaknya dekat dengan sumber bahan bakar gas.
Sebagian kecil bahan bakar gas dapat dicairkan dengan ditekan untuk mengurangi
volume penyimpanan tetapi upaya ini terbilang sangat mahal clan beresiko tinggi.

3.2.3 Bahan Bakar Cair

Pada sebagian besar motor bakar 4 - langkah, bahan bakar cair yang berasal dari
petroleum cairlah yang digunakan. Tiga jenis bahan bakar cair komersil yang digunakan
adalah benzyl, alkohol, dan petroleum. Akan tetapi petroleum merupakan bahan bakar
utama dari motor bakar 4 -- langkah.

3.3 Petroleum

Kata petroleum (minyak bumi) berasal dari bahasa Latin, yaitu petra (batuan)
dan oleum (minyak). Nama tersebut diterapkan kepada fossil hewan dari tumbuhan
yang ditemukan dalam kulit bumi sebagai gas, zat cair, dan zat padat. Minyak bumi
terjadi akibat pelapukan atas sisa-sisa hanwan dan tumbuhan renik yang terkubur di
dasar laut jutaan tahun yang silam. Keberadaan minyak bumi biasanya disertai dengan
adanya gas alam. Gas alam merupakan campuran alkana dengan berat yang sedang.
Komposisi gas alam tergantung pada sumbernya. Umurmnya gas alam mengandung 80
% metana (CH 4 ), 7 % etana, 6 % propana, 4 % butana dan isobutana, dan 3 % pentana.
Propana dan butana dicairkan pada tckanan tcrtentu, dan dijual sebagai I.iquefied
Petroleum.

3.3.1 Struktur Kimia Petroleum

13
Minyak mentah merupakan campuran. Kira-kira 50 % sampai 95 % massanya
adalah hidrokarbon . jenuh yang berupa alkana, siklo alkana, dan senyawa aromatik;
hidrokarhon dengan struktur molekul yang berbeda. Petroleum juga mengandung
s ejumlah kecil be lerang (sulphur), oksigen, nitrogen, dan kotoran-kotoran seperti air
dan pasir. Atom karbon dan hidrogen dapat terikat dengan ikatan yang berbeda dalam
molekul hidrokarbon, dan ikatan ini mempengar - uhi sifat fisika dan kimia dari grup
hidrokarbon yang berbeda. Kebanyakan bahan bakar petroleum cenderung memiliki
karakteristik sesuai dengan kelompok hidrokarbon yang membentuk komponen utama
dari bahan bakar tersebut [2,5] .
Karbon dan hidrogen bergabung dengan proporsi dan struktur molekul yang
berbeda untuk rnembentuk beragam hidrokarbon. Besar kecilnya rasio karbon terhadap
hidrogen yang merupakan salah satu dari parameter penting dan sifat ikatannya
menentukan karakteristik energi bahan bakar hidrokarbon tersebut. Berdasarkan atas
jumlah atom karbon dan hidrogen, petroleum diklasifikasi ke dalam kelompok-kelompok
yang berbeda. Perbedaan sifat fisika dan kimia diantara hidrokarbon yang berbeda
tergantung pada komposisi kimia dan memperbaruhi sebagian besar proses pembakaran,
dan karenanya proporsi bahan bakar dan udara yang dibutuhkan juga berbeda.
Minyak bumi vang ditambang di Indonesia umumnya banyak mengandung senyawa
hidrokarbon siklik, baik siklo alkana maupun aromatik, sedangkan minyak burni Amerika
lebih banyak mengandung alkana, dan minyak bumi Rusia lebih banyak rnengandung
siklo alkana [5].

3.3.2 Proses Pemurnian Petroleum

Petroleum merupakan minyak mentah yang belum dapat digunakan untuk banyak
keperluan. Minyak mentah (crude petroleum atau crude oil) yang diperoleh dari sumur
galian terdiri atas berbagai carnpuran atau fraksi. Untuk dapat digunakan sebagai bahan
bakar bagi kendaraan bermotor atau industri, serta penggunaan-penggunaan lainnya, maka
minyak mentah perlu diolah terlebih dahulu di pengilangan minyak melalui proses
penyulingan fraksionasi atau penyulingan bertingkat ( fractional distillation). Prinsip
dasar proses penyulingan bcrtingkat ini adalah berdasarkan perbedaan titik didih. Titik
didih beragam hidrokarbon meningkat dengan meningkatnya massa atom (berat molekul)
hidrokarbon tersebut. Hidrokarbon yang merniliki berat molekul lebih kecil, memiliki titik
didih lebih rendah. Hidrokarbon yang memiliki titik didih lcbih rendah akan rnemisah diri

14
lebih dulu (Iebih dulu menguap), disusul dengan hidrokarbon yang titik didihnya lebih
tinggi, sehingga secara bertingkat setiap hidrokarbon dapat dipisahkan. Sebagai contoh,
minyak bensin akan lebih dahulu rnemisahkan diri dibanding minyak solar, karena titik
didihnya (berat molekulnya) lebih rendah.
Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut : minyak mentah dimasukkan
dalam bejana tertutup, kemudian dipanasi oleh kumparan yang berisi aliran uap atau gas
panas. Pertama kali campuran dari yang titik didihnya rendah dialirkan keluar sebagai
uap. Uap ini disalurkan keluar oleh pipa yang disarnbungkan ke puncak bejana,
diernbunkan dengan pendinginan oleh kumparan yang berisi aliran air dingin, dan
dimasukkan ke dalam tangki. Suhu minyak rnentah dijaga konstan. Setelah seluruh
campuran yang mendidih pada suhu ini dialirkan keluar, atau disuling, rnaka aliran gas
panas melalui kumparan pernanas ditingkatkan, suhu rninyak mentah meningkat, dan
uapnya disuling, diembunkan dan dialirkan ke tangki yang lain, dan seterusnya. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 9 berikut [2,5].
.

Gambar 9. Bagian Distilasi Minyak Mentah [5]

Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan produk tertentu, hidrokarbon yang


berantai panjang dipecah-pecah menjadi Iebih pendek dengan proses perengkahan

15
(cracking). Sebaliknva, hidrokarbonn yang berantai pendck digabungkan menjadi
rantai yang lebil panjang mclalui berbagai proses. Beberapa minyak hasil pengolahan
dari minyak mentah serta panjang rantai hidrokarbonnya ditunjukkan pada tabel 1
berikut.

Tabel 1. Fraksi-fraksi Hasil Distilasi Minyak Bumi [5]


Fraksi Ukuran molekul Titik Didih ºC Kegunaan
Gas C1 - C5 -160 s.d -30 Bahan bakar dan sumber hidrogen
Petroleum Eter C5 - C6 30 s.d 90 Pelarut
Bensin C6 - C12 30 s.d 200 Bahan bakar
Solar C12 - C18 180 s.d 400 Bahan bakar
Pelumas C 16 ke atas 350 ke atas Pelumas
Parafin C20 ke atas zat padat Lilin dan Bahan Bakar
Aspal C25 ke atas residu Aspal dan Pelapis jalan

Setelah rnengalamai proses fraksionasi, fraksi-fraksi tersebut ada yang diolah


dengan proses-proses selanjutnya. Sebagai contoh, proses reforming, polimerisasi,
treating, dan blending [ 5 ] .

 Reforming

R e f o r m i n g adalah proses peningkatan mutu bensin dengan merubah bentuk


struktur (isomer struktur) dari rantai karbon lurus menjadi bercabang.
Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan pemanasan.
C H3

CH 3 – CH 2 – CH 2 – CH 3 CH 3 C CH 3

CH 3

 Polimerisasi

Polimerisasi adalah penggabungan molekul-molekul kecil rnenjadi molekul yang


lebih besar. Penggabungan isobutana dan isobutena rnerupakan salah satu contoh
polimerisasi guna menghasilkan bensin berkualitas tinggi (iso-oktana).
CH3

CH3 – CH – CH 3 + CH3 – C = CH2 CH3 – CH – CH 2 – CH 2 – CH

16
CH3 CH3 CH3 CH3

isobutana isobutena iso-oktana

 Treating

Treating merupakan proses penphilngan pengotor pada minyak bumi agar lebih
murni. Tahap-tahap treating:
 Copper sweetening, yaitu proses mcnghilangkan pengotor yang berbau tidak
sedap, mengunakan logam tembaga.
 Acid treatment, yaitu proses tmenghilangkan lumpur, rnenggunakan asarn atau
oksida asam.
 Desulfurizing, yaitu proses menghilangkan unsur belerang.

 Blending

Blending adalah proses pencampuran atau penambahan zat aditif. Bensin


merupakan contoh hasil minyak bumi yang paling banyak digunakan di berbagai
negara. Untuk Icbih meningkatkan kualitas bensin dilakukan pencampuran
dengan senyawa-senyawa tcrtcntu. Salah satunya adalalh tetra ethyl lead (TEL).
Penambahan TEL dimaksudkan untuk meningkatkan bilangan oktana bensin.
Selain TEL, terdapat beberapa zat lain yang dapat meningkatkan kualitas bensin,
diantaranya 1-2 dibromoetana, AlCl3, dan H2SO4. Salah satu aditif yang dapat
digunakan untuk bahan bakar diesel (solar) adalah aditif-DTB[' (Di Tert Buthyl
Peroxide). Penambahan aditif-DTBP ke dalam bahan bakar solar dapat
meningkatkan bilangan setananya [5,6].

3.4 HIDROKARBON

Secara sederhana, senyawa karbon dapat diklasifikasikan ke dalam senyawa


hidrokarbon dan turunannya. Senyawa hidrokarbon adalah senyawa yang molekulnya
hanya terdiri atas atom-atom karbon dan hidrogen. Senyawa turuan hidrokarbon adalah
senyawa hidrokarbon yang satu atom atau lebih atom hidrogen yang terikat pada atom
karbonnya diganti oleh atom atau gugus atom lain.

17
Ditinjau dari rantai karbon yang dibentuk, senyawa hidrokarbon dapat dibagi
menjadi dua bagian besar, yaitu senyawa hidrokarbon alifatik dan senyawa hidrokarbon
siklik[5].

 Senyawa Hidrokarbon Alifatik

Senyawa hidrokarbon alifatik adalah senvawa hidrokarbon dengan ujung rantai


karbon terbuka, dapat ber -bcntuk rantai lurus atau bercabang. Senyawa alifatik
dibedakan mejadi seayawa hidrokarbon .jenuh dan senyawa hidrokarbon tak jenuh.
 Senyawa hidrokarbon jenuh, yaitu scnyawa hidrokarbon yang dalam rantai
karbonnya hanya berikatan tunggal, rnisalnya :
H H H H H

H - C - C - C - C - C - H atau CH3 - CH2 - CH2 -

CH3

H H H H H

Minyak bumi dan gas alam tergolong hidrokarbon alifatik.


 Senyawa hidrokarbon tak jenuh, yaitu senyawa hidrokarbon yang memiliki ikatan
rangkap dua atau rangkap tiga pada rantai karbonnya, misalnya :
H H H H

H - C = C - C - C = C - H atau H - C = C - C - C - H

H H H H H H H H

 Senyawa Hidrokarbon Siklik

Senyawa hidrokarbon siklik adalah senyawa hidrokabon dengan ujung rantai


karbon tertutup. Senyawa siklik dibedakan menjadi senyawa hidrokarbon alisiklik
dan senvawa hidrokarbon aromatik.
 Senyawa hidrokarbon alisiklik adalah senyawa hidrokarbon golongan
alifatik dengan ujung rantai karbon tertutup, misalnya :

18
 Senyawa hidrokarbon aromtik adalah senyawa hidrokarbon golongan siklik yang
digolongkan sebagai benzena dan turunannya. Misalnya, senyawa yang
mengandung cincin benzena atau memiliki bentuk struktur yang serupa dengan
benzena.

Senyawa yang tergolong hidrokarbon jenuh adalah alkana. Pada hidrokarbon tak
jenuh, terdapat satu atau lebih ikatan rangkap dua atau rangkap tiga antar atom karbon.
Yang tergolong hidrokarbon tak jenuh adalah alkena (memiliki ikatan rangkap dua antar
atom karbon), dan alkuna (memiliki ikatan rangkap tiga antar atom karbon).

H H Alkana Rumus umum: C n H2n+2

H - C - C - H Contoh: Etana (C 2 H 6 )

H H

H H Alkena Rumus umum: C n H2n

C = C Contoh: Etena (C 2 H 4 )

H H

H - C = C - H Alkuna Rumus umum: C n H2n-2

Contoh: Etuna (C 2 H2 )

Bensin merupakan campuran senyawa yang tergolong alkana, dengan zat utam a
adalah Oktana (C 8 H18 ), begitu pula halnya dengan bahan bakar diesel/solar (C 16 H34 ).
Struktur senyawa alkana yang satu dengan senyawa alkana yang lain dibedakan dengan
gugus CH 2 . Sebagai contoh, jika struktur etana (C 2 H6 atau dapat dituliskan dengan
CH 3 -CH 3 ) ditambah dengan Gugus – CH 2 - maka diperoleh propana (C 3 H 8 atau dapat
dituliskan juga dengan CH 3 – CH 2 – CH 3 ), dan seterusnya sehingga membentuk suatu
deret (deret homolog). Deret homolog adalah suatu deret senyawa-senyawa yang
berbeda dari senyawa sebelumnya sebanyak gugus –CH 2 . Deret homolog alkana

19
dituliskan sebagai berikut : metana (CH 4 ), etana (C 2 H6 ), propana (C 3 H8 ), butana
(C 4 H10 ), pentana (C 5 H 12 ), heksana (C 6 H 14 ), heptana (C 7 H16 ), oktana (C 8 H 18 ), nonana
(C 9 H20 ), dekana (C10H 22 ), hendekana (C 11 H 24 ), dodekana (C 12 H 26 ), tridekana (C 13 H28 ),
tetradekana (C 14 H 30 ), pentadekana (C 15 H32 ), heksadekana (C 16 H34 ), heptadekana
(C 17 H 36 ) oktadekana (C 18 H 38 ), nonadekana (C 19 H 30 ), dan seterusnya.

Karena alkana merupakan deret homolog, maka deret alkana memiliki sifat
kimia yang mirip tetapi sifat fisikannya berbeda, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat Fisika Alkana Rantai Lurus[5]

Nama Jumlah atom ºC Titik Leleh ºC Titik Didih ºC


Metana 1 -182.5 -164
Etana 2 -183.3 -88.6
Propana 3 -189.7 -42.1
Butana 4 -138.4 0.5
Pentana 5 -139.7 36.1
Hekasana 6 -95 68.9
Heptana 7 -90.6 98.4
Oktana 8 -56.8 124.7
Nonana 9 -51 150.8
Dekana 10 -29.7 174.1

Dari tabcl ini juga dapat dilihat bahwa titik leleh dan titik didih umumnya meningkat
dengan meningkatnya jumlah atom C. Hal ini disebabkan oleh kenaikan gaya antar
molekul yang cenderung meningkat dengan pertambahan massa molekul.

3.5 SIFAT BAHAN BAKAR

Ada beberapa sifat bahan bakar yang pcrlu diperhatikan guna pencapaian
performan dan juga keandalan yang tinggi dari motor bakar 4 – langkah. Sifat-sifat
bahan bakar yang dmaksud diantaranya adalah : (1) penguapan, (2) residu karbon,
(3) viskositas, (4) kandungan belerang, (5) kandungan abu, endapan dan air, (5) titik
nyala, (7) titik tuang;, (8) sifat korosif dan keasaman, dan (9) mutu penyalaan [4] .

 Penguapan (Volatility)

20
Pcnguapan diartikan sebagai kemampuan menguapnya bahan bakar dalam
selang waktu tertentu. Diukur dengan 90 % suhu penyulingan. Makin rendah
suhu ini, makin tinggi penguapannya. Untuk mesin kapasitas kecil lebih diperlukan
penguapan bahan bakar yang tinggi dari pada untuk mesin kapasitas besar, agar
diperoleh penggunaan bahan bakar lebih hemat, suhu gas buang rendah, dan gas
asap minimum.

 Residu Karbon

Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran
habis suatu bahan yang diuapkan dari minyak contoh dengan pemanasan. Hal ini
menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan karbon pada
bagian mesin. Residu karbon maksirnum yang diperbolehkan sebesar 0,10 persen.

 Viskositas

Fluida diukur dari tahanannya untuk mengalir atau gesekan dalamnya. Viskositas
suatu rninyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu
dari minyak untuk rnengalir melalui lubang berdiameter kecil tertentu. Makin
rendah jumlah detiknya, semakin rendah viskositasnya. Seluruh faktor
pelumasan/gesekan antara bagian yang bergcrak, keausan, dan kebocorannya,
dipengaruhi oleh viskositasnya. Pelumasan bagian dari sistem injeksi bahan bakar
misalnya, terutama plunycr dan tangki dari pompa tekanan tinggi, selur -uhnya
tergantung pada viskositas bahan bakar, sehingga viskositasnya tidak boleh di
bawah nilai rninimum tertentu. Bahan bakar dengan viskositas rendah cenderung
untuk mernberi banyak kebocoran pada pompa. Sebaliknya viskositas tidak boleh
terlalu jauh melebihi dari yang diperbolehkan karena kenaikan viskositas dalam
bahan bakar berarti tahanan yang - lebih tinggi untuk pengatomisasian (pengabutan)
selama injeksi. Kelebihan viskositas yang tidak diinginkan ini dapat diatasi dengan
menaikkan tekanan injeksi sampai pengabutan yang diinginkan tercapai, atau
dengan memanaskan bahan bakar tersebut dalam pemanas khusus.

 Kandungan Belerang

21
Belerang dalam bahan bakar terbakar ikut terbakar bersama, dan menghasilkan gas
yang sangat korosif, yang diembunkan oleh dinding silindcr yang didinginkan,
terutama kalau mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun.
Korosi yang disebutkan oleh gas belerang umumnya didapati dalam sistem gas
buang. Kandungan belerang yang diperbolehkan dalam bahan bakar berkisar tidak
lebih dari 0.5 sampai 1,5 %.

 Kandungan Abu, Belerang, dan Air

Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber penggerus yang akan
mengakibatkan keausan mesin berlebihan. Endapan dapat juga mengakibatkan
penyumbatan sistem bahan bakar. Keausan dapat rneningkat karena korosi kalau
bahan bakar mengandung air, terutarna air garam. Kandungan abu maksimum yang
diperbolehkan adalah 0,01%, kandungan endapan dan air masing-masing 0,05 %.

 Titik Nyala (Flash point)

Titik nyala merupakan suhu paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan
bahan bakar untuk menimbulkan uap yang dapat terbakar dalam jumlah yang cukup
untuk menyala atau terbakar sesaat ketika disinggungkan dengan suatu nyala api.
Bahan bakar yang memiliki titik nyala rendah, berbahaya dalam penyimpanan dan
penanganannya. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 150 °F
(65,56 °C).

 Titik Tuang (pour point)

Titik tuang merupakan suhu paling rendah dimana bahan bakar mulai membeku
atau berhcnti mengalir. Titik tuang penting untuk menstart dingin suatu mesin
diesel dan untuk menangani bahan bakar diantara penyimpanan dan rnesin. Titik
tuang maksimum untuk balian bakar adalah 0 ºF.
 Sifat Korosif (Corrosiveness) dan Keasaman (Acidity)

Bahan bakar tidak boleh bersifat korosif dan tidak boleh mengandung asam
bebas, karena keduanya dapat merusak permukaan Iogam yang bersinggungan
dan dalam penyimpangan di dalam silinder mesin.

22
 Mutu Penyalaan (Ignition quality)

Pengertian mutu penyalaan dari bahan bakar bensin dan diesel adalah berbeda
sudut tinjaunya, tetapi yang jelas tujuan akan pentingnya penggunaan bahan
bakar dengan penyalaan tinggi adalah Sama, yaitu untuk memperoleh
performan mesin yang tinggi. Mutu penyalaan bahan bakar bensin dinyatakan
dengan bilangan oktana, sedangkan untuk bahan bakar diesel dinyatakan
dengan bilangan setana.
 Bilangan Oktana (Octane Number atau disingkat dengan ON)
Bilangan oktana menyatakan kemampuan bahan bakar bensin terhadap
terjadinya knocking (ketukan mesin yang dahsyat) pada proses
pembakarannya, atau secara singkat dinyatakan dengan kemampuan anti-
knock bahan bakar. Semakin besar bilangan oktana suatu bahan bakar, maka
semakin kecil kemungkinan terjadinya knocking pada proses pembakaran
bahan bakar tersebut.

Bilangan oktana bahan bakar bensin (gasoline) adalah besarnya persentase


volume dan iso-oktana dalam campuran iso-oktana (C 8 H 18 atau 2,2,4-
trimetilpentana) dan normal heptana (n-heptana : C 7 H 16 ). Oktana murni
memiliki kemampuan anti-knock sangat baik (ON = 100), sedangkan n-
heptana murni memiliki kemampuan antiknock sangat buruk (ON = 0). Secara
ringkas dituliskan sebagai berikut :

Bilangan Oktana = ON = % Iso-oktana + % n-Heptana

Sebagai contoh, bahan bakar bensin dengan bilangan oktana 80 artinya di


dalam bahan bakar mengandung 80% iso-oktana darl 20 % n-heptana secara
volumetrik.

 Bilangan Setana (Cetane Number atau disingkat dengan CN)


Bilangan setana menyatakan mutu bakar atau kemampuan bahan bakar diesel
untuk segera terbakar pada proses pembakaran. Semakin besar bilangan setana
suatu bahan bakar diesel, maka semakin cepat bahan bakar tersebut dapat
terbakar. Dengan perkataan lain, makin besar bilangan setana bahan bakar
diesel, makin kecil ignition delay bahan bakar tersebut (artinya waktu yang

23
dibutuhkan untuk membakar bahan bakar tersebut lebih pendek). Ignition delay
(penundaan penyalaan) adalah waktu yang dibutuhkan antara awal injeksi bahan
bakar ke ruang bakar dan awal terjadinya proses pembakaran. Ignition delay
berlangsung sangat cepat (tidak terdeteksi oleh mata manusia), yaitu besarnya
hanya dalam satuan milidetik (bisa mencapai 1,2 hingga 1,8 milidetik). Ignition
delay yang pendek menyebabkan kenaikan tekanan yang mulus, dan efisiensi
mesin yang tinggi.
Bilangan setana bahan bakar diesel (diesel fuel) adalah besarnya persentase
volume dari iso-oktana dalam campuran setana (C 16 H 34 ) dan alfa-metil-naftalen
yang mempunyai mutu penyalaan sama dengan bahan bakar yang diuji. Setana
murni mempunyai mutu penyalaan sangat baik (CN = 100), sedangkan alfa-
metil-naftalen murni memiliki mutu pcnyalaan sangat buruk (CN = 0). Secara
ringkas dituliskan sebagai berikut :

Bilangan Setana = CN = %Setana + % Alfa-metil-naftalen

Sebagai contoh, bahan bakar diesel dengan bilangan oktana 52 artinya bahan
bakar tersebut setara dengan campuran yang terdiri atas 52% setana dan 48%
alfa-metil-naftalen secara volumetrik.

BAB IV. PROSES PEMBAKARAN

4.1 PENDAHULUAN

24
Proses pembakaran adalah suatu reaksi kimia dimana unsur-unsur tertentu dari
bahan bakar yakni hidrogen dan karbon bergabung dengan oksigen yang melepaskan
energi panas dan menyebabkan meningkatnya temperatur gas pembakarannya. Elemen
mampu bakar yang lain, yang tidak disukai dan terkandung dalam jumlah sedikit (di
samping karbon dan hidrogen), adalah belerang. Proses pernbakaran dari campuran bahan
bakar-udara di dalam ruang bakar merupakan salah satu proses yang mengontrol daya
mesin, efisiensi, dan emisinya. Proses pembakaran ini merupakan suatu reaksi fasa gas
yang eksotermis dan yang berlangsung sangat cepat, dimana oksigen adalah salah satu dari
reaktannya. Pada motor bakar biasanya bahan bakar hidrokarbon terbakar dengan udara
(oksigen), sedangkan nitrogen tidak ikut tereaksi. Oksigen adalah satu-satunya unsur di
dalam udara yang dibutuhkan untuk membakar molekul - molekul bahan bakar. Proses
pembakaran pada motor bakar 4- langkah biasanya berlangsung pada campuran uap bahan
bakar - udara homogen atau heterogen [2, 3, 4]..

Secara lebih detail dapat dijelaskan bahwa proses pembakaran adalah proses
oksidasi (penggabungan) antara rnolekul-molekul oksigen (‘O’) dengan molekul - molekul
(partikel-partikel) bahan bakar yaitu ‘C’ (karbon) clan ‘H’ (hidrogen) untuk membentuk
karbon dioksida (C0 2) dan uap air (H 20) pada kondisi pembakaran sempurna. Disini proses
pembentukan CO 2 dan H20 hanya bisa terjadi apabila panas kompresi ataupun panas dari
pemantik telah mampu memisah/ memutus ikatan antar partikel oksigen ( O-O ) menjadi
partikel ‘O’ clan ‘O’, dan juga mampu memutus ikatan antar partikel bahan bakar (C-H
dan/ atau C-C) menjadi partikel ‘C’ dan ‘H’ yang berdiri sendiri. Baru selanjutnya partikel
‘O’ dapat beroksidasi dengan partikel ‘C’ dan ‘H’ untuk mernbentuk CO 2 dan H2O. Jadi
dapat disimpulkan bahwa proses oksidasi atau proses pembakaran antara udara dan bahan
bakar tidak pernah akan terjadi apabila ikatan antar partikel oksigen dan ikatan antar
partikel bahan bakar tidak diputus terlebih dahulu [4].

Proses pernbakaran dapat terjadi baik pada kondisi rasio campuran bahan bakar
udara di atas atau di bawah kondisi udara stoikiometri. Kondisi udara stokiometri adalah
kebutuhan udara minimum yang dibutuhkan untuk membakar seluruh molekul - molekul
bahan bakar (kondisi udara teoritis). Proses pembakaran dengan kondisi yang berbeda ini
rnenghasilkan panas atau daya output yang berbeda, efisiensi bahan bakar yang berbeda,
dan konsentrasi gas buang yang berbeda pula [2, 3, 4, 7].

25
Proses pembakaran sempurna (terbakarnya seluruh partikel bahan bakar) hanya
dapat terjadi apabila seluruh partikel bahan bakar beroksidasi oksigen yang cukup untuk
membentuk hanya CO 2 dan H2O. Bila udara (oksigen) yang disuplai tidak cukup, maka
partikel karbon tidak akan seluruhnya beroksidasi dengan partikel oksigen untuk
membentuk CO2, akibatnya terbentuklah produk pembakaran yang lain seperti karbon
monoksida (CO), dan mungkin gas buang yang lain (H 2, UHC: unburned hydrocarbon, dan
lain-lain). Kalau terbentuk CO, maka jumlah panas yang dilepaskan pada proses
pembakaran di dalam ruang bakar menjadi jauh lebih kecil (± 30 %) dari panas yan g
ditimbulkan bila C0 2 yang terbentuk.

Meskipun terdapat kelebihan udara (oksigen), masih terdapat kemungkinan bahwa


sebagian partikel bahan bakar tidak akan bersinggungan (bergabung) dengan partikel
oksigen. Hal ini disebabkan oleh kemampuan bergabung (beroksidasi) antara partikel
bahan bakar (partikel ‘C’ dan ‘H’) dengan partikel oksigen (‘O’) adalah berbeda. Partikel
‘H’ bergabung lebih cepat dengan partikel ‘O’ dibanding partikel ‘C’, sehingga partikel
karbon, ‘C’, membentuk CO dan/ atau tidak terbakar, dan muncul sebagai asap dalam gas
buang atau diendapkan sebagai jelaga berlemak dalam ruang bakar atau saluran
pembuangan. Sejumlah tertentu dari asap juga terbentuk oleh pemecahan/ pemutusan dan
pembakaran tidak sempurna dari minyak pelumas. Akan tetapi. asap yang terbentuk dari
minyak pelumas berwarna biru, sedangkan asap yang terbentuk dari bahan bakar berwarna
kelabu sampai hitam, tergantung pada rasio udara - bahan bakar dan kesempurnaan
campuran antara bahan bakar dengan udara [4].

4.2 LANGKAH PEMBAKARAN PADA MOTOR BAKAR BENSIN 4-LANGKAH

Pada motor bakar bensin, campuran bahan bakar - udara yang hampir homogen
dibentuk di dalam karburator dan terbakar di dalam silinder mesin. Campuran yang
homogen dibentuk di luar silinder mesin dan proses pembakarannya terjadi di dalam
silinder tersebut di akhir langkah kompresi. Nyala api dari proses pembakaran tersebut
(flame front) merambat ke campuran yang , mudah terbakar (combustible mixture) dengan
kecepatan tertentu. Pada campuran gas yang homogen, molekul bahan bakar dan oksigen
lebih kurang terdistribusi seragam [2].
Saat campuran uap bahan bakar - udara tersebut diberikan nyala api pada suatu
titik, flame front terjadi, dan secara sangat cepat menyebar ke campuran di sekelilingnya.
Perambatan nyala api yang disebabkan oleh perpindahan panas dan difusi pembakaran

26
molekul bahan bakar dari zone proses pembakaran ke lapisan campuran segar yang ada
didekatnya. flame front merupakan area sempit yang memisahkan campuran segar dari
produk pernbakarant [2].
Secara singkat, hubungan antara crank angle (sudut engkol) dengan tekanan yang
terjadi pada langkah pembakaran ideal dari motor bakar bensin 4 - langkah seperti yan g
ditunjukkan pada gambar 10, dimana langkah kompresi terjadi sepanjang g aris kurva (a
b), langkah pembakaran terjadi sepanjang garis kurva (b c) dan langkah ekspansi
terjadi sepanjang garis kurva (c d) [2] .
.

Gambar 10 Diagram p-  Teoritis [2]


Pada mesin ideal, seperti terlihat pada gambar 10, seluruh kenaikan tekanan selama
proses - pembakaran berlangsung pada volume konstan, yaitu pada TMA. Akan tetapi,
pada motor bakar bensin 4 - langkah aktual peristiwa ini tidak terjadi. Proses
pembakaran rinci dari motor bakar 4 - langkah ditunjukkan pada gambar 11 berikut.

Gambar 11 Langkah Pembakaran Aktual Pada Motor Bakar Bensin 4 – Langkah [2]

Pada gambarr 11 ini, titik ‘A’ adalah titik awal terrjadinya loncatan nyala api dari busi
(anggap pada 20 o bTDC atau 20 o sebelum TMA), titik ‘B’ merupakan titik awal
terjadinya kenaikan tekanan yang dapat dideteksi (anggap pada 80 bTDC atau 8 ° sebelum
TMA), titik ‘C’ (anggap pada 100 aTDC atau 100 setelah TMA), titik pencapaian tekanan
maksimum di dalam ruang bakar. Jadi ada tiga langkah pada proses pembakaran ini, yaitu

27
 Langkah I ( A  B ) merupakan langkah penundaan pembakaran (ignition lag) atau
dikatakan juga fasa persiapan pembakaran (prearation phase) dimana pertumbuhan
dan perkembangan inti nyala api yang merambat berlangsung. Langka ini merupakan
proses yang tergantung pada temperatur dan tekanan, sifat-sifat bahan bakar dan
proporsi sisa gas buang yang tidak ikut keluar pada langkah buang dan juga tergantung
pada hubungan antara temperature dan laju reaksinya. Meskipun telah diberikan nyala
api pada titik ‘A’, namun bahan bakar tidak langsung terbakar (memerlukan waktu
sesaat, milidetik) untuk melengkapi proses pemutusan ikatan antar partikelnya.
 Langkah II( B  C ) merupakan proses fisika dan terpusat pada pcnyebaran nyala api
rnelalui ruang bakar (dikatakan juga sebagai langkah perambatan nyala api). Titik dua
lankah awal ini ditandai dengan mcnyimpangnya kurva proses dari kurva motor (kurva
tanpa terjadinya proses pembakaran atau kurva dengan garis putus-putus) Selama
langkah II, nyala api merambat pada kecepatan konstan. Perpidahan panas kepada
dinding silinder rendah, karena hanya sebagian kecil campuran yang tcrbakar
bersentuhan dengan dinding silinder selama periode ini. Laju Pelepasan kalor
tergantung pada besarnya turbulensi dan juga pada laju reaksinya. Laju kenaikan
tekanan sebanding dengan laju pelepasan kalor, karena selama langkah ini, volume
ruang bakar praktis tetap konstan (karena piston dekat TMA)
 Langkah III (C  D). Titik awal langkah III ini biasanya diambil pada tekanan
maksimum yang terjadi. kecepatan nyala api turun selama langkah ini. Laju
pembakaran menjadi rendah dikarenakan rendahnya kecepatan nyala api dan
berkurangnya permukaan f1ame front. Karena langkah ekspansi dimulai sebelum
langkah III ini dengan piston begerak meninggalkan TMA menuju TMB, dapat
dikatakan tidak ada kenaikan tekamrn pada langkah ini

4.3. PERAMBATAN NYALA API (flame Front Propagation)

Laju perambatan flame front dalam silinder memegang peran yang sangat penting untuk
pencapaian pcrfoman yang tinggi. Dua faktor penting yang menentukan laju flame front
melintasi ruang bakar adalah laju reaksi dau laju perpindahan. Laju reaksi merupakan akibat
dari proses kombinasi kimia murni dimana mcmbakar campuran yang belum terbakar. Laju
perpindahan dikarenakan oleh pergerakan fisika dari flame front relatif terhadap dinding

28
silinder dan juga mcrupakan akibat dari perbedaan tekanan antara gas yang terbakar dan gas
yang belum terbakar di dalam ruang bakar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
12.

Gambar 12 menunjukkan laju perambatan nyala api. Pada area I (A  B),


perkembangan flame front relatif lambat dikarenakan rendalmya laju perubahan dan
rendahnya turbulensi (terjadinya pusaran campuran). Perubahan flame front relatif kecil
karena ada massa campuran yang terbakar sangat sedikit. laju rcaksi yang rendah memainkan
peran yang sangat penting karena dapat mengakibatkan pergerakan nyala api lambat. Karena
busi perlu diletakkan pada lapisan gas yang diam yaitu dekat dengan dinding silinder (pada
daeraj kurang turbulensi), sehingga menurunkan laju reaksi dan akibatnya rnenurunkan
kecepatan nyala api. Pada Zona I ini dengan waktu perjalanan nyala api  27 % (dari 0 %
hingga  27 %) terlihat bahwa nyala api hanya mampu bergerak melintasi ruang bakar sekitar
10 % dari total perjalanannya.
Karena flame front meninggalkan zona diam (quiescent zone) dan rnasuk ke area yang
lebih turbulen (area II) dimana flame front membakar lebih besar massa campuran. Flamc
front maju/ bergerak dengan satngat cepat dan pada laju yang konstan (B  C) sebagaimana
yang ditunjukkan pada gambar 12. Volume campuran yang tidak terbakar berkurang secara
drastis di akhir perjalanan nyala api tersebut dan laju perubahran kembali menjadi sangat
lambat, dcngan demikian kccepatan nyala api berkurang, Pada Zona II ini, dengan waktu
perjalanan nyala api  56 % (dari  27 % hingga  83%) terlihat bahwa nyala api telah
mampu melintasi ruang bakar dengan sangat jauh / tajam yaitu sekitar 85 % (dari 10 % hingga
 95 %).
4.4. LANGKAH PEMBAKARAN PADA MOTOR BAKAR DIESEL 4-LANGKAH

29
Proses pembakaran pada motor bakar diesel 4 - langkah biasanya berlangsung pada
campuran uap bahan bakar - udara yang heterogen. pada campuran gas yang heterogen. laju
pembakaran ditentukan oleh kecepatan difusi bersarna dari uap bahan bakar dan udara,
sementara laju reaksi kimia tidak terlalu berperan. Proses penyalaan spontan (spontanneus
ignition atau self-ignition) dari campuran bahan bakar - udara, pada temperatur tinggi yang
diperolehr dari hasil kompresi tinggi, adalah sangat penting dalam menentukan karaktristik
proses pembakaran.
Proses pembakaran pada dianggap berlangsung dalam empat periode seperti ditunjukkan
pada gambar 13. Empat periode dimaksud yaitu periode ignition delay, periode proses
pembakaran yang tajamn (rapid combustion), periode proses pembakaran terkontrol
(conrtolled combustion), dan periode setelah pembakaran (after burning)[2]

Gambar 13 Langkah Pembakaran Pada Motor Bakar Diesel 4 - Langkah[2]

Periode ignition delay ( I  2 ) : periode penundaan proses pembakaran, yaitu periode antara
awal injeksi bahan bakar (  18 % bTDC) dan awal terjadinya proses pernbakaran atau
terdeteksinya kenaikan tekanan atau tcrjadinya penyimpangan kurva proses terhadap kurva
motor (± 8 ° bTDC). Ignition dclay yang terjadi sebesar 0,001 detik ( 1,0 milidetik).

 Periode rapid combustion ( 2  3 ) : disebut juga dengan proses pembakaran tak


terkontrol (uncontrolled combustion), yaitu fasa dimana kenaikan tekanan terjadi
dengan sangat cepat. Selama periode delay, butir-butir halus bahan bakar (droplets)
memiliki waktu untuk menyebar ke area yang luas di dalam ruang bakar dan udara
segar sclalu tersedia di sekitar droplets tersebut. Sebagian besar bahan bakar yang
diijeksikan telah menguap dan membentuk campuran mampu bakar dengan udara.
Periodc rapid Combustion dihitung dari akhir periode delay atau awal proses
pembakaran hingga titik tekanan maksimum. Laju pelepasan kalor adalah maksimum

30
selama periode ini. Tekanan yang dicapai selama periode rapid Combustion ini akan
tergantung pada besar kecilnya periode delay, semakin lama periode delay semakin
cepat dan semakin tinggi terjadinya kenaikan tekanan di dalam ruang bakar karena
bahan bakar lebih banyak tersedia di dalam silinder sebelum laju pembakaran dapat
dikontrol.
 Periode controled combustion ( 3  4 ) : proses pembakaran terkontrol. Temperatur
dan tekanan pada periode kedua telah sangat tinggi. Oleh karena itu, butiran halus
bahan bakar yang diinjeksi selama periode kedua terbakar lebih cepat dengan
berkurangnya ignition delay secepat butiran halus bahan bakar tersebut bergabung
dengan oksigen dan kenaikan tekanan selanjutnya dikontrol oleh laju injeksi bahan
bakar. Periode controlled combustion dianggap berakhir pada temperatur siklus
maksimum.
 Periode After Burning ( setelah titik 4 ). Proses pembakaran tidak berhenti dengan
selesainya proses injeksi bahan bakar. Partikel bahan bakar yang tidak terbakar dan
yang terbakar sebagian yang meninggalkan ruang bakar dapat terbakar segera saat
panas bahan bakar tersebut bersinggungan dengan oksigen. Proses ini terus berlanjur
hingga selang waktu tertentu yang disebut dengan periode After Burning.

Biasanya periode ini dimulai dari titik temperatur siklus maksimum dan terus berlangsung
hingga sebagian langkah ekspansi. Laju after burning tergantung pada kecepatan difusi dan
turbulensi pencampuran dari partikel bahan bakar yang tidak terbakar dan yang terbakar
sebagian dengan udara. Selang waktu dari fasa after buring sekitar 70 - 80 0 CA (crank angle)
dari setelah TMA.

4.5. VARIASI RASIO CAMPURAN BAHAN BAKAR - UDARA

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa proses pembakaran dapat terjadi


baik pada kondisi rasio campuran bahan bakar - udara di atas atau di bawah kondisi udara
stoikeometri. kondisi udara stokiometri adalah kebutuhan udara rninimum yang dibutuhkan
untuk membakar seluruh molekul / partikel bahan bakar udara teoritis). Secara teori, proses
pembakaran stoikiometri adalah yang diharapkan. Denpan proses pembakaran udara lebih
atau campuran miskin - bahan bakar. selurulr molekul bahan bakar (partikel ‘C’ dan ‘H’ )

31
dapat terbakar dan terkonversi menjadi CO2 dan H2O. Akan tetapi, pada proses pembakaran
kaya bahan bakar. Oksigen yang dibutuhkan untuk mcmbakar partikel-partikcl bahan bakar
tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, akibatnya tidak seluruh partikel bahan bakar ‘C’ dan
‘H’ terkonversi menjadi produk CO2 dan H2O. Pada proses pembakaran kaya bahan
bakar ini. produk yang terbentuk dapat berupa CO2, H2O, N2, CO, dan bahkan hidrogen
ataupun UHC Sebagai contoh, reaksi kimia bahan bakar hidrokarbon isooktana C8, H18
(bahan bakar bensin) untuk ketiga proses pembakaran yang dimaksudkan di atas dapat
dituliskan sebagai berikut :

 Reaksi Campuran Stoikiometri :


C8, H18 + 12,5 ( O2 + 3,76 N2 ) 8CO2 + 9H2O + 47 N2

 Reaksi Campuran Miskin-Bahan bakar :


C8, H18 + (1,2) 12,5 ( O2 + 3,76 N2 ) 8CO2 + 9H2O + 2,5O2 + 56,4 N2

 Reaksi Campuran Kaya-Bahan oakar :


C8, H18 + (0,8) 12,5 ( O2 + 3,76 N2 ) 5CO2 + 7H2O + 3CO + 2H2 + 37,6 N2
Dan reaksi kimia di atas, terlihat bahwa untuk reaksi dengan campuran miskin – bahan
bakar. produk CO2 dihasilkan lebih banyak dibanding pada reaksi dengan campuran kaya -
bahan bakar. Jadi dapat dikatakan bahwa panas yang dilepas (daya yang dihasikan) pada
reaksi dengan campuran miskin - bahan bakar adalah lebih besar. Hal ini disebabkan oleh
panas pembentukan gas CO2 (hf,= - 393,5 kJ) lebih besar daripada panas pembentukan gas
CO (hf,= - 110,5 kJ), sebagaimana reaksi kimia berikut[3]:
Reaksi Cukup Oksigen : C + O2  C02 + 393,5 kJ
Reaksi Kurang Oksigen : C + ½ O2  CO + 110,5 kJ
Artinya apabila satu mol CO2 yang terbentuk dalamn suatu proses pembakaran, maka
akan mengeluarkan panas sebesar 393,5 kJ. Sedangkan apabila yang terbentuk adalah satu
mol CO, maka panas yang dikeluarkan hanya sebesar 110,5 kJ (  30 %).

Karena kornposisi produk hasil pembakaran untuk campuran miskin dan kaya bahan
bakar sangat berbeda, dan karena rasro bahan bakar - udara stoikiometri tergantung pada
komposisi bahan bakar, maka rasio bahan bakar - udara aktual terhadap rasio bahan bakar -
udara stokeometri, yang dikenal sebagai rasio equivalence bahan bakar – udara . merupakan
suatu Parameter yang lebih informatif untuk rncnentukan komposisi bahan bakar.

32
 F A

 F A
actual

stoikeommetri

Untuk campuran miskin - bahan bakar :<1


Untuk campuran stoikiometri :=1
Untuk campuran kaya - bahan bakar :>1

Akan tetapi dalam praktek, proses pembakaran stoikiometri tidak menjamin oksigen
yang cukup ini untuk mengoksidasi seluruh partikel- partikel bahan bakar ‘C’ dan ‘H’.
Bahkan, pembakaran yang tidak sempurnapun mungkin masih terjadi pada pembakaran udara
lebih (proses pembakaran miskin - bahan bakar). Hal ini disebabkan oleh oksidasi partikel ’H’
lebih cepat dibanding partikel ’C’, dengan demikian partikel 'C' tidak akan terbakar
seluruhnya. Di samping itu, panas yang ditimbulkan pada campuran miskin - bahan bakar
lebih kecil dibanding pada campuran kaya - bahan bakar sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh bahan bakar tidak seluruhnya terbakar seketika pada
operasi mesin aktual. Perlu waktu bagi bahan bakar untuk menguap terlebih dahulu sebelum
terbakar.
Terbakarnya sedikit bahan bakar pada awal terjadinya proses pembakaran,
menyebabkan meningkatnya temperatur dan jumlah uap bahan bakar yang terbakar di dalam
silinder (ruang bakar), sehingga tekanannya juga meningkat untuk menghasilkan daya engkol
yang lebih besar pula. Meskipun daya engkol yang dihasilkan pada pembakaran kaya - bahan
bakar lebih tinggi, namun pemakaian bahan bakar spesifiknya lebih tinggi juga (artinya boros
pemakaian bahan bakar). Akan tetapi, campuran yang terlalu jauh dari kondisi stoikiometri
(campuran terlalu miskirt atau kaya bahan bakar) dapat menyebabkan tidak terjadinya proses
pembakaran, artinya mesin tidak dapat beroperasi [3.7].
Pada mesin bensin, rasio bahan bakar-udara tidak terlalu berubah dengan berubahanya
beban putaran mesin, tetapi pada mesin diesel perubahan beban/ putaran mesin ini sangat
mempengaruhi perubahan rasio bahan bakar-udara. Pada mesiu diesel suplai udara ke
dalamruang bakar pada berbagai putaran mesin hampir mendekati konstan. sementara jumlah
bahan bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar akan meningkat dengan bcrtambahnya
putaran mesin/beban, yang berarti terjadi perubahan

33
Rasio bahan bakar-udara. Operasi mesin diesel beban tinggi pada kondisi mendekati
campuran stoikiometri menghasilkan daya output yang tinggi. Akan tetapi, operasi mesin
pada kondisi campuran miskin - bahan bakar rnemberikan efisiensi termal yang lebih baik, ,
Walaupun daya output yang di hasilkan lebih rendah. Partikel UHC (black smoke) terlihat
jelas pada operasi mesin dengan rasio udara- bahan bakar, -A/F ≤ 18 ( A/F stoikiometri ≈
14,5)[3.4].
Penurunan daya output terlihat sangat tajam dengan menurtinnya equivalence ratio.
Oleh karena itu, ukuran mesin menjadi lebih besar jika mesin diesel dioperasikan pada
kondisi hampir rnendekati stoikiometri, karena kebutuhan udara untuk membakar partikel-
partikel bahan bakar tidak cukup. Akibatnya banyak bahan bakar yang tidak terbakar dan
menimbulkan asap hitam (black smoke) pada gas buangrnya. Jadi, mesin diesel selalu
dirancang untuk beroperasi dengan udara lebih 15 hingga 40 % (kondisi campuran miskin -
balian bakar)[2].
DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar W., 1983, ”Penggerak Mula Motor Bakar Torak”, Penerbit ITB,
Bandung.
2. Ganesan V., 1996, “Internal Combustion Engines”, McGraw Hill, New York.
3. Heywood J.B., 1988, “Internal Combustion Engines Fundamental”, McGraw Hill,
Singapore.
4. Maleev V.L., Terjemahan Priambodo B., 1995, “Operasi Dan Pemeliharaan Mesin
Diesel”, Erlangga, Jakarta.
5. Sunarya Y., 2001, “Kimia untuk SMU Kelas 1”, edisi kesatu, Grafindo Media Pratama,
Bandung.
6. Wardono H., 2002, “Pengaruh Penambahan Aditif - DTBP Terhadap Ignition Delay
Bahan Bakar Diesel Setana 40”, Jurnal PORUS Vol. 5 Nomor 3 - Juli 2002, Universitas
Tarumanagara, Jakarta.
7. Wardono H., 2003, “Pengaruh Equivalence Ratio Terhadap Daya Engkol dan Pemakaian
Bahan Bakar Spesifik Engkol Motor Bakar Diesel 4 – Langkah”, Laporan Penelitian
DIKS-Unila, Ban

34

Anda mungkin juga menyukai