Anda di halaman 1dari 16

KLIPING AL-QUR’AN HADITS

HUKUM BACAAN LAM DAN RA , TAMAK TERHADAP


HARTA, KESEIMBANGAN HIDUP DI DUNIA DAN
AKHIRAT

Dosen Pengampu: Bu Nur Malia

Disusun Oleh:
Maulana Malik Ibrahim
(VIII A)

MTS HUSNUL KHOTIMAH 02

i
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan banyak
taufik, nikmat, dan hidayah. Sehingga kami dapat menyelesaikan kliping yang berjudul “Bacaan
Lam dan Ra, Tamak terhadap harta, keseimbangan hidup di dunia dan akhirat” dengan baik
tanpa ada halangan yang berarti.
Kliping ini telah saya selesaikan dengan maksimal. Oleh karena itu saya sampaikan
terimakasih. Diluar itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan ini. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, saya selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata.

Semarang, 29 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ii
DARTAR ISI ..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................4
1.2 Tujuan ................................................................................................................4
1.2.1 Tujuan Umum………………………………………………………..5
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Hukum Bacaan L..................................................................................................6
2.2 Tujuan dan Manfaat Norma Kesusilaan…………………………………………6
2.3 Ciri-Ciri Norma Kesusilaan.........................................................................…….7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran...........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum terkait Bacaan lam dan ra, tamak
terhadap harta, keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.

4
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Hukum Bacaan Lam dan Ra

Hukum Bacaan
Lam  (  ‫ل‬  )
Di dalam Ilmu
Tajwid hukum
bacaan Lam  ada
dua macam,
yaitu :

1. Lam tafkhim (
‫) تفحيم‬ tebal /
Mufakhkhamah. Apabila ada huruf Lam (‫ ) ل‬dalam  lafzul  jalalah ( ‫) هللا‬
yang didahului oleh huruf yang berharakat fathah ( ‫ ) َــ‬atau damah ( ‫) ُــ‬.
Maka harus dibaca tafkhim atau tebal. Lam yang terdapat dalam lafzull
Jalalah dinamakan lam jalalah. Cara mengucapkannya ialah dengan
menjorokkan kedua bibir ke depan. Contoh : - Lafzul Jalalah ( ‫ ) هللا‬yang
didahului oleh huruf yang berharakat fathah  -  ُ‫ َش ِهدَ هللا‬ -  ‫ قُ ْل ه َُوهللاُ أَحَ ٌد‬ -  ُ‫معَ هللا‬
ُ‫ الَإِ ٰلـــ َه إِالَّ هللا‬-  Lafzul Jalalah (  ‫هللا‬  )  yang didahului oleh huruf yang 
berharakat damah ‫هللا‬ ِ ‫ عَ ْب ُد‬ -  ُ‫ يُحْ ِب ْب ُك ُم هللا‬ -  ‫ ي ُْؤ ِتيَه ُم هللا َخيْرً ا‬ -  ‫هللا‬
ِ ُ ‫َورَ حْ مَة‬

2. Lam Tarqiq (‫ ) ترقيق‬Tipis / Muraqqaqah Huruf Lam dibaca Tarqiq ada


dalam dua keadaan, yaitu :

a. Lam yang terdapat pada Lafzul jalalah ( ‫) هللا‬  dan didahului oleh huruf
yang berharakat kasrah. ( ‫) ِــ‬. Posisi mulut tidak menjorok kedepan.
Contoh : ‫هللا أَ ْف َواجً ا‬
ِ ‫ْن‬ ِ ‫ فِىْ ِدي‬ -  ‫هللا‬
ِ ‫ فِىْ رَ س ُْو ِل‬ -  ‫هللا‬
ِ ‫ ِبسْ ِم‬  

5
b. Semua Lam yang terdapat dalam lafal selain lafzul jalalah Contoh :  
‫ لُم ََز ٍة‬ -  ‫ لِ ُك ِّل‬ -  ‫ َوعَ لَّ َم‬B. Hukum Bacaan Ra (‫ ) ر‬Hukum bacaan  ra ( ‫ر‬ ) dibagi
menjadi tiga , yaitu :
1. Ra Tafhim (  ‫تفحيم‬  )  artinya  ra yang dibaca tebal . Ra dibaca tebal.
Apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Jika huruf  ra berharakat fathah atau fathatain  ( ً‫ ر‬ /   َ‫ ) ر‬Contoh : -  Ra


ِ ‫ رَ بِّ ْال َف‬ -  ‫ رَ ُّب ُك ْم‬- Ra
difathah        ‫ر‬                           :  َ‫ اَلَ ْم تَر‬ -  ‫ ُغفِرَ لَ ُه‬ - ‫لَق‬
difathatain      ً‫ر‬                   ‫ شرً ا‬ - ‫ َطيْرً ا‬ - ‫ َخيْرً ا‬   - ‫َنارً ا‬

b. Jika ra berharakat dammah atau dammatain  ( ‫ ٌر‬ /  ‫ ) ُر‬Contoh : - Ra


dammah          ‫ ُر‬     ‫هللا‬ ِ ‫ َنصْ ُر‬ -  ‫ أَ ْك َب ُر‬ -  ‫ َك َفر ُْوا‬ -  ‫ ر ُِز ْق َنا‬- Ra dhammatain    -  ‫غفو ٌر‬
‫ ٌر‬     ‫ نو ٌر‬ -  ‫ مَبرُو ٌر‬ -  ‫أج ٌر‬

c. Jika ra  berharakat sukun jatuh sesudah huruf yang difathah atau
didammah ( + ‫ ـَــ‬ + ْ‫ ر‬ / ‫ ) رْ ـُــ‬Contoh : - Ra sukun jatuh sesudah huruf
difathah ( ‫ ـَـ ـ‬ + ْ‫ َوا ْنحَ رْ ) ر‬ -  ‫ فَأ َ ثَرْ نَ ِب ـ ِه‬ -  ‫ تَرْ ِمي ِْه ْم‬ - ‫ َوأَرْ َس ـ َل‬  - Ra sukun jatuh
sesudah huruf didammah ( ْ‫ ر‬+  ‫ مُرْ َت َف ًقا ) ـُـ‬ -   ٌ‫ قُرْ آن‬ -   َ‫ مُرْ سَ ِل ْين‬ -   َ‫ُترْ حَ م ُْون‬

d. Jika ra  berharakat sukun didahului oleh huruf yang berharakat kasrah
tetapi kasrahnya tidak asli dari kalimat itu.  ( ْ‫ر‬     ِ   / kasrah tidak asli )
Contoh :        ‫ اِرْ حَ مْ َنا‬ -   ْ‫ اِرْ َكب‬ -   ْ‫جعِى‬
ِ ْ‫اِر‬ 

e. Jika ra berharakat sukun sedangkan huruf sebelumnya berharakat


kasrah asli, namun sesudah ra sukun itu ada huruf ISTI’LA ( ‫إسـتـعـالء‬ )
yang tidak dikasrah (huruf isti’la tidak dikasrah  +  ْ‫ ر‬+  ِ      / kasrah asli).
Sedangkan huruf isti’la itu ialah ‫ ق‬ -  ‫ غ‬ -  ‫ خ‬ -  ‫ ظ‬ -  ‫ ط‬ -  ‫ ض‬   - ‫ص‬  Contoh :
‫مِرْ صَ ا ٌد‬   -   ‫مِنْ ُك ِّل فِرْ َق ٍة‬   -   ٌ‫ قِرْ َطاس‬           
2. Tarqiq ( ‫ ) ترقيق‬tipis / Muraqqaqah. Ra tarqiq atau muraqqaqah ialah ra
yang dibaca tipis. Di dalam ilmu tajwid ra ( ‫) ر‬  dibaca tipis jika memenuhi
persyatan-persyaratan., yaitu :

6
a. Jika ra  berharakat kasrah atau kasratain  ( ِ‫ ٍر‬ /  ‫ ) ر‬Contoh : - Ra
dikasrah    ِ      ‫ال‬ ِّّ‫ـ‬v َ‫ مِن‬ -  ‫ َك ِر ْي ٌم‬ -  ْ ‫ ِرمَا ُح ُكمـ‬  -      Ra dikasratain  ( ‫لَفِىْ حُسْ ٍر‬
ِ َ‫الِرج‬

b. Jika ra berharakat sukun  dan huruf sebelumnya  berharakat kasrah 


asli tetapi sesudah ra sukun  bukan huruf isti’la. (  bukan huruf isti’la +  ْ‫ر‬
‫ـِـ‬   +       ). Contoh : ‫ ِِْـْمر َف ًقا‬ -  ‫ َوأَ ْن َذرْ ِب ِه‬ -  ُ‫ َف َب ِّشرْ ه‬ -   َ‫فِرْ عَ ْون‬

c. Jika ra diwaqafkan dan huruf sebelumnya ya sukun  ( ra waqaf  +    ْ‫ي‬   


) Contoh :‫ لَ ُكم ُْال َخ ْي ُر‬ -ٌ‫ سَ ِميْع ٌبَصِ ْير‬   ‫ َوه َُوال َّس ِم ْي ُع ْال َخ ِبيْر‬ -ٌ‫ْئ َق ِد ْير‬
ٍ ‫َشي‬

d. Jika ra diwaqafkan dan huruf sebelumnya dikasrah ( ra waqaf +   ‫ِــ‬      )


َ ‫ ِبم‬ - ‫ ه َُو ْالكَافِ ُر‬ -      َ‫ َوالَ ناَصِ ر‬. Jawazul Wajhain ( ‫) جــواز الــوجهين‬
Contoh :3 ‫ُصـيْطِ ٍر‬
artinya boleh  dibaca tebal dan  boleh  dibaca tipis Huruf ra boleh dibaca
tafkhim atau tarqiq jika ra itu disukun dan huruf sebelumnya dikasrah
sedangkan setelah ra sukun itu ada huruf isti’la yang dikasrah. (huruf
isti’la yang dikasrah  +  ْ‫ ر‬+  ِ      ) Contoh :‫ص‬
ٍ ْ‫ ِبحِر‬ -  ‫مِنْ عِ رْ ضِ ِه‬ 

2.2 Tamak terhadap harta


Di antara sifat tercela dan berbahaya yang perlu dihin dari orang beriman
adalah tamak atau rakus terhadap harta benda. Nabi SAW pernah
menggambarkan orang tamak yang tak pernah merasa cukup dengan apa yang
telah dimiliki. "Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka
ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah
kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan
penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima tobat bagi siapa saja
yang bertobat." (HR al-Bukhari).
Ibnu Bathal dalam kitabnya, Syarh Shahih al-Bukhari, menjelaskan, hadis ini
adalah celaan bagi orang yang terlalu tamak dengan dunia dan tujuannya hanya
ingin memperba nyak harta. Oleh karena itu, para ulama begitu qanaah dan
selalu merasa cukup dengan harta yang mereka peroleh. Keinginan untuk

7
memiliki harta yang banyak memang tidak terlarang, bahkan sangat dianjurkan
selama dicari dengan jalan yang halal dan benar, kemudian digunakan untuk
kebaikan, seperti bersedekah, berzakat, berhaji, atau amal-amal sosial lainnya.
Jadi, harta dicari sebagai sarana beramal saleh untuk bekal di akhirat. Harta
bukan dicari lalu ditimbun tanpa pernah disalurkan di jalan kebaikan. Orang
tamak selalu mencari harta tanpa pernah merasa cukup atau punya keinginan
untuk menyalurkannya di jalan kebaikan. Harta ingin ia peroleh sendiri
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan halal-haram atau untuk apa harta
itu nantinya.
Orang yang tamak, kata Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya, ath-Thibb ar-Ruhani,
akan dikuasai nafsunya. Pada gilirannya, itu akan menghancurkan dirinya. Ia
mengatakan, jika sifat tamak dibiarkan lepas kendali maka ia akan membuat
seseorang dikuasai nafsu untuk sepuas-puasnya. Sifat ini menuntut
terpenuhinya banyak hal yang menjerumuskan seseorang ke liang kehancuran.
Dalam kitab Tazkiyah an-Nafs, Ibnu Taimiyah menyebut orang yang tamak
sebagai budak yang terborgol, sehingga tidak bisa berbuat apa-apa; ia tidak
punya kemerdekaan sama sekali seperti halnya orang yang qanaah. Ia mengata
kan, seorang hamba akan merasa merdeka selagi ia qanaah, dan orang merdeka
akan menjadi budak selagi ia tamak.
Ketamakan membelenggu leher dan memborgol kaki. Jika belenggu hilang
maka borgol pun akan hilang dari kaki. Sifat tamak amat berbahaya tidak
hanya bagi diri yang bersangkutan tetapi juga bagi orang lain. Bahkan,
menurut Imam Hasan al-Bashri, sifat tersebut dapat meruntuhkan agama.
Alkisah, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkunjung ke Masjid Basrah. Di situ ia
menjumpai beberapa orang yang sedang menyampaikan pelajaran agama,
salah satunya Hasan al- Bashri muda. Beliau mendatangi mereka, lalu ingin
menguji mereka siapa yang layak menjadi penceramah di situ. Khalifah
bertanya kepada Hasan al-Bashri, "Apakah yang dapat memperkuat agama
ini?" Ia menjawab, "Wara'." Khalifah bertanya lagi, "Apa yang dapat

8
meruntuhkan agama?" Hasan al-Bashri menjawab, "Tamak." Jawaban ini pun
memuaskan Khalifah Ali, dan ia diperbolehkan meneruskan pelajaran
agamanya di masjid tersebut.
Tamak disebut meruntuhkan agama karena orang tamak sejatinya tidak
meyakini Allah sebagai Tuhan pemilik dan pemberi rezeki. Selain itu, orang
tamak merasa bahwa harta benda duniawi adalah segala-galanya, padahal
tidak. Harta dunia tidak akan ikut dibawa mati, tetapi amal salehlah yang akan
dibawa.
Harta adalah sarana untuk menanam dan berinvestasi pahala di akhirat
melalui amal saleh di dunia. Abu Hasan an-Naisaburi mewanti-wanti, siapa
saja yang menetapkan bagi dirinya mencintai hal-hal duniawi, ia telah
menyandang sifat tamak, dan apabila tamak itu sudah mulai dijadikan awal
dari kecintaannya maka ia telah memulai dari kehinaan.

2.3 Keseimbangan hidup di dunia dan akhirat


Ditulis oleh rudiansah pada Selasa, 13 Juni 2017, 15:27
Dari Anas ra, bahwasannya Rasulullah Saw. telah bersabda, "Bukanlah yang
terbaik diantara kamu orang yang meninggalkan urusan dunia karena
mengejar urusan akhirat, dan bukan pula orang yang terbaik orang yang
menhinggalkan akhiratnya karena mengejar urusan dunianya, sehingga ia
memperoleh kedua-duanya, karena dunia itu adalah perantara yang
menyampaikan ke akhirat, dan janganlah kamu menjadi beban orang lain."
Hadist di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya, yaitu
kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan disamping
kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap orang yang hanya
mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat dilupakan. Sebaliknya
Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk konsentrasi hanya pada
urusan akhirat saja sehingga melupakan kehidupan dunia.

9
Dunia adalah sarana yang akan mengantarkan ke akhirat. Kita hidup didunia
memerlukan harta benda untuk memenuhi hajatnya, manusia perlu makan,
munum, pakaian, tempat tinggal, berkeluarga dan sebagainya, semua ini harus
kita cari dan kita usahakan. Kehadiran kita di dunia ini jangan sampai menjadi
beban orang lain. Maksudnya janganlah memberatkan dan menyulitkan orang
lain. Dalam hubungan ini, umat Islam tidak boleh bermalas-malasan, apalagi
malas bekerja untuk mencari nafkah, sehingga mengharapkan belas kasihan
orang lain untuk menutupi keperluan hidup sehari-hari. Dalam Al-Quran Surah
Al-Qashash ayat 77 yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu yaitu kebahagiaan negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuat
baiklah kepada orang lain, sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Ada tiga kategori atau tiga bagian manusia di dunia ini jika dilihat dari sikap
dan pandangan hidup serta perilakunya terhadap kehidupan dunia ini. 
1. Kategori pertama adalah golongan manusia yang menganggap bahwa
dunia ini adalah syurga, dan merupakan tujuan hidup mereka. 
Adapun ciri-ciri dari kategori ini dapat dilihat bahwa, gaya hidup mereka
suka berfoya-foya, mencari harta sebanyak-banyaknya. Mereka
beranggapan dunia merupakan tujuan hidup, sehingga mereka hanya
mencari kenikmatan dunia semata. Mereka tidak sadar bahwa harta dan
kekayaan yang menjadi kesenangan mereka di dunia ini tidak akan
dibawa ke alam kubur, atau ke akhirat nanti. Rasulullah pernah
menyatakan bahwa seandainya ada seseorang yang memiliki harta satu
lembah, maka dia akan berusaha memiliki dua lembah, dan pasti ingin
memiliki tiga lembah. Tipe orang semacam ini, mereka lupa terhadap Al-
Khaliq (Allah) Pencipta mereka, bahkan sudah menyembah kepada
materi. Rasulullah pernah bersabda “Ada tiga hal yang menyertai

10
seseorang ketika dia meninggal dunia, pertama adalah ahlinya (famili,
kerabat dan teman-temannya), kedua adalah harta bendanya, dan ketiga
adalah amal perbuatannya. Kemudian ada dua hal yang meninggalkan dia
di dalam kubur; yakni ahli dan hartanya. dan yang satu, yakni amal
perbuatannya yang meyertai dia di dalam kubur”. (Hadis Riwayat
Bukhari). 
Oleh sebab itu Amal perbuatan yang baik akan menyertainya berupa
kenikmatan, dan amal perbuatan yang buruk serta melanggar norma-
norma Allah akan menyertainya berupa siksaan di dalam kubur. Golongan
yang Iebih mengutamakan urusan duniawi dari pada urusan ukhrawi ini
termasuk musyrikin, karena mereka lebih mengutamakan materi dan
menafikan Allah SWT, seperti Fir’aun dan Qarun, mudah2an kita semua
tidak termasuk golongan ini.
2. Kategori kedua adalah golongan manusia yang beranggapan bahwa
dunia bagaikan neraka, mereka beranggapan dunia adalah syurganya
orang-orang kafir. 
Corak kehidupan manusia seperti ini hanya mementingkan ibadah saja,
sujud kepada Allah. Ia tidak peduli dengan anak dan isterinya, lingkungan
dan masyarakatnya, bagi mereka yang penting adalah masuk syurga,
bahkan diri dan kebutuhan hidup mereka tergantung kepada orang lain. 
Menyikapi hal ini, Rasulullah bersabda “Demi sekiranya salah seorang di
antara kamu mencari kayu, lalu dipikul dipundaknya sendiri, itu lebih
baik dari pada meminta-minta kepada tetangga. Tangan di atas lebih baik
dari tangan di bawah”. (Hadis Riwayat Bukhari). 
Suatu ketika Rasulullah SAW didatangi dua orang yang melaporkan
perihal perkaranya, “Ya Rasulallah, guru kami siang dan malam hanya
beribadah kepada Allah. Lalu Rasulullah bertanya, “Siapa yang memberi
makan guru kalian?”. Mereka menjawab, “Yang memberikan makan
adalah kami berdua ya Rasulallah”. Jawab Rasulullah “Sesungguhnya

11
guru kalian tidak mendapatkan pahala apa-apa, justru kalian berdualah
yang mendapatkan pahalanya”. 
3. Kategori ketiga adalah golongan manusia yang beranggapan bahwa
dunia ini bukan syurga dan juga bukan neraka, akan tetapi dunia adalah
kebunnya syurga. 
Golongan ini adalah mereka yang berpegang terhadap Al-Qur’an dan
Al-Hadis, taat beribadah. Sebagaimana disebutkan dalam surat Adz-
Dzariat ayat 56. artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.  Dan golongan ini adalah
mereka yang menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan kehidupan
akhirat. Semoga kita semua temasuk kedalam golongan yang ketiga
ini. Sebagai kesimpulan, saya menguraikannya ke dalam 3 kategori utama
terhadap permasalahan ini, yaitu:
1. Kehidupan Akhirat Adalah Tujuan
Allah SWT berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akherat". Di sini terlihat dengan jelas bahwa yang harus kita kejar
adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah
kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam
ayat yang lain Allah berfirman: "Dan sesungguhnya akhirat
itulah kehidupan yang sebenarnya" (QS. Al-Ankabut: 64).
2. Berusaha Memperbaiki Kehidupan Dunia
Allah SWT berfirman: ”Dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah
kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu". Ayat di atas dengan jelas bahwasannya Allah
memerintahkan umat Islam untuk selalu berusaha menggapai
kebahagiaan akhirat, tetapi jangan melupakan kehidupan di dunia
ini. Meskipun kebahagiaan dan kenikmatan dunia bersifat

12
sementara tetapi tetaplah penting, sebab dunia adalah ladangnya
akhirat.
Allah telah menciptakan dunia dan seisinya adalah untuk
manusia, sebagai sarana menuju akhirat. Allah juga telah
menjadikan dunia sebagai tempat ujian bagi manusia, untuk
mengetahui siapa yang paling baik amalnya, siapa yang paling
baik hati dan niatnya. Allah SWT juga mengingatkan perlunya
manusia untuk mengelola dan menggarap dunia ini dengan sebaik-
baiknya, untuk kepentingan kehidupan manusia dan keturunannya.
Pada saat yang sama Allah juga menegaskan perlunya selalu
berbuat baik kepada orang lain, dan tidak berbuat kerusakan di
muka bumi. Manusia seringkali karena keserakahannya berambisi
untuk memiliki kekayaan dan harta benda, kekuasaan, pangkat dan
kehormatan dengan tidak memperhatikan atau mengabaikan hak-
hak Allah, rasul-Nya dan hak-hak manusia lain. Karena itu Allah
mengingatkan bahwa selamanya manusia akan terhina dan merugi,
jika tidak memperbaiki hubungannya dengan Allah (hablun
minallah) dan dengan sesamanya-manusia (hablun minannaas).
3. Menjaga Lingkungan
Sebagai sarana hidup, Allah SWT melarang manusia membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka boleh mengelola alam, tetapi
untuk melestarikan dan bukan merusaknya. Firman Allah dari
sambungan ayat di atas: "Berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan".
Allah SWT menyindir kita tentang sedikitnya orang yang
peduli pada kelestarian lingkungan di muka bumi, firmanNya;

13
"Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum
kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang
melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi,
kecuali sebahagian kecil " (QS. Huud ayat 116).  (Rudiansah)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan:

14
Di antara sifat tercela dan berbahaya yang perlu dihin dari orang
beriman adalah tamak atau rakus terhadap harta benda. Nabi SAW pernah
menggambarkan orang tamak yang tak pernah merasa cukup dengan apa
yang telah dimiliki. "Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan
emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika
diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut
manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu
menerima tobat bagi siapa saja yang bertobat." (HR al-Bukhari).
Di atas menjelaskan tentang kehidupan manusia yang seharusnya,
yaitu kehidupan yang berimbang, kehidupan dunia harus diperhatikan
disamping kehidupan di akhirat. Islam tidak memandang baik terhadap
orang yang hanya mengutamakan urusan dunia saja, tapi urusan akhirat
dilupakan. Sebaliknya Islam juga tidak mengajarkan umat manusia untuk
konsentrasi hanya pada urusan akhirat saja sehingga melupakan
kehidupan dunia.

b. Saran:
Didaalam pembuatan kliping ini tentunya masih terdapat banyak sekali
kekurangan, maka dari itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yag
bersifat membangun guna memperbaiki dalam penyusunan kliping saya
berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/hukum-tajwid-bacaan-lam-tafkhim-tarqiq.html
https://www.kompasiana.com/imaduddinsmt/59a5acd836e80243d0190d23/manusia-
dan-sifatnya-yang-tamak-terhadap-hartaa

15
http://kalbar.kemenag.go.id/id/opini/keseimbangan-antara-kehidupan-dunia-dan-
akhirat

16

Anda mungkin juga menyukai