Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Pengembangan Muatan Lokal


“ Substansi Materi Ajar Budaya Alam Minangkabau di Kelas VI SD “

Oleh Kelompok 10 :

Yelni Afriyanti 18129334

Uci Ramadhani 18129142

Seksi : 18 BB 02

Dosen Pembimbing:
Masniladevi, S.Pd, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
kemurahan-Nya lah makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Substansi Materi Ajar Budaya Alam Minangkabau di Kelas VI SD”.
Makalah ini kami tulis guna memenuhi tugas mata kuliah pengembangan muatan lokal.
Secara umum makalah ini membahas tentang susunan kekerabatan di minang kabau, sistem
perkawinan, fungsi dan peran urang sumando, hubungan mamak dan kemenakan, harta
pusaka menurut adat minang kabau, dan harta adat dalam minangkabau.

Kami mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing mata kuliah penelitian
pendidikan Ibu Masniladevi, S.Pd., M.Pd dan kepada teman-teman seksi 18 BB 02 yang telah
berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat menulis makalah yang
lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat  bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Februari, 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang................................................................................................1

B.Rumusan Masalah............................................................................................2

C.Tujuan Penulisan..............................................................................................3

PEMBAHASAN

A.Susunan Kekerabatan di Minangkabau............................................................4

B.Sistem Perkawinan ..........................................................................................6

C.Fungsi dan Peran Orang Sumando ..................................................................9

D.Hubungan Mamak dan Kemenakan ..............................................................10

E.Harta Pusaka Menurut Adat Minang Kabau..................................................12

F.Harta Adat dalam Minangkabau ....................................................................14

PENUTUP

A.Kesimpulan................................................................................................... 18

B.Saran ..............................................................................................................18

DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Indonesia yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang terdiri dari
keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan,
keterampilan daerah, dan lain-lain) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai
kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu keanekaragaman tersebut harus selalu
dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia melalui upaya pendidikan.

Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik


memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan lingkungannya.
Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk
menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. Sekolah sebagai tempat program
pendidikan, merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan
di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang
kekhususan yang ada di lingkungannya. Sehingga perlulah disusun mata pelajaran
yang berbasis pada muatan lokal yang disusun oleh sekolah yang disesuaikan dengan
lingkungan daerah masing-masing.

Muatan Lokal atau yang biasa disebut Mulok merupakan program pendidikan
yang isi dan media penyampainnya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah yang perlu
dianjurrkan kepada siswa (Kemendiknas). Maka dari itu setiap daerah pasti berbeda
Mulok-nya karena kebutuhan masyarakat di tiap derah berbeda, misalnya pada mata
pelajaran Bahasa Jawa, tentunya bahasa Jawa tidak cocok diterapkan di Sumatra
maupun daerah yang berbeda budaya lainnya di Indonesia.

Jadi muatan lokal ialah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta
kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh peserta didik di daerah tersebut.

1
Di Indonesia terdapat banyak satuan etnik (sekitar 500 dalam daftar M.J.
Melalatoa) yang secara kasar dapat dikelompokkan ke dalam “skala besar” dan
“skala kecil”. Perbedaan antara keduanya pada dasarnya dilihat dari jumlah
orang yang merupakan warganya, yang seringkali terkait pula dengan
kesederhanaan atau kerumitan struktur sosialnya. Di Sumatera Barat pada umumnya
dalam kehidupan bersuku-suku yang memiliki adat istiadat, tata cara, tata krama
pergaulan, bahasa dan kesenian tradisonal serta keberagaman pekerjaan dan
kehidupan yang sudah diturunkan secara turun temurun. Semua ini merupakan ciri
khas yang memperindah dan memperkaya nilai kehidupan yang perlu dilestarikan,
dikembangkan serta dipertahankan.

Dilandasi kenyataan tersebut, maka pengenalan lingkungan alam sosial


dan budaya Minangkabau kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih
mengakrabkan diri dengan lingkungannya.yang terdiri dari beraneka ragam
kebudayaan, maka dikeluarkanlah suatu kebijakan yaitu dimasukkannya program
muatan lokal dalam standar isi pendidikan. Sekolah tempat program pendidikan
dilaksanakan, merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program
pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas kepada peserta didik
tentang kekhususan yang ada dilingkungannya. Standar isi yang seluruhnya
disusun secara terpusat tidak mungkin mencakup muatan lokal tersebut, sehingga
perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis muatan lokal.

B Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan Susunan Kekerabatan di Minangkabau
2. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perkawinan
3. Apa yang dimaksud dengan Fungsi dan Peran Orang Sumando
4. Apa yang dimaksud dengan Hubungan Mamak dan Kemenakan
5. Apa yang dimaksud dengan Harta Pusaka Menurut Adat Minang Kabau
6. Apa yang dimaksud dengan Harta Adat dalam Minangkabau

2
C Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu Susunan Kekerabatan di Minangkabau
2. Untuk mengetahui apa itu Sistem Perkawinan
3. Untuk mengetahui apa itu Fungsi dan Peran Orang Sumando
4. Untuk mengetahui apa itu Hubungan Mamak dan Kemenakan
5. Untuk mengetahui apa itu Harta Pusaka Menurut Adat Minang Kabau
6. Untuk mengetahui apa itu Harta Adat dalam Minangkabau

3
BAB II
PEMBAHASAN

Pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) ialah salah satu mata pelajaran
kurikulum tempatan yang harus diikuti oleh siswa kelas 3, 4, 5, dan 6 serta pelajar
SMP. Mata pelajaran ini diajarkan untuk mencapai kompetensi budaya lokal dan
membentuk identitas dan pengetahuan tempatan bagi pelajar-pelajar yang berada di
daerah Sumatera Barat, terutama suku Minangkabau.

Agustina ( 2012 : 27 ) materi BAM lebih diutamakan pada keterampilan dasar


dan mengenal konsep adat-istiadat dalam bentuk kongkret. Artinya, materi yang
diajarkan harus bisa dipraktikkan oleh siswa sehingga menjadi keterampilan dalam
kehidupannya. Materi yang bersifat konsep harus diaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya dalam membelajarkan materi mamak atau pangulu, peserta didik
harus tahu siapa-siapa saja mamak dan pangulunya dan bagaimana ia berperilaku
pada mamak dan pangulunya.

Menurut Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Muatan Lokal di Sumatera Barat,


Pendidikan Budaya Alam Minangkabau bertujuan agar murid mengenal, menghayati,
mengapresiasi, dan menerapkan nilai-nilai budaya alam Minangkabau dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai budaya Minangkabau terangkum dalam falsafah
hidup Adat basandi Syara’, syara’ basandi Kitabullah dan Alam Takambang Jadi guru
(Adat bersendikan syara’/Agama, agama berdasarkan kepada Kitab suci Alqur’an;
Alam terkembang jadikan guru).

Berikut materi pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) dikelas VI SD yaitu :

A. Susunan Kekerabatan Di Minangkabau ( Semester 1 )


Dari seluruh suku bangsa yang ada, suku minangkabau memang mempunyai
system kekerabatan yang berbeda dan unik, dan sangat langka. System kekerabatan di
Minangkabau disebut dengan system kekerabatan matrilineal atau maatriakat. Dalam
system matrilineal kekerabatan di susun berdasarkan garis keturunan ibu. System
kekrabatan matrilineal ditemukan di daerah Malagasi, di Madagaskar. Daerah ini terletak
di sebuah pulau, disebelah timur benua Afrika. Selain itu di negara bagian Malaiysia,

4
yaitu negeri Sembilan, Sejumlah ahli mengatakan, Bahwa daerah-daerah ini merupakan
bagian dari daearah rantau orang minangkabau.

Zamris (2004: 6) menyebutkan sistem kekerabatan di minangkabau sebagai berikut :

1) Kekerabatan karena bertali darah


Pada umumnya setiap ornag minangkabau hidup berdasarkan
kelompok sukunya. Awalnya di minangkabau, menurut tambo sejarah hanya
ada empat suku yang diciptakan oleh dua orang datuk, yaitu datuk
katumanggungan dengan suku koto piliang yang berasal dari kata pilihan, dan
datuk parpatiah nan sabatang dengan suku bodi caniago, berasal dari
kata  budi nan baharago.
Yang menjadi inti dari sistem kekerabatan matrilineal
adalah kaum atau paruik, pecahandari kaum/paruik adalah jurai, pecahan jurai 
adalah samandel seibu yang terdiri dari nenek, ibu, dan anak-anaknya.
Setiap suku terdiri dari beberapa paruik dipilih seseorang yang
berwibawa untuk jadi pimpinan paruik. Ada kalangan saparuik yang disebut
juga sekaum. Ikatan batin anggota sekaum di minangkabau sangatlah besar, ini
disebabkan karena orang sekaum seketurunan, orang sekaum sehina-semalu,
orang sekaum sedancing bak basi, saciok bak ayam, tibo di kaba baiak
baimbauan, tibo dikaba buruak dihambauan, orang sekaum sapandam
sapasukuan, orang sekaum saharato sa pasukuan.
2) Kekerabatan bukan bertali darah/perkawinan.
a. Hubungan kekerabatan induak bako dan anak pisang.
Hubungan kekerabatan induak bako adalah sebagai berikut :
anak saudara perempuan dari pihak ayah atau kemenakan ayah adalah
induak bako bagi anak-anak ayah/bapak. Hubungan kekerabatan anak
pisang adalah sebagai berikut : anak-anak ayah/ bapak adalah anak
pisang bagi kemenakan ayah/bapak.
Azrial (2008: 10) menyatakan bahwa Hubungan kekerabatan
induak bako dan anak pisang adalah hubungan kekerabatan antara
seorang anak dengan saudara-saudara perempuan bapaknya. Atau
sebaliknya, hubungan antara seorang perempuan dengan anak-anak
saudara laki-lakinya.

5
b. Kekerabatan ipar-bisan
Hubungan kekerabatan ipar adalah hubungan antara ayah/bapak
dengan saudara laki-laki dari pihak ibu. Hubungan
kekerabatan bisan adalah hubungan antara ayah/bapak dengan saudara
perempuan dari pihak ibu. Demikian juga sebaliknya, saudara
ayah/bapak yang laki-laki merupakan ipar bagi ibu dan saudara
ayah/bapak yang merupakan bisan bagi ibu.
c. Kekerabatan sumando- mamak rumah- pasumandan
Kekerabatan sumando adalah hubungan antara seluruh keluarga
pihak perempuan dengan suami. Dengan kata lain ayah/bapak di rumah
ibu merupakan urang sumando. Sedangkan saudara laki-laki ibu
merupaka mamak rumah bagi ayah/bapak.
Hubungan pasumandan adalah hubungan pihak perempuan/ibu pihak
keluarga ayah/bapak di rumah keluarga ayah/bapak.
d. Kekerabatan minantu-mintuo
Hubungan kekerabatan minatu  adalah hubungan orang tua
pihak ibu terhadap suaminya atau dengan kata lain, ayah/bapak
kita/kamu adalah menantu orang tua ibu, sebaliknya ibu juga menantu
bagi orang tua ayah/bapak. Kekerabatan mintuo adalah hubungan
antara ayah/bapak kepada orang tua ibu, sebaliknya ibu dengan orang
tua ayah/bapak. Dengan kata lain mintuo adalah orang tua kedua belah
pihak dari ayah dan ibu.

B. Sistem Perkawinan
Azrial (2008: 12) menyatakan bahwa perkawinan menurut adat minangkabau adalah
persoalan kaum kerabat. Mulai mencari pasangan membuat persetujuan, pertunangan,
dan acara perkawinan. Menurut adat minangkabau, jika lelaki dan perempuan ingin
melaksanakn perkawinan untuk membentuk suatu keluarga baru maka segala urusan
menurut adat Minangkabau menjadi urusan dan tanggung jawab bersama kedua belah
pihak keluarga.
Bagi orang minagkabau peristiwa perkawinan merupakan suatu hal yang akan
menghubungkan tali kekerabatan antara pihak keluarga laki-laki dan pihak keluarga
perempuan. Proses perkawinan tersebut selalu dilaksanakan terlebih dahulu oleh pihak

6
keluarga, terutama pihak keluarga perempuan. Awalnya mereka akan memilih orang
kepercayaan yang akan dijadikan utusan dalam meminang, menentukan hari dan
sebagainya.
Menurut Zamris (2004 : 15)  proses meminang secara umum ada tujuh tahap, yaitu
sebagai berikut:
1) Manapiak bandua
Proses manapiak bandua ini dilaksanakan dengan mengutus orang
kepercayaan keluarga pihak perempuan, untuk menyampaikan meksud keluarga
pihak perempuan kepada pihak laki-laki, proses manapiak bandua ini awalnya
hanya berlangsung antara orang tua (ibu, bapak) pihak perempuan dan pihak laki-
laki. Utusan pihak perempuan datang dengan membawa sirih lengkap, dalam
pertemuan ini pihak keluarga laki-laki akan menangguhkan dulu beberapa hari
untuk memeberikan jawaban, karena mereka akan merundingkannya terlebih
dahulu dengan seluruh kaum kerabat pihak laki-laki dan keluarga pihak laki-laki.
2) Maminang
Jika kesepakan dari pihak kaum kerabat laki-laki telah ada maka dilakukanlah
proses meminang. Orang kepercayaan pihak perempuan ditambah dengan salah
seorang mamaknya datang meminang ke kaum kerabat pihak laki-laki. Hal ini
sesuai dengan pepatah adat kawin jo niniak mamak nikah jo parampuan.
Umumnya pada saat maminang ini belum ditentukan jawaban, karena pihak laki-
laki harus merundingkanya lagi, dan jawaban akan disampaikan lewat utusan
pihak laki-laki.
3) Batimbang tando jo bainai
Jika kesepakan kaum laki-laki telah tercapai maka akan disampaikan
oleh orang kepercayaan kaum laki-laki kepada pihak perempuan. Proses
selanjutnya dalah melaksanakan batimbang tando,  acara ini dapat kita
samakan dengan ikatan pertunangan,  diamana kaum kerabat pihak perempuan
datang bersama-sama kerumah kaum kerabat pihak laki-laki, dengan
membawa siriah pinang batimbang tando,  dilengkapi dengan benda sebagai
pertanda yang berupa sebentuk cincin emas, kain tenun lapak, atau keris.
Pada saat acara batimbang tando ini, kedua belah pihak keluarganya
akan menentukan hari baik dan bulan baik untuk melaksanakan pesta
pernikahan, dan syrat-syarat lainya yang harus dipenuhi, serta bentuk

7
pelaksanaan pesta perhelatan yang akan dihadapi bersama. Setelah acara
batimbang tando selesai biasanya pihak calon marapulai jo anak daro akan
melakukan pembuatan inai (bainai) di kuku jari tangan dan kai, sebagai
pertanda kepada sanak saudara dan teman-temanya bahwa mereka telah
bertunangan.
4) Manikahkan
Proses manikahkan, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
keluarga perempuan dan laki-laki, tanggal dan hari pelaksanaaya, dilakukan di
rumah pihak perempuan. Pernikahan dipimpin/dilaksanakan oleh pejabat
Kantor Urusan Agama (KUA). Sebenarnya setelah dinikahkan oleh pejabat
KUA yang dihadiri oleh kedua belah keluarga, mereka telah resmi sebagai
pasangan suami istri, namun karena proses manjapuik marapulai belum
dilaksanakan maka pihak laki-laki belum boleh tinggal serumah dengan pihak
perempuan. Pada acara pernikahan ini terjadi peristiwa ijab Kabul yang
diiringi dengan pemberian mahar kepada pihak perempuan oleh pihak laki-
laki. Mahar ini dapat berupa emas atau seperangkat alat shalat dan alquran.
5) Manjapuik marapulai
Acara manjapuik marapulai dilakukan pada saat pesta perhelatan.
Anak daro jo pangiriangnyo datang ketempat pesta pernikahan laki-laki, salah
seorang pangiriang anak daro yang dituakan (laki-laki) mohon izin kepada
keluarga beserta mamak marapulai untuk manjapuik tabao sang marapulai ke
rumah anak daro. Biasanya di rumah marapulai, anak daro atas permintaan
bersama juga dipersandingkan sebentar baru dilepas untuk dibawa kerumah
anak daro.
6) Mempersandingkan anak daro
Setelah marapulai dijapuik oleh anak daro, selanjutnya mereka
dipasandiangkan di rumah anak daro, mereka akan menerima ucapan selamat
berumah tangga dari tamu-tamu yang di undang. Dalam mempersandingkan
anak daro, Biasanya juga dilakukan upacara penjamuan. Upacara penjamuan
merupakan puncak dari perhelatan. Besar kecilnya perhelatan tergantung pada
kondisi ekonomi keluarga si perempuan.

8
7) Manjalang mintuo
Selesai pesta pernikahan, kegiatan anak daro jo marapulai adalah
saling melakukan kunjungan ke rumah dunsanak anak daro dan marapulai.
Acra ini disebut manjalang mintuo, yang dilaksanakan setelah empat atau lima
hari usai pesta perhelatan. Pada umumnya yang dibawa sebagai buah tanga
dari anak daro jo marapulai adalah kue dan nasi kunyiek (ketan berwarna
kuning), sebaliknya mintuo yang dijalang akan memberikan buah tangan
berupa bahan pakaian, uang, atau emas sebagai bekal untuk membantu anak
daro jo marapulai dalam mengarungi bahtera hidup baru.

C. Fungsi dan Peran Urang Sumando


Seorang suami jika masih tinggal atau menetap di rumah istri maka oleh keluarga
istrinya ia dianggap sebagai seorang tamu yang di hormati atau disegani. Dia hadir di
rumah keluarga istrinya karena tali perkawinan, namun sebagai seorang sumando dia
tidak termasuk anggota keluarga pihak istrinya. Dengan kata lain kedudukannya seperti
pepatah minangkabau “ sadalam-dalam aia sahinggo dado itiak, saelok-elok sumando
sahinggo pintu biliak”.
Maksud dari pepatah tersebut, kewenangan sumando di rumah istrinya hannya
sebatas pintu biliak atau kamar istrinya, serta sebagai kepala keluarga anak-anak dan
istrinya. Namun pepatah ini untuk buat zaman sekarang sudah tidak lazim di sebut orang.
Karena pada umumnya begitu mereka terikat perkawianan, mereka sudah tidak tingal
lagi dengan orang tua atau keluarga istrinya. Saat ini peran ayah atau bapak selaku
sumando sangalah besar dan berat, demi kelangsungan hidup keluarga dan pendidikan
anak-anaknya serta memikirkan kemenakannya, sesuai dengan pepatah adat yang
mengatakan: anak dipangku kemenakan di bimbing.

Ada enam kategori sumando di minangkabau, yaitu sebagai berikut:

1) Sumando ayam gadang atau sumando buruang puyuah.


Maksudnya, sumando yang hanya pandai beranak, tapi tanggung jawab
terhadap istri dan anaknya tidak ada.

9
2) Sumando langau hijau
Maksudnya, sumando berpenempilan gagah tapi kelakuannya kurang
baik, suka kawin cerai, dan meninggalkan anak-anaknya tanpa tanggung
jawab.
3) Sumando kacang miang
Maksudnya, urang sumando yang tingkah lakunya hanya membuat
orang susah, suka memfitnah, mengadu domba, dan memecah belah kaum
keluarga istri.
4) Sumando lapiak buruak
Maksudnya, urang sumando yang tidak menjadi perhitungan bagi
keluarga istrinya, kalau tidak alang kepalang perlu tidak akan dipergunakan,
seperi tikar pandan yang lusuah di rumah istrinya.
5) Sumando kutu dapua
Maksudnya, urang sumando yang banyak bekerja di rumah dari pada
diluar, dimana kerjanya seperti memasak, mencuci piring, dan sebagainya.
Dengan kata lain, pekerjaannya sudah seperti kaum perempuan.
6) Sumando niniak mamak
Sumando yang jadi suri tauladan dan sangat diharapkan semua orang,
tutur kata dan budi bahasanya sangat baik, serta suka membantu kaum
keluarga istrinya dan kaum keluarganya sendiri.

Namun saat ini telah lahir pula jenis sumando yang baru, yaitu sumando
gadang malendo, maksudnya orang sumando karena usahanya berhasil, dia dipandang
orang, baik karena jabatan atau kekayaannya. Tetapi tanpa malu-malu telah
mengangkat dirinya sendiri sebagai kepada kaum di rumah kaum istrinya, dia telah
berperan sebagai penentu pada kaum istrinya.

D. Hubungan Mamak dan Kemenakan


Hubungan mamak dan kemenakan bukanlah hubungan sekedar panggilan terhadap
saudara laki-laki ibu, tapi mamak mengandung pengertian sebagai pemimpin, pelindung,
dan pengayom dalam kehidupan kemenakannya serta masyarakat minangkabau. Pada
masa dahulu peranan atau fungsi mamak sangatlah berat, seorang mamak harus
bertanggung jawab sepenuhnya atas kepentingan kemenakan dan kaumnya, ditambah
tanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Sesuai kata pepatah kita

10
Minangkabau, baban barek, singguluang batu. Fungsi mamak tidak hanya sebatas
memelihara anak kemenakannya, baik kemenakan yang laki-laki dan perempuan, tetapi
sebagai seorang pemimpin juga harus menjaga kampung dan nagari, serta adat istiadat
yang telah digariskan oleh nenek moyang.
Kamanakan laki-laki sebagai calon pemimpin dan penerima waris sako jo
pusako, atau penerima pusako batolong, ako turun temurun, sebagai calon pemimpin
kepada kemenekan oleh mamak diturunkan dasar-dasar kepemimpinan yang adil,
bijaksana dan mampu mengarifi keadaan lingkungan, serta bertanggung jawab, maka
kemenakan punya kewajiban menuntut ilmu pengetahuan dunia akhirat. Tidak jarang
dalam mencari ilmu pengetahuan kemenakan laki-laki harus meninggalkan kampong
halamannya. Sedangkan kemenakan perempuan, sebagai penerus garis keturunan,
panarimo warih bajawek kajadi limpapeh rumah nan gadang dan sebagai ibu bundo
kanduang amban puruak pumpunan jalo pegangan kunci biliak dalam juga berkewajiban
untuk menuntut ilmu pengetahuan, namun dalam menuntut ilmu pengetahuan pada
umumnya jarang yang pergi merantau jauh.
Seorang mamak harus selalu mengawasinya, seperti kata-kata adat, kok siang
maliek-liek, manguruang patang mangaluakan pagi. Artinya siang hari dilihat, malam
diawasi, jelas waktu dan kemana perginya, dengan maksud tidak lepas dari pengawasan
mamaknya. Ada empat macam tali kekerabatan mamak dan kemenakan, yaitu sebagai
berikut:
1) Kemenakan batali darah, artinya semua anak-anak saudara perempuan pihak laki-
laki menurut garis keturunan ibu.
2) Kemenakan batali adat, artinya orang lain yang datang barmamak kepada seorang
datuk penghulu kaum. Dengan mengisi adat jo limbago, namun statusnya tidak
sasako dan pusako atau tidak dapat mewarisi sako jo pusako. Suku orang yang
datang bermamak ini sama dengan suku kaum yang menerima. Dalam hal ini
pepatah mengatakan hinggok mancakam, tabang basitumpu. Sako yang dipakai
adalah sako asal kampuangnyo.
3) Kemenakan batali buek, artinya seseorang yang diangkat atas kesepakatan datuk
penghulu kaum, bersama dengan anggota kaumnya. Seseorang diangkat menjadi
kemenakan karena orang ini memiliki tingkah laku dan budi pekerti yang jujur
tetapi berasal dari kampong atau nagari yang berbeda walaupun sukunya sama

11
dengan kaum datuk tersebut. Orang ini juga mengisi adat dengan limbago. Status
menurut adat adalah tidak dapat mewarisi sako jo pusako.
4) Kemenakan batali ameh, artinya orang yang diangkat jadi kemenakan dalam satu
pesukuan, tapi pendatang ini tidak sama sukunya dengan suku yang diikuti.
Orang ini dinamakan mengisi adat dan mengisi limbago dan statusnya tidak sama
dalam kaum penghulu tersebut. Juga tidak dapat mewarisi sako jo pusako.

E. Harta Pusaka Menurut Adat Minangkabau ( Semester 2 )


Secara umum, pemilikan harta di Minangkabau bersifat kelompok, dimiliki secara
bersama-sama oleh satu kaum. Pemilikan harta ini diatur dan dipimpin oleh penghulu
kaum yang bersangkutan. Pembagian harta di Minangkabau seperti telah disebutkan di
atas bahwa sistem pemilikan harta di ranah Minangkabau bersifat kelompok, yang
dimiliki secara bersama-sama di bawah pimpinan penghulu kaum suku masing-masing.
Di Minangkabau sistem pemilikan harta terbagi atas empat macam, yaitu :
a. Harta Pusako
Artinya harta yang dimiliki dan diwarisi secara turun-temurun oleh satu kaum.
Dari mamak turun ke kemanakan dan berlanjut terus dari generasi ke generasi orang
yang sekaum bertali darah. Harta pusako ini tidak boleh dikurangi atau dijual, jika
mampu kita sebagai penerima waris harus menambah. Harta pusako ini disebut juga
harta pusako tinggi.
b. Harta tambilang basi
Artinya harta yang di peroleh dari usaha sendiri, misalnya dengan cara
manaruko pertanian baru (membuka lahan pertanian baru).
c. Harta tambilang ameh
Artinya harta yang diperoleh seseorang dengan cara membeli.
d. Harta hibah
Artinya harta yang diperoleh atas dasar pemberian. Harta hibah ini terbagi atas : hibah
laleh yaitu pemberian seorang ayah pada anak-anaknya untuk selama-lamanya, hibah
bakeh yaitu pemberian harta dari seorang ayah pada anak-anaknya yang sifatnya
terbatas selama anak-anaknya hidup, tidak sampa ke cucunya, dan hibah pampeh
yaitu pemberian harta dari ayah kepada anak-anaknya dengan cara ayah
menggadaikan kepada anak-anaknya.

12
1) Harta Pusaka Tinggi
Yang dimaksud dengan harta pusako tinggi adalah harta yang telah diwarisi
secara turun-temurun oleh sebuah kaum. Harta tersebut berupa tanah, sawah, tanah
peladangan, rumah, dan sebagainya. Disamping harta pusako yang berbentuk seperti
penjelasan diatas, di Minangkabau masih ada lagi harta pusako tinggi kaum yang
tidak berwujud/berbentuk, yaitu gelar pusaka. Pusaka ini di sebut sako. Asal usul
harta pusako tinggi adalah hasil usaha dan kerja nenek moyang kaum tersebut dahulu
yang dijadikan lahan pertanian, perumahan, dan persawahan.
Orang Minangkabau menganut sistem garis keturunan diambil dari pihak
ibu/perempuan. Maka yang berhak atas harta pusako tinggi adalah orang-orang yang
segaris keturunan atau disebut juga orang yang sekaum seketurunan, dengan kata lain
pusako tinggi menjadi hak bersama. Kaum yang menerima waris pusako tinggi,
secara bersama-sama punya kewajiban untuk menjaga, melestarikan, serta mengolah
harta pusako tinggi yang diterima. Sedangkan kewenangan untuk mengatur
penggunakan harta pusako tinggi dipegang oleh kaum wanita yang tertua.
2) Harta Pusaka Rendah
Harta pusako randah adalah harta pencarian ayah dan ibu kita, yang diberikan
kepada anak-anaknya sebagai harta pencarian ayah dan ibu kita, yang diberikan
kepada anak-anaknya sebagai harta warisan setelah ayah atau ibu meninggal dunia.
Contohnya bisa berupa rumah, uang/emas, atau tanah persawahan/ladang.
3) Harta Pencaharian
Harta pencarian merupakan harta hasil usaha ayah dan ibu (orang tua), yang
nantinya akan diberikan kepada anak-anaknya sebagai harta warisan setelah ayah dan
ibu meninggal dunia. Harta pencarian bisa berupa rumah atau tanah, uang/emas, atau
tanah persawahan/ladang. Di Minangkabau, pembagian harta pencarian orang tua,
pada umumnya pihak anak perempuan akan menerima pembagian lebih besar dari
anak laki-laki. Contohnya, rumah rumah yang didirikan oleh orang tua kita menjadi
milik anak perempuan, pihak laki-laki hanya akan memperoleh pembagian harta
dalam bentuk uang/emas atau tanah persawahan/ladang, besarnya juga tidak sama
dengan yang diperoleh anak perempuan. Bahkan ada kemungkinan anak laki-laki
tidak memperoleh pembagian sama sekali, disebabkan saudara yang perempuan ada
dua atau tiga orang.

13
4) Harta Suarang
Kata suarang berasal dari kata surang atau seorang. Maksudnya harta suarang
berasal dari harta pencarian seseorang yang dimiliki, baik oleh laki-laki atau
perempuan sebelum mereka kawin/menikah. Maka dengan sendirinya harta pencarian
itu sepenuhnya menjadi milik seseorang dan harta tersebut merupakan harta bawaan
dari masing-masing pihak. Dengan kata lan, harta suarang adalah milik
individu/perorangan.
Jika terjadi perkawinan maka masing-masing pihak (suami/istri) memiliki harta
bawaan yang menjadi milik masing-masing. Sebaliknya jika terjadi perceraian di
antara mereka, harta suarang tidak akan di bagi, dalam hal ini jika suami ingin
membawa harta suarangnya boleh-boleh saja. Kekuasaan dan kepemilikan harta
suarang berada pada tangan pemiliknya masing-masing, namun pada lazimnya harta
suarang ini akan diberikan kepada anak-anaknya. Contoh harta suarang berupa
tanah/kebun, sawah, tanah perumahan, boleh jadi juga berupa kendaraan bermotor
atau modal usaha berdagang pada saat seseorang belum berumah tangga. Secara
hukum negara harta suarang dilindungi oleh hukum dengan ada bukti sertifikat hak
milik/Akta Hak Milik. Dalam pergaulan berumah tangga adakalanya pihak suami dan
istri saling memberikan harta ini untuk dijadikan milik bersama.

F. Harta Adat dalam Minangkabau


Dalam adat minangkabau, pusaka ada dua macam. Pertama berupa barang sako,
kedua harto pusako. Harta pusako adalah segala warisan turun temurun berupa barang
yang berwujud, seperti: sawah dan ladang. Sedangkan barang sako adalah warisan turun
temurun yang bentuknya tidak berwujud seperti: suku, gelar kebesaran penghulu dan
pemangku jabatan adat lainnya
Dalam kajian adat alam ,minangkabau, Sako lebih ditekankan kepada pengertian
warisan jabatan yang diterima seseorang secara turun temurun, berdasarkan garis
keturunan ibu. Ini dikenal sebagai gelar penghulu atau pemangku jabatan adat lainnya.
Dalam petitih adat disebutkan: dari ninik ka mamak, dari mamak kamanakan ( dari
nenek/ moyang ke mamak, dari mamak kemanakan). Jadi, sako dan pusako menurut adat
minangkabau diwariskan kepada kemenakan.
Harta warisan menurut adat minangkabau adalah warisan yang diturunkan dari
mamak kepada kemenakan secara turun temurun berdasarkan garis keturunan ibu.

14
Masalah warisan menurut ketentuan adat alam minangkabau diwariskan menurut
hubungan pertalian darah. Dalam hal ini, baik cara mewariskan atau dalam pewarisan
didasarkan pada kedudukan hubungan seseorang berdasarkan pertalian darah.
Adapun jenis warisan menurut adat minangkabauada dua macam:
1) Warisan nasab
Warisan nasab disebut juga sebagai warisan pangkat. Pewarisan harta benda
kepada ketrunan yang bertali darah menurut garis keturunan ibu. Maksudnya warisan
itu harus diterima oleh orang yang benar- benar berhak untuk menerimanya.  
2) Warisan sebab
Warisan sebab dikenal juga sebagai waris badan. Waris ini dapat dibedakan ke
dalam empat macam:
a. Waris batali adat, adalah waris yang disebabkan berhubungan secara adat.
Jadi, dalam hal ini, tidak ada berhubungan darah atau berhubungan
keturunan.
b. Waris batali buek, terjadi bila seseorang yang ingin mewariskan harta
pusaka kepada orang yang bukan bertali darah menurut garis ibu. Seperti
ketentuan adat minangkabau. Misalnya, seorang ayah kandung yang ingin
mewariskan harta kepda anak kandungnya.
c. Waris batali budi, adalah suatu pewarisan kepada seseorang karena
hubungan budi. Diantara kedua belah pihak tidak ada pertalian darah.
Seseorang bisa berhak mewarisi sesuatu karena ada suatu ikatan budi
dengan yang meninggal. Ikatan budi ini bisa berupa hubungan baik dalam
pergaulan, hubungan tingkah laku, dan sebagainya
d. Waris batali ameh, merupakan waris yang juga tidak didasarkan atas dasar
pertalian darah. Mislanya, seseorang yang ingin mewariskan harta
bendanya kepada pendatang yang telah dianggap sebagai kemenakan
sendiri. Oleh karena ia dianggap sebagai kemenakan, maka ia diberi hak
atas pusaka.

15
Perubahan Kurikulum Muatan Lokal dari KTSP ke K-13

Dalam Zuwirna ( 2014 ) Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah


Depdikbud Sumatera Barat Nombor 011.08.C.1994 tentang Kurikulum muatan lokal di
wilayah Sumatera Barat, ditetapkan lima mata pelajaran muatan lokal iaitu Budaya Alam
Minangkabau, Bacatulis Alqur'an (wajib); Bacatulis Arab Melayu, Kemahiran Tradisional,
dan Kemahiran Pertanian (dipilih salah satu).
Pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) ialah salah satu mata pelajaran
kurikulum tempatan yang harus diikuti oleh siswa kelas 3, 4, 5, dan 6 serta pelajar SMP.
Mata pelajaran ini diajarkan untuk mencapai kompetensi budaya lokal dan membentuk
identiti dan pengetahuan tempatan bagi pelajar-pelajar yang berada di daerah Sumatera Barat,
terutama suku Minangkabau.
Namun, mata pelajaran ini sudah dihapuskan kurang lebih 7 tahun tapi belum
diketahui pasti penyebab dihapuskannya sehingga banyak siswa/siswi sekolah dasar yang
tidak memahami tentang adat dan budayanya sendiri. Menurut Afrilya (2020 : 150 ) faktor
yang menyebabkan pemberhentian mata pelajaran muatan lokal BAM adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Kurikulum KTSP ke Kurikulum 2013
Faktor ini berkaitan dengan sistem pendidikan yang dibuat oleh Kemdikbud.
Sistem pendidikan tersebut merupakan pengembangan kurikulum yang dilakukan atas
alasan tertentu. Salah satunya adalah perubahan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) ke kurikulum 2013. Hal tersebut disebabkan oleh pengembangan
kurikulum yang dilakukan oleh Permendikbud. Kurikulum 2013 menekankan
pengembangan kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara holistik.
KTSP dikembangkan secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan
lingkungan di sekolah masing-masing.
2. Perhitungan Alokasi Waktu Pembelajaran
Beban belajar selama satu minggu pada kurikulum 2013 mengalami
penambahan jika dibandingkan KTSP. Pada KTSP, beban belajar kelas satu 26 jam,
kelas dua 27 jam, kelas tiga 28 jam, dan kelas empat sampai enam selama 32 jam
dengan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan. Sedangkan pada kurikulum 2013, beban belajar di SD/MI kelas I, II, dan
III masingmasing 30, 32, 34 dan untuk kelas IV, V, dan VI menjadi 36 jam setiap
minggu. Alokasi waktu satu jam pembelajaran baik dalam kurikulum 2013 maupun

16
KTSP adalah 35 menit. Dapat dikatakan bahwa pada KTSP jumlah mata pelajaran
lebih banyak dengan alokasi waktu yang lebih sedikit, sedangkan kurikulum 2013
memiliki mata pelajaran yang lebih sedikit dengan alokasi waktu yang lebih banyak.
3. Muatan Lokal BAM diganti menjadi Mata Pelajaran Prakarya
Perubahan KTSP menjadi Kurikulum 2013 juga berdampak pada pergantian mata
pelajaran muatan lokal. Berdasarkan pengertiannya (Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014), muatan lokal adalah
bahan kajian atau mata pelajaran yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang
potensi dan keunikan lokal. Mata pelajaran BAM pada dasarnya berisi pemahaman
mengenai lingkungan alam, sosial, dan budaya di Minangkabau. Namun ketika KTSP
dikembangkan menjadi Kurikulum 2013, mata pelajaran BAM pun ikut diganti
menjadi mata pelajaran Prakarya.
Berdasarkan pelatihan yang diadakan oleh Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP) di Jakarta pada 23-27 Juni 2014, ditemukan bahwa mata pelajaran Prakarya
merupakan gabungan 4 mata pelajaran, yakni kerajinan, pengolahan, budidaya, dan
rekayasa. Lingkup materi mata pelajaran Prakarya disesuaikan dengan potensi sekolah
di daerah masing-masing. Meskipun sama-sama berbasis potensi lokal, kedua mata
pelajaran tersebut memiliki perbedaan yang cukup mencolok. Muatan lokal BAM
yang lebih berfokus pada pembentukan karakter siswa agar sesuai dengan adat
Minangkabau, sedangkan mata pelajaran Prakarya cenderung memfasilitasi peserta
didik agar mampu berekspresi kreatif melalui keterampilan mencipta karya

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Materi BAM lebih diutamakan pada keterampilan dasar dan mengenal konsep adat-
istiadat dalam bentuk kongkret. Artinya, materi yang diajarkan harus bisa dipraktikkan
oleh siswa sehingga menjadi keterampilan dalam kehidupannya. Materi yang bersifat
konsep harus diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam
membelajarkan materi mamak atau pangulu, peserta didik harus tahu siapa-siapa saja
mamak dan pangulunya dan bagaimana ia berperilaku pada mamak dan pangulunya.
Nilai-nilai budaya Minangkabau terangkum dalam falsafah hidup Adat basandi
Syara’, syara’ basandi Kitabullah dan Alam Takambang Jadi guru (Adat bersendikan
syara’/Agama, agama berdasarkan kepada Kitab suci Alqur’an; Alam terkembang
jadikan guru).

B. SARAN
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca dapat mengetahui tentang materi ajar
BAM yang terdapat dikelas VI SD. Kami juga sebagai penulis, menyadari bahwa
makalah ini tidak sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan adanya kritik ataupun saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

18
Daftar Rujukan

Afrilya, Vinta Ratu. dkk. 2020. Hilangnya Kearifan Lokal di Dalam Pendidikan
Formal : Studi Kasus di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Antropologi (SENASPA), Vol. 1

Agustina. 2012. Pembelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) Sebagai Wadah


Pelestarian Kearifan Lokal : antara Harapan dan Kenyataan. JURNAL
BAHASA DAN SENI. Vol. 13 No. 1

Azrial, Yulfian. 2008. Budaya Alam Minangkabau Untuk SD Kelas 6. Padang:


Angkasa Raya.

Diradjo, Ibrahim Dt. Sanggoeno. 2012. Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi :


Kristal Multimedia.

Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM). 2002. Adat


Basandi Syarak, Syarat Basandi Kitabullah. Padang : Sako Batuah.

Zamris. 2011.  Budaya Alam Minangkabau. Padang : Jasa Surya.

Zamris, Rajo Sigoto. 2004. Budaya Alam Minangkabau untuk SD Kelas 6. Jakarta :


Bumi Aksara.

Zuwirna, dan Ahmad Johari Sihes. 2014. Pendidikan karakter dalam mata pelajaran
Budaya Alam Minangkabau di SD Kota Padang Sumatera Barat.
http://eprints.utm.my/id/eprint/60948/

19

Anda mungkin juga menyukai