Anda di halaman 1dari 1

A.

Bentuk-Bentuk Penafsiran Al-Quran

Secara etimologis tafsir berarti keterangan dan penjelasan (al-idhah wa at-tabyin).


Secara terminologis tafsir adalah keterangan dan penjelasan tentang arti dan maksud ayat-
ayat Al-Qur’an sebatas kemampuan manusia. (Adz-Dzahabi I, 1976: 13-15).

Dalam menafsirkan Al-Qur’an, di samping dibatasi oleh kemampuan masing-masing


sebagai manusia, para mufasir juga dipengaruhi oleh latar belakang  pendidikan dan sosial
budaya yang berbeda-beda, sehingga bentuk, metode dan corak  penafsiran mereka juga
berbeda-beda. Sejauh ini dikenal ada dua bentuk penafsiran, yaitu at-tafsir bi al- ma’tsur dan 
at-tafsir bi- ar-ra’yi; dan empat metode, yaitu ijmali, tahlilili, muqarin dan maudhu’i.
Sedangkan dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi,
filsafat, tasawuf, ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.

Dua bentuk penafsiran (at-tafsir bi al- ma’tsur dan  at-tafsir bi- ar-ra’yi) merupakan
dua metode pengambilan sumber tafsir. Dengan riwayatkah atau dengan analisis pemikiran
mufassir. Kemudian, empat dari metode penafsiran (ijmali, tahlilili, muqarin dan maudhu’i)
merupakan pengolahan sumber. Dan adapun corak penafsiran adalah pendekatan
keilmuwan yang diterapkan dalam menafsirkan ayat al Qur’an. Adapun bahasan yang akan
dibahas lebih lanjut adalah terkait metode pengambilan sumber dengan periwayatan (tafsir
bil ma’tsur). Adapun yang lainnya akan dibahas dalam makalah selanjutnya, insyaAllah.

Usaha menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi
sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w. 68 H), ‘Abdullah Ibn
Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para sahabat yang terkenal
banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.
(As-Suyuthi, t.t.: 187).

Anda mungkin juga menyukai