Anda di halaman 1dari 15

KEWENANGAN DAN LEGITIMASI

Disusun oleh:
ZAENUDIN IDRIS

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang berkenan


melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan artikel “Kewenangan dan Legitimasi” ini. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
saw, keluarga dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Artikerl ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
“Kebijakan Publik dan Kinerja Birokrasi Pendidikan dalam
Kompleksitas Perkembangan” yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Iim
Wasliman, M.Pd.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah memberikann bantuan, dukungan dan doa
sehingga terselesaikannya tulisan ini. Secara khusus, penulis haturkan
terima kasih kepada Prof. Dr. H. Iim Wasliman, M.Pd, M.Si yang
berkenan memberikan bimbingannya terhadap penulisan makalah ini,
dan bimbingan lainnya, baik dalam kerangka akademis maupun non
akademis.
Lebih khusus, penulis sampaikan terima kasih yang tulus
kepada istri dan anak-anak yang telah mengikhlaskan sebagian waktu
dan living cost-nya untuk memberikan dukungan penuh kepada
penulis dalam menempuh studi ini.
Akhirnya, penulis sangat menyadari dan memohon maaf akan
kekurangan dan keterbatasan tulisan ini, baik isi maupun metodologi
dan penyajiannya. Dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
berterima kasih atas sumbang saran yang membangun guna perbaikan
tulisan ini di masa yang akan datang.

Jakarta, 22 Desember 2014.


Penulis.
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
PENDAHULUAN .............................................................................. 1
KEWENANGAN DAN LEGITIMASI ............................................. 2
A. Sumber Kewenangan .................................................................... 2
B. Peralihan Kewenangan ................................................................. 2
C. Legitimasi ........................................................................................ 4
D. Cara Mendapatkan Legitimasi ..................................................... 4
E. Tipe-tipe Legitimasi ....................................................................... 6
F. Urgensi Legitimasi ......................................................................... 7
PENUTUP .......................................................................................... 8
DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................. 10
LAMPIRAN ........................................................................................ 11
KEWENANGAN DAN LEGITIMASI

PENDAHULUAN

Membahas masalah kebijakan publik tidak terlepas dari


kewenangan dan legitimasi karena kebijakan publik hanya dapat
dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan sekaligus akan
menjadi efektif jika kewenangan yang legitimate.
Pemimpin pemerintahan yang memiliki kewenangan dan
diterima baik atau mendapat legitimasi dari masyarakat, akan leluasa
dalam menjalankan program pemerintahannya dan membuat
kebijakan-kebijakan karena kondisi masyarakat cenderung lebih
kondusif dan stabil. Akan tetapi sebaliknya, jika pemerintah tidak
mendapat legitimasi dari masyarakat, maka akan sulit menjalankan
program dan membuat kebijakan.
Menurut Surbakti (2010: 108), kewenangan adalah kekuasaan,
namun kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan. Kewenangan
merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power),
sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Namun
demikian, kekuasaan terkadang memiliki kekuatan untuk
memengaruhi pemegang kewenangan, misalnya kekuasaan politik
mempunyai pengaruh besar terhadap pembuat dan pelaksana
keputusan.
Mengingat betapa kekuasaan terkadang dapat memberi
pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil, maka
seharusnya kewenangan bebas dari pengaruh-pengaruh kepentingan
golongan dan kepentingan sesaat, akan tetapi lebih berkomitmen pada
kepentingan dan kemaslahatan bersama.

KEWENANGAN DAN LEGITIMASI

A. Sumber Kewenangan
Setidaknya ada lima sumber kewenangan yang biasa diakui
yakni kewenangan memimpin berdasarkan mandat yang didapat
dan mengatasnamakan tradisi, Tuhan, kualitas pribadi seseorang,
peraturan perundangan dan yang bersifat instrumental. Dari kelima
sumber kewenangan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi
dua tipe utama, yaitu kewenangan yang bersifat prosedural dan
substansial (Andrain, 1988).
Kewenangan yang bersifat prosedural ialah hak memerintah
berdasarkan perundang-undangan yang bersifat tertulis maupun
tak tertulis. Kewenangan yang bersifat substansial ialah hak
memerintah berdasarkan faktor-faktor yang melekat pada diri
pemimpin, seperti tradisi, sakral, kualitas pribadi dan instrumental.
Sumber kewenangan sebenarnya tidak terlalu masa lah
asalkan implementasinya dapat dirasakan semua pihak sebagai
kebaikan, bermanfaat dan berkeadilan. Karena, akseptasi
masyarakat sebagai ‘yang diperintah’ akan seiring dengan legitimasi
pemimpin.

B. Peralihan Kewenangan
Jabatan, termasuk kepemimpinan, bersifat relatif tetap,
sedangkan orang yang memegang dan menjalankan fungsi (tugas
dan kewenangan) jabatan bersifat tidak tetap (Surbakti, 2010). Hal
ini disebabkan umur manusia yang terbatas, kearifan dan
kemampuan manusia juga terbatas, begitu juga masa menjabat
sebagai pemegang kewenangan melalui sistem prosedural juga
dibatasi waktu. Oleh karena itu, maka peralihan kewenangana
akhirnya menjadi sebuah kemestian.
Berbagai cara peralihan kewenangan yang biasa terjadi.
Setidaknya terdapat tiga cara (Paul Conn, 1971 dalam Surbakti,
2010), yaitu secara turun temurun, pemilihan dan paksaan. Pada
sistem substansial, biasanya terjadi secara turun temurun, meskipun
sesekali pernah terjadi dengan cara paksa karena terjadi kudeta atau
peperangan. Sedangkan pada sistem prosedural, pada umumnya
berdasarkan pemilihan, meskipun pernah terjadi pemegang
kewenangan harus diganti secara paksa melalui tindakan
impeachment, bahkan kudeta.
Berbagai cara peralihan kewenangan tidak bisa dipastikan
yang paling baik, karena tergantung sistem legitimasi kewenangan
yang diberlakukan, baik prosedural maupun substansial. Hanya
saja, cara paksaan hampir bisa dipastikan bukan cara yang baik dan
diharapkan.
Terlepas dari cara yang digunakan dalam peralihan
kewenangan, yang lebih penting adalah implementasi kebijakan
yang diputuskan dan diberlakukan haruslah memberi dampak
kebaikan, bermanfaat untuk semua pihak. Semakin baik kualitas
kebijakan yang diberlakukan akan semakin meningkatkan
penerimaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai pemegang
dan penentu kebijakan.
C. Legitimasi
Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat
terhadap kewenangan. Para pemegang kewenangan, yani
komunitas politik, rezim dan pemerintahan , mereka semua
sebenarnya adalah obyek legitimasi (Easton, 1979). Sedangkan
subyeknya adalah masyarakat yang dipimpin atau obyek kebijakan.
Semakin tinggi masyarakat menerima dan mengakui hak
moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan
yang mengikat masyarakat, maka berarti semakin tinggi pula
legitimasi para pemegang kewenangan di mata masyarakat.
Jadi, hanya masyarakat yang dipimpin yang dapat
memberikan legitimasi kepada para pemegang kewenangan, tidak
sebaliknya. Dan, ukuran tingginya legitimasi para pemegang
kewenangan bergantung seberapa besar pengakuan dan
penerimaan masyarakat.
Sedangkan tingginya kadar legitimasi atau pengakuan dan
penerimaan terhadap para pemegang kewenangan lebih disebabkan
oleh penerimaan masyarakat dan obyek kebijakan terhadap
kebijakan-kebijakan yang diberlakukan. Kebijakan yang dirasakan
baik, bermanfaat dan berkeadilan, akan meningkatkan kepuasan
dan pengakuan masyarakat. Semakin diakui masyarakat suatu
pemerintahan, maka semakin tinggi kadar legitimasinya.

D. Cara Mendapatkan Legitimasi


Legitimasi sangat diperlukan dalam suatu kewenangan
penentu kebijakan. Organisasi yang berskala kecil atau sederhana,
kepemimpinan yang dipilihnya memerlukan legitimasi dari
anggotanya. Bahkan, sistem piolitik yang paling menindas
sekalipun tetap memerlukan legitimasi dari masyarakat.
Cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan
mempertahankan legitimasi, dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu cara simbolis, material dan prosedural.
Cara simbolis adalah melalui kecenderungan moral,
emosional, tradisi dan kepercayaan. Simbol-simbol yang dipercayai
sebagai kekuatan, kebanggan dan budaya masyarakat, jika dijadikan
sebagai sesuatu yang berharga dan utama akan meningkatkan
kepuasan dan penerimaan masyarakat. Misalnya, pelestarian
peninggalan sejarah dan budaya, peristiwa bersejarah, parade
kekuatan militer, akan menimbulkan kebanggan dan kepuasan,
yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat pada
pemegang kebijakan
Cara material dalam mendapatkan legitimasi dari masyarakat
adalah dengan cara menjanjikan dan memberikan kesejahteraan
material kepada masyarakat, seperti tersedianya bahan pokok
dengan harga murah, fasilitas kesehatan dan pendidikan
mudah/gratis, transportasi yang mudah dan murah, kesempatan
bekerja dan berusaha, dan lain-lain.
Adapun cara instrumental diberlakukan dengan proyek
program yang disertai dengan perundangan, seperti Instruksi
Presiden (inpres) tentang Daerah Tingkat I dan II, Inpres Sekolah
Dasar, Inpres Bantuan Desa, dan lain-lain, yang biasanya
memerlukan anggaran yang cukup besar.
Ketiga cara tersebut dapat saja digunakan untuk
mendapatkan legitimasi. Tidak ada yang paling baik ataupun paling
buruk, karena pada masing-masing cara memiliki celah untuk
dimanfaatkan menjadi cara yang tidak elegan bahkan memiliki efek
negatif. Semua cara yang ditempuh harus benar-benar dipastikan
tidak ada kepentingan yang terselubung. Semuanya harus
berorientasi pada kebaikan, manfaat, kepuasan dan kesejahteraan
masyarakat secara bersama dan berkeadilan.

E. Tipe-tipe Legitimasi
Ada bermacam tipe masyarakat memberikan kepercayaannya
kepada pemerintah, atau dengan kata lain ada beberapa cara
pemerintah mendapat legitimasi dari masyarakat.
Berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat
terhadap pemerintah, menurut Surbakti (2010: 124), dikelompokkan
menjadi lima tipe, yaitu legitimasi tradisional, legitimasi ideologi,
legitimasi kualitas pribadi, legitimasi prosedural dan legitimasi
instrumental.
Pemimpin yang menggunakan metode simbolis dalam
mendapatkan dan mempertahankan legitimasi bagi
kewenangannya, pada umumnya mendapatkan legitimasi dari tiga
tipe, tradisional, ideologi dan kualitas pribadi. Sedangkan
pemimpin yang menggunakan metode prosedural dan
instrumental, pada umumnya mendapatkan legitimasinya juga dari
tipe prosedural dan instrumental.
Pada tipe tradisional, masyarakat memberikan pengakuan
dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin
tersebut merupakan keturunan pemimpin “berdarah biru”yang
dipercaya harus memimpin masyarakat.
Tipe ideologi, mendapat pengakuan dari masyarakat karena
dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi yang sudah ada
turun temurun, seperti ideologi nasional Pancasila di Indonesia,
liberalisme dan komunis.
Tipe kualitas pribadi, masyarakat memberikan pengakuan
dan dukungan kepada pemimpin tersebut karena memiliki kualitas
pribadi, berupa karisma maupun penampilan pribadi dan prestasi
cemerlang dalam bermacam bidang.
Adapun pada tipe prosedural, masyarakat memberikan
pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena
pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan berdasarkan
prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan tipe instrumental, masyarakat memberikan
pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena
pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan
material (instrumental) kepada masyarakat.

F. Urgensi Legitimasi
Setiap pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik akan
berupaya keras untuk mendapatkan dan/atau mempertahankan
legitimasi bagi kewenangannya. Hal ini dapat dimengerti bahwa
betapa sangat pentingnya legitimasi bagi pemegang kebijakan.
Urgensi legitimasi dalam sebuah kewenangan adalah menjadi
kemestian karena kebijakan hanya dapat efektif terlaksana jika
mendapatkan legitimasi yang baik dari masyarakat.
Legitimasi akan mendatangkan kestabilan pemerintahan,
sehingga pemerintahan dapat menjalankan fungsi dan perannya
dengan baik. Lebih lanjut pemerintah dapat menyelesaikan
permasalahan masyarakat yang mungkin terjadi, hingga dapat
melakukan pengembangan lebih lagi dalam meningkatkan kualitas
kesejahteraan masyarakat.

PENUTUP

Dalam lingkup kebijakan publik, kewenangan dan legitimasi


menjadi paket penting yang harus dimiliki para pemegang
kewenangan, yakni pemerintah. Bagian utama yang harus dimiliki
adalah kewenangan, karena dengan kebijakan publik hanya bisa
dirumuskan dan ditetapkan oleh pemegang kewenangan
(pemerintah).
Meskipun demikian, kewenangan saja tidaklah cukup agar
implementasi kebijakan publik dapat berjalan dengan baik. Hal yang
harus didapatkan oleh pemegang kewenangan adalah legitimasi atau
penerimaan masyarakat dan/atau para obyek kebijakan.
Kebijakan publik belum tentu dapat berjalan dengan baik jika
pemerintah yang sedang berkuasa tidak mendapat legitimasi penuh
dari masyarakat. Bahkan bukan tidak mungkin, yang terjadi justru
penolakan dan distabilitas. Oleh karena itu, pemerintah harus secara
tulus, serius dan terus menerus untuk mendapatkan legitimasi dari
masyarakat yang dipimpinnya.
Kewenangan yang diiringi legitimasi yang baik, akan
mendatangkan kestabilan pemerintahan. Sehingga pemerintah dapat
secara leluasa melakukan banyak upaya untuk lebih menyejahterakan
masyarakatnya. Dan pemerintah dapat mengatasi permasalahan
masyarakat yang mungkin terjadi.
Dari berbagai cara dan pendekatan yang ditempuh pemerintah
sebagai pemegang kewenangan guna mendapatkan legitimasi dari
masyarakat, hal yang terpenting adalah bebas dari kepentingan
pribadi, kepentingan golongan ataupun kepentingan sesaat. Akan
tetapi, harus berlandaskan pada kepentingan yang lebih besar, yakni
kepentingan dan masa depan bangsa dan negara. Sehingga, kebijakan
yang dirumuskan dan ditetapkan, bukan saja dapat diterima secara
tulus oleh masyarakat, tetpi juga memberi kebaikan jangka panjang
bagi bangsa dan negara.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Andrain, Charles F.. 1970. Political Life Social Change: An Introduction to


Political Science. Belmot, Cal: Wadsworth Publishing Company
Inc.

Pye, Lucyan W.. 1971. “The Legitimacy Crisis” dalam Leonard Binder,
et. al. Crises and Sequences in Political Development. Priceton
University Press.
Conn, Paul. 1971. Conflict and Decision Making: An Intorduction to
Political Science. New York: Harper & Ron Publishing.

Maclver, R.M.. 1965. The Web of Gouvernment. New York: Free Press.
Lampiran

Judul Buku : Memahami Ilmu Politik


Pengarang : Ramlan Surbakti
Penerbit : Gramedia Widiasarana Indonesia
(Grasindo)
ISBN : 978-9790-8108-08
Edisi : Cetakan ke-8 (Agustus 2010)
Bab : 14 Bab

BAB 1: PENDAHULUAN
BAB 2: KEBAIKAN BERSAMA
BAB 3: BANGSA DAN NEGARA
BAB 4: KEKUASAAN POLITIK
BAB 5: KEWENANGAN DAN LEGITIMASI
5.1 Pengantar
5.2 Sumber Kewenangan
5.3 Peralihan Kewenangan
5.4 Sikap Terhadap Kewenangan
5.5 Legitimasi
5.6 Obyek Legitimasi
5.7 Kadar Legitimasi
5.8 Cara Mendapatkan Legitimasi
5.9 Tipe-tipe Legitimasi
5.10 Legitimasi Itu Penting
5.11 Krisis Legitimasi
BAB 6: SISTEM PERWAKILAN KEPENTINGAN
BAB 7: PARTAI POLITIK
BAB 8: PERILAKU DAN PARTISIPASI POLITIK
BAB 9: KONFLIK DAN PROSES POLITIK
BAB 10: PEMERINTAH DAN PEMERINTAHAN
BAB 11: KEPUTUSAN POLITIK DAN KEBIJAKAN UMUM
BAB 12: POLITIK DAN EKONOMI
BAB 13: MODEL-MODEL SISTEM POLITIK
BAB 14: PERUBAHAN DAN PEMBANGUNAN POLITIK

Anda mungkin juga menyukai