Anda di halaman 1dari 18

BUKU AJAR SOSIOLOGI AGAMA

Abstract
Sosiologi Agama adalah mempelajari agama dari perspektif sosiologi. Belajar agama biasanya menggunakan
metode indoktrinasi sebab agama turun dari Tuhan kepada manusia agar menjadi pedoman hidup dan
kehidupan. Manusia membutuhkan pedoman hidup yang bisa menyelamatkan kehidupannnya di dunia dan pada
kehidupan selanjutnya (akhirat) juga selamat. Pembelajaran dan pemahaman agama dengan indoktrinasi
menghasilkan manusia doktriner. Dia melihat hitam dan putih atau salah dan benar terhadap ajaran agama.
Truth Claim menjadi pola pikir manusia dalam kehidupan bersama sehingga terjadi jurang pemisah antara
kelompok-kelompok keagamaan. Indoktrinasi agama mengakibatkan manusia sulit hidup bersama dalam
heteroginitas kehidupan. Indonesia sebagai negara yang didirikan oleh beragam agama, ia kesulitan mengelola
warganya untuk hidup bersama memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku Ajar Sosiologi Agama
merupakan jawaban dari problem kehidupan beragama di Indonesia. Ragam agama dan sub varian agama
hidup dan menghiasi kehidupan sosial. Agama menjadi identitas bagi masyarakat Indonesia. Bahkan tidak boleh
hidup di bumi pertiwi tanpa mempunyai identitas agama.

KATA PENGANTAR

Sosiologi Agama adalah


mempelajari agama dari
perspektif sosiologi.
Belajar agama biasanya
menggunakan metode
indoktrinasi sebab agama turun
dari
Tuhan kepada manusia agar
menjadi pedoman hidup dan
kehidupan. Manusia
membutuhkan pedoman hidup
yang bisa menyelamatkan
kehidupannnya di dunia
dan pada kehidupan
selanjutnya (akhirat) juga
selamat.
Pembelajaran dan
pemahaman agama dengan
indoktrinasi menghasilkan
manusia doktriner. Dia
melihat hitam dan putih atau
salah dan benar terhadap
ajaran agama. Truth Claim
menjadi pola pikir manusia
dalam kehidupan bersama
sehingga terjadi jurang
pemisah antara kelompok-
kelompok keagamaan.
Indoktrinasi agama
mengakibatkan manusia sulit
hidup bersama dalam
heteroginitas kehidupan.
Indonesia sebagai negara
yang didirikan oleh beragam
agama, ia kesulitan
mengelola warganya untuk
hidup bersama memajukan
kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Buku Ajar Sosiologi Agama
merupakan jawaban dari
problem kehidupan
beragama di Indonesia. Ragam
agama dan sub varian agama
hidup dan menghiasi
kehidupan sosial. Agama
menjadi identitas bagi
masyarakat Indonesia. Bahkan
tidak
boleh hidup di bumi pertiwi
tanpa mempunyai identitas
agama.
Sosiologi Agama adalah cara
pandang sosiologi terhadap
agama. Bisa
dikatakan agama dilihat dan
dipelajari dari perspektif
sosiologi, berbeda dengan cara
penglihatan dan pembelajaran
dari doktrin. Ia melahirkan
pengetahuan yang
menarik bagi manusia sebab
memmahami dan
mempelajari agama dari
perspektif
sosial.
Sosiologi Agama berbeda
pelajaran agama dalam
pemahamannya. Jika
dalam perkuliahan mahasiswa,
maka ajaran agama akan
didapatkan mahasiswa pada
salah satu semester dengan
menempuh 2 SKS,
sedangkan Sosiologi Agama
biasanya didapat oleh para
mahasiswa sosiologi yang
mengikuti perkuliahan
sosiologi agama. Mahasiswa
non sosiologi agama bisa
mendapatkan ilmu tersebut
Sosiologi Agama adalah
mempelajari agama dari
perspektif sosiologi.
Belajar agama biasanya
menggunakan metode
indoktrinasi sebab agama turun
dari
Tuhan kepada manusia agar
menjadi pedoman hidup dan
kehidupan. Manusia
membutuhkan pedoman hidup
yang bisa menyelamatkan
kehidupannnya di dunia
dan pada kehidupan
selanjutnya (akhirat) juga
selamat.
Pembelajaran dan
pemahaman agama dengan
indoktrinasi menghasilkan
manusia doktriner. Dia
melihat hitam dan putih atau
salah dan benar terhadap
ajaran agama. Truth Claim
menjadi pola pikir manusia
dalam kehidupan bersama
sehingga terjadi jurang
pemisah antara kelompok-
kelompok keagamaan.
Indoktrinasi agama
mengakibatkan manusia sulit
hidup bersama dalam
heteroginitas kehidupan.
Indonesia sebagai negara
yang didirikan oleh beragam
agama, ia kesulitan
mengelola warganya untuk
hidup bersama memajukan
kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Buku Ajar Sosiologi Agama
merupakan jawaban dari
problem kehidupan
beragama di Indonesia. Ragam
agama dan sub varian agama
hidup dan menghiasi
kehidupan sosial. Agama
menjadi identitas bagi
masyarakat Indonesia. Bahkan
tidak
boleh hidup di bumi pertiwi
tanpa mempunyai identitas
agama.
Sosiologi Agama adalah cara
pandang sosiologi terhadap
agama. Bisa
dikatakan agama dilihat dan
dipelajari dari perspektif
sosiologi, berbeda dengan cara
penglihatan dan pembelajaran
dari doktrin. Ia melahirkan
pengetahuan yang
menarik bagi manusia sebab
memmahami dan
mempelajari agama dari
perspektif
sosial.
Sosiologi Agama berbeda
pelajaran agama dalam
pemahamannya. Jika
dalam perkuliahan mahasiswa,
maka ajaran agama akan
didapatkan mahasiswa pada
salah satu semester dengan
menempuh 2 SKS,
sedangkan Sosiologi Agama
biasanya didapat oleh para
mahasiswa sosiologi yang
mengikuti perkuliahan
sosiologi agama. Mahasiswa
non sosiologi agama bisa
mendapatkan ilmu tersebut
Psikologi agama
Psikologi Agama merupakan cabang ilmu psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku
manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta
dalam kaitannya dengan pengaruh usia masing-masing. [1][2] Upaya untuk mempelajari tingkah
laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan Psikologi. [1][2] Tegasnya psikologi agama
mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan memperlihatkan diri dalam
prilaku dan kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama manusia. [1] Psikologi agama
berbeda dari cabang-cabang psikologi yang lainya, karena dihubungkan dengan dua bidang
pengetahuan yang berlainan.[3] Sebagian harus tunduk kepada agama dan sebagian lainnya
tunduk kepada ilmu jiwa (psikologi).[3] Sebagaimana telah diketahui bahwa psikologi agama
sebagai salah-satu cabang dari psikologi, merupakan ilmu terapan. [2]

Definisi[sunting | sunting sumber]
Psikologi Agama menggunakan dua kata yaitu "psikologi" dan "agama".[1][2][3] Kedua kata tersebut
memiliki pengertian dan pengunan yang berbeda, meskipun keduanya memiliki aspek kajian
yang sama yaitu aspek batin manusia. [2]
Kata Psikologi (ilmu jiwa) dipergunakan secara umum untuk ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku manusia.[3] Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala
jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab.[1][2] Menurut Robert H. Thouless, mendefinisikan
psikologi sebagai ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia. [1]
[2]
 Menurut Plato dan Aristoteles psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia.
[3]
 Secara umum psikologi adalah sebuah ilmu yang meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah
laku manusia sebagai gambaran dari gejala-gejala kejiwaan yang berada dibelakangnya. [1][2]
Berikutnya kata agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan
batiniah manusia.[1][2] Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan
terperinci.[1][2] Hal ini pula yang menyulitkan para ahli untuk mendefinisikan yang tepat tentang
agama.[1][2] J.H. Leube dalam bukunya A Psychological Study of Religion telah memasukkan
lampiran yang berisi 48 definisi agama, tampaknya juga belum memuaskan. [1][2] Max Muller
berpendapat bahwa definisi agama secara lengkap belum tercapai kerena penelitian terhadap
agama terus dilakukan dan para ahli masih menyelidiki asal usul agama. [4] Edward Burnett
Tylor berpendapat bahwa definisi minimal agama adalah "kepercayaan kepada wujud spiritual"
(the belief in spiritual beings).[5][6]
Agama berasal dari bahasa Sanskirit.[4] Harun Nasution merunut pengertian agama berdasarkan
asal kata, yaitu al-Din, religi (relegere, religare) dan agama.[1][2] Al-Din (Semit) berarti undang-
undang atau hukum.[1][2] Kemudian dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai,
menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. [1][2] Sedangkan dari
kata religi atau relegere berarti mengumpulkan dan membaca. [1][2] Emile Durkheim berpendapat
agama adalah alam gaib yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat dipikirkan oleh akal manusia
sendiri.[4][7] Menurut Sutan Takdir Alisjahbana agama adalah suatu sistem kelakuan dan
perhubungan manusia yang berpokok pada perhubungan manusia dengan rahasia kekuatan
dan kegaiban yang tidak berhingga luas, mendalam dan mesrahnya, sehingga memberi arti
kepada hidupnya dan kepada alam semesta yang mengelilinginya. [4][8] Agama adalah wahyu yang
diturunkan Tuhan untuk manusia.[9] Fungsi dasar agama adalah memberikan orietasi, motivasi
dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati sesuatu yang sakral. [9][10]
Psikologi Agama menurut Prof. Dr. Hj Zakiah Daradjat ialah meneliti pengaruh agama terhadap
sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara
seseorang berpikir, bersikap, bereaksi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan masuk kedalam konstribusi kepribadiannya. [2][3] Dr. Nico Syukur
Dister berpendapat psikologi agama adalah ilmu yang menyelidiki pendorong tindakan-tindakan
manusia, baik yng sadar maupun yang tidak sadar, yang berhubungan dengan dengan
kepercayaan terhadap ajaran/wahyu "Nan Illahi" (segala sesuatu yang bersifat Dewa-dewa)
yang juga tidak terlepas dari pembahasan hubungan manusia dengan lingkungannya. [3] Dari
pendapat para ahli tersebut tentang psikologi agama dapat diambil pengertian secara umum,
psikologi agama yaitu ilmu pengetahuan yang membahas pengaruh agama dalam diri
(kognitif=pengetahuan, afektif= perasaan/sikap, behavior= prilaku atau tindakan) seseorang
dalam kehidupannya yaitu dalam berinteraksi dengan Tuhan/Pencipta, sesama manusia dan
lingkungannya.[3]

Ruang Lingkup[sunting | sunting sumber]


Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang lingkup pemabahasannya
tersendiri.[1][3] Adapun ruang lingkup psikologi agama menurut Prof. Dr. H. Rusmin Tumanggor
adalah:[3]

 Kegiatan ibadah seseorang, meliputi ubudiyah dan maumalah. [3]


 Gerakan-gerakan kemasyarakatan yang muncul dari masyarakat yang beragama. [3]
 Budaya-budaya yang ada dalam masyarakat, akibat pengalaman agama. [3]
 Suasana keagamaan dalam lingkungan hidup, seiring dengan kesadaran beragama
yang ada dalam masyarakat.[3]
Lebih lanjut, Prof. Dr. Zakiah Darajat menyatakan lapangan penelitian psikologi agama
mencakup proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-
akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. [1] Oleh karena itu menurut Zakiah Darajat
ruang lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian mengenai: [1]

 Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut menyertai


kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega, dan tenteram sehabis
sembahyang, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa atau membaca ayat-ayat
suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berzikir dan ingat kepada Allah ketika
mengalami kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan. [1]
 Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual terhadap tuhannya,
misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin. [1]
 Mempelajari, meneliti, dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya hidup
sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.[1]
 Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap sikap dan tingkah
lakunya dalam kehidupan.[1]
 Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang terhadap ayat-
ayat suci kelegaan batinnya. [1]

Metode Penelitian[sunting | sunting sumber]


Metode yang digunakan dalam penelitian-penelitian psikologi agama adalah metode ilmiah,
yakni mempelajari fakta-fakta yang berada dalam lingkungannya, dengan cara yang obyektif. [1]
[11]
 Dalam meneliti ilmu jiwa agama sejumlah metode dapat digunakan antara lain: [1][2]

 Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin
seseorang dalam keberagamaannya.[1][2] Cara yang dapat ditempuh oleh peneliti adalah
mengumpulkan dokumen pribadi orang per orang, baik dalam bentuk otobiografi, biografi,
tulisan, ataupun catatan-catatan yang dibuatnya. [2] Dalam Penerapanya, metode dokumen
pribadi ini dilakukan dengan berbagai cara atau teknik-teknik tertentu, di antaranya teknik
nomotatik, teknik analisis nilai, teknik idiografi, teknik penilaian terhadap sikap. [1][2]

 Kuesioner dan Wawancara


Metode kuesioner maupun wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi yang
lebih banyak dan mendalam secara langsung kepada responden. [1][2] Dalam penerapannya,
metode kuesioner dan wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah teknik
pengumpulan data melalui pengumpulan pendapat masyarakat (Public Opinion Polls) dan skala
penilaian (Rating Scale).[2]

 Tes
Tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu. [2]

 Ekperimen
Teknik ekperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang
melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat. [2]

 Observasi melalui Pendekatan Sosiologi dan Antropologi


Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan data sosiologi dengan mempelajari sifat-sifat
manusiawi orang per orang atau kelompok. [1][2]

 Pendekatan terhadap Perkembangan


Teknik ini digunakan untuk meneliti mengenai asal usul dan perkembangan aspek psikologi
manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianutnya. [1][2]
 Metode Klinis dan Proyektivitas
Dalam pelaksanannya, metode ini memanfaatkan cara kerja klinis.[1][2] Penyembuhan dilakukan
dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dan agama. [1][2]

 Metode Umum Proyektivitas


Metode ini berupa penelitian dengan cara menyadarkan sejumlah masalah yang mengandung
makna tertentu.[2]

 Apersepsi Nomotatik
Caranya dengan mengunakan gambar-gambar yang samar. [1][2]

 Studi Kasus
Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau
lainnya untuk kasus-kasus tertentu. [1][2]

 Survei
Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian sosial dan dapat digunakan untuk tujuan
penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam
masyarakat.[2]

Sejarah Perkembangan[sunting | sunting sumber]

Peta Agama di Dunia

Tahun 1500-500 SM, di Yunani Mesir, Mesopotamia Purba, lahirlah berbagai agama .[3] Agama


Brahma menyuruh pengikutnya menyembah Dewa Tunggal, Agama Budha (400-750 M)
menyembah Naga dan Raksasa, Agama Hindu di India (1500) SM menyembah banyak Dewa.
[3]
 Di Tiongkok (551-479 SM) lahir pula agama Khonghucu dikembangkan oleh Confusius. [3] Pada
tahun 560 SM, berkembang pula agama Budha di Kapilawastu, oleh Budha Guatama. [3] Sekitar
tahun 660-583 SM, lahir agama Majusi dibawa oleh Zarathustra keturunan Iran suku Spitama.
[3]
 Selanjutnya di Jepang pada abat ke-6, muncul agama Shinto.[3] Pada tahun 1570-1450 SM
muncul agama Yahudi ditanah Arab wilayah Palestina, Mesir.[3] Kurang lebih 21 abat yang lalu
lahirlah agama Nasrani.[3] Nama ini berasal dari kota Nazareth, yaitu kota kecil yang terletak kaki
sebuah bukit.[3] Agama ini dinamakan juga dinamakan agama Kristen (Chistten) yaitu diambil dari
nama Nabinya Jesus Kristus, gelar kehormatan keagamaan buat Juses dari Nazareth pembawa
agama ini.[3] Kristus adalah bahasa Yunani. [3] Rasul yang membawa agama Kristen ini adalah Isa
Almasih atau Jesus Kristus.[3] Pada abad ke 6 M, lahirlah agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW.[3] Agama ini mengajarkan agar penganutnya menyembah Allah SWT. [3] Agama
Islam beraliran monoteisme,.[3] Kitab Pegangannya adalah Al-Quran dan Hadist Rasulullah.[3]
Penelitian agama sacara ilmu jiwa (psikologi modern) relatif masih muda. [3] Para ahli psikologi
agama menilai bahwa kajian mengenai psikolgi agama mulai popular sekitar abat ke-19. [2] Ketika
itu psikologi yang semakin berkembang digunakan sebagai alat untuk kajian agama. [3] Kajian
semacam itu dapat membantu pemahaman terhadap cara bertingkah laku, berpikir, dan
mengemukakan perasaan keagamaan.[2]
Perkembangan di Barat
Perkembangan psikologi agama di barat mengalami pasang surut. [3] Bersamaan dengan
perkembangan psikologi modern, pada tahun 1890-an, psikologi berkemang pesat. [3] Tetapi pada
tahun 1930-1950 psikologi agama mengalami penurunan. [3] Setelah itu meningkat lagi, bahkan
berkembang pesat pada tahun 1970 sampai sekarang. [3] Menurut Thouless, sejak terbitnya
buku The Varietes of Religion Experience tahun 1903, sebagai kumpulan kuliah William
James di empat Universitas di Skotlandia, maka langkah awal kajian psikologi agama mulai
diakui oleh para ahli psikologi dan dalam jangka waktu tiga puluh tahun kemudian, banyak buku-
buku lain diterbitkan dengan konsep-konsep yang serupa. [1][2] Di antarabuku-buku tersebut
adalah The Psychology of Religion karangan Edwind Diller Starbuck, yang mendahului karangan
Wlilliam James.[1][2] Buku E.D. Starbuck yang terbit tahun 1899 ini kemudia disusul sejumlah buku
lainnya seperti The Spiritual Life oleh George Albert Coe, tahun 1900, kemudian The Belief in
God and Immortality (1921) oleh H.J. Leuba dan oleh Robert H. Thouless dengan judul An
Introduction on thr Psycology of Religion tahun 1923 serta R.A. Nicholson yang khususnya
mempelajari mengenai aliran Sufisme dalam Islam dengan bukunya Studies in Islamic
mysticism, tahun 1921.[1] Sejak itu, kajian-kajian tentang psikologi agama tampaknya tidak hanya
terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut kehidupan keagamaan secara umum,
melainkan juga masalah khusus.[1] J.B. Pratt misalnya, mengkaji mengenai kesadaran beragama
melalui bukunya the Religius Conciusness (1920), Dame Julian yang mengkaji tentang wahyu
dengan bukunya Revelation of Devine Love tahun 1901.[1][2]
Selanjutnya, kajian-kajian psikologi agama juga tidak terbatas pada agama-agama yang ada di
Barat (Kristen) saja melainkan juga agama-agama yang ada di Timur.[1][2] A.J. Appasmyy dan
B.H. Steeter menulis tentang masalah yang menyangkut kehidupan penganut agama
Hindu dengan bukunya The Sadhu (1921).[1][2] Sejalan dengan perkembangan itu, para penulis
non-Barat pun mulai menerbitkan buku-buku mereka. [1][2] Tahun 1947 terbit buku The Song of
God Baghavad Gita, terjemahan Isherwood dan Prabhavanada, kemudian tahun 1952 Swami
Madhavananda menulis buku Viveka-Chumadami of Sankaracharya yang disusul
penulis India lainnya, Thera Nyonoponika dengan judul The Life of Sariptta (1966).[1][2] Demikian
pula, Swami Ghananda menulis tentang Sri Rama dengan judul Ramakrisna, His Unique
Massage (1946).[1][2]
Perkembangan di Timur
Didunia Timur, khususnya diwilayah-wilayah kekuasaan Islam, tulisan-tulisan yang memuat
kajian tentang hal serupa belum sempat dimasukkan. [1][2] Padahal, tulisan Muhammad Ishaq ibn
Yasar diabat ke-7 masehi berjudul Al-Siyar wa al- Maghazi memuat berbagai fragmen dari
biografi Nabi Muhammad SAW, ataupun Risalah Hayy Ibn Yaqzan fi Asrar al-Hikmat al-
Masyriqiyyat yang juga ditulis oleh Abu Bark Muhammad ibn Abd-Al-Malin ibn Tufai (1106-1185
M) juga memuat masalah yang erat kaitannya dengan materi psikologi agama. [1]
Demikian pula karya besar Abu Hamid Muhammad al-ghazali (1059-1111 M) berjudul Ihya'
'Ulum al-Din, dan juga bukunya Al-Munqidz min al-Dhalal (Penyelamat dari Kesesatan) yang
sebenarnya, kaya akan muatan permasalahan yang berkaitan dengan materi kajian psikologi
agama.[1][2] Diperkirakan masih banyak tulisan-tulisan ilmuwan Muslim yang berisi kajian
mengenai permasalah serupa, namun sayangnya karya-karya tersebut tidak dapat
dikembangkan menjadi disiplin ilmu tersendiri, yaitu psikologi agama seperti halnya yang
dilakukan oleh kalangan ilmuwan Barat.[1][2] Karya penulis Musli pada zaman modern, seperti
bukunya Al-Maghary yang berjudul Tatawwur al-Syu'ur al-Diny 'Inda Tifl wa al-
Murahid (Perkembangan Rasa Keagamaan pada Anak dan Remaja), bagaimanapun dapat
disejajarkan dengan karya-karya yang dihasilkan oleh ahli-ahli psikologi agama lainnya. [1][2] Karya
lain yang lebih khusus mengenai psikologi agama adalah Ruh al-Din al-Islamy (Jiwa Agama
Islam) karangan Alif Abd Al-Fatah, tahun 1956. [1]
Perkembangan di Indonesia
Adapun ditanah air perkembangan psikologi agama dipelopori oleh tokoh-tokoh yang memiliki
latar belakang profesi ilmuwan, agamawan, dan bidang kedokteran. [3] di antara karya-karya awal
yang berkaitan dengan psikologi agama adalah buku Agama dan Kesehatan Badan/Jiwa (1965),
tulisan Prof. dr. H. Aulia.[1] Kemudian Tahun 1975, K.H. S.S. Djam’an menulis buku Islam dan
Psikosomatik.[1] Dr. Nici Syukur Lister, menulis buku Pengalaman dan Motivasi Beragama:
Pengantar Psikologi Agama.[1]
Adapun pengenalan psikologi agama di lingkungan perguruan tinggi dilakukan oleh Prof. Dr. H.
A Mukti Ali dan Prof. Dr. Hj. Zakiah Darajat. [1] Buku-buku yang khusus mengenai psikologi agama
banyak dihasilkan oleh Prof. Dr. Zakiah Darajat, antara lain: Ilmu Jiwa Agama (1970), Peranan
Agama dalam Kesehatan Mental (1970), dan Kesehatan Mental.[1][2] Prof. Dr. Hasan Langgulung
juga menulis buku Teori-teori Kesehatan Mental yang juga ikut memperkaya khazanah bagi
perkembangan psikologi agama di Indonesia.[1]
Sejak menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, perkembangan psikologi agama dinilai cukup
pesat, dibandingkan usianya yang masih tergolong muda. [1] Perkembangan psikologi agama
yang cukup pesat ini antara lain ditandai dengan diterbitnya berbagai karya tulis, baik buku
maupun artikel dan jurnal yang memuat kajian tentang bagaimana agama dalam kehidupan
manusia.[1]

Teori Ilmu Jiwa Agama[sunting | sunting sumber]


Teori Monistik (Mono = Satu)
Teori ini berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama yang paling dominan adalah satu. [2] Akan
tetapi, sumber tunggal manakah yang paling dominan. [2] Timbul beberapa pendapat dari para
ahli:[1]

 Thomas van Aquino


Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah pikiran.
[1]
 manusia ber-Tuhan karena manusia menggunkan kemampuan pikirannya. [1]

 Fredrick Hegel
Filosof Jerman ini berpendapat agama adalah suatu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar
dan tempat kebenaran abadi. [1] berdasarkan hal itu, agama semata-mata merupakan hal-hal atau
persolan yang berhubungan dengan pikiran. [1]

 Sigmund Freud
Pendapat S. Freud unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama ialah libido
sexuil (naluri seks).[1]

 Rusolf Otto
Menurut pendapatnya sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum yang berasal dari the wholly
other (yang sama sekali lain).[1]

Teori Fakulti (Faculty Theory)


Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu tidak bersumber pada suatu faktor yang
tunggal tetapi terdiri dari beberapa unsur, antara lain yang dianggap memang berperan penting
adalah:[1]

 Cipta (Reason)
Merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. [1] Ilmu Kalam (Teologi) adalah cerminan adanya
pengaruh fungsi intelektual ini.[1] Melalui cipta, orang dapat menilai, membandingkan, dan
memutuskan sesuatu tindakan terhadap stimulus tertentu. [1][2]
 Rasa (Emotion)
Yang menjadi objek penyelidikan sekarang pada dasarnya adalah bukan anggapan bahwa
pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh emosi, melainkan sampai berapa
jauhkah peran emosi itu dalam agama.[1][2]

 Karya (Will)
Will berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi
kejiwaan.[1][2]
Pemuka teori fakulti adalah:[2]
1. G. M. Straton
2. Prof. Dr. Zakiah Darajat
3. W.H Thomas

Anda mungkin juga menyukai