Anda di halaman 1dari 50

i

TUGAS AKUNTANSI PEMERINTAHAN

PERBENDAHARAAN NEGARA

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Pemerintahan

Dosen Pengampu : Andriana, SE, M.Sc, Ak, CA

Disusun Oleh:

Safira Damayanti ( 150810301026 )

Shery Mardita Pratami Negara ( 150810301038 )

Putri Wulandari ( 150810301082 )

Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Jember

2018

i
ii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................
i

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1

1.1. LATAR BELAKANG......................................................................................


1
1.2. RUMUSAN MASALAH..................................................................................
2
1.3. TUJUAN PENULISAN....................................................................................
3

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................
4

2.1. PENGERTIAN PERBENDAHARAAN NEGARA........................................


4
2.2. RUANG LINGKUP PERBENDAHARAAN NEGARA.................................
5
2.3. PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA................................................
6
2.4. ASAS-ASAS UMUM PERBENDAHARAAN NEGARA..............................
13
2.5. PELAKSANAAN APBN.................................................................................
14
2.6. PELAKSANAAN APBD.................................................................................
19

BAB III PENUTUP.............................................................................................................


28

ii
iii

3.1. KESIMPULAN.................................................................................................
28

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
29

LAMPIRAN........................................................................................................................
30

iii
iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik dalam suatu negara


merupakan suatu kebutuhan yang tak terelakkan. Pemerintah wajib menerapkan kaidah-
kaidah yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan, termasuk di dalamnya kaidah-
kaidah dalam bidang pengelolaan keuangan negara yang diwujudkan dalam bentuk
penerapan prinsip good governance. Dalam rangka mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik itulah, pemerintah Republik Indonesia melakukan reformasi di
bidang pengelolaan keuangan negara.

Selain itu, reformasi pengelolaan keuangan ini juga dilatarbelakangi masih


digunakannya peraturan perundang-undangan peninggalan pemerintah kolonial. Walau
kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar
selaras dengan tuntutan zaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada
dengan makin besarnya belanja negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga
diperlukan suatu metode pengawasan yang memadai. Salah satu bentuknya adalah
keterlibatan masyarakat / stakeholders.

Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak
dalam mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar
porsinya dalam penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah
sumber yang terbatas. Pada satu pihak, biaya penyelenggaraan pemerintahan semakin
besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari masyarakat. Agar masyarakat tidak
merasa dirugikan, maka diperlukan suatu pertanggungjawaban penggunaan pajak dari
masyarakat oleh pemerintah dengan transparan.

Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan


masyarakat, maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat
pendukung terlaksananya penerapan good governance. Reformasi pengelolaan
keuangan dilakukan dengan cara:

iv
2
v

a) Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;


b) Penataan kelembagaan;
c) Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan
d) Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.

Dengan demikian reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan


Pemerintah Pusat dalam pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah
Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


disebut bahwa Perbendaharaan negara adalah “pengelola dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi, dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan
didalam APBN dan APBD”.

Pengertian ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara Undang-


Undang tentang perbendaharaan negara ini dimaksudkan untuk mewujudkan tujuan
bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara, yang perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan negara. Dari pengertian diatas terdapat kewenangan
pejabat Perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara atau daerah
pengelolaan investasi dan barang milik negara atau daerah pertanggungjawaban APBN
atau APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara atau daerah
serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.

1.2. RUMUSAN MASALAH


a. Apa yang dimaksud dengan perbendaharaan negara?
b. Bagaimana ruang lingkup dari perbendaharaan negara?
c. Siapa sajakah pejabat dari perbendaharaan negara?
d. Apa sajakah asas-asas umum dari perbendaharaan negara?
e. Bagaimana pelaksanaan dari APBN?
f. Bagaimana pelaksanaan dari APBD?

v
3
vi

1.3. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penulisan tugas ini
adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan perbendaharaan negara.
b. Untuk mengetahui ruang lingkup dari perbendaharaan negara.
c. Untuk mengetahui pejabat dari perbendaharaan negara.
d. Untuk mengetahui asas-asas umum dari perbendaharaan negara.
e. Untuk mengetahui pelaksanaan dari APBN.
f. Untuk mengetahui pelaksanaan dari APBD.

vi
vii

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN PERBENDAHARAAN NEGARA

Perbendaharaan Negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 2004. UU ini mengatur hubungan hukum antar institusi dalam lembaga
eksekutif untuk melaksanakan UU perbendaharaan. Perbendaharaan Negara menurut
pasal 1 UU No. 1 Tahun 2004 adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
APBN dan APBD.

Setiap uang yang masuk dan keluar disimpan pemerintah di dalam kas negara.
Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan
negara dan membayar seluruh pengeluaran negara sedangkan Kas Daerah adalah tempat
penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk
menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. Kas
negara memiliki rekening tersendiri sebagai alamat kas pemerintah. Rekening Kas
Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral
sedangkan Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang
ditetapkan.

Konsep kas dan rekening negara di atas disebut konsep Treasury Single
Account yang berarti hanya satu rekening tempat keluar masuk uang dari penerimaan
dan pengeluaran. Konsep ini juga digunakan oleh daerah. Bank yang ditunjuk negara
adalah bank sentral yaitu Bank Indonesia sedangkan di daerah, bank yang menjadi kas
dan rekening daerah adalah bank yang ditunjuk oleh pemerintah daerah sesuai peraturan
daerah yang berlaku.

vii
5
viii

Uang yang masuk dan keluar bisa didapatkan melalui perjanjian utang dan
piutang. Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah
Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau akibat lainnya yang sah. Sedangkan di daerah, Piutang Daerah adalah jumlah uang
yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang
dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Piutang
negara tanpa perjanjian atau undang-undang disebut pajak khususnya pajak bumi dan
bangunan namun pajak bumi dan bangunan telah dialihkan ke pemerintah daerah.

Pengertian Utang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah
Pusat dan/atau kewajiban Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya
yang sah. Di daerah, Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah
Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan
sebab lainnya yang sah.

2.2. RUANG LINGKUP PERBENDAHARAAN NEGARA

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan
negara. Dalam Undang-Undang tersebut ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara
adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.

Ruang lingkup Perbendaharaan Negara meliputi:

 Pelaksanaan Pendapatan Negara dan Belanja Negara;


 Pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah;
 Pelaksanaan Penerimaan Negara dan Pengeluaran Negara;
 Pelaksanaan Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah;

viii
6
ix

 Pengelolaan Kas Negara;


 Pengelolaan Piutang Negara, Utang Negara, Piutang Daerah, dan Utang
Daerah;
 Pengelolaan Investasi, Barang Milik Negara, dan Barang Milik Daerah;
 Penyelenggaraan Akuntansi dan Sistem Informasi Manajemen Keuangan
Negara/Daerah;
 Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN/APBD;
 Penyelesaian Kerugian Negara dan Kerugian Daerah;
 Pengelolaan Badan Layanan Umum;
 Perumusan Standar, Kebijakan, Serta Sistem dan Prosedur yang Berkaitan
dengan Pengelolaan Keuangan Negara Dalam Rangka Pelaksanaan
APBN/APBD.

2.3. PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA

Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun


2003 tentang Keuangan Negara Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam
bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah
Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya
adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan.
Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung
jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara
kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.

Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri


lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan
menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan
anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan
administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan
kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara
8penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian

ix
7
x

Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau


tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran
negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada
kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta
memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat
pelaksanaan anggaran. Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara
bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan
pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran
tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola
keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas
keuangan, dan manajer keuangan.

2.3.1. PENGGUNA ANGGARAN


1. Menteri/Pimpinan Lembaga Selaku Pengguna Aggaran/Barang

Menteri/pimpinan lembaga adalah pengguna anggaran/engguna


barang bagi kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.

Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna


barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berwenang untuk:

 menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;


 menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara;
 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan
piutang;
 melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja;
 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah
pembayaran;
 menggunakan barang milik negara;

x
8
xi

 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang


milik negara;
 mengawasi pelaksanaan anggaran; dan
 menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya.
2. Gubernur/Bupati/Walikota Selaku Kepala Pemerintahan Daerah

Gubernur/bupati/walikota selaku Kepala Pemerintahan Daerah:

 menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

 menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan


dan/atau Bendahara Pengeluaran;

 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan


penerimaan daerah;

 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan


piutang daerah;

 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang


milik daerah; dan

 menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan


dan memerintahkan pembayaran.

Gubernur/bupati/walikota menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran,


Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran berdasarkan usulan
Pengguna Anggaran yang bersangkutan.

3. Kepala SKPD Selaku Pengguna Anggaran/Barang di Daerah

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah pengguna


anggaran/pengguna barang bagi SKPD yang dipimpinnya. Kepala SKPD
dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna
barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:

xi
9
xii

 menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;

 melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban


anggaran belanja;

 melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

 melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

 mengelola utang dan piutang;

 menggunakan barang milik daerah;

 mengawasi pelaksanaan anggaran;

 menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja


perangkat daerah yang dipimpinnya.

2.3.2. BENDAHARA UMUM NEGARA / DAERAH


1. Menteri Keuangan Selaku BUN

Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara (BUN). Menteri


Keuangan selaku BUN berwenang:

 menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara;

 mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

 melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara;

 menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;

 menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka


pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

 mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam


pelaksanaan anggaran negara;

xii
xiii
10

 menyimpan uang negara;

 menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi;


Dalam rangka pengelolaan kas, investasi yang dimaksud adalah
pembelian Surat Utang Negara.

 melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna


Anggaran atas beban rekening kas umum negara;

 melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah;

 memberikan pinjaman atas nama pemerintah;

 melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;

 mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar


akuntansi pemerintahan;

 melakukan penagihan piutang negara;

 menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara;

 menyajikan informasi keuangan negara;

 menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan


barang milik negara;

 menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah dalam rangka
pembayaran pajak; dan

 menunjuk pejabat Kuasa BUN.

Menteri Keuangan selaku BUN mengangkat Kuasa BUN untuk


melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran
dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Tugas kebendaharaan dimaksud
meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,

xiii
xiv

11
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga
yang berada dalam pengelolaannya.

Kuasa BUN melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Kas Negara


disertai pengendalian pelaksanaan anggaran negara. Kuasa BUN
berkewajiban memerintahkan penagihan piutang negara kepada pihak ketiga
sebagai penerimaan anggaran. Kuasa BUN berkewajiban melakukan
pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

2. Kepala SKPKD Selaku BUD

Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) adalah


Bendahara Umum Daerah (BUD). Kepala SKPKD selaku BUD berwenang:

 menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

 mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;

 melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

 memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan


pengeluaran kas daerah;

 melaksanakan pemungutan pajak daerah;

 memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank


dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

 mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam


pelaksanaan APBD;

 menyimpan uang daerah;

 melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola atau


menatausahakan investasi; Dalam rangka pengelolaan kas, investasi
yang dimaksud adalah pembelian Surat Utang Negara.

xiv
xv

12
 melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna
Anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

 menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama


pemerintah daerah;

 melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

 melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

 melakukan penagihan piutang daerah;

 melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

 menyajikan informasi keuangan daerah;

 melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan


barang milik daerah.

2.3.3. BENDAHARA PENERIMAAN / PENGELUARAN

Bendahara penerimaan dan pengeluaran diatur dalam Pasal 10 UU No. 1


Tahun 2004. Bendahara penerimaan dan pengeluaran memiliki kuasa untuk
membayar dan menerima uang namun tidak bisa mengeksekusi perintah.
Kewenangan untuk mengeksekusi hanya dipegang oleh PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen).

Dalam Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

1. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat


Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan
kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja
perangkat daerah.

2. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat


Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan

xv
xvi

dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja


13
di lingkungan kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat
daerah.

3. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.

4. Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap


oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum
Negara.

5. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan, baik secara


langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut.

Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada pasal 10 ayat (1) dan


ayat (2) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/
menyerahkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan penerimaan/
pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.

Persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh


Bendahara Umum Negara selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional
Bendahara.

2.4. ASAS-ASAS UMUM PERBENDAHARAAN NEGARA

Asas Umum Perbendaharaan Negara sesuai peraturan diatur dalam Pasal 3 UU


No. 1 Tahun 2004 yaitu:

1) Undang-undang tentang APBN merupakan dasar bagi Pemerintah Pusat


untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran negara.
2) Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah
Daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.

xvi
xvii

3) Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran


14
atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
4) Semua pengeluaran negara, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang
sesuai dengan program pemerintah pusat, dibiayai dengan APBN.
5) Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi dan bantuan lainnya yang
sesuai dengan program pemerintah daerah, dibiayai dengan APBD.
6) Anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak
dan/atau tidak terduga disediakan dalam bagian anggaran tersendiri yang
selanjutnya diatur dalam peraturan pemerintah.
7) Kelambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan
APBN/APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau bunga.

Di dalam perbendaharaan berlaku juga asas-asas untuk melakukan kegiatan


perbendaharaan yaitu:

1) Asas kesatuan, semua pendapatan dan belanja negara/daerah disajikan


dalam satu dokumen anggaran
2) Asas universalitas, setiap transaksi keuangan harus ditampilkan secara
utuh dalam dokumen anggaran
3) Asas tahunan, masa berlaku anggarandibatasi suatu tahun tertentu (1
tahun fiskal)
4) Asas spesialitas, anggaran harus terinci jelas dan detil peruntukkannya
baik pendapatan maupun belanja.
5) Asas keterbukaan, harus memenuhi syarat right to know, right to be
informed, dan right to be listened.
6) Asas akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban anggaran, bendahara harus
melaporkan setiap hal yang sudah dilaksanakan sesuai anggaran.

2.5. PELAKSANAAN APBN


2.5.1. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

xvii
xviii

Berdasarakan Pasal 7 ayat (2) butir (b) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
15
Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan berwenang mengesahkan dokumen
pelaksanaan anggaran. Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Direktur
Jenderal Perbendaharaan (DJPb) atasa nama Menteri Keuangan dengan
menerbitkan Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (SP DIPA).

Untuk melaksanakan pelayanan dan mempercepat penerbitan SP DIPA


didaerah, kewenangan didelegasikan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb).

Penerbitan SP DIPA oleh Kanwil DJPb didasarkan atas Surat Rincian


Alokasi Anggaran (SRAA). SRAA dibuat berdasarkan Keppres Rincian APBN
dan data RKA-KL yang diterima DJPAPK.

2.5.2. PENGAJUAN SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN


Pada setiap tahap penyelesaian pekerjaan perlu diperlukan pemeriksaan. Hasil
pemeriksaan dalam suatu dokumen Berita Acara Hasil Pemeriksaan Penyelesaian
Pekerjaan (BA HP3). Pembuatan BA HP3 harus memuat sekurang-kurangnya hal-hal
sebagai berikut:

xviii
xix

a. Identitas pekerjaan (yang meliputi kantor atau satuan kerja pengelola pekerjaan,
nomor dan tanggal kontrak kerja, tempat/lokasi pekerjaan, besar nilai kontrak
16 ,

nomor dan tanggal DIPA yang menjadi dasar pembuatan dan atau ditunjuk dalam
kontrak)
b. Tahap penyelesaian pekerjaan (termin)
c. Pernyataan kesaksian atas prestasi kerja yang telah diselesaikan
d. Rekomendasi pembayaran hak/ tagihan atas penyelesaian pekerjaan
BA HP3 dibuat sekurang-kurangnya rangkap 5 (lima) dan disampaikan
kepadapara pihak yang melakukan kotrak (masing masing satu berkas), dua berkas
(asli dan salinan) kepada penerbit Surat Perintah Membayar—SPM (sebagai
lampiran Surat Permintaan Pembayaran—SPP) dan satu berkas untuk disimpan oleh
pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan yang bersangkutan.
SPP sekurang-kurangnya harus membuat:
a. Nomor dan tanggal DIPA yang dibebankan
b. Nomor dan tanggal kontrak
c. Nilai kontrak
d. Jenis/lingkup pekerjaan
e. Jadwal penyelesaian pekerjaan
f. Nilai pembayaran yang diminta
g. Identitas penerima pembayaran dan tanggal jatuh tempo pembayaran
SPP dilengkapi dengan dokumen asli kontrak, kuitansi yang diisi dengan nilai
pembayaran yang diminta, dan asli Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan dan Berita
Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan.

2.5.3. PENERBITAN SURAT PERINTAH MEMBAYAR


Petugas penerima SPP memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check list
kelengkapan berkas SPP, mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan SPP dan
membuat,/ menandatangani tanda terima SPP berkenaan. Selanjutnya petugas
penerima SPP menyampaikan SPP dimaksud kepada pejabat penerbit SPM.
Pejabat penerbit SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai berikut:
a. Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

xix
xx

b. Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk memperoleh


keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran. 17

c. Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja yang


dicapai dengan indikator keluaran.
d. Memeriksa kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain:
1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama orang/
perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank);
2) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan/atau kelayakannya dengan
prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam
kontrak);
3) Jadwal waktu pembayaran.
e. Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai dengan
indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan/atau spesifikasi
teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.
Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP, SPM diterbitkan sekurang-
kurangnya dalam rangkap 3 (tiga):
a. Lembar kesatu dan kedua disampaikan kepada KPPN.
b. Lembar ketiga sebagai pertinggal pada satker yang bersangkutan.
SPM yang diterbikan dinyatakan sah apabila ditandatangani oleh pejabat yang diberi
kewenangan. Instansi penerbit SPM harus menyampaikan kepada KPPN: nama,
specimen tanda tangan pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani SPM,
dan cap dinas instansi penerbit SPM.

2.5.4. PENERBITAN SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA OLEH KPPN


SPM disampaikan oleh PA/Kuasa PA melalui loket penerimaan SPM,
kemudian setelah lengkap diserahkan kepada Seksi Perbendaharaan oleh petugas.
Pengujian atas SPM yang dilakukan oleh petugas berupa:
a. Pengujian Substandi
Petugas dari seksi perbendaharaan melakukan pengujian ulang atas SPM beserta
lampiran.
b. Pengujian Formal

xx
xxi

Memeriksa tanda tangan Pejabat penandatanganan SPM dan memeriksa cara


penulisan/pengisian jumlah uamg dalam angka dan huruf (tidak boleh ada cacat
18
dalam penulisan)
Atas dasar tersebut, Seksi Perbendaharaan:
a. Mengambalikan SPM yang tidak memenuhi syarat.
b. Menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), kecuali atas SPM-GU pada
akhir tahun.
c. Menerbitakan SP2D dan surat perintah pembebanan (SPB) atas SPM-GU yang
membebani rekening khusus bagi KPPN non KBI.
Keputusan pengembalian SPM dilakukan selambat-lambatnya dalam 1 hari
kerja sejak diterimanya SPM.
SP2D kemudian diterbitkan dengan ketentuan:
a. SP2D ditandatangani bersama oleh Seksi Perbendaharaan dan Seksi Bank/Giro
Pos atau Seksi Bendum.
b. Penerbitan SP2D dilakukan selambat-lambatnya 1 hari kerja sejak diterimanya
SPM dari Pejabat Penerbit SPM.
c. SP2D diterbitkan rangkap 3 dan dibubuhi stempel timbul seksi Bank/Giro Pos
atau Seksi Bendum (nomor 1) yang disampaikan kepada:
1. Lembar 1: Bank Operasional
2. Lembar 2: Penerbit SPM dengan dilampiri SPM yang telah diberi cap “telah
diterbitkan SP2D tanggal….nomor…”
3. Lembar 3: Pertinggal KPPN (Seksi Verifikasi dan Akuntansi)

2.5.5. JENIS PEMBAYARAN


Pembayaran dalam mekanisme pelaksanaan APBN dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pembayaran langsung (LS) dan Pembayaran Uang Persediaan.
Pembayaran LS adalah pelaksanaan pembayaran yang dilakukan oleh KPPN kepada
pihak yang berhak /rekanan berdasarkan SPM-LS yang diterbitkan oleh PA/Kuasa
PA atas nama pihak yang berhak sesuai bukti pengeluaran yang sah. Mekanisme ini
dilakukan unuk keperluan pembayaran yang pelaksanaannya dilakukan oleh

xxi
xxii

rekanan/pihak ketiga dan atau atas pembayaran dalam rangka pengadaan barang/jasa
yang bernilai di atas Rp 5.000.000 (lima juta rupiah). 19
UP adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh KPPN kepada bendahara untuk
dikelola dalam rangka pelaksanaan kegiatan. Untuk mengelola UP bagi satuan kerja
di lingkungan kementrian agama/lembaga, sebelum diberlakukannya ketentuan dan/
dilakukannya pengangkatan pejabat fungsional Bendahara, menteri/ pimpinan
lembaga atau pejabat yang diberi kewenangan dapat mengangkat seorang Bendahara
Pengeluaran pada kementrian Negara/lembaga yang dipimpinnya.
Untuk membntu pengelolaan UP pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementrian/lembaga yang dipimpinnya, selanjutnya sesuai kebutuhan, kepala satuan
kerja mengusulkan kepada kepala kanwil DJPb untuk menunjuk Pemegang Uang
Muka. Dalam pelaksanaan tugasnya, pemegang uang muka bertanggung jawab
kepada Bendahara Pengeluaran.

2.6. PELAKSANAAN APBD

xxii
xxiii

20

2.6.1. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SKPD

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD adlah dokumen yang


digunakan sebgai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD sebagai pengguna
anggaran. Rancangan DPA berisi sasaran yang hendak dicapai, program dan
kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, rencana
penarikan dana tiap-tiap SKPD, serta pendapatan yang diperkirakan.
PKKD memberitahukan kepada semua kepala SKPD melalui surat
pemberitahuan untuk menyusun rancangan DPA-SKPD, terhitung paling lambat 3
hari setelah APBD disahkan. SKPD menyusun rancangan DPA-SKPD berdasarkan
Surat Pemberitahuan Perda APBD tersebut dan per KDH penjabaran APBD dalam
jangka waktu enam hari.
DPA SKPD terdiri dari:

xxiii
xxiv

a. DPA SKPD 1
Digunakan untuk menyusun rencana pendapatan atau penerimaan SKPD dalam
tahun angaran yang direncanakan.
b. DPA SKPD 2.1
Digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan belanja tidak langsung SKPD
dalam tahun anggaran yang direncanakan.
c. DPA-SKPD 2.2.1
Digunakan untuk merencanakan belanja langsung dari setiap kegiatan yang
diprogamkan.
d. DPA-SKPD 2.2
Merupakan formulir rekapitulasi dari seluruh program dan kegiatan SKPD yang
dikutip dari setiap formulir DPA SKPD 2.2.1 (rincian anggaran belanja langsung
menurut program dan per kegiatan SKPD)
e. DPA SKPD 3.1
Digunakan untuk merencanakan penerimaan pembiayaan dalam tahun anggaran
21
yang direncanakan.
f. DPA SKPD 3.2
Digunakan untuk merencanakan pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran
yang direncanakan,
g. Ringkasan DPA SKPD
Merupakan kompilasi dari seluruh DPA-SKPD
Tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) kemudian melakukan verifikasi atas
rancangan DPA-SKPD dan rancangan Anggaran Kas tersebut bersama-sama dengan
kepala SKPD menggunakan per KDH penjabaran sebagai pedoman, paling lambat 15
hari kerja sejak Raperbup tentang penjabaran APBD ditetapkan.

2.6.2. PENYUSUNAN ANGGARAN KAS

Penyusunan anggaran kas pemda dilakukan guna mengatur ketersediaan


dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai dengan
rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah
disahkan. Anggaran kas memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber

xxiv
xxv

dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna mendanai
pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.

Dalam proses penatausahaan, anggaran kas mempunyai peran penting


sebagai alat kontrol dan pengendalian. Dokumen ini dibuat (direkapitulasi)
oleh TAPD untuk ditetapkan oleh PPKD selaku BUD yang dalam tahap
berikutnya menjadi dasar pembuatan SPD.

Kepala SKPD menyusun Rancangan Anaggaran kas berdasarkan


Rancangan DPA SKPD dan menyerahkan Rancangan Anggaran Kas SKPD
kepada PPD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD paling
lambat enam hari kerja setelah adana pemberitahuan.

TAPD bersama dengan kepala SKPD menverifikasi rancangan DPA


SKPD dan RAK SKPD berdasarkan per KDH penjabaran, paling lambat 15
hari kerja sejak ditetapkan per KDH Penjabaran. TKPD menyerahkan
22
Rancangan Anggaran Kas SKPD yang lolos verifikasi kepada PPKD untuk
disahkan menjadi Anggaran Kas Pemerintahan Daerah.

Rancangan Anggaran Kas SKPD dibuat arsip oleh PPKD, sedangkan


Rancangan Anggaran Kas Pemerintahan Daerah digunakan dalam proses
pembuatan penyediaan dana.

2.6.3. SURAT PENYEDIAAN DANA

Surat Penyediaan Dana dibuat oleh BUD dalam rangka manajemen kas
daerah. Manajemen kas adalah kemampuan daerah dalam mengatur jumlah
penyediaan dana kas bagi setiap SKPD artinya BUD harus mampu
memperkirakan kemampuan keuangan Pemda dalam memenuhi kebutuhan
dana SKPD. Hal ini penting karena akan mempengaruhi jumlah dana yang
dapat disediakan dana SKPD. Hal ini penting karena akan memperngaruhi
jumlah dana yang dapat disediakan dalam satu kali pengajuan SPD serta
periode pengajuan SPD. Contohnya, bagi daerah yang mampu mencangkup

xxv
xxvi

kebutuhan dana yang di SPD-kan untuk kurung waktu 3 bulan, maka periode
pengajuan SPD cukup 1 kali tiap 3 bulan tersebut.

SPD digunakan untuk menyediakan dana bagi tiap-tiap SKPD dalam


periode waktu tertentu. Informasi dalam SPD menunjukan secara jelas alokasi
tiap kegiatan tetapi tidak harus dibuat SPD untuk setiap kegiatan secara
tersendiri.

2.6.4. SURAT PERMINTAAN PEMBAYARAN


Berdasakan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD,
bendahara pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna anggaran atau kuasa
pengguna anggaran melalui pejabat penatausahaan keuangan SKPD.
SPP diajukan dengan SPD sebagai dasar jumlah yang diminta untuk
dibayarkan kepada SKPD. SPP memiliki empat jenis, yaitu :
a. SPP uang persediaan (SPP-UP); dipergunakan untuk mengisi UP tiap-
23
tiap SKPD. Pengajuan UP hanya dilakukan sekali dalams setahun,
selanjutnya untuk pengisi saldo UP akan digunakan SPP GU.
b. (SPP-GU) dipergunakan untuk mengganti UP yang sudah terpakai.
Diajukan ketika UP habis. Misal, suatu SKPD mendapatkan alokasi UP
pada tanggal 4 januari sebesar Rp. 10.000.000. pada tanggal 20 januari
uang UP tersebut telah terpakai sebesar Rp 9.750.000, maka SPP-GU
yang diajukan adalah sebesar Rp 9.750.000 untuk mengembalikan saldo
UP ke jumlah semula.
c. SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dipergunakan hanya untuk meminta
uang tambahan, apabila ada pengeluaran yang sedemikian rupa sehingga
saldo UP tidak akan cukup untuk membiayainya. Akan tetapi, pembuatan
TU ini haruslah didasarkan pada rencana perkiraan pengeluaran yang
matang. Pengajuan dana TU harus berdasar pada program dan kegiatan
tertentu. Misalnya, sebuah SKPD mempunyai alokasi UP Rp.
17.500.000. Pada periode tersebut direncanakan adanya kegiatan
swakelola yang sifatnya tidak rutin senilai Rp. 14.000.000, yang jika
dilaksanakan dengan UP diperkirakan tidak akan cukup karena kegiatan

xxvi
xxvii

rutinnya diperkirakan butuh Rp. 12.000.0000. Dengan demikian, atas


kegiatan tersebut diajukan SPP TU tersendiri. Jumlah dana yang
dimintakan dalam SPP TU ini harus dipertanggungjawabkan tersendiri
dan bila tidak habis, harus disetorkan kembali.
d. SPP Langsung (SPP-LS); dipergunakan untuk Pembayaran LS kepada
pihak ketiga dengan jumlah yang telah ditetapkan. SPP-LS dapat
dikelompokkan menjadi:
1) SPP-LS Gaji dan Tunjangan
2) SPP-LS Barang dan Jasa
3) SPP-LS Belanja Bunga, Hibah, Bantuan, dan Tak Terduga
SPP-LS Belanja Bunga, Hibah, Bantuan, dan Tak Terduga mempunyai
perlakuan khusus sebagai belanja level Pemda yang dikelola oleh bendahara
tersendiri. Dalam proses pengajuannya, bendahara mempersiapkan dokumen-
dokumen yang diperlukan sebagai lampiran dalam pengajuan SPP, selain
dokumen SPP sendiri yang bentuknya disesuaikan dengan setiap jenis dananya
24
(UP, GU, TU, atau LS)
1) Untuk SPP-UP
a) Salinan SPD
b) Surat pernyataan pengguna anggaran
c) Lampiran lain yang diperlukan
2) Untuk SPP-GU
a) Surat pengesahan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) atas penggunaan
dana SPP-GU sebelumnya
b) Salinan SPD
c) Surat pertnyataan pengguna anggaran
d) Lampiran lain yang diperlukan
3) Untuk SPP-TU
a) Surat pengesahan SPJ atas penggunaan dana SPP-TU sebelumnya
b) Salinan SPD
c) Surat pernyataan pengguna anggaran
d) Surat keterangan penjelasan keperluan pengisian TU
e) Lampiran lain yang diperlukan

xxvii
xxviii

4) Untuk SPP-LS Gaji dan Tunjangan


a) Salinan SPD
b) Surat pertanyaan pengguna anggaran
c) Dokumen-dokumen pelengkap daftar gaj, contoh : pembayaran gaji
induk, haji susulan, dan kekurangan gaji
5) Untuk SPP-LS Barang dan Jasa
a) Salinan SPD
b) Surat pernyataan dari pengguna anggaran
c) Dokumen-dokumen terkait kegiatan (disiapkan oleh PPTK), contoh :
salinan SPD, salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait, dan
SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani
wajib pajak dan wajib pungut.

2.6.5. SURAT PERINTAH MEMBAYAR


25
Proses Penerbitan SPM adalah tahapan penting dalam penatausahaan
pengeluaran yang merupakan tahap lanjutan dari proses pengajuan SPP.
Sebagai tahap lanjutan, SPM juga dibedakan menjadi 4 (empat) sesuai dengan
jenis SPP-nya, yaitu SPM UP, GU, TU, dan LS. Proses ini dimulai dengan
pengjuian atas SPM yag diajukan dari segi kelengkapan dokumen mapun
kebenaran pengisiannya. Untuk SPM-GU, pengujian juga dilakukan atas SPJ
yang diajukan oleh bendahara. Begitu juga untuk SPM TU jika sebelumnya
telah pernah dilakukan.
Secara legal, penerbitan SPM adalah otoritas Pejabat Pengguna
Anggaran (PPA). Dengan demikian, tanda tangan dokumen SPM dilakukan
oleh Pengguna Anggaran yang bersangkutan sebagai sebuah pernyataan
penggunaan anggaran di lingkup SKPD-nya. SPM yang telah ditandatangani
kemudian diajukan kepada BUD sebagai otorisas yang akan melakukan
pencairan dana.
SPM dapat diterbitkan jika:
a. Pengeluaran yang diminta tidak melebihi pagu anggaran yang
tersedia.

xxviii
xxix

b. Didukung dengan kelengkapan dokumen sesuai peraturan


perundangan.
Waktu pelaksanaan penerbitan SPM:
a. Diterbitkan paling lambat 2 hari sejak SPP diterima.
b. Apabila ditolak, dikembalikan paling lambat 1 hari sejak SPP
diterima.

2.6.6. SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA


SP2D adalah surat yang dipergunakan untuk mencairkan dana melalui
bank yang ditunjuk setelah SPM diterima oleh BUD. SP2D sifatnya spesifik,
artinya satu SP2D hanya dibuat untuk SPM.
SP2D dapat diterbitkan jika:
a. Pengeluaran yang diminta tidak melebihi pagu anggaran yang
tersedia.
26
b. Didukung dengan kelengkapan dokumen sesuai peraturan
perundangan.
Waktu pelaksanaan penerbitan SP2D:
a. Diterbitkan paling lambat 2 hari sejak SPM diterima.
b. Apabila ditolak, dikembalikan paling lambat 1 hari sejak diterima
SPM.

2.6.7. PELAKSANAAN BELANJA


Pelaksanaan belanja yang dilakukan untuk melakukan suatu kegiatan
wajib dipertanggungjawabkan oleh PPTK secara tepat waktu. Dalam
mempertanggungjawabkan pelaksanaan belanja tersebut. PPTK harus
melampirkan dokumen-dokumen pendukung penggunaan anggaran dalam
pelaksanaan kegiatan yang terkait. Dokumen penggunaan anggaran diberikan
kepada Bendahara Pengeluaran sebagai dasar bagi Bendahara Pengeluaran
untuk membuat SPJ Bendahara berdasarkan dokumen yang diberikan oleh
PPTK, mencatat pelaksanaan belanja dalam:

xxix
xxx

a. Buku kas umum pengeluaran.


b. Buku pembantu pengeluaran per rincian objek.
c. Buku pembantu kas tunai.
d. Buku pembantu simpanan/bank.
e. Buku pembantu panjar.
f. Buku pembantu pajak.

2.6.8. SURAT PERTANGGUNGJAWABAN PENGELUARAN


Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggung-
jawabkan penggunaan/ganti/tambah UP kepada kepala SKPD melalui PPK-
SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam mempertanggung-
jawabkan pengelolan UP, dokumen laporan pertanggungjawaban yang
27
disampaikan mencakup:
a. Buku kas umum pengeluaran.
b. Ringkasan pengeluaran per rincian objek yang disertai dengan bukti-
bukti pengeluaran yang sah atas pengeluaran dari setiap rincian objek
yang tercantum dalam ringkasan pengeluaran per incian objek dimaksud.
c. Bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara.
d. Register penutupan kas.
Dalam melakukan verifikasi atas laporan pertanggungjawabkan yang
dismapaikan, PPK-SKPD berkewajiban:
a. Meneliti kelangkapam dokumen laporan pertanggungjawaban dan
keabsahan bukti-bukti pengeluaran yang dilampirkan.
b. Manguji kebenaran perhitungan atas pengeluaran per rincian objek yang
tercantum dalam ringkasan per rincian objek.
c. Menghitung pengenaan PPN/PPh atas beban pengeluaran per rincian
objek yang tercantum dalam ringkasan per rincian objek.
d. Menguji kebenran sesuai dengan SPM dan SP2D yang diterbitkan
periode sebelumnya.

xxx
xxxi

Selain melakukan pertanggungjawaban administratif, bendahara juga


harus membuat SPJ dan dikirimkan ke BUD dalam rangka pertanggung-
jawaban fungsional.

xxxi
xxxii

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Perbendaharaan Negara Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 2004. UU ini mengatur hubungan hukum antar institusi dalam lembaga
eksekutif untuk melaksanakan UU perbendaharaan. Perbendaharaan Negara menurut
pasal 1 UU No. 1 Tahun 2004 adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
APBN dan APBD.

Dari bab Perbendaharaan ini memiliki pemahaman sebagai berikut:

1. struktur pelaksana atas proses perbendaharaan Negara, baik di pemerintah


maupun pemda, khususnya di pemda dimana dikenal adanya pembedaan antara SKPD
dan SKPKD.

2. kemampuan melakukan identifikasi atas tahapan-tahapan pelaksanaan


APBN yang dimulai dari penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran, pengajuan SPP,
sampai dengan penerbitan SP2D oleh KPPN.

3. kemampuan melakukan identifikasi atas tahapan-tahapan pelaksanaan


APBD yang dimulai dari penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran, penerbitansurat
penyediaan dana, pengajuan SPP, sampai dengan penerbitan SP2D oleh SKPKD.

4. pemahaman dan pengenalan atas dokumen-dokumen terkait pelaksanaan


APBN dan APBD. Pengenalan atas dokumen-dokumen tersebut menjadi penting untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih komperehensif atas pelaksanaan anggaran.

xxxii
29
xxxiii

DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi, Iswahyudi Sondi Putra, dan Maulidah Rahmawati. 2007. Akuntansi
Pemerintahan, Jakarta: Salemba Empat

xxxiii
30
xxxiv

LAMPIRAN

1. DOKUMEN DAN BAGAN ALIR PELAKSANAAN APBN

xxxiv
31

xxxv

xxxv
32
xxxvi

xxxvi
33
xxxvii

xxxvii
34
xxxviii

xxxviii
35

xxxix

xxxix
xl

2. DOKUMEN DAN BAGAN ALIR PELAKSANAAN APBD


A. Format Dokumen SPP-UP

xl
36 xli

xli
38

xlii

Pengajuan SPP-UP
Bendahara Pengguna
Uraian PPK SKPD
Pengeluaran Anggaran

1. Pengguna Anggaran menyerahkan SPD kepada SPD SPD


Bendahara dan PPK SKPD.
SPD

2. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara


membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya,
yang terdiri dari:
- Surat Pengantar SPP-UP
- Ringkasan SPP-UP SPP-UP dan
- Rincian SPP-UP Dokumen Lain
- Salinan SPD
- Surat Pernyataan Pengguna Anggaran SPP-UP dan
- Lampiran lain (daftar rincian rencana Dokumen Lain
penggunaan dana s.d. jenis belanja)

3. Bendahara menyerahkan SPP-UP beserta


dokumen lain kepada PPK-SKPD.
DPA

4. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen


SPP-UP dan kesesuaiannya dengan SPD dan
DPA-SKPD. Penelitian
SPP UP

5. SPP UP yang dinyatakan lengkap akan


dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK SKPD.
Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja
2 hari kerja
sejak SPP-UP diterima. sejak SPP
Lengkap
Tidak diterima
Lengkap
6. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-
SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk
diotorisasi Rancangan
SPM

7. Jika SPP-UP dinyatakan tidak lengkap, PPK 1 hari kerja SPM


SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. sejak SPP
Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja diterima
sejak SPP-UP diterima.
SPP-UP dan
Dokumen Lain
8. Surat Penolakan Penerbitan SPM diberikan Surat Penolakan
kepada Bendahara agar Bendahara melakukan Penerbitan SPM
penyempurnaan SPP-UP. Kemudian
diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti
kembali.

SPP-UP dan
Dokumen Lain
Surat Penolakan
Penerbitan SPM

B. Format SPP GU

xlii
39
xliii

xliii
40
xliv

Pengajuan SPP-GU
Bendahara Pengguna
Uraian PPK SKPD
Pengeluaran Anggaran

SPD SPD
1. Pengguna Anggaran menyerahkan SPD kepada
Bendahara dan PPK SKPD. SPD

SPJ
2. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara
membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya,
yang terdiri dari:
- Surat Pengantar SPP-GU
SPP-GU dan
- Ringkasan SPP-GU
Dokumen Lain
- Rincian SPP-GU
- Surat Pengesahan SPJ atas penggunaan
dana SPP-GU sebelumnya SPP-GU dan
Dokumen Lain
- Salinan SPD
- Surat Pernyataan Pengguna Anggaran
- Lampiran lain

3. Bendahara menyerahkan SPP-GU beserta


dokumen lain kepada PPK-SKPD. DPA

4. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen


SPP-GU berdasar SPD dan DPA-SKPD.
Penelitian
SPP GU
5. SPP GU yang dinyatakan lengkap akan
dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK SKPD.
Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja
sejak SPP-UP diterima. 2 hari kerja
sejak SPP
Lengkap
Tidak diterima
Lengkap
6. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-
SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk
diotorisasi Rancangan
SPM

7. Jika SPP-GU dinyatakan tidak lengkap, PPK


SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. 1 hari kerja SPM
sejak SPP
Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja
diterima
sejak SPP-GU diterima.
SPP-GU dan
Dokumen Lain
8. Surat Penolakan Penerbitan SPM diberikan
Surat Penolakan
kepada Bendahara agar Bendahara melakukan Penerbitan SPM
penyempurnaan SPP-GU. Kemudian
diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti
kembali.

SPP-GU dan
Dokumen Lain
Surat Penolakan
Penerbitan SPM

xliv
41

xlv

C. Format SPP LS Barang dan Jasa

xlv
42
xlvi

D. Format SPP TU

xlvi
43
xlvii

xlvii
xlviii

xlviii
44

xlix

Pengajuan SPP-TU
Bendahara Pengguna
Uraian PPK SKPD
Pengeluaran Anggaran

1. Pengguna Anggaran menyerahkan SPD kepada SPD SPD


Bendahara dan PPK SKPD.
SPD

SPJ
2. Berdasarkan SPD dan SPJ, Bendahara
membuat SPP-UP beserta dokumen lainnya,
yang terdiri dari:
- Surat Pengantar SPP-TU
- Ringkasan SPP-TU SPP-TU dan
- Rincian SPP-TU Dokumen Lain
- Surat Pengesahan SPJ atas penggunaan
dana SPP-TUsebelumnya SPP-TU dan
- Salinan SPD Dokumen Lain
- Surat Keterangan penjelasan keperluan
pengisian TU
- Lampiran lain

3. Bendahara menyerahkan SPP-TU beserta


DPA
dokumen lain kepada PPK-SKPD.

4. PPK-SKPD meneliti kelengkapan dokumen


SPP-TU berdasar SPD dan DPA-SKPD. Penelitian
SPP TU

5. SPP-TU yang dinyatakan lengkap akan


dibuatkan Rancangan SPM oleh PPK SKPD.
Penerbitan SPM paling lambat 2 hari kerja
2 hari kerja
sejak SPP-TU diterima. sejak SPP
Lengkap
Tidak diterima
Lengkap
6. Rancangan SPM ini kemudian diberikan PPK-
SKPD kepada Pengguna Anggaran untuk
diotorisasi Rancangan
SPM

7. Jika SPP-TU dinyatakan tidak lengkap, PPK 1 hari kerja SPM


SKPD akan menerbitkan Surat Penolakan SPM. sejak SPP
Penolakan SPM paling lambat 1 hari kerja diterima
sejak SPP-TU diterima.
SPP-TU dan
Dokumen Lain
8. Surat Penolakan Penerbitan SPM diberikan Surat Penolakan
kepada Bendahara agar Bendahara melakukan Penerbitan SPM
penyempurnaan SPP-GU. Kemudian
diserahkan kepada PPK SKPD untuk diteliti
kembali.

SPP-TU dan
Dokumen Lain
Surat Penolakan
Penerbitan SPM

xlix

Anda mungkin juga menyukai