Anda di halaman 1dari 3

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan perut mbeseseg sejak 7 hari memberat sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Mbeseseg berkurang bila pasien tidur miring kiri. Perut
mbeseseg, terasa penuh sampai kesulitan bernapas. Pemeriksaan fisik didapatkan undulasi
(+) dan pekak alih (+) didukung oleh hasil USG yang mengesankan adanya asites. Dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil USG menandakan bahwa pasien memiliki asites
yang membuat kesulitan bernapas. Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di
rongga peritoneum. Asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan
hidrostatik venosa ditambah hipoalbuminemia (pada pasien albumin = 3,0g/dl) akan
menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskular menurun.

Selain merasakan perutnya mbeseseg, pasien juga mengeluhkan perut sebelah kanan
atas terasa mrongkol dan mata kekuningan. Pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik,
hepar teraba 3 jari BACD, keras, permukaan berbenjol, tepi tidak rata, nyeri tekan (+).
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan AT: 103x103 /ul, PT: 17,6 detik, APTT: 44
detik, INR: 1,725, SGOT/SGPT 513/ 115 mg/dl, Albumin 3.0 g/dl, Bilirubin total 14.90
g/dl, dan USG mengesankan terjadi hepatoma. Sirosis hepatis adalah keadaan
disorganisassi yang difus dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis sehingga terjadi kemunduran fungsi liver yang
permanen. Fungsi liver antara lain metabolisme protein (hipoalbumin), metabolisme
bilirubin (kenaikan bilirubin total sehingga terjadi ikterik), produksi faktor koagulasi
(trombositopeni, pemanjangan PT, APTT, dan INR), dan fungsi detoksifikasi (mudah
terjadi infeksi, seperti ensefalopati hepatikum, PBS, dan sepsis).
Penegakan diagnosis sirosis hepatis melalui kriteria Haryono-Subandiri minimal 5
manifestasi yaitu hepatoseluler (sklera ikterik, teleangiektasis, ginekomastia, atrofi testis,
palmar eritem) dan hipetensi portal (varises esofagus, splenomegali, pelebaran vena
kolateral dinding perut, asites, hemoroid). Pada pasien didapatkan 5 manifestasi antara
lain sklera ikterik, teleangiektasis, palmar eritem, splenomegali, dan asites, sehingga
memenuhi kriteria diagnosis sirosis hepatis. Pada pasien terjadi sirosis hepatis
dekompensata karena sudah terdapat asites. Berdasarkan skoring Child Pugh, pasien
sudah berada pada sirosis hepatis child pugh C (bilirubin: 14,9g/dl, albumin 3g/dl, asites
sulit terkontrol, INR: 1,725, total skor= 10).

Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Manfestasi klinis yang muncul pada pasien
yaitu perut mrongkol di regio hipocondriaca dextra. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
sklera ikterik, hepar teraba 3 jari BACD, keras, permukaan berbenjol, tepi tidak rata,
nyeri tekan (+). Pemeriksaan USG mengesankan terjadi hepatoma. Diketahui bahwa
pasien memiliki riwayat sejak 5 tahun yang lalu sering mengonsumsi ramuan herbal yang
dibeli di warung. Pasien mengatakan sehari minum ramuan herbal sebanyak 1 gelas,
mengonsumsi obat antinyeri rata-rata 3x seminggu. Kebiasaan pasien tersebut dapat
menjadi etiologi terjadinya sirosis hepatis yang dapat berkomplikasi mejadi hepatoma.

Pasien juga mual muntah sejak sebanyak 3x sehari berisi cairan dan sisa makanan.
Muntah tidak disertai darah. Pasien mengaku masih bisa makan dan minum namun
berkurang dari hari- hari biasanya. Pasien mengatakan makan sehari 3 kali @2-3 sendok
makan dengan menu bubur. Pemeriksana penunjang didapatkan Ureum 110 mg/dl;
Creatinine 2,4 mg/dl, USG terjadi kelaianan struktural pada kedua ginjal. Gagal ginjal
kronis merupakan proses patofisiologis yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, dan berakhir pada gagal ginjal Diagnosis gagal ginjal ditegakkan pada pasien
karena telah terjadi kelainan struktural yang dibuktikan dengan hasil USG adanya
contracted kedua ginjal dan fungsional yaitu peningkatan ureum: 110mg/dl, creatinin:
2,4mg/dl, dan penurunan LFG sebesar 22,6ml/mnt. Manifestasi klinis yang muncul pada
pasien yaitu mual dan muntah.

Pasien memiliki riwayat DM tipe 2 sejak 1 tahun yang lalu. Rutin suntik insulin 3x
sehari sebelum makan. Diabetes melitus tipe II(Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) merupakan diabetes yang disebabkan oleh kegagalan relatif sel βdan resistensi
insulin. Pada DM dapat terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Selain itu, DM mampu menjadi etiogi gagal
ginjal.

Keluhan lemas dirasakan pasien pada seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. BAB
hitam, mimisan, gusi berdarah disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva
pucat. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 8.7 gr/dl index eritrosit MCV: 81.6/um, MCH
28.8 pg, MCHC 35.5 gr/dl. Keadaan ini mengarah pada suatu kondisi anemia normositik
normokromik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity).

Pada tanggal 4 Juli 2017 terjadi penurunan kesadaran pada pasien dengan GCS
E2V2M2. Kemudian dilakukan pemeriksaan cairan asites: warna keruh, PMN=
350/mm3 . Kondisi pasien mengarah pada suatu peritoitis bakterial spontan. Peritonitis
Bakterialis Spontan (PBS) adalah infeksi bakteri pada cairan asites tanpa adanya sebuah
bukti sumber infeksi intra-abdomen, seperti abses, pankreatitis akut, atau kolesistitis PBS
kadang-kadang disebut sebagai "peritonitis bakteri primer". PBS dapat terjadi pada
semua usia dan sirosis adalah kondisi predisposisi yang paling sering terjadi. Pada pasien
PBS rentan terjadi sepsis. Sepsis merupakan respon penjamu terhadap infeksi dimana
patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivitas proses
inflamasi. Pasien memenuhi kriteria SOFA yakni TD 80/40 mmHg, GCS E2V2M2, RR
36xpermenit, bilirubin 14.90 g/dl , Ur/Cr 110/2.4 , trombositopenia 103.000 sehingga
dapat didiagnosis sepsis. Kematian pasien disebabkan karena PBS dengan komplikasi
sepsis.

Anda mungkin juga menyukai