Anda di halaman 1dari 44

Laporan Pendahuluan

Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Pendekatan Umum


Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,
penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal
agar berhasil guna dan berdaya guna. Dengan tetap memperhatikan konsep dan nilai
konservasi dan pengendalian daya rusak air, upaya pendayagunaan SDA dikelola
oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan membangun sejumlah prasarana
SDA. Pembangunan prasarana SDA secara umum bertujuagn bagi terwujudnya
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan, untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan maksud dan tujuan inilah
dikembangkan konsep-konsep pemanfaatan SDA dan pembangunan prasarana SDA
yang dituangkan dalam serangkaian perencanaan jangka pendek, perencanaan
jangka menengah dan perencanaan jangka panjang.
Setelah pendefinisian konsep pemanfaatan SDA serta perencanaan
pembangunan prasarana SDA dilakukan, maka tahapan perancangan rinci dilakukan.
Perancangan dilakukan untuk menetapkan sejumlah fungsi prasarana SDA guna
memenuhi sejumlah harapan yang telah dituangkan pada tahap konsep dan
perencanaan tetap di dalamnya mengakomodasi nilai-nilai konservasi dan
memperhatikan pengendalian daya rusak air. Ini mencerminkan bahwa setiap fungsi
yang dirancang beserta turunan pendukungnya haruslah mampu menjawab setiap
maksud dan tujuan yang telah dirumuskan pada tahap konseptual dan perencanaan.
Setelah tahapan perancangan selesai dilakukan, upaya pewujudan fungsi-fungsi
secara fisik dalam bentuk aktivitas konstruksi prasarana SDA dilakukan. Demikian
pula setelah pekerjaan konstruksi prasarana SDA diselesaikan, maka prasarana SDA
tersebut memasuki tahap operasional. Hal ini menggambarkan bahwa pemanfaatan
SDA dan pengoperasian prasarana SDA sejatinya adalah dalam rangka menjalankan
fungsi-fungsi yang telah direncanakan, dirancang dan dibangun sebelumnya. Setiap
fungsi yang direncanakan, dirancangan dan kemudian diwujudkan haruslah mampu
beroperasi secara optimal dalam batas-batas kriteria kinerja yang dapat diterima
(layak). Guna menjamin SDA dan prasarana SDA terus dapat beroperasi dalam
tingkat yang dapat diterima maka fungsi-fungsi operasi tersebut harus selalu dijaga

III - 1
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

tingkat kinerjanya dalam suatu rentang kinerja yang dapat diterima. Upaya menjaga
tingkat kinerja ini dilakukan dengan melakukan tindakan pemeliharaan secara terus
menerus beriringan dengan operasi dari pemanfaatan SDA dan prasarana SDA itu
sendiri.

Gambar 3.1 menggambarkan hubungan ketergantungan antara operasi SDA dan


prasarana SDA serta kegiatan pemeliharaannya.

Sistem Manajemen
Operasi
Sistem Manajemen
Pemeliharaan
Memenuhi Kriteria
Layak Operasi

Kriteria
Kinerja Layak
Operasi SDA dan
Prasarana SDA
Inspeksi SDA dan
Prasarana SDA

Tidak
Pemeliharaan Memenuhi Kriteria
Layak Operasi

Gambar 3.1 Hubungan Operasi dan Pemeliharaan SDA dan Prasarana SDA
(modifikasi Grigg, 1988)
Gambar 3.1 menggambarkan bahwa operasi dari SDA dan prasarana SDA
tidak dapat berdiri sendiri tanpa didukung oleh aktivitas pemeliharaan. Kegiatan
pemeliharaan adalah merupakan pendukung bagi selalu beroperasinya SDA dan
prasaranan SDA. Untuk itu keberadaan kegiatan pemeliharaan menjadi mutlak
diperlukan. Untuk dapat menjamin bahwa kegiatan operasi dan pemeliharaan
dilaksanakan dengan baik, maka penyelenggaraan kegiatan operasi dan
pemeliharaan harus mengadopsi prinsip-prinsip manajemen yang melingkupi fungsi
perencanaan, fungsi pengorganisasian, fungsi pelaksanaan dan fungsi pengawasan.
Pengadopsian prinsip-prinsip manajemen pada kegiatan operasi dan pemeliharaan
menjadi sangat relevan mengingat di dalam penyelenggaraan kegiatan operasi dan
pemeliharaan terdapat sejumlah besar sumber daya yang dilibatkan, mulai dari
sumber daya pekerja, sumber daya material, sumber daya peralatan, sumber daya
uang dan yang tidak boleh diabaikan adalah sumber daya informasi. Masing-masing

III - 2
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

dari sumber daya ini tentunya harus dapat dimanfaatkan dengan efektif dan efisien
mungkin. Khusus untuk itu kegiatan pemeliharaan tidak boleh hanya dilakukan
dengan pendekatan sporadis. Kegiatan pemeliharaan tidak boleh hanya didasarkan
pada kegiatan yang sifatnya insidentil dan sesaat, tetapi merupakan kegiatan yang
terus-menerus (berkelanjutan) guna mendukung kegiatan operasi.
Dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan operasi pemeliharaan yang
dinamis dan mengadopsi prinsip-prinsip manajemen sejumlah sumber daya yang
tidak sedikit akan dimanfaatkan. Atas dasar pemikiran ini maka perhatian dari
kegiatan operasi dan pemeliharaan tidak melulu pada aspek teknis tetapi meliputi
aspek-aspek lainnya. Sebagai contoh, pada dalam setiap pelaksanaan kegiatan
operasi pemeliharaan terdapat kebutuhan pembentukan unit kerja pelaksana operasi
dan pemeliharaan termasuk pengaturan pekerjaan di dalamnya, hal ini aspek
kelembagaan dan organisasi. Sementara di dalam unit kerja pelaksana operasi
pemeliharaan tersebut terdapat sumber daya pekerja dan juga pengawas, ini
menggambarkan perlu adanya perhatian kepada aspek sumber daya manusia.
Demikian pula pada setiap pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan, sudah
pasti akan memerlukan sumber daya uang. Kondisi ini mencerminkan perlu adanya
pengaturan pada sumber daya ini, artinya ada aspek keuangan di dalam kegiatan
operasi dan pemeliharaan.
Pada setiap kegiatan operasi dan pemeliharaan akan memerlukan data awal
sebagai pijakan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan di lapangan. Data
awal seperti contohnya “as built drawing” dan spesifikasi pembangunan prasarana
SDA merupakan pijakan dasar bagi pengoperasian prasarana SDA yang baik.Terkait
dengan pelaksanaan pekerjaan operasi dan pemeliharaan sendiri di lapangan akan
memunculkan data baru tentang kondisi operasi, pemanfaatan sumber daya,
termasuk kondisi SDA dan prasarana SDA itu sendiri. Adanya sejumlah data yang
diperlukan dan yang timbul (ter-generate) pada kegiatan operasi dan pemeliharaan
mencerminkan adanya kebutuhan akan adanya perhatian pada aspek administratif
dan sistem informasi. Seperti tergambarkan pada Gambar 3.2 dapat disampaikan
disini bahwa di dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan SDA dan prasarana SDA
terdapat enam aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Aspek Kelembagaan danOrganisasi
2. Aspek Sumber Daya Manusia

III - 3
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

3. Aspek Masyarakat
4. Aspek Keuangan
5. Aspek Teknis
6. Aspek Administratif dan Sistem Informasi
Di dalam aspek-aspek tersebut terdapat sejumlah faktor manajerial yang harus
diperhatikan agar jalannya fungsi-fungsi pada sistem manajemen operasi dan
pemeliharaan SDA dan prasarana SDA dapat berjalan dengan baik. Ada tidaknya
serta kelemahan pada faktor-faktor yang ada akan berdampak kepada lemahnya
penyelenggaraan fungsi-fungsi operasi dan manajemen. Kelemahan ini akan
berimbas pada kinerja kegiatan operasi dan pemeliharaan itu sendiri yang pada
gilirannya lambat laut akan akan berdampak kepada kinerja operasi dari SDA dan
prasarana SDA. Bentuk kinerja operasi yang buruk dari SDA dan prasarana SDA
berarti kegagalan tercapainya maksud dan tujuan awal dari pemanfaatan SDA dan
pembangunan prasarana SDA.

Sistem
Manajemen O dan P
SDA dan Prasarana SDA

Aspek Aspek
Aspek Aspek Aspek Aspek
Kelembagaan & Sumber Daya
Masyarakat Keuangan Administratif & SI Teknis
Organisasi Manusia

Gambar 3.2 Enam Aspek pada Sistem Manajemen Operasi dan Pemeliharaan SDA
dan Prasarana SDA

3.1.1 Faktor-Faktor Manajerial Sistem Manajemen Operasi dan Pemeliharaan


SDA dan Prasarana SDA

Pada masing-masing aspek sistem manajemen operasi dan pemeliharaan terdapat


sejumlah faktor-faktor manajerial yang perlu mendapatkan perhatian keberadaannya
serta keoptimalannya.
Pada aspek kelembagaan dan organisasi faktor-faktor tersebut meliputi:
1. Kebijakan keberadaan unit pelaksana kegiatan OP SDA dan Prasarana SDA
termasuk pengaturan kewenangan yang dimiliki;
2. Bentuk struktur unit kerja operasi dan pemeliharaan serta syarat-syarat keahlian

III - 4
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

pada tiap posisi;


3. Deskripsi kerja dari masing-masing posisi pada unit kerja operasi dan
pemeliharaan;
4. Pengaturan hubungan unit kerja operasi dan pemeliharaan dengan unit lainnya
termasuk didalamnya pola koordinasi yang ditetapkan.
Aspek Sumber Daya Manusia adalah sebagai aspek kedua pada Sistem Manajemen
Operasi dan Pemeliharaan SDA dan Prasarana SDA. Aspek ini merupakan salah
satu aspek yang tidak dapat diabaikan, karena dengan sumber daya pelaksana
pekerjaan termasuk juga pengawas pelaksana operasi dan Aspek Sumber Daya
Manusia adalah sebagai aspek kedua pada Sistem Manajemen Operasi dan
Pemeliharaan SDA dan Prasarana SDA. Aspek ini merupakan salah satu aspek yang
tidak dapat diabaikan, karena dengan sumber daya pelaksana pekerjaan termasuk
juga pengawas pelaksana operasi dan pemeliharaan. Faktor-faktor yang perlu
diperhatian pada aspek ini adalah:
1. Ketepatan kompetensi personil dengan posisi-posisi yang dituangkan pada
deskripsi kerja yang dirumuskan pada aspek kelembagaan dan organisasi;
2. Besarnya lingkup beban kerja operasi dan pemeliharaan SDA dan prasarana
SDA, menjadikan jumlah personil adalah faktor yang tidak dapat diabaikan. Atas
dasar hal tersebut faktor kecukupan jumlah personil adalah salah satu yang
penting untuk dikelola;
3. Pembinaan sumber daya manusia pelaksana operasi dan pemeliharaan dalam hal
manajerial dan keahlian teknisnya;
4. Sistem reward dan punishment, termasuk kejelasan jenjang karir bagi personil di
dalam unit kerja operasi dan pemeliharaan.
Aspek ketiga merupakan aspek unik dari SDA dan prasarana SDA. Air sebagai
elemen utama dalam pengelolaan SDA dan prasarana SDA memiliki nilai sosial juga
sekaligus nilai ekonomi. Untuk itu dalam pengelolaan (operasi dan pemeliharaan)
SDA dan prasarana SDA tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan publik
(masyarakat). Aspek Masyarakat terkait dengan masyarakat sebagai penerima
manfaat juga sekaligus sebagai pelaku pendukung pengelolaan (sifat partisipatif).
Paling tidak terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan pengelolaannya pada aspek
ketiga ini yaitu:
1. Pengaturan hubungan unit kerja operasi dan pemeliharaan dengan masyarakat

III - 5
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

sebagai pemanfaat;
2. Pengaturan hubungan unit kerja operasi dan pemeliharaan dengan masyarakat
pendukung pengeloaan SDA dan prasarana SDA (dalam hal ini peran partisipasi
masyarakat);
3. Peningkatan kapasitas (pembinaan dan pelatihan) masyarakat pendukung
pengelola SDA dan prasarana SDA.
Aspek keempat adalah aspek keuangan. Aspek ini memberikan pengaruh signifikan
pada kinerja kegiatan operasi dan pemeliharaan. Aspek ini memiliki isu strategis yang
tercermin pada anggaran operasi dan anggaran pemeliharaan. Keberadaan
anggaran operasi ditujukan bagi pelaksanaan fungsi-fungsi operasi, sementara
anggaran pemeliharaan ditujukan bagi kegiatan-kegiatan pemeliharaan itu sendiri
yang memberikan gambaran dukungannya bagi penyelenggaraan operasi yang
optimal. Anggaran pemeliharaan, seperti anggaran-anggaran lainnya pada sebuah
organisasi mencerminkan dua hal strategis, pertama, sebagai cerminan kebijakan
dan strategi organisasi dalam mempertahankan kinerja operasi, dan kedua, sebagai
alat kontrol dan evaluasi kinerja dari sisi keuangan. Atas dua isu strategis pada aspek
keuangan tersebut maka faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada aspek keuangan
adalah:
1. Anggaran operasi dan pemeliharaan
2. Standar biaya-biaya (termasuk harga satuan) atau indeks
3. Standar operating procedure / Prosedur baku mutu pemanfaatan anggaran, dan
pelaporan keuangan
4. Prosedur Baku Mutu audit keuangan.
Aspek kelima adalah aspek administratif dan sistem informasi. Terkait dengan
sumber daya air dan prasarana SDA, maka sistem informasi yang dimaksudkan
termasuk di dalamnya adalah sistem informasi geografis. Pada aspek ini kemampuan
untuk mengkoleksi, mencatat, mengolah serta menyajikan berbagai jenis data
pemeliharaan secara cepat, tepat, lengkap, relevan dan ekonomis guna mendukung
seluruh kegiatan-kegiatan pemeliharaan dalam bentuk informasi bagi proses analisis
dan pengambilan keputusan merupakan fokus dari aspek ini. Dengan kemampuan
pengelolaan data dan informasi yang baik diharapkan terjadi tingkat pengawasan
kinerja operasi dan pemeliharaan yang baik. Secara spesifik faktor-faktor yang perlu
diperhatikan pada aspek ini adalah:

III - 6
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

1. Data inventarisasi SDA dan prasarana SDA, dengan segala karakteristiknya;


2. Sistem informasi pengelolaan data historis perlakuan pemeliharaan, termasuk
pemanfaatan sumber daya dan konsekuensi keuangannya;
3. Data inventarisasi fasilitas dan peralatan;
4. Basis data prosedur baku mutu (contoh: penugasan, pencatatan, pengawasan
dan penilaian kinerja pelaksanaan, pengadaan barang dan jasa);
5. Basis data rekanan dan kualifikasinya.
Aspek terakhir atau aspek keenam yaitu aspek teknis. Fokus pada aspek ini terkait
dengan tatacara atau prosedur pelaksanaan pemeliharaan serta pedoman-pedoman
teknis yang harus diikuti dan dipenuhi dalam melaksanakan setiap aktivitas
pemeliharaan. Faktor-faktor pada aspek ini meliputi:
1. Prosedur baku mutu pelaksanaan Operasi SDA dan Prasarana SDA;
2. Prosedur baku mutu pelaksanaan Pemeliharaan SDA dan Prasarana SDA
(preventif, korektif dan darurat);
3. Standar dan kriteria kinerja layak Operasi SDA dan Prasarana SDA (parameter-
parameter kinerja operasi layak kualitatif dan kuantitatif yang harus dipenuhi
dalam kaitannya dengan IWRM);
4. Standar dan spesifikasi konstruksi prasarana SDA;
5. Prosedur baku mutu pengawasan pelaksanaan dan penilaian kinerja termasuk
kritera standar penilaian kinerja pemeliharaan;
6. Prosedur baku mutu penugasan internal dan pencatatan kerja, termasuk di
dalamnya proses penjadwalannya;
7. Prosedur baku mutu pengadaan barang dan jasa.

3.1.2 Pola Kerja Operasi dan Sistem Pemeliharaan Bangunan Sumber Daya Air

Suatu sistem SDA yang dimanfaatkan dan prasarana SDA yang beroperasi
secara alamiah akan mengalami proses deteriorisasi. Proses penurunan kinerja
diakibatkan oleh banyak faktor. Untuk elemen pintu irigasi misalnya, penurunan
kinerja operasi dapat terjadi karena pengaruh faktor karakteristik intrinsik komponen,
faktor karakterisik operasi dan pemeliharaan sistem/elemen dan faktor karakteristik
lingkungan dimana elemen pintu irigasi berada. Secara bersama-sama faktor-faktor
tersebut mengakibatkan sebuah elemen prasarana SDA pada suatu titik masa tidak
dapat lagi digunakan. Oleh sebab untuk menjamin tetap dapat beroperasi maka
proses perbaikan atau penggantian harus dilakukan. Proses perbaikan atau

III - 7
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

penggantian merupakan bagian dari pekerjaan pemeliharaan. Sejatinya pekerjaan


pemeliharaan yang baik tidak menunggu elemen tersebut rusak, tetapi dengan suatu
mekanisme tertentu kerusakan harus sudah dapat diprediksi sebelumnya, sehingga
waktu idle operasi prasarana SDA dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan.
Gambar 3.3 memberikan ilustrasi bagaimana kondisi sebuah prasarana SDA yang
baru selesai di bangun ada pada titik kinerja optimum. Sementara prasarana SDA
dirancang untuk memiliki service life tertentu. Jika selama masa service life
prasarana SDA mendapatkan pemeliharaan yang buruk atau tidak mendapatkan
sama sekali, maka masa service life akan lebih pendek dari pada yang direncanakan.
Jika prasarana SDA mendapatkan tindakan pemeliharaan dengan baik, maka
prasarana SDA tersebut dapat memiliki service life sama dengan umur rencana.
Namun demikian prasarana SDA berpeluang memiliki service life lebih panjang dari
umur yang direncanakan. Untuk itu pada titik masa tertentu, yang harus mampu
diprediksikan sebelumnya, mendapatkan pemeliharaan berat berupa pekerjaan
rehabilitasi.

Gambar 3.3 Proses Deteriorasi Dan Pemeliharaan Bangunan (modifikasi dari


Frangopol, et al., 2001)
Ilustrasi Gambar 3.3 menjelaskan bahwa dengan pemeliharaan yang baik,
masa operasi prasarana SDA dapat mencapai desain service life-nya, bahkan
dengan kerja rehabilitasi (major maintenance) prasarana SDA dapat memiliki masa
operasi lebih panjang dari desain service life-nya. Untuk dapat menyelenggarakan
kegiatan pemeliharaan yang baik, seperti telah di disampaikan sebelumnya, maka
penyelenggaraan kegiatan pemeliharaan perlu mengadopsi prinsip-prinsip

III - 8
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

manajemen. Menurut Bristish Standar Institute BS 3811 (1984) penyelenggaraan


pekerjaan pemeliharan dapat dibagi atas dua kelompok besar, pemeliharaan
terencana (planned maintenance) dan pemeliharan tidak terencana (unplanned
maintenance). Di dalam pekerjaan planned maintenance tindakan pemeliharaan
bersifat dominan preventif dan menggunakan pendekatan analisis prediktif untuk
melaksanakan pemeliharaan korektif yang terjadwal. Sementara pada pekerjaan
uplanned maintenance akan bersifat korektif (tidak terjadwal) dengan pendekatan
reaktif.
Gambar 3.4 berikut mengilustrasikan klasifikasi dan pola pemeliharaan pada sebuah
prasarana SDA.

Pola Penyelenggaraan
Pemeliharaan SDA

Pemeliharaan Pemeliharaan Tidak


Terencana Terencana

Korektif tidak
Inspeksi & Evaluasi
Korektif terjadwal terjadwal
Langsung
(Darurat)

Analisis Prediktif

Gambar 3.4 Pola dan Klasifikasi Penyelenggaraan Pemeliharaan


(modifikasi dari Grigg, 1988; Chanter and Swallow, 1996; Jordan, 1990)
Penyelenggaraan sistem manajemen pemeliharaan yang ideal tidak berarti
seluruhnya adalah pemeliharaan terencana. Pada saat-saat tertentu, karena adanya
faktor ketidakpastian, kerusakan dapat terjadi secara tiba-tiba pada prasarana SDA,
seperti misalnya kerusakan akibat dari adanya bencana alam. Kerusakan yang tiba-
tiba ini tentunya akan menuntut kerja pemeliharaan korektif yang pada awalnya tidak
terjadwal. Namun demikian sebuah sistem manajemen pemeliharaan yang baik akan
memiliki porsi kegiatan pemeliharaan terencana yang lebih dominan dibandingkan
kegiatan pemeliharaan tidak terencana. Dengan kata lain dua pola kerja
pemeliharaan, planned dan unplanned, harus tetap berjalan secara berdampingan.
Semua pola kerja pemeliharaan ini intinya adalah untuk mendukung sistem
manajemen operasi dari SDA serta prasarana SDA itu sendiri. Seperti telah
disampaikan sebelumnya dalam konteks pemanfaatan (pendayagunaan) SDA agar

III - 9
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

dapat berlangsung optimal, sejumlah prasarana SDA dibangun. Demikian pula perlu
dipahami bahwa sejumlah prasarana SDA dibangun dalam konteks pengendalian
daya rusak air.

3.2 Metodologi

Metodologi ini berisikan uraian rencana operasi yang menjelaskan mengenai


pelaksanaan pekerjaan. Penyusunan rencana pelaksanaan akan menggunakan pola
sesuai dengan diagram alir kegiatan. Pola uraian yang dimaksud adalah menerapkan
pengelompokan jenis pekerjaan dan urutan pelaksanaan dimana ketergantungan dan
keterikatan hasil pekerjaan diperlihatkan pada bagan alir kegiatan/flow chart yang
tertulis pada BAB ini.
Pada tahun anggaran 2018, Satuan Kerja Operasi dan Pemeliharaan SDA,
Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy, dengan dana APBN melakukan kegiatan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen. Kegiatan tersebut
dilaksanakan secara kontraktual dibagi dalam 6 (enam) Kegiatan Pokok, sebagai
berikut :
I. Persiapan
1. Persiapan Administrasi
2. Mobilisasi Personil dan Persiapan Peralatan
3. Koordinasi Dengan Direksi Terkait
4. Pengumpulan Data Dasar (Data Desain Bangunan Pengendali Sedimen dan
ABD Bangunan Pengendali Sedimen yang sudah terbangun)
II. Survey Lapangan
1. Survey dan Inventarisasi kondisi dan Prasarana Bangunan Pengendali
Sedimen
2. Survey Pengukuran kapasitas tampungan sedimen
III. Analisa dan Elaborasi Data
1. Analisa Fungsi Bangunan Pengendali Sedimen
2. Analisa Sistem Operasi dan Pemeliharaan
IV. Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen
1. Manual Operasi
2. Manual Pemeliharaan (Berkala dan Rutin)
V. Pelaporan
1. Manual O & P Prasarana Pengendali Sedimen

III - 10
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

2. Rencana Mutu Kontrak


3. Laporan Bulanan
4. Laporan Pendahuluan
5. Laporan Pertengahan
6. Konsep Laporan Akhir
7. Laporan Ringkasan
8. Laporan Utama
9. Laporan Penunjang :
a.Laporan Form/Blanko Inventarisasi Chek Dam
b.Laporan Survey Geometri dan Investigasi Chek Dam
c.Gambar Potongan dan Peta Inventarisasi (A3)
10. Foto Dokumentasi
VI. Diskusi dan Asistensi
1. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak (RMK)
2. Diskusi Laporan Pendahuluan
3. Diskusi Laporan Antara
4. Diskusi Laporan Akhir

Gambar berikut menjabarkan Bagan Alir kegiatan Penyusunan Manual OP Bangunan


Pengendali Sedimen pada WS Citanduy.

MULAI

PERSIAPAN
Personil yang Administrasi Peralatan yang
ditugaskan dan studi terdahulu digunakan

Diskusi/
No Asistensi

CEK
Yes

Penyusunan Rencana Penyusunan Rencana


Pelak. Kegiatan Mutu Kontrak (RMK)

Diskusi/ No
Asistensi
No DISKUSI
CEK
Yes Yes

A
Laporan RMK

III - 11
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Gambar 3.5 Bagan Alir Kegiatan


A

Data Perenc Pengumpulan data Pengumpulan Data ABD


dan As built Bangunan pengendali Bangunan Pengendali
drawing Sedimen

Data Pemeliharaan
Pengumpulan data historis
Bangunan Diskusi Narasumber
pemeliharaan Bangunan
Pengendali
Pengendali Sedimen ksisting
Sedimen eksisting

Penyusunan Konsep
Laporan

No
Diskusi/
Asistensi

CEK
Yes
Laporan
Pendahuluan

Survey dan Survey Pengukuran


Inventarisasi Kapasitas
Prasarana Bangunan Tampungan Sedimen
Pengendali Sedimen

Analisa dan
Elaborasi Data

Analisa Sistem
Analisa Fungsi
Operasi dan
Bangunan
Pemeliharaan
Pengendali Sedimen

Penyusunan Konsep
Laporan Interim

Diskusi/
Asistensi No

CEK
Yes
Laporan
Interim

III - 12
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Gambar 3.6 Bagan Alir Kegiatan (Lanjutan)

Penyusunan Manual Penyusunan Manual


Operasi Pemeliharaan

Penyusunan
Konsep Laporan

Diskusi/
Asistensi No

CEK
Yes

Final
Laporan Akhir
No

CEK
Yes

Laporan Akhir

SELESAI

Gambar 3.7 Bagan Alir Kegiatan (Lanjutan)

3.2.1 Persiapan

Pekerjaan persiapan ini mencakup segala kegiatan yang diperlukan untuk


mendukung dimulainya pelaksanaan pekerjaan, antara lain :
1. Persiapan Administrasi
Pada persiapan administrasi ini dimulai dari penyiapan pembuatan
dokumen kontrak antara pemberi kerja dengan pelaksana ( pihak konsultan
) dan dalam hal ini termasuk surat menyurat yang bersifat dinas.
2. Mobilisasi Personil dan dan Persiapan Peralatan
Setelah diskusi rencana kerja dilakukan dan mendapat pengarahan dari
direksi, maka dapat dilakukan mobilisasi ; meliputi personil dan peralatan,
dan untuk tim Survey, langsung menyiapkan segala sesuatu untuk memulai
pekerjaan Inventarisasi dan Identifikasi.

III - 13
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

3. Koordinasi dengan direksi


Koordinasi ini diperlukan untuk menentukan lokasi agar tidak terjadi
kesalahan.
4. Pengumpulan Data Dasar.
Dalam tahapan pengumpulan data dasar ini diusahakan semaksimal
mungkin didapat untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pekerjaan,
terutama penetapan lokasi kegiatan lapangan.
a. Mengumpulkan data teknis untuk semua bangunan pengendali sedimen
(Bangunan Pengendali Sedimen) dan bangunan pelengkapnya yang
menjadi kewenangan BBWS Citanduy pada WS Citanduy baik di
wilayah Provinsi Jawa Barat maupun Jawa Tengah.
b. Mengumpulkan gambar desain, foto dokumentasi, lay out jaringan lokasi
Bangunan Pengendali Sedimen , laporan operasi dan pemeliharaan
beserta rehabilitasi/perbaikan bangunan yang pernah dilaksanakan.
 Pembuatan Rencana Mutu Kontrak (RMK)
Rencana Mutu Kontrak (RMK) mencakup seluruh prosedur dari pekerjaan
yang akan dilaksanakan dan terlebih dahulu harus dikonsultasikan dengan
pemberi pekerjaan/pengawas dan harus diserahkan selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kalender sejak dikeluarkannya SPMK.
 Laporan Pendahuluan
Laporan ini berisikan kerangka kerja yang akan dilakukan mengenai
persiapan, pengurusan perijinan, mobilisasi tenaga & peralatan, rencana kerja,
pengorganisasian personil/tenaga ahli, pengumpulan data sekunder serta
sumber data.
Laporan pendahuluan selanjutnya didiskusikan dengan direksi pekerjaan dan
instansi-instansi terkait. Diskusi laporan pendahuluan perlu dilakukan untuk
mendapatkan kesepahaman awal dan untuk mendapatkan persetujuan dari
peserta diskusi dalam menjalankan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Sehingga
hasil yang dicapai sesuai dengan sasaran dari kegiatan ini.
Laporan pendahuluan mencakup temuan-temuan lapangan dan hasil survey
awal, metode pelaksanaan mencakup jadual penugasan dan rencana
mobilisasi personil, jadual pengadaan peralatan, pekerjaan persiapan dengan

III - 14
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

memperhatikan mutu desain dan rencana pelaksanaan kegiatan. Laporan ini


harus diserahkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
dikeluarkannya SPMK.

3.2.2 Survey Lapangan

Kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi :


1. Survey dan Inventarisasi kondisi dan Prasarana Bangunan Pengendali Sedimen
 Inventarisasi Bangunan Pengendali Sedimen (Bangunan Pengendali
Sedimen) untuk semua tipe
Hal–hal yang penting diinventalisir pada Bangunan Pengendali Sedimen :
 Pembuatan foto-foto bagian Bangunan Pengendali Sedimen yang
memperlihatkan kerusakan.
 Membuat sketsa gambar
 Bagian tembok/pasangan yang rusak
 Pintu – pintu pemanfaatan bila ada
 Kemungkinan perpanjangan tembok sayap
 Perlu tidaknya konstruksi pengaman terhadap gerusan dan longsoran.
 Pemasangan / perbaikan alat ukur debit air pada intake
 Mengukur lebar, panjang dan tinggi bagian Bangunan Pengendali Sedimen
 Inventarisasi yang diperlukan di lokasi saluran pemanfaatan bila ada :
 Tembok pemisah alur penguras
 Pintu – pintu penguras
 Tembok pasangan saluran yang rusak
 Menyusun daftar bagian tubuh Bangunan Pengendali Sedimen yang
memerlukan perbaikan.
2. Survey Pengukuran kapasitas tampungan sedimen
 Pengukuran Lokasi Bangunan Pengendali Sedimen Eksisting
Sasaran dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah terbentuk atau terkumpulnya
data primer dan sekunder secara digital untuk pelaksanaan pekerjaan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen secara keseluruhan
dan merupakan data pendukung (support data) untuk disiplin ilmu lainnya dalam
pembuatan buku Manual OP bangunan Pengendali Sedimen.
Sasaran dari pelaksanaan pekerjaan untuk setiap item pekerjaan adalah sbb:

III - 15
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

- Pengukuran GPS (Global Positioning System) dilaksanakan untuk menghasilkan


koordinat titik-titik kontrol tanah pada setiap lokasi Bangunan Pengendali Sedimen
yang akan dijadikan acuan untuk pengukuran titik-titik kerangka dasar horisontal
maupun vertikal (titik-titik poligon).
- Pengukuran Profil (penampang) sungai dilaksanakan untuk mendapatkan data
dimensi dari suatu penampang sungai baik secara melintang ataupun memanjang
dan akan digambarkan dalam peta penampang (profil) sungai.

a. Pekerjaan Persiapan Pengukuran

Pekerjaan persiapan meliputi antara lain :


 Pekerjaan Persiapan Umum, meliputi persiapan administrasi dan teknis, yaitu :
 Persiapan administrasi meliputi penyiapan surat kontrak kerja, surat
penugasan survey, surat ijin, dll

2. Pekerjaan Orientasi Lapangan dilakukan dengan cara peninjauan lapangan


langsung terhadap area rencana pengukuran dengan tujuan agar dapat mengenal
dan memahami lebih jauh lokasi pelaksanaan pengukuran sehingga diperoleh
informasi secara lengkap kondisi dan situasi lapangan untuk memudahkan
pelaksanaan pekerjaan selanjutnya.

3. Pembuatan Rencana Kerja dilakukan berdasarkan informasi hasil orientasi


lapangan sehingga bisa direncanakan secara rinci strategi pelaksanaan pekerjaan
selanjutnya termasuk pengaturan dan penjadwalan pelaksanaannya.

b. Pengukuran Titik Kontrol Dengan GPS

Pengukuran titik kontrol dengan menggunakan GPS memberikan keuntungan


lebih dalam pelaksanaan pengukuran kerangka dasar, karena dengan menggunakan
GPS dapat menghemat waktu dan biaya serta efisiensi sumber daya manusia
pelaksana pengukuran, disamping itu ketelitian koordinat titik kontrol pun dapat dijaga
sepanjang menggunakan metode yang benar, pelayanan data dan informasi secara
real time, sistem koordinat terintegrasi kepada sistem koordinat global/dunia
(WGS’84), efektif untuk titik-titik kontrol yang jaraknya sangat jauh satu dengan
lainnya dan berada relatif pada daerah terbuka, serta keuntungan-keuntungan
lainnya.

III - 16
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

GPS (Global Positioning System) adalah sistem navigasi dan penentuan posisi
menggunakan satelit yang dapat memberikan informasi tentang posisi, kecepatan
dan waktu di muka bumi setiap saat, dengan ketelitian penentuan posisi dalam fraksi
milimeter sampai dengan meter. Kemampuan jangkauannya mencakup seluruh dunia
dan dapat digunakan banyak orang setiap saat pada waktu yang sama (Abidin,H.Z,
1995).
Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah perpotongan ke belakang
dengan pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GPS yang
koordinatnya telah diketahui seperti gambar berikut :

Gambar 3.8 Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS [Abidin,H.Z, 1995]

3.2.3 Analisa dan Elaborasi Data


3.2.3.1 Analisa Fungsi Bangunan Pengendali Sedimen
a) Analisa Data Debit Banjir
Evaporasi dan transpirasi merupakan faktor penting dalam studi
pengembangan sumber daya air. Evaporasi adalah proses fisik yang
mengubah suatu cairan atau bahan padat menjadi gas. Sedangkan
transpirasi adalah penguapan air yang terjadi melalui tumbuhan. Jika
kedua proses tersebut saling berkaitan disebut dengan evapotranspirasi.
Sehingga evapotranspirasi merupakan gabungan antara proses penguapan
dari permukaan tanah bebas (evaporasi) dan penguapan yang berasal dari
daun tanaman (transpirasi).
Besarnya nilai evaporasi dipengaruhi oleh iklim, sedangkan untuk transpirasi
dipengaruhi oleh iklim, varietas, jenis tanaman serta umur tanaman.
Beberapa metode yang ada bisa digunakan sebagai pendekatan untuk

III - 17
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

melakukan perhitungan tinggi evapotranspirasi pada daerah studi.


a) Metode Penman Modifikasi (Suhardjono, 1990)
Dalam studi untuk menghitung besarnya evapotranspirasi dengan
menggunakan metode Penman Modifikasi yang telah disesuaikan
dengan keadaan daerah Indonesia adalah :
Eto = c x Eto*
Eto* = W (0.75.Rs – Rn1) + (1 – W). f(u). (ea – ed)
Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai
berikut:
W = faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan
elevasi
Rs = radiasi gelombang pendek (mm/hari).
= (0,25 + 0,54. n/N). Ra.
Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas
luar
atmosfir (angka angot).
Rn1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari).
= f(t) . f(ed) . f(n/N)
f(T) = fungsi suhu = . Ta4
f(ed) = fungsi tekanan uap = 0,34 – 0,044 . (ed)1/2
f(n/N) = fungsi kecerahan
= 0,1 + 0,9 . n/N

f(u) = fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (m/det)


= 0,27 (1 + 0,864 .u)
(ea–ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap
sebenarnya ed = ea . RH.
RH = kelembaban udara relatif (%).
c = angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi
siang dan malam.
b) Metode Penman Modifikasi (FAO)
Sedangkan, studi untuk menghitung besarnya evapotranspirasi dengan
menggunakan metode Penman Modifikasi yang diambil dari Bipowered
Folow- up Course for the Directorate General of Water Resources
Development of the Republic of Indonesia adalah sebagai berikut :
Eto = O/(O+c)*[1/58*(1-r)*R]- O/
(O+c)*[1/58*117*10^(TA+273)^4*(0,56-

III - 18
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

0,092*(ea)^0.5)*(0,10+0,90*n/N)]+
c/(O+c)*[0,35*(1+0,54*u)*(es-ea)]
Analisa Perhitungan Data Hidrologi
1. Uji konsistensi data hujan

Jika data hujan tidak konsisten yang diakibatkan oleh berubahnya atau
terganggunya lingkungan di sekitar tempat di mana alat ukur penakar
hujan dipasang, misalnya antara lain karena terlindung oleh
pohon, terletak berdekatan dengan gedung tinggi, perubahan cara
penakaran dan pencatatannya, pemindahan letak penakar hujan dan
sebagainya, maka seolah- olah terjadi penyimpangan terhadap trend
data hujan yang semula atau sebenarnya.
Oleh karena itu maka pengujian konsistensi data hujan perlu dilakukan.
Dan hal tersebut dapat diselidiki dengan menggunakan metode seperti
dijelaskan di bawah ini.
 Metode Rescaled Adjusted Partial Sums
Dipakai untuk mengatasi ketidakkonsistenan suatu data hujan dari
suatu stasiun dengan data hujan dari stasiun itu sendiri,
dengan cara mendeteksi pergeseran nilai rata-rata (mean). Data
hujan yang tidak konsisten sering terjadi akibat beberapa hal
seperti:
 Alat diganti dengan alat yang berspesifikasi lain
 Perubahan lingkungan yang mendadak
 Lokasi pencatatan data hujan dipindahkan
Rumus yang digunakan:
Sk* =  (Yi – Yrerata)2
Sk** = Sk* / Dy
Dy2 =  (Yi – Yrerata)2 / n
Q =  Sk**maks
R = Sk**mak - Sk**min
Tabel 3.1 Nilai Q / n0,5 dan R / n 0,5
0,5 0,5
N Q/n R/n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,050 1,140 1,290 1,210 1,280 1,380
20 1,100 1,220 1,420 1,340 1,430 1,600
30 1,120 1,240 1,480 1,400 1,500 1,700

III - 19
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

40 1,140 1,270 1,520 1,440 1,550 1,780


100 1,170 1,290 1,550 1,500 1,620 1,850
Sumber : Sri Harto, Br, Analisis Hidrologi, 60 : 1993

 Metode Uji F
Uji F dengan analisa variansi yang bersifat dua arah, dengan
hipotesa sebagai berikut:
Hipotesa 1 : H0 = hujan homogen dari bulan ke bulan
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke
bulan
Hipotesa 2 : H0 = hujan homogen dari tahun ke tahun
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke
tahun
Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus
berikut :
F1 = [(n-1). n (X’i – X’)2] /  (Xij – X’i – X’j +
X’)2] F2 = [(k-1). k (X’j – X’)2] /  (Xij – X’i –
X’j + X’)2]
dimana :
X’i = Harga rata-rata untuk bulan i
X’j = Harga rata-rata untuk tahun j
X’ = Harga rata-rata untuk keseluruhan
Xij = Harga pengamatan untuk bulan j pada tahun j
n = Banyaknya pengamatan perbulan (tahun)
k = Banyak bulan
H0 diterima jika harga F hitung < F kritis
H0 ditolak jika harga F hitung > F kritis

2. Curah Hujan Rerata Maksimum Harian


Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan
rata- rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan
pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah
atau daerah dan dinyatakan dalam mm. Beberapa metode yang
digunakan untuk menghitung curah hujan rata-rata daerah maksimum
adalah (Sosrodarsono, 1987 : 27) :
 Cara Rata-rata Aljabar
Metode ini sesuai bila digunakan pada daerah-daerah yang relatif

III - 20
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

datar dengan pos pengamatan hujan yang tersebar merata dan


masing-masing pos mempunyai hasil pengamatan yang tidak jauh
berbeda dengan hasil reratanya.
 Cara Poligon Thiessen
Metode ini sesuai digunakan bila titik-titik pengamatan di dalam
daerah tersebut tidak tersebar merata. Cara perhitungan untuk
curah hujan rata- rata dilakukan dengan membuat suatu poligon
yang menghubungkan masing-masing pos pengamatan curah
hujan. Cara ini akan memberikan hasil yang lebih teliti jika
dibandingkan dengan cara rata-rata aljabar.
 Cara Garis Isohyet
Peta isohyet digambarkan pada DPS dengan perbedaan (interval)
kontur 10 – 20 mm berdasarkan data curah hujan pada setiap titik
pengamatan. Cara ini adalah cara yang terbaik jika garis-garis
isohiet dapat digambar dengan teliti, tetapi jika titik-titik pengamatan
itu banyak dan variasi curah hujan di daerah tersebut besar, maka
pembuatan peta isohiet akan menjadi lebih sulit.
3. Perhitungan Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah hujan terbesar tahunan dengan suatu
kemungkinan yang tertentu, atau hujan dengan suatu kemungkinan
periode ulang tertentu.
 Metode Gumbel Type I
Distribusi Gumbel Type I atau disebut juga dengan distribusi
ekstrem tipe I (ekstreme type I distribution) umumnya digunakan
untuk analisis data maksimum. Distribusi Gumbel Type I mempunyai
koefisien kemencengan (Coefficient of Skewness) CS = 1,139.
(Soewarno, 1995:123).

Tabel di bawah ini menunjukkan hubungan antara waktu balik dengan


reduced variate.

Tabel 3.2 Reduced Variate Sebagai Fungsi Waktu balik

Reduced Reduced
Tr (tahun) Tr (tahun)
Variate Variate

III - 21
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

5 1,4999 200 5,2958


10 2,2504 500 6,2136
100 4,6001 1000 6,9072

Tabel 3.3 Hubungan Reduced Mean Yn dengan Banyaknya Data n

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
100 0.5600

Sumber : Soewarno, 1995

Tabel 3.4 Hubungan Reduced Standart Deviation Sn dengan Banyaknya Data n.

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1086
30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734
60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844
70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930
80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001
90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060
Sumber : Jaromir Nomec, 1973

 Persamaan garis lurus model Matematik Distribusi Gumbel type I yang


ditentukan dengan menggunakan metode momen, dengan persamaan
sebagai berikut :
Y  aX  Xo 
1,283
a
σ
0,577
Xo  μ  , Xo  μ  0,455σ .....
atau a

III - 22
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Nilai Y, faktor reduksi gumbel merupakan fungsi dari


besarnya peluang atau periode ulang seperti yang
ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 3.5 Nilai Variabel Reduksi Gumbel


T (tahun) Peluang Y
1.00 0.00 -1.930
1 1 -1.670
1.00 0.00 -1.530
5 5 -1.097
1.01 0.01 -0.834
1.05 0.05 -0.476
1.11 0.10 -0.326
1.25 0.20 -0.185
1.33 0.25 0.087
1.43 0.30 0.366
1.67 0.40 0.671
2.00 0.50 1.030
2.50 0.60 1.240
3.33 0.70 1.510
4.00 0.75 2.250
5.00 0.80 2.970
10.0 0.90 3.900
0 0.95 4.600
20.0 0.98 5.290
0 0.99 6.210
Sumber : Bonnier, 1980

 Metode Log Pearson Type III


Distribusi Log Pearson Type III banyak digunakan dalam
analisis hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir)
dan minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrem. (Soewarno,
1995:141). Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh
distribusi Log Pearson Type III adalah (CD. Soemarto, 1987:243) :
Harga rata-rata.
 Standart deviasi.
 Koefisien kemencengan.
Distribusi frekuensi komulatif akan tergambar sebagai garis lurus
pada kertas log-normal jika koefisien asimetri Cs = 0.

Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson

III - 23
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Type III, adalah:


 Mengubah data debit banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3,
……, Xn menjadi log X1, log X2, log X3, …….., log Xn

 Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :

III - 24
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

 Menghitung nilai rata-rata dengan rumus :


S log x=
∑ log x
n
n = jumlah data.
 Menghitung nilai Deviasi standar dari log X, dengan rumus :
1 2
S log x=
√ ∑ (log x−log x
(n−1)
)

Menghitung nilai koefisien kemencengan, dengan rumus :



1 3
n ∑ (log x− )
log x
CS=
(n−1)(n−2)(S log x )3

 Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki


dengan rumus :

1 1
log x= +k
log x (S log x)

Harga-harga k dapat dilihat dari berikut dengan tingkat


peluang atau periode tertentu sesuai dengan nilai CS nya.
 Mencari anti log X untuk mendapatkan debit banjir dengan waktu
balik yang dikehendaki.

III - 25
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Tabel 3.6 Nilai k Distribusi Log Pearson Type III


Periode Ulang (tahun)
2 5 10 25 50 100 200 1000
CS Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0.5 0.1
3.0 -0.360 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051 4.970 7.250
2.5 -0.360 0.518 1.250 2.262 3.048 3.845 4.652 6.600
2.2 -0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705 4.444 6.200
2.0 -0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605 4.298 5.910
1.8 -0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499 4.147 5.660
1.6 -0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388 3.990 5.390
1.4 -0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271 3.828 5.110
1.2 -0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149 3.661 4.820
1.0 -0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022 3.489 4.540
0.9 -0.148 0.769 1.339 2.018 2.498 2.957 3.401 4.395
0.8 -0.132 0.780 1.336 1.998 2.453 2.891 3.312 4.250
0.7 -0.116 0.790 1.333 1.967 2.407 2.824 3.223 4.105
0.6 0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755 3.132 3.960
0.5 -0.083 0.808 1.323 1.910 2.311 2.686 3.041 3.815
0.4 -0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615 2.949 3.670
0.3 -0.050 0.824 1.309 1.849 2.211 2.544 2.856 3.525
0.2 -0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472 2.763 3.380
0.1 -0.017 0.836 1.292 1.785 2.107 2.400 2.670 3.235
0.0 0.000 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326 2.576 3.090
-0.1 0.017 0.836 1.270 1.761 2.000 2.252 2.482 3.950
-0.2 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178 2.388 2.810
-0.3 0.050 0.853 1.245 1.643 1.890 2.104 2.294 2.675
-0.4 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029 2.201 2.540
-0.5 0.083 0.856 1.216 1.567 1.777 1.955 2.108 2.400
-0.6 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880 2.016 2.275
-0.7 0.116 0.857 1.183 1.488 1.663 1.806 1.926 2.150
-0.8 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733 1.837 2.035
-0.9 0.148 0.854 1.147 1.407 1.549 1.660 1.749 1.910
-1.0 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588 1.664 1.800
-1.2 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449 1.501 1.625
-1.4 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318 1.351 1.465
-1.6 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197 1.216 1.280
-1.8 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087 1.097 1.130
-2.0 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990 1.995 1.000
-2.2 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905 0.907 0.910
-2.5 0.360 0.711 0.771 0.793 0.798 0.799 0.800 0.802
-3.0 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667 0.667 0.668

Sumber : Soewarno, 1995

 Uji Kecocokan
Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi
frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan/ mewakili distribusi
frekuensi tersebut diperlukan pengujian parameter.
 Uji Chi-Kuadrat
Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapot mewakili
dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Pengambilan keputusan uji ini

III - 26
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Tabel 3.7 Harga Chi-Square ( χ 2 )

Probability of deviation greather then x2

x2
Derajat Bebas (dk) 0.200 0.100 0.050 0.010 0.001

1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827


2 3.219
4.605 5.991 9.210 13.815
3 4.642
4 5.989 6.251 7.815 11.345 16.268
5 7.289 7.779 9.488 13.277 18.465
6 8.558 9.236 11.070 15.086 20.517
7 9.803
10.645 12.592 16.812 22.457
8 11.030
9 12.242 12.017 14.067 18.475 24.322
1 13.442 13.362 15.507 20.090 26.125
0 14.631 14.987 16.919 21.666 27.877
1 15.812
1 16.985
15.987 18.307 23.209 29.588
1 18.151 17.275 19.675 24.725 31.264
2 19.311 18.549 21.026 26.217 32.909
1 20.465
3 19.812 22.362 27.688 34.528
21.615
1
22.760
21.064 23.685 29.141 36.123
4 22.307 24.996 30.578 37.697
23.900
1
5 25.038 23.542 26.296 32.000 39.252
Sumber : Soewarno, 1995
Interpretasi hasilnya adalah :
o Apabila peluang lebih besar dari 5%, maka persamaan
distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima;
o Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka persamaan
distribusi teoritis yang digunakan tidak dapat diterima;
o Apabila peluang berada antara 1-5% adalah tidak
mungkin mengambil keputusan, misal perlu tambah data.
 Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji
kecocokan non parametrik (non parametric test), karena
pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.
Apabila D (selisih maksimum antara peluang pengamatan
dengan peluang teoritis) lebih kecil dari Do, maka distribusi
teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi dapat diterima. Apabila D lebih besar dari Do,
maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan
persamaan distribusi tidak dapat diterima.

III - 27
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Tabel 3.8 Nilai Kritis Do Untuk Uji Smirnov-Kolmogorov



0.200 0.100 0.050 0.010
n

5 0.450 0.510 0.560 0.670


10 0.320 0.370 0.410 0.490
15 0.270 0.300 0.340 0.400
20 0.230 0.260 0.290 0.360
25 0.210 0.240 0.270 0.320
30 0.190 0.220 0.240 0.290
35 0.180 0.200 0.230 0.270
40 0.170 0.190 0.210 0.250
45 0.160 0.180 0.200 0.240
50 0.150 0.170 0.190 0.230

n > 50 1. 07 1. 22 1 .3 6 1 .6 3
0,5 0,5 0,5 0,5
n n n n

Sumber : Bonnier, 1980


Catatan :  = derajat kepercayaan
4. Koefisien Pengaliran
Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan
sebagian lagi akan menjadi limpasan permukaan. Koefisien pengaliran
adalah suatu variable untuk menentukan besarnya limpasan permukaan
tersebut dimana penentuannya didasarkan pada kondisi Daerah
Aliran Sungai dan kondisi hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan lahannya
besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan sebagai berikut:

Tabel 3 9 Koefisien Pengaliran Berdasarkan Kondisi Fisik


Wilayah dan Jenis Penggunaan Lahannya
Kondisi Angka Pengaliran
Pegunungan curam DAS 0.75 – 0.90
Pegunungan tersier 0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75
Dataran Pertanian 0.45 – 0.60
Persawahan 0.70 – 0.80
Sungai di pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai di dataran 0.45 – 0.75
Sumber: Embung Tipe Urugan,Suyono Sosrodarsono

5. Hujan Netto
Hujan netto adalah bagian dari curah hujan total yang menghasilkan
limpasan langsung (direct run-off).
Limpasan langsung ini terdiri dari limpasan permukaan (surface run-off)

III - 28
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

dan aliran antara atau interflow (air yang masuk ke dalam lapisan tipis di
bawah permukaan tanah dengan permeabilitas rendah, yang keluar
lagi ditempat yang rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan).
Rn  c  R

dimana :
Rn = hujan netto (mm/hari)
c = koefisien pengaliran
R = curah hujan harian rancangan maksimum (mm/hari)

6. Pola Distribusi Hujan


Distribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan
cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-
jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak
ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman yang mirip
dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi
tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range
dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi
hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan
berdasarkan analisis frekuensi dan frekuensi kemunculan tertinggi pada
distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap
jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.
Pemilihan durasi hujan kritis (Critical Storm Duration), pada
prinsipnya
tergantung pada luas DPS dan pengaruh-pengaruh lain seperti luas
genangan waduk dan konfigurasi bangunan pelimpah, sehingga untuk
setiap bendungan walaupun memiliki luas DPS yang sama belum pasti
durasi hujan kritisnya sama.
Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat berpengaruh
pada hasil banjir desain yang diperhitungkan. Curah hujan yang sama
yang terdistribusi dengan dengan curah hujan yang panjang akan
menghasilkan puncak banjir yang lebih rendah dibanding dengan yang
terdistribusi dengan durasi yang pendek.
Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan data distribusi

III - 29
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

hujan jam-jaman dari stasiun hujan otomatis tidak tersedia, pola


distribusi hujan dapat ditetapkan dengan mengacu pada Tabel
dibawah yang diambil dari PSA-007.

Tabel3.10 Intensitas Hujan Dalam % Yang Disarankan PSA 007


Kala Ulang Durasi
½ ¾ 1 2Hujan
3 6 12 24
Tahun jam jam jam jam jam jam jam jam
5 32 41 48 59 66 78 88 100
10 30 38 45 57 64 76 88 100
25 28 36 43 55 63 75 88 100
50 27 35 42 53 61 73 88 100
100 26 34 41 52 60 72 88 100
100 25 32 39 49 57 69 88 100
0 20 27 34 45 52 64 88 100

Sumber : Soewarno, 1995


Untuk mendapatkan curah hujan kritis selanjutnya sesuai dengan PSA
007, distribusi hujan disusun dalam bentuk genta, dimana hujan tertinggi
ditempatkan di tengah, tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di
sebelah kanan dan seterusnya.
Tabel memperlihatkan pola distribusi hujan untuk durasi 12 jam.
Sedangkan Gambar memperlihatkan contoh pola distribusi hujan
dengan durasi 12 jam yang telah disusun dalam bentuk genta.

Tabel 3.11 Distribusi Hujan Untuk Durasi 12 Jam


Durasi hujan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
(jam)
Durasi hujan
(%) 8 16 25 33 41 50 58 66 75 83 91 100
Persentase
curah hujan (%) 44 60 68 75 82 88 90 92 94 96 98 100

Sumber : Soewarno, 1995

III - 30
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

b) Analisa Sedimentasi
Untuk kepentingan analisis, digunakan metode empiris untuk
memperkirakan besarnya erosi yaitu metoda Universal Soil Loss Equation (USLE).
Persamaan ini digunakan untuk memperkirakan rata-rata kehilangan tanah
tahunan disamping untuk mengevaluasi pengaruh dari upaya-upaya konservasi
maupun perbedaan pola tanam dan pengelolaanya pada tanah pertanian. Metode
USLE hanya dapat digunakan untuk menghitung dalam jangka panjang rata-rata
erosi lapisan/lembar dan erosi sebenamya. Erosi alur dan erosi saluran tidak
dapat diihitung dengan metode tersebut. Perkiraan laju erosi dalam satuan ton/ha
diberikan untuk jenis tanah tertentu, dengan kemiringan tertentu dan penggunaan
tanah tertentu termasuk upaya-upaya konservasinya.
Persamaan USLE adalah debagai berikut :
A = R x K x (LS) x (LM)
dimana:
A = kehilangan tanah (ton/ha)
R = indek erosivitas tanah
K = indek erodibilitas tanah
LS = panjang kemiringan/parameter kemiringan
LM = parameter penggunaan tanah dan pengelolaarmya
Meskipun persamaan USLE cukup sederhana sebagai model yang tetap,
namun diperlukan data yang baik menyangkut data hujan, vegetasi/penggunaan
lahan dan kondisi tanah untuk dapat dikalibrasikan dengan model.
1. Erosivitas Hujan
Kehilangan tanah dari lahan pertanian merupakan akibat dari hujan tunggal
yang secara langsung berhubungan dengan total energi kinetik dari hujan (E) dan
intensitas maksimum di atas 30 menit (I30)- Untuk mendapatkan rata-rata hujan
pada waktu yang panjang. Nilai R dari hujan tunggal diasumsikan dan dibagi
dengan jumlah tahun pengamatan.
Menurut Bols (1978) perkiraan hubungan untuk menghitung R :
R = 6.12 Pm 1.21 x N-0.47x Pmax 0.53
dimana:
Pm = curah hujan rata-rata bulanan (cm)
N = jumlah rata-rata hari hujan per bulan
Pmax = rata-rata hujan maximum selama 24 jam perbulan (cm)

III - 31
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Rata-rata faktor R bulanan sama dengan jumlah nilal rata-rata bulanan.


Secara umum faktor R meningkat dengan rata-rata hujan tahunan (lihat Gambar
3.9) Persamaan regresi dapat digunakan untuk memperkirakan besamya R pada
tahap awal.
R = 0.83 x Pann + 522
dimana:
R = indek erosivitas hujan
Pann = curah hujan tahunan (mm/yr)

Gambar 3.9 Hubungan antara rata-rata hujan tahunan dan faktor erosivitas R (Sumber
BTA 155)

2. Indek Erodibilitas Tanah


Erodibilitas dari suatu jenis tanah tergantung dari besamya kapasitas
infiltrasi dimana hal tersebut berhubungan dengan sifat-sifat fisik tanah yaitu
tekstur, ukuran butir-butir tanah dan stabilitas tanah. Partikel tanah dengan ukuran
besar lebih tahan terhadap erosi sebab dibutuhkan lebih besar daya untuk
membawanya ke tempat lain.
Partikel-partikel tanah yang lebih halus mempunyai kohesivitas yang tinggi
dengan demikian tahan terhadap perusakan. Daya tahan erosi terendah terdapat
pada abu dan pasir. Tanah dengan kandungan debu yang tinggi (40-60%)
umumnya sangat mudah tererosi.

III - 32
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Kapasitas infiltrasi tergantung pada distribusi ukuran pori dan stabilitas pori.
Dengan agregat tanah yang baik biasanya mempunya ruang pori yang besar dan
terbuka pada saat periode basah. Kelebihan air memudahkan pengangkutan
subsoil, dan disini aliran permukam tanah bias dikurangi. Kandungan karbon
organic di dalam tanah merupakan hal yang penting sebab berpengaruh pada
stabilitas agregat. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2%
bersifat mudah tererosi.
Indek erodibilitas tanah K memberikan batasan kuantitatif dari kemampuan
tanah memberikan perusakan dan pengangkutan. Indek menyatakan sejumlah
tanah tererosi dari plot standar per bagian erosivitas hujan. Faktor erodibilitas
tanah dapat ditentukan dari plot standard erosi yang mana K dinyatakan dalam
ton/ha per unit dari erosivitas hujan. Faktor erodibilitas plot standard erosi berkisar
antara 0 dan 0.7 untuk tanah-tanah tropis. Kebanyakan nilai K berkisar antara
0.05 sampai 0.35. Umumnya kebanyakan tanah-tanah yang diipegaruhi oleh iklim
(Oxisols and Ultisols) kurang mudah tererosi daripada tanah-tanah yang tidak
dipengaruhl oleh iklim (Alfisols, Arldisols, Mollisols and Vertisols). Berdasarkan
nilai yang diberikan untuk berbagai type tanah faktor K dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
Tabel 3.12 Hubungan Klas tanah dan Nilai K
Klas Nilai K
Rendah <0.15
Sedang 0.15 - 0.25
Tinggi >0.25
Sumber : Hamer,1990
Secara umum faktor K berhubungan dengan tipe tanah dan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:

III - 33
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Tabel 3.13 Hubungan Tipe Tanah dan Erodibilitas


Tipe Tanah Erodibilitas
Latosols Rendah
Lithosols Rendah-Sedang
Podsolic Soils Sedang
Grumosols Sedang
Mediteranean Sedang-Tinggi
Alluvial Soils Sedang-Tinggi
Regosols Sedang-Tinggi
Andosols Sedang-Tinggi
Planosols Tinggi
Sumber : Hamer,1990
Bila tidak tersedia informasi, nilai 0,3 dapat digunakan untuk pendekatan
awal konservatif (tinggi) dalam perkiraan erosi.
3. Parameter Panjang Lereng LS
Faktor topografi panjang lereng dan kemiringan lereng (di dalam
persamaan USLE dinyatakan dengan faktor L dan S), biasanya dipakai untuk
kegunaan penelitian. Untuk penggunaan di lapangan kombinasi dengan faktor LS
lebih memadai Faktor LS merupakan faktor penting dalam persamaan USLE dan
menghitung banyak variasi dalarn erosi secara kasar daripada faktor K dan R.
Panjang lereng didefinisikan sebagai jarak dari suatu titik pada aliran di atas
tanah dimana aliran dimulai menuju ke titik dimana terjadi penurunan kemiringan
dimana terdapat pengendapan, atau dimana aliran permukaan memasuki saluran
tertentu.
Kehilangan tanah per unit luasan meningkat sesuai dengan meningkatnya
panjang lereng. Pada kemiringan yang lebih panjang, aliran permukaan meningkat
dalam kecepatan dan mengakibatkan penguraian. Aliran permukaan dari lahan
pertanian akan meningkat pada kemiringan yang tajam, namun faktor-faktor lain
seperti tipe tanaman, kekasaran permukaan, kejenuhan profile merupakan hal
yang penting. Kehilangan tanah merungkat lebih cepat dengan naik turunnnya
kemiringan daripada aliran permukaan. Hal ini meningkatkan perusakan tanah
oleh dampak lebih tingginya kecepatan aliran permukaan.

III - 34
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Hubungan kemiringan lereng dan panjang lereng, dinyatakan sebagai


berikut:
Tabel 3.14 Hubungan Kemiringan Lereng dan LS
Kemiringan Lereng Asumsi Ranking Nilai LS
(%) Panjang Lereng LS Rata-rata
(m)
0-2 55 0.00 - 0.24 0.35
2 - 15 40 0.24 - 2.93 1.60
15 - 40 25 2,93 – 8,35 4,60
>40 20 >8,50 >8,50
Sumber : Hamer,1990

4. Parameter Penggunaan Lahan dan Pengelolaan L & M


a. Penggunaan Lahan
Parameter penggunaan tanah dan pengelolaannya dinyatakan denan LM.
Faktor penggunaan lahan hanya didasarkan pada tipe vegetasi. Faktor
pengelolaan lahan, untuk berbagai klas kemiringan, termasuk upaya konservasi
secara mekanikal misalnya pembuatan teras miring ataupun teras bangku atau
konservasi dengan cara rotasi tanam ataupun dan penggunaan pupuk.
Penggunaan lahan dapat ditentukan dari peta tata guna lahan dari
AGRARIA (skala 1:50,000 dan 1: 100,000). Apa yang terlihat dari peta tersebut
dapat dikategorikan sebagai berikut :
 Areal pemukiman
 Sawah
 Pertanian non irigasi (tegalan)
 Perkebunan
 Kebun
 Hutan alami
 Hutan produksi
 Semak belukar
 Padang rumput
 Rawa dan kolam
 Lahan tidak produktif

b. Tingkatan Pengelolaan

III - 35
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Terdapat 4 tingkatan pengelolaan sebagai berikut:


Sangat rendah : adalah tingkatan pengelolaan, menggunakan praktek-praktek
secara traditional, dan digunakan dalam pengembangan secara terbatas, upaya
yang sangat sederhana. Contoh tingkatan pengelolaan ini adalah: penggunaan
penananam secara lajur. Tingkatan pengelolaan ini kurang lebih, berpotensi erosi
Menengah : Adalah tingkat pengelolaan yang menyatakan kondisi aktual dimana
sejumlah mulsa di permukaan digunakan dan penggunaan pupuk. Penggunaan
pengelolaan secara mekanik rendah atau menengah (terasering tradisional)
Tinggi : Menyatakan tingkat pengelolaan dimana praktek pengelolaan penanaman
menengah sampai tinggi (mulsa di permukaan, penerapan pupuk dan
pemeliharaan penutupan permukaan sebesar 60-80% dengan penggunaan
tanaman campuran dan diversifikasi tanaman) dan penggunaan pengelolaan
secara mekanis terutama terasering, teras miring atau teras bangku. Lebih jauh
diasumsikan bahwa seluruh kemiringan teras lebih besar dari 40% ditanami
dengan tanaman non irigasi atau kebun campuran menjadi penghutanan kembali.
Optimal : Menyatakan bahwa suatu kondisi dimana praktek-praktek pengelolaan
optimal untuk pengendalian erosi. Hal ini termasuk penutupan mulsa di
permukaan tanah yang tinggi (>3 ton/ha/tahun) memelihara penutupan
permukaan sangat tinggi (>80%), tanaman campuran dan penganeka ragaman
tanaman yang tinggi. Pengelolaan secara mekanis dipusatkan pada stabilisasi
dengan teras bangku (kemiringan ke dalam). Untuk seluruh kemiringan di atas
40%, digunakan untuk pertanian non irigasi dan kebun campuran, atau
diasumsikan di bawah penutupan hutan. Dianggap untuk lahan dengan
keniiringan lebih rendah dari 40% digunakan untuk pertanian dan penghutanan
kembali, ini mengindikasikan penurunan laju erosi kepada tingkat di bawah 50
ton/ha/tahun, nilai laju erosi maksimum dimana produktivitas lahan terpelihara.
Pada keadaan pengelolaan yang rendah dan sedang laju perpindahan dari
hutan tinggi dan tingkat pengelolaan dari padang rumput adalah rendah. Pada
tingkatan pengelolaan tinggi dan optimal dicirikan dengan rendahnya laju extraksi
di dalam hutan dan meningkatkan tingkat pengelolaan untuk padang rumput.
Areal Pemukiman : Areal terbangun biasanya tidak begitu diperhitungkan sebagai
sumber sedimen. Hanya areal yang sedang dalam pelaksanaan konstruksi
mungkin menyebabkan erosi secara serius. Faktor L pada areal pemukiman

III - 36
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

mempunyai nilai yang rendah yakni 0,05. Upaya konservasi dapat diabaikan,
dengan demikian nilai faktor M dapat dianggap sama dengan 1.
Sawah : Untuk sawah tidak mungkin untuk membuat perbedaan antara faktor L
dan M. Untuk kombinasi, faktor LM sebesar 0,01 dapat digunakan.
Pertanian non lrigasi : Untuk tanah pertanian non irigasi termasuk berbagai jenis
tanaman, tumbuh terpisah atau antar tanaman, nilai faktor penggunaan tanah
sebesar 0,50 dapat digunakan. Faktor pengelolaan untuk berbagai kelas
kemiringan dan tingkat pengelolaan diberikan sebagai berikut:
Tabel 3.15 Hubungan Tingkat Pengelolaan dan Faktor Pengelolaan-non irigasi.
Tingkat Faktor Pengelolaan
Pengelolaan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan
0 - 2% 2 -15% 15 -40% >40%
Sangat 0.620 0.660 0.790 0.880
Rendah 0.220 0.290 0.460 0.620
Sedang 0.890 0.125 0.191 0.273
Tinggi 0.023 0.039 0.060 0.087
Optimal
Sumber : Abdurrachman et al. (1984)
Kebun Campuran : Tanaman yang tumbuh dalam kebun campuran secara
esensial sama dengan tanaman pada pertanian non irigasi, namun secara umum
tanaman mempunyai kepadatan penutupan yang lebih dan bercampur baur
dengan pohon-pohonan. Sebagai hasil penutupan tajuk tanaman yang lebih tinggi
dan produksi bahan organik (mulsa) faktor L untuk kebun campuran lebih rendah
dibanding dengan lahan non irigasi. Faktor L sebesar 0.25 dapat diasumsikan.
Pilihan pengelolaan untuk kebun campuran dibandingkan dengan pertanian
non irigasi diberikan sesuai daftar di atas.
Perkebunan : Untuk perhitungan rata-rata pada perkebunan, faktor L sebesar 0,45
dapat digunakan. Faktor M untuk berbagai klas kemiringan dan tingkat
pengelolaan ditunjukkan pada Tabel berikut :
Tabel 3.16 Hubungan Tingkat Pengelolaan dan faktor Pengelolaan-perkebunan
Tingkat Faktor Pengelolaan
Pengelolaan kemiringan kemiringan kemiringan kemiringan
0 - 2% 2 -15% 15 -40% >40%
Sangat 0.500 0.565 0.635 0.712
Rendah 0.104 0.146 0.192 0.260
Sedang 0.010 0.023 0.044 0.075
Tinggi 0.003 0.004 0.005 0.007
Optimal
Sumber : Abdurrachman et al. (1984)

III - 37
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

Tabel 3.17 Hubungan Tingkat Pengelolaan dan faktor Pengelolaan-Hutan


Faktor Pengelolaan
Tipe Hutan Laju
kemiringan kemiringan kemiringan
Pengambilan
0 -2% 2 -15% 15-40%
Alam Tinggi 0.0005 0.0010 0.0015
Rendah 0.0002 0.0005 0.0010
Produksi Tinggi 0.0010 0.0020 0.0030
Rendah 0.0010 0.0010 0.0020
Semak 0.0010 0.0015 0.0020
Sumber : Abdurrachman et al. (1984)
Padang Rumput : Untuk padang rumput digunakan kombinasi faktor LM sebagai
berikut:
Tabel 3.18 Hubungan Tingkat Pengelolaan dan Faktor Pengelolaan-padang
rumput
Faktor Pengelolaan
Tingkat
kemiringan kemiringan kemiringan
Pengelolaan
0 - 2% 2 -15% 15 -40%
Dibiarkan 0.020 0.050 0.070
Diperbaiki 0.005 0.010 0.020
Sumber : Abdurrachman et al. (1984)
Rawa dan Tambak. Rawa dan tambak terutama terdiri dari air terbuka dan
berlokasi pada topografi berlokasi rendah bukan merupakan subyek dalam
kaitannya dengan erosi.
Lahan tidak produktif. Lahan tidak produktif tidak didukung oleh berbagai vegetasi.
Faktor L berkisar = 1. Praktek konservasi pada lahan-lahan tidak produktif
biasanya tidak disukai, oleh karena itu faktor pengelolaan dapat dipilih = 1.

5. Produksi Sedimen Daerah Tangkapan Air


a. Pengukuran
Di dalam daerah tangkapan air, jika sedimen mengendap di berbagai lokasi
dan hanya sebagian dari tanah yang tererosi masuk dalam sistem sungai, maka
cara terbaik untuk memperkirakan produksi sedimen adalah dengan mengukur
secara langsung aliran sungai dan beban sedimen. Didasarkan pada pengukuran
yang bersamaan rating curve sedimen (hubungan antara debit dengan beban
sedimen) dapat dibuat. Hubungan ini dikombinasikan dengan catatan debit yang
kontinyu maka hal itu akan memungkinkan perkiraan produksi sedimen untuk
berbagai interval yang dipilih. Daya angkut bahan terlarut dari suatu sungai dapat

III - 38
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

diukur secara mudah, narnun pengukuran yang akurat dari bed load transport
merupakan masalah.
Berdasarkan distribusi ukuran partikel dari bed load, pengambilan sample
yang tidak terbawa dari sungai, kontribusi bed load dapat diperkirakan. Kontribusi
ini berkisar antara 10-30 %. Bila tidak ada data tersedia dari bed load, dapat
dipakai koreksi sebesar 10-15 %.
Pengambilan sampel sedimen dan pengukuran debit biasanya diambil
selama aliran rendah dan sedang. Pada keadaan debit tinggi pengukuran sulit
dilakukan dan sering tidak dilakukan. Hal ini menandakan bahwa sebagian rating
curve debit diextrapolasikan dan dapat keliru/salah untuk debit yang tinggi.
Apabila persentase pengangkutan sedimen sangat besar selama periode pendek
kenaikan permukaan air selama banjir, demikian juga ketika konsentrasi sedimen
mungkin 5-10 kali lebih tinggi dari pada debit yang sama selama tahap penurunan
dan lebih dari pada 100 kali lebih tinggi dari konsentrasi yang diamati selama
aliran rendah maupun aliran sedang sedang, maka kemungkinan terjadi
kesalahan dari ketidakakuratan rating curve yang diekstrapolasi. Bagaimanapun
juga sampling selama tahap peningkatan dan debit puncak adalah penting dan
rating curve sedimen untuk peningkatan dan penurunan seharusnya dapat dibuat.
Membandingkan informasi besarnya sedimen dari berbagai sumber yang
berbeda biasanya sulit dilakukan, pada kenyataannya realibilitas data tergantung
pada banyak dan macam teknik pengambilan sampel yang digunakan maupun
frekuensi pengambilan sampel. Beban sedimen biasanya tidak dihitung dari
kedalaman sample yang diambil dari berbagai titik di dalam penampang melintang
sungai. Kadang-kadang hanya sampel dari satu tempat dan penampang
melintang sungai tempat dimana pengambilan itu tidak dikoreksi untuk
kemungkinan terjadinya kesalahan pengambilan sampel.
Masalah lain yang dihadapi adalah kendala anggaran sering frekuensi
pengambilan sampel amat terbatas. Sebab konsentrasi sedimen tinggi dan debit
hanya tadi. Selama periode yang singkat (lebih dari 80 % sedimen load tahunan
dapat dibawa dibawah waktu 1%). Akibat teknik pengambilan yang tidak sesuai
maupun ketidaktelitian rating curve menyebabkan perkiraan sedimen melebihi
sekitar 60%.

III - 39
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

b. Sediment Delivery Ratio (SDR)


Sediment delivery ratio (SDR) didefinisikan sebagai perbandingan total
erosi dalam suatu daerah tangkapan, yang meninggalkan daerah tangkapan
sebagai beban sedimen. Tidak hanya erosi lembaran pada suatu kemiringan saja
yang dapat dihitung, tetapi juga erosi alur dan erosi saluran. Baik erosi saluran
maupun erosi lembaran merupakan proses erosi yang terjadi di Indonesia.
Sediment Delivery Ratio dapat diperkirakan dari perkiraan kehilangan tanah
dengan memakai formula USLE maupun dengan pengukuran atau perkiraan
produksi sedimen. Teknik multiple regressi dapat digunakan untuk
menghubungkan SDR ke variabel-variabel valayah sungai. Sumber sedimen
dengan berbagai jalan dapat terjadi pada daerah tangkapan dan sejumlahh besar
sedimen mengendap di dalam wilayah sungai.
Pengendapan sedimen didalam waduk di dalam strategi pengembangan
sumberdaya air dapat dihitung jika efisiensi dari waduk diketahui. Efisiensi waduk
tergantung pada pada perbandingan dari penyimpanan waduk pada aliran
tahunan. Sebagai perkiraan awal efisiensi rata-rata sebesar 95 % dapat
digunakan. Untuk memperkirakan volume sedimen yang dapat diendapkan bulk
density kering diasumsikan sebesar 1200 kg/m 3.

3.2.3.2 Analisa Sistem Operasi Dan Pemeliharaan


Operasi dan Pemeliharaan untuk bangunan pengendali sedimen dalam
lokasi dikelompok menjadi 2. Bangunan pengendali sedimen dengan type pakai
pintu intake dan tidak pakai pintu intake. Operasi pada bangunan pengendali
sedimen dengan pintu intake adalah upaya pengaturan air irigasi dan
pembuangannya agar air irigasi dapat dimanfatkan secara efektif, efisien, dan
merata melalui kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun
rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian
air, melaksanakan kalibrasi pintu /bangunan, mengumpulkan data, memantau,
dan mengevaluasi sehingga :
 Air yang tersedia dapat dibagi dengan adil dan merata.
 Air yang tersedia dapat digunakan secara efektif dan efisien dimana
pemberian air ke petak - petak sawah secara tepat sesuai dengan
pertumbuhan tanaman (tepat waktu, tepat cara, dan tepat jumlahnya).

III - 40
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

 Akibat negatif yang mungkin ditimbulkan oleh air dapat dihindarkan.


Kegiatan operasi jaringan irigasi secara rinci meliputi:
- Pekerjaan pengumpulan data (data debit, data curah hujan, data luas
tanam, dll);
- Pekerjaan kalibrasi alat pengukur debit;
- Pekerjaan membuat Rencana Penyediaan Air Tahunan, Pembagian
dan Pemberian Air Tahunan, Rencana Tata Tanam Tahunan, Rencana
Pengeringan, dll.;
- Pekerjaan melaksanakan pembagian dan pemberian air (termasuk
pekerjaan: membuat laporan permintaan air, mengisi papan operasi,
mengatur bukaan pintu);
- Pekerjaan mengatur pintu-pintu air pada bendung berkaitan dengan
datangnya debit sungai banjir;
- Pekerjaan mengatur pintu kantong lumpur untuk menguras endapan
lumpur;
- Koordinasi antar instansi terkait;
- Monitoring dan Evaluasi kegiatan Operasi Jaringan Irigasi.

3.2.3.2.1 Ruang Lingkup Kegiatan Operasi Jaringan Irigasi


Ruang lingkup kegiatan operasi jaringan irigasi meliputi:
1. Perencanaan
a. Perencanaan penyediaan air tahunan
b. Perencanaa tata tanam detail
c. Rapat komisi irigasi untuk menyusun rencana tata tanam
d. SK Bupati/Walikota atau Gubernur mengenai rancana tata tanam
e. Perencanaan pembagian dan pemberian air tahunan
2. Pelaksanaan
a. Laporan keadaan air dan tanaman (04-O)
b. Penentuan rencana kebutuhan air di pintu pengambilan (05-O)
c. Pencatatan Debit Saluran (06-O)
d. Penetapan Pembagian Air pada Jaringan Sekunder dan Primer (07-O)
e. Pencatatan Debit Sungai/ Bangunan Pengambilan (08-O)
f. Perhitungan faktor-K atau Faktor Palawija Relatif (FPR) (09-O)

III - 41
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

g. Laporan Produktivitas dan Neraca Pembagian Air


per Daerah Irigasi (10-O)
h. Rekap Kabupaten per Masa Tanam (11-O)
i. Rekap Provinsi (12-O)
j. Pengoperasian Bangunan Pengatur Irigasi
3. Monitoring dan Evaluasi
a. Monitoring pelaksanaan operasi
b. Kalibrasi alat ukur
c. Monitoring kinerja daerah irigasi

3.2.3.2.2 Pelaksanaan Operasi Jaringan Irigasi


Berdasarkan SK bupati/walikota atau gubernur tentang Rencana Tata
Tanam Tahunan yang dilengkapi dengan Rencana Pembagian dan Pemberian
Air, maka pelaksanaan kegiatan operasi dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Laporan keadaan air tanaman
Berdasarkan isian blangko 04-O yang dilaksanakan oleh juru/mantri setiap 2
(dua) mingguan dapat diketahui realisasi keadaan air dan tanaman di masing-
masing wilayah kerja juru pengairan/mantri.
2. Penentuan kebutuhan air di pintu pengambilan
Berdasarkan laporan realisasi keadaan air dan tanaman, maka ditetapkan
kebutuhan air di tiap pintu pengambilan sesuai dengan realisasi pada periode
2 (dua) mingguan dengan menggunakan blangko 05-O.
3. Pencatatan debit saluran
Pencatatan debit saluran dengan menggunakan blangko 06-O dilakukan oleh
petugas operasi bendung (POB) / petugas pintu air (PPA) pada setiap
bangunan pengambilan utama, sekunder, dan bangunan sadap tersier yang
dilaksanakan setiap 2 (dua) mingguan guna mengetahui realisasi detil yang
dialirkan setiap luas saluran sesuai dengan rencana pembagian dan
pemberian air.
4. Penetapan pembagian air pada jaringan sekunder dan primer
Setelah diketahui realisasi keadaan air dan tanaman pada tiap petak tersier
serta kebutuhan air di pintu pengambilan maka dengan menggunakan blangko
07-O dapat ditetapkan pembagian air pada jaringan sekunder dan primer yang

III - 42
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

merupakan jumlah kebutuhan air di petak-petak tersier di masing-masing


jaringan sekunder dan primer ditambah dengan kehilangan air sebesar 10%
sd. 20%
5. Pencatatan debit sungai pada bangunan pengambilan
Pelaksanaan pencatatan debit sungai pada bangunan pengambilan dilakukan
2 kali setiap hari (pagi dan sore) dengan menggunakan blangko 08-O oleh
petugas pintu air baik yang dialirkan ke jaringan primer maupun yang limpas
bendung. Hal ini dilakukan guna mengetahui apakah debit yang tersedia
sesaui dengan yang direncanakan.
6. Pencatatan realisasi luas tanam per daerah irigasi
Petugas dinas kabupaten/kota yang membidangi irigasi setingkat
pengamat/cabangdinas/ranting/pengamat/UPTD/cabang dinas/korwil/korwil
PSDA melaksanakan pencatatan realisasi luas tanam dan pembagian serta
pemberian airnya per daerah irigasi dengan melakukan pencatatan per musim
tanam selama satu tahun dengan menggunakan blangko 10-O. Blangko ini
menginformasikan antara lain:
 Realisasi tanam per musim tanam (MT-I, MT-II, MT-III);
 Kerusakan tanaman;
 Rencana tanam pada tahun berjalan dan pada tahun mendatang;
 Keadaan air;
 Produksi tanaman.
3.2.4 Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen
1. Manual Operasi
- Rapat Koordinasi
- Perencanaan Musim Tanam
- Sasaran Operasi Mingguan
- Pengoperasian Pintu.
2. Manual Pemeliharaan (Berkala dan Rutin)
- Inspeksi bulanan
- Survey dan investigasi bangunan dan Jaringan.
- Penentuan Prioritas
- Perencanaan
- Pelaksanaan ( Berkala dan Rutin)

III - 43
Laporan Pendahuluan
Penyusunan Manual OP Bangunan Pengendali Sedimen

3.2.5 Pelaporan Dan Diskusi

Kegiatan ini merupakan kegiatan utama dalam pekerjaan ini, yaitu


membuat laporan atau dokumen berdasarkan hasil survey investigasi dan
kompilasi data yang dikumpulkan selama pekerjaan ini, baik data sekunder
maupun data primer hasil survey lapangan.
Kegiatan Diskusi dilaksanakan sesuai jadwal yaitu Diskusi RMK, Diskusi
Pendahuluan, Diskusi Interim dan Diskusi Akhir. Selain itu juga terdapat kegiatan
wawancara dan transfer informasi dari narasumber-narasumber yang sudah
berkompeten di bidang OP Bangunan SDA untuk menggali permasalahan dan
masukan-masukan demi mendapatkan hasil Penyusunan Manual OP yang baik
untuk Bangunan Pengendali Sedimen.

III - 44

Anda mungkin juga menyukai