Anda di halaman 1dari 10

Copyright © 2020 Pada Penulis

DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2, Mei 2020


Persoalan-Persoalan Pendidikan dalam Kajian Filsafat
Pendidikan Islam
Dodi Ilham
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo
gourmonde2010@gmail.com

Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk melihat berbagai persoalan-persoalan yang terjadi dalam
membahas fisafat pendidikan Islam. Dalam tulisan ini akan membedah persoalan
pendidikan pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Persoalan ontologi
pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam terbagi atas tiga persoalan:
pendidikan ber-Islam yakni mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan pembinaan
dalam mengenalkan Islam secara keseluruhan kepada peserta didik; pendidikan ber-
Iman yakni mengupayakan totalitas ajaran Islam untuk ditanamkan kepada anak
melalui keimanan kepada Allah swt dengan dasar-dasar iman, rukun Islam dan dasar-
dasar syari’ah; dan pendidikan ber-Ihsan yakni menanamkan keyakinan suasana hati
dan perilaku peserta didik untuk senantiasa merasa dekat dengan Tuhan sehingga
tindakannya sesuai dengan aturan Allah swt. Persoalan epistemologi pendidikan dalam
kajian filsafat pendidikan Islam adalah proses pendidikan dalam tataran sistem
pendidikan Islam, yang ruang lingkupnya adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum
pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, pendidik,
peserta didik, sarana pendidikan Islam, alat pendidikan Islam, dan pendekatan
pendidikan Islam. Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan
Islam menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri dengan maksud
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia,
menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual maupun
yang berwujud yang terbagi atas dua nilai utama yaitu nilai Ilahiyah dan nilai Insaniyah.
Kata Kunci: persoalan pendidikan, filsafat, pendidikan Islam..

Pendahuluan
Filsafat sebagai mater scientarum (induk segala pengetahuan) sejak masa peradaban
Yunani kuno hingga hari ini telah banyak mengalami perkembangan-perkembangan sering
dengan peradaban manusia. Filsafat menawarkan cara atau metode dalam mengkaji
“sesuatu” (Rofiq, Jurnal Studi Keislaman), yang bersifat abstrak dan tidak dipahami atau
merasiokan persoalan-persoalan untuk dapat diterima oleh akal manusia.
Islam sebagai agama peradaban, juga bersentuhan dengan filsafat. Masa kejayaan
Islam yang ditandai dengan lahirnya pemikir-pemikir muslim dalam melaksanakan
pengembangan ilmu pengetahuan agama, humaniora dan eksakta melalui gerakan
penelitian, penerjemahan dan penulisan karya ilmiah di berbagai bidang keilmuan, dan
gerakan karya nyata mereka di bidang peradaban artefak (Mugiono, Jurnal Ilmu Agama).

https://jurnaldidaktika.org/ 179
Vol. 9, No. 2, Mei 2020
ISSN 2302-1330
Melalui gerakan pemikiran Islam, berkembang disiplin ilmu-ilmu agama atau ilmu-ilmu
keislaman, seperti ilmu al-Qur’an, ilmu qira’at, ilmu Hadis, ilmu kalam/teologi, ilmu fiqh, ilmu
tarikh, ilmu bahasa dan sastra. Di samping itu berkembang juga ilmu-ilmu sosial dan
eksakta, seperti filsafat, logika, metafisika, bahasa, sejarah, matematika, ilmu alam, geografi,
aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi, musik, kedokteran dan kimia. Ilmu-ilmu eksakta
melahirkan teknologi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang peradaban umat Islam.
Persinggungan filsafat dan Islam melahirkan suatu cabang ilmu baru yang dikenal
dengan istilah Filsafat Pendidikan Islam. Omar Mohamad al-Toumy al-Syaibany sebagaimana
dikutip oleh Rahmat Hidayat dan Henny Syafriana Nasution, menyatakan bahwa filsafat
pendidikan Islam tidak lain ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam
bidang pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam. Selanjutnya, Zuhairini juga
menjelaskan menjelaskan bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan
filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam Islam terhadap masalah-masalah kependidikan
dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim
dan umat Islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai
penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan
problematika pendidikan umat Islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang
jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam (Rahmat dan Henny, 2016: 1).
Istilah “persoalan” hampir identik dengan “masalah”, namun bila ditelisik lebih jauh
berdasarkan term, maka terdapat perbedaan antara keduanya. Persoalan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “soal” yang mendapat awal per dan akhiran an,
yang berarti apa yang menuntut jawaban dan sebagainya. Sedangkan masalah berarti
sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Persoalan adalah awal dari permasalahan
yang menuntut jawaban, sedangkan masalah adalah persoalan bentuk akhir persoalan yang
menuntut penyelesaian.
Persoalan menuntut jawaban, yang dalam tataran individu jawaban dapat berdasar pada
perspektif masing-masing. Jawaban tidak selamanya mampu memuaskan para pihak yang
menghadapi persoalan yang sama. Namun, ketika persoalan tersebut menjadi sebuah
masalah maka, ia menuntut kerjasama dalam penyelesaiannya. Masalah harus mampu
memuaskan kedua belah pihak agar kesenjangan dapat diminimalisir antara harapan dan
kenyataan dan diharapkan mampu bersinergi atau bermuara pada solusi.
Kaitannya dengan filsafat pendidikan Islam, Jalauddin Said menurut Rahmat Hidayat dan
Henny Syafriana Nasution menyatakan bahwa kajian filsafat pendidikan Islam beranjak dari
kajian falsafat pendidikan yang termuat dalam al-Qur’an dan Hadis yang telah diterapkan
oleh Nabi Muhammad swt., baik selama periode Makkah maupun selama periode Madinah.
Falsafat Pendidikan Islam yang lahir bersamaan dengan turunnya wahyu pertama itu telah
meletakkan dasar kajian kokoh, mendasar, menyeluruh serta terarah ke suatu tujuan yang
jelas, yaitu sesuai dengan tujuan ajaran Islam itu sendiri (Rahmat dan Henny, 2016: 17).
Jalaluddin Said juga menyatakan bahwa secara makro, apa yang menjadi objek filsafat
yaitu ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan
manusia merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Secara mikro yang menjadi objek

180 https://jurnaldidaktika.org/
Copyright © 2020 Pada Penulis
DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2, Mei 2020
pemikiran atau ruang lingkup filsafat pendidikan sebagai berikut (Jalaluddin dan Usman,
1994: 17).
1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan;
2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan;
3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaaan;
4. Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan , dan teori pendidikan;
5. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara, filsafat pendidikan , dan politik
pendidikan;
6. Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan
pendidikan.
Dengan demikian ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang
terdapat dalam kegiatan pendidikan Islam, seperti masalah tujuan pendidikan Islam, masalah
guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat
pendidikan Islam ini adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu,
menyeluruh, dan universal mengenai konsep-konsep yang berkaitan dengan pendidikan atas
dasar ajaran Islam.
Persoalan-persoalan pendidikan, berarti awal dari permasalahan pendidikan yang
menuntut jawaban. Dari hasil bacaan penulis, persoalan pendidikan dalam kajian filsafat
Islam, penulis bagi ke dalam tiga kategorisasi persoalan utama, yaitu persoalan pendidikan
pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi.

Persoalan Ontologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan


Islam
Persoalan ontologi merupakan persoalan “ada” atau hakekat, substansi awal dalam
filsafat pendidikan Islam. Lazimnya, persoalan ontologi selalu dimulai dengan pertanyaan
“apa”, seperti contoh apa itu pendidikan, apa itu filsafat, dan sebagainya. Persoalan ini
dianggap penting sebagai pijakan awal untuk mengkaji persoalan-persoalan yang akan
muncul berikutnya. Islam sebagai agama yang kita pedomani mempersyaratkan ketauhidan
sebagai awal membuka pengetahuan-pengetahuan selanjutnya. Syarat ini diwujudkan
dengan dua kalimat syahadat sebagai ikrar kesetiaan dan janji serta pengakuan manusia
kepada sang pencipta-Nya atas pengetahuan awal yang dimilikinya. Nurcholis Madjid
menurut Purwanto berpendapat makna pokok kalimat syahadat adalah pembebasan dari
belenggu kepercayaan, disusul kepercayaan kepada Allah, Tuhan yang sebenarnya, demi
keteguhan dan kelestarian kebebasan itu sendiri (Purwanto, Jurnal Studi Agama-Agama).
Pengetahuan yang dimaksud adalah tiada Tuhan yang mencipta selain Allah Swt, dan
Muhammad Saw., sebagai utusan pembawa pengetahuan tersebut ke dunia. Informasi
tentang syarat yang diikrarkan oleh manusia kepada pencipta-Nya tersebut membawa ke
persoalan pendidikan, tentang bagaimana bentuk setia, janji dan pengakuan manusia, dalam
pendidikan Islam. Dalam Islam, kesetian, janji dan pengakuan, diwujudkan dalam tiga hal

https://jurnaldidaktika.org/ 181
Vol. 9, No. 2, Mei 2020
ISSN 2302-1330
pokok yakni, Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya merupakan satu kesatuan pendidikan yang
penting, dan mutlak ditanamkan pendidik kepada peserta didik sebagai berikut:
Pendidikan Ber-Islam
Pendidikan ber-Islam merupakan jawaban pertama atas persoalan ontologis dalam
Pendidikan Islam. Ber-Islam berarti menyerahkan diri sepenuhnya dan menerima seluruh
konsekuensi secara sempurna dalam ajaran Islam. Pendidikan ber-Islam berarti
mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan pembinaan dalam mengenalkan Islam secara
keseluruhan kepada peserta didik. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw:
: ‫سلَّم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬,‫اإل ْسالَ ِم‬ِ ‫ع ِن‬ َ ‫ يَا ُم َح َّمد ُ أ َ ْخبِ ْرنِ ْي‬: ‫َو قَا َل‬
َ ‫ َوتُؤْ ِت‬,َ ‫صالَة‬
‫ي‬ َّ ‫ َوت ُ ِق ْي ُم ال‬,ِ‫س ْو ُل هللا‬ُ ‫ا َ ِإل ْسالَ ُم أ َ ْن ت َ ْش َهدَ أ َ ْن الَ ِإ َلهَ ِإالَّ هللاُ َو أ َ َّن ُم َح َّمدًا َر‬
ً‫سبِ ْيال‬َ ‫ت إِلَ ْي ِه‬ َ َ‫ْت إِ ِن ا ْست‬
َ ‫ط ْع‬ َ ‫ َوت َ ُح َّج ْالبَي‬, َ‫ضان‬ َ ‫ص ْو َم َر َم‬ ُ َ ‫ َوت‬,َ ‫الز َكاة‬َّ
Artinya:
Ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang
berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad
adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan
Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu
melakukannya,” (Al Imam An-Nawawi Abu Zakariya, Hadis Arbain).
Ajaran Islam menurut Imam Suprayogo, memperkenalkan konsep keselamatan,
kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kebersamaan, saling berkasih sayang, saling
memahami dam memaafkan, menghargai, menghormati dan bahkan juga memuliakan. Islam
mengajarkan pemeluknya untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak diri sendiri,
merusak keluarga, lingkungan, masyarakat, dan bahkan bangsa dan negara. Sebagai bagian
dari upaya menjauhkan dari kerusakan itu, Islam mengajarkan dalam mendapatkan rizki agar
selektif, yakni hanya mengambil yang baik, yang halal, dan yang tidak merugikan orang atau
pihak lain (Suprayogo, uin-malang.ac.id).
Pendidikan Ber-Iman
Jawaban kedua atas persoalan ontologis adalah pendidikan beriman, yakni
mengajarkan peserta didik untuk mempercayai seluruh ajaran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah Saw., merupakan pedoman hidup bagi manusia untuk mengabdi kepada Allah
swt. Amir Hamzah Lubis menyatakan bahwa salah satu aspek kepribadian manusia adalah
unsur spiritual yang sedang mengalami perkembangan, sehingga diperlukan ajaran tentang
keimanan agar potensi beriman anak dapat terarah sesuai dengan keimanan yang diajarkan
Islam (Lubis, 2016: ). Q.S. Az-Zariat/51: 56:
ُُۡ َ ۡ َ ۡ ‫تٱ‬ ُ ‫َو َما َخلَ ۡق‬
ِ ‫ۡلن وٱ ِۡلنس إَِّل ِِلَعبد‬
‫ون‬ ِ
Terjemahnya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku” (Departemen Agama RI, 2002: 524).
Sebagaimana hadis Rasulullah Saw:

182 https://jurnaldidaktika.org/
Copyright © 2020 Pada Penulis
DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2, Mei 2020
‫ َو ْال َي ْو ِم‬،‫س ِل ِه‬
ُ ‫ َو ُكت ُ ِب ِه َو ُر‬،‫ َو َمال ِئ َكتِ ِه‬،ِ‫ أ َ ْن تُؤْ ِمنَ ِباهلل‬:‫ قَا َل‬،‫ان‬
ِ ‫اإل ْي َم‬
ِ ‫ع ِن‬ َ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْر ِن ْي‬:‫قَا َل‬
‫ َوتُؤْ ِمنَ بِالقَدَ ِر َخي ِْر ِه َوش َِر ِه‬،‫اآلَ ِخ ِر‬
Artinya:
Dia berkata: “Jelaskan kepadaku tentang iman?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “(Iman itu adalah) Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir serta engkau beriman kepada takdir baik
dan buruk.” (Al Imam An-Nawawi Abu Zakariya, “Hadis Arbain”).

Pendidikan keimanan menurut Amir Hamzah Lubis mutlak diperlukan agar potensi iman
dalam diri anak dapat berkembang sesuai dengan tuntutan ajaran keimanan dalam Islam. Di
sini pendidikan keimanan dipahami sebagai upaya mengikat anak dengan dasar-dasar iman,
rukun Islam dan dasar-dasar syari’ah sejak anak mulai mengerti dan dapat memahami
sesuatu. Pada prinsipnya, aspek-aspek tersebut menjadi saling terkait sebagai totalitas
ajaran Islam yang harus ditanamkan kepada anak melalui keimanan kepada Allah swt., dan
ajaran yang diwahyukan-Nya. Secara khusus di sekolah-sekolah proses pembelajaran
seperti itu merupakan pendidikan keagamaan atau pendidikan agama Islam yang isinya
diarahkan pada pendidikan al-Quran, Tauhid (keimanan), Hadits, Fikih, Tafsir, Kebudayaan
Islam dan ajaran hidup Nabi Saw (Lubis, 2016: 67).
Pendidikan Ber-Ihsan
Jawaban ketiga atas persoalan ontologis adalah pendidikan ber-Ihsan. Menurut
Mamluatul Inayah, dalam memahami makna ihsan dengan pendekatan semantik, ihsan
termasuk kata yang ringkas tetapi mengandung pengertian yang luas (Jawamii’al kalim)
ihsan berarti isyarat terhadap pengawasan dan ketaatan yang baik (Inayah, 2015: 16).
Peserta didik yang merasa diawasi atau dijaga Allah maka amalnya akan baik. Ihsan dalam
konteks pendidikan berarti menanamkan keyakinan agar suasana hati dan perilaku peserta
didik senantiasa merasa dekat dengan Tuhan sehingga tindakannya sesuai dengan aturan
Allah. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw:
َ ‫ فَإ ِ ْن لَ ْم ت َ ُك ْن ت َ َراهُ فَإِنَّهُ يَ َر‬،ُ‫ أ َ ْن تَ ْعبُدَ هللاَ َكأَنَّ َك ت َ َراه‬:‫ قَا َل‬،‫ان‬
‫اك‬ ِ ‫س‬ َ ‫اإل ْح‬ِ ‫ع ِن‬َ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْر ِن ْي‬:‫قَا َل‬
،‫ع ِة‬َ ‫سا‬َّ ‫ع ِن ال‬َ ‫ فَأ َ ْخبِ ْر ِني‬:‫قَا َل‬
Artinya:
Ia berkata jelaskan kepadaku tentang ihsan?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “(Ihsan adalah) Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-
Nya. Kalaupun engkau tidak bisa melihat-Nya, sungguh Dia melihatmu.” (Al Imam An-
Nawawi Abu Zakariya, “Hadis Arbain”).
Imam al Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Mamluatul Inayah menyatakan bahwa makna
Ihsan bermakna muraqabah (merasa diawasi oleh Allah), muraqabah adalah pengawasan
yang dilakukan oleh pengawas dan kembalinya beban hati kepadanya. Yakni, kondisi hati
yang dihasilkan oleh pengetahuan. Kondisi itu membuahkan berbagai amal perbuatan pada
anggota badan dan didalam hati, kemudian tentang pengawas berkaitan dengan amal
perbuatannya ada dua cara pandang, pertama, pandangan sebelum amal perbuatan dan
kedua, pandangan ketika dilakukan amal perbuatan. Pandangan sebelum amal perbuatan

https://jurnaldidaktika.org/ 183
Vol. 9, No. 2, Mei 2020
ISSN 2302-1330
hendaknya melihat kepada keinginan dan gerakannya, jika karena Allah hendaknya
diteruskan tetapi jika karena nafsu dan mengikuti syetan hendaknya merasa malu kepada
Allah dan berhenti melakukannya kemudian mencela diri sendiri karena hasrat dan
kecenderungan seperti itu (Inayah, 2015: 33).
Ihsan menurut Muhammad Arif Ihwanto, Anwar Sutoyo, dan Sudarmin sebagai salah
satu nilai di dalam pendidikan yang mampu untuk meredam unsur kekerasan dan
menumbuhkan kedamaian tidak hanya dalam Islam namun untuk seluruh alam. Hubungan
antara nilai, sikap dan perilaku bergantung pada konteks, lebih jauh bahwa nilai-nilai
konservatif, keterbukaan, transendensi, dan peningkatan diri tidak dapat sepenuhnya
dipahami dan diukur maknanya tanpa mengacu pada sikap dan perilaku yang
mengungkapkannya dalam hal ini di kehidupan sehari-hari dan situasi sekolah (Ihwanto dkk,
2017: 1-10).

Persoalan Epistemologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat


Pendidikan Islam
Persoalan kedua adalah persoalan epistemologi. Epistemologi merupakan ilmu yang
membahas tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan baik itu “bagaimana
cara mendapatkan”, “bagaimana alur/seluk beluk”, atau “bagaimana metode” dalam
mendapat sebuah ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Sekaitan dengan pendidikan Islam,
kajian epistemologi menekankan pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk
mendapatkan pengetahuan pendidikan Islam. Aktivitas berfikir dalam epistemologi adalah
aktivitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan ke-Islaman dibanding
ontologi dan aksiologi.
Sistem pendidikan merupakan rangkaian dari sub sistem-sub sistem atau unsur-unsur
pendidikan yang saling terkait dalam mewujudkan keberhasilannya. Ada tujuan, kurikulum,
materi, metode, pendidik, peserta didik, sarana, alat, dan pendekatan (Hidayat, 2016).
Keberadan satu unsur membutuhkan keberadaan unsur yang lain, tanpa keberadaan salah
satu di antara unsur-unsur itu proses pendidikan menjadi terhalang, sehingga mengalami
kegagalan. Ketika kita berbicara dalam tataran sistem pendidikan Islam, maka sub sistem
atau ruang lingkupnya adalah tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, materi
pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, pendidik, peserta didik, sarana pendidikan
Islam, alat pendidikan Islam, dan pendekatan pendidikan Islam.

Tabel 1. Persoalan Pendidikan Islam dalam Kajian Epistemologi


Pendidikan Islam Sub sistem Ranah Kajian Epistemologi
Tujuan Pendidikan Islam Bagaimana tujuan pendidikan
Islam?
Persoalan Filosofis Kurikulum pendidikan Islam Bagaimana kurikulum
pendidikan Islam?
Materi pendidikan Islam Bagaimana materi pendidikan

184 https://jurnaldidaktika.org/
Copyright © 2020 Pada Penulis
DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2, Mei 2020
Islam?
Metode pendidikan Islam Bagaimana metode pendidikan
Islam?
Pendidik dalam pendidikan Islam Bagaimana pendidik dalam
Persoalan Aktual
pendidikan Islam?
Peserta didik dalam pendidikan Bagaimana peserta didik dalam
Islam pendidikan Islam?
Sarana dalam pendidikan Islam Bagaimana sarana dalam
pendidikan Islam?
Alat dalam pendidikan Islam Bagaimana alat dalam
Persoalan Pendukung
pendidikan Islam?
Pendekatan pendidikan dalam Bagaimana pendekatan dalam
pendidikan Islam pendidikan Islam?
Bagian-bagian tersebut melahirkan persoalan-persoalan yang kompleks dan berefek
satu dengan yang lain. Dalam mengkaji persoalan-persoalan pendidikan di wilayah
epistemologis, menurut Rahmat Hidayat, identitas, karakter dan kemandirian sistem
pendidikan Islam tersebut menjadi jelas apabila pola-pola dasar dari Islam itu sendiri yang
mengkerangkai bangunan sistem pendidikan Islam (Hidayat, 2016: 53-54).
Persoalan epistemologis pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam tidak cukup
dengan jawaban yang strategis sebab secara aktual persoalan epistemologis selalu
berkembang menjadi masalah-masalah yang harus segera diselesaikan oleh para intelektual
muslim melalui analisis dan metodologi yang tepat. Persoalan epistemologis pendidikan
yang menjadi masalah aktual juga mengkondisikan dengan tantangan perubahan zaman di
setiap generasi yang salah satunya adalah teknologi informasi.

Persoalan Aksiologi Pendidikan dalam Kajian Filsafat Pendidikan


Islam
Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam adalah persoalan
akhir yang menyangkut tentang manfaat dan kegunaan dari mempelajari pendidikan Islam
itu sendiri. Persoalan aksiologi menyangkut nilai-nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri
dengan maksud menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan
manusia, menjaga dan membina di dalam kepribadiannya baik yang bersifat spiritual
maupun yang berwujud (Sarjono, 2005).
Nilai dalam kaitannya dengan pendidikan Islam terdiri atas dua pendekatan yakni etika
dan estetika yang memberikan makna bahwa objek kajian dan rangkaian proses yang
dilakukan harus memiliki nilai dan tidak merusak nilai-nilai yang ada, baik nilai kemanusiaan,
maupun nilai ketuhanan (agama). Pendekatan ini sesungguhnya merupakan alat kontrol
yang efektif dalam melihat kebermaknaan dan ketidakbermaknaan atau ideal dan tidak
idealnya konsep pendidikan yang ditawarkan bagi umat manusia. Sumber nilai yang berlaku

https://jurnaldidaktika.org/ 185
Vol. 9, No. 2, Mei 2020
ISSN 2302-1330
dalam pranata sosial kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu
(Frimayanti, 2017):
Nilai Ilahiyah
Nilai ilahiyah merupakan nilai yang dititahkan Tuhan melalui para Rasul-Nya yang
berbentuk takwa, iman dan adil serta diabadikan dalam wahyu Ilahi. Nilai-nilai Ilahiyah
selamanya tidak mengalami perubahan Nilai Ilahiyah mempunyai 2 jalur, yaitu:
a. Nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al-Asmaul
Husna” yakni nama-nama yang indah. Nama-nama itu pada hakikatnya telah menyatu
pada potensi dasar manusia yang selanjutnya disebut fitrah; dan
b. Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, baik berupa Quraniyah maupun
kauniyah.
Menurut Tobroni sebagaimana dikutip oleh Indah Husnul Khotimah, nilai-nilai yang akan
diajarkan dalam pendidikan Islam dituntut mampu membentuk dasar moral dan etis
kehidupan berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan (iman). Nilai moral absolut hanya pada Allah
Yang Maha Kekal dan tidak terikat pada ruang dan waktu. Allah senatiasa menghendaki
hamba-Nya menegakkan keadilan dan kebenaran, kasih sayang, kesucian karena Allah itu
Maha Adil, Maha Benar, Maha Pengasih, Penyayang, dan Maha Suci (Khotimah,
www.researchgate.net).
Nilai spiritual keilahian manusia melekat erat pada pendidikan, maka hakikat pendidikan
adalah masalah manusia dalam kesejatian dirinya sebagai makhluk Tuhan. Dengan sifat
spiritual keilahian, manusia justru mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan dan
pengembangan dirinya sebagai manusia melalui seluruh rangkaian kegiatan pendidikan
berhakikat memanusiakan manusia sebagai makhluk Tuhan. Nilai-nilai dan prinsip umum
yang kekal (extend) dalam perspektif Islam adalah wahyu, sesuai dengan salah satu firman
Allah Swt.
Nilai Insaniyah
Nilai Insaniyah tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari
peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis. Sedangkan keberlakuan dan kebenarannya
relatif (nisbi) yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Nilai-nilai Insaniyah yang kemudian
melembaga menjadi tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota
masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi tetap mempertahankan diri
terhadap kemungkinan perubahan tata nilai, kenyataan ikatan-ikatan tradisional sering
menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan dan pengkajian penulis terhadap makalah ini, penulis
merumuskan kesimpulan sebagai berikut:
1. Persoalan ontologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam terbagi atas tiga
persoalan: pendidikan ber-Islam yakni mengupayakan pembimbingan, pendidikan dan
pembinaan dalam mengenalkan Islam secara keseluruhan kepada peserta didik;
pendidikan ber-Iman yakni mengupayakan totalitas ajaran Islam untuk ditanamkan

186 https://jurnaldidaktika.org/
Copyright © 2020 Pada Penulis
DIDAKTIKA, Vol. 9, No. 2, Mei 2020
kepada anak melalui keimanan kepada Allah swt dengan dasar-dasar iman, rukun Islam
dan dasar-dasar syari’ah; dan pendidikan ber-Ihsan yakni menanamkan keyakinan
suasana hati dan perilaku peserta didik untuk senantiasa merasa dekat dengan Tuhan
sehingga tindakannya sesuai dengan aturan Allah swt.
2. Persoalan epistemologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam adalah proses
pendidikan dalam tataran sistem pendidikan Islam, yang ruang lingkupnya adalah tujuan
pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, materi pendidikan Islam, metode
pendidikan Islam, pendidik, peserta didik, sarana pendidikan Islam, alat pendidikan
Islam, dan pendekatan pendidikan Islam.
3. Persoalan aksiologi pendidikan dalam kajian filsafat pendidikan Islam menyangkut nilai-
nilai tentang pendidikan Islam itu sendiri dengan maksud menguji dan mengintegrasikan
semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia, menjaga dan membina di dalam
kepribadiannya baik yang bersifat spiritual maupun yang berwujud yang terbagi atas
dua nilai utama yaitu nilai Ilahiyah dan nilai Insaniyah.

Referensi
Frimayanti, Ade Imelda. (2017). “Implementasi Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Agama
Islam”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Volume 8 No. II 2017,
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/ download/2128/1612.
Al Imam An-Nawawi Abu Zakariya, Hadis Arbain, Rukun Islam, Iman, dan Ihsan, https://
haditsarbain.com/hadits/rukun-islam-iman-dan-ihsan/.
Lubis, Amir Hamzah. (2016). “Pendidikan Keimanan dan Pembentukan Kepribadian Muslim”,
Jurnal Darul ‘Ilmi Vol. 04, No. 01 Januari 2016, http://jurnal.iain-
padangsidimpuan.ac.id/index.php/ DI/article/download/426/398.
Departemen Agama R.I. (2002). al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: Darus Sunnah.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/soal.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/masalah.
Suprayogo, Imam. (2010). “Ber-Islam Seharusnya Menjadi Yang Terbaik”, https://uin-
malang.ac.id/ r/161001/ber-islam-seharusnya-menjadi-yang-terbaik.html.
Khotimah, Indah Husnul. (2015). “Dimensi Aksiologis Pendidikan Islam”,
https://www.researchgate.net/profile/Indah_Husnul_Khotimah/publication/32952810
5_DIMENSI_AKSIOLOGIS_PENDIDIKAN_ISLAM/links/5c17c59ba6fdcc494ffc5121/D
IMENSI-AKSIOLOGIS-PENDIDIKAN-ISLAM.pdf?origin=publication_detail.
Sabil, Jabbar. (2014). “Masalah Ontologi dalam Kajian Keislaman”, Jurnal Ilmiah ISLAM
FUTURA Vol. 13. No. 2, Februari 2014, 142-159, https://jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/ download/67/62.
Jalaludin, dan Usman Said. (1994). Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya, Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rofiq, M. Nafiur. (2012). “Peranan Filsafat Ilmu Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan”,
FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman, https://ejournal.inaifas.ac.id/
index.php/falasifa/article/download/112/77.

https://jurnaldidaktika.org/ 187
Vol. 9, No. 2, Mei 2020
ISSN 2302-1330
Inayah, Mamluatul. (2015). “Konsep Ihsan Sebagai Pendidikan Karakter dalam Pemikiran
Sachiko Murata dan William C Chittick”, Tesis: Program Magister Pendidikan
Agama Islam, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang, 2015, h.16., http://etheses.uin-malang.ac.id/3255/1/13771013.pdf, laman
diakses tanggal 6 Mei 2020.
Ihwanto, Muhammad Arif dkk,. (2017). “Desain Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-nilai
Ihsan bagi Siswa MI NU Salafiyah Kudus”, Innovative Journal of Curriculum and
Educational Technology IJCET 6 (1) (2017): 1 – 10,
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet/article/ view/15570, laman diakses
tanggal 7 Mei 2020.
Mugiono. (2017). “Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam dalam Perspektif Sejarah,
Jurnal Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan Fenomena Agama”,
Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang,
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/457.
Hidayat, Rahmat dan Henny SN,. (2018). Filsafat Pendidikan Islam; Membangun Konsep
Pendidikan Islam, Cet. 1; Medan: LPPI.
Purwanto. (2007). “Pluralisme Agama dalam Prespektif Nurcholish Madjid”, Religio: Jurnal
Studi Agama-Agama, http://jurnalfuf.uinsby.ac.id/index.php/religio/
article/download/277/223.
Hidayat, Rahmat. (2016). “Epistemologi Pendidikan Islam: Sistem, Kurikulum, Pembaharuan
Dan Upaya Membangun Epistemologi Pendidikan Islam”, Jurnal Almufida Vol. I No.
1 Juli-Desember 2016,
http://jurnal.dharmawangsa.ac.id/index.php/almufida/article/download/104/99, laman
diakses tanggal 7 Mei 2020.
Sarjono. (2005). “Nilai-Nilai Dasar Pendidikan Islam”, Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol.
ll, No. 2, 2005, http://digilib.uin-suka.ac.id/8694/1/SARJONO% 20NILAI-
NILAI%20DASAR%20PENDIDIKAN%20ISLAM.pdf.

188 https://jurnaldidaktika.org/

Anda mungkin juga menyukai