Abstrak
Epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pertanyaan menganai pengetahuan yang
dimiliki. Sikap skeptis mengawali munculnya epistemologi.
Sebelum Plato, Demokritus dan para filusuf yunani telah
membedakan antara sifat-sifat yang benar-benar melekat pada
benda, misalnya ukuran dan bentuk, dari sifat-sifat yang
merupakan buah darri persetujuan manusia atau sebagai hasil budi,
misalnya warna. Tetapi Platolah yang dapat dikatakan sebagai
pencetus epistemologi, karena dia mencoba mengeloah masalah-
masalah dasar ; Apa itu pengetahuan? Dimanakah umumnya
pengetahuan ditemukan? Dan sejauhmanakah apa yang biasanya
kita anggap sebagai pengetahuan benar-benar merupakan
pengetahuan? Apakah indra memberi pengetahuan? Dapatkah Budi
memberi pengetahuan? Apakah hubunngan antara pengetahuan dan
keyakinan yang benar.
Persoalan-persoalan itulah yang antara lain digulati oleh
epistemologi. Dalam artikel ini dikupas mengenai persoalan-
persoalan pokok dalam Epistemologi diantaranya : (1) Soal
Pengetahuan; Kekaguman sebagai awal munculnya Epistemologi,
(2) Soal Common Sense (Anggapan Umum/Akal Sehat), (3)
Skeptisisme, (4) Aspek Eksistensial, (5) Analogi Pengetahuan dan
(6) Methode di dalam Epistemologi.
Kata kunci: Persoalan, Pokok, Epistemologi
30 | JURNAL PARADIGMA
Samuji – Persoalan Epistemologi
bersifat kritis. Maka saya tidak mungkin mempunyai suatu metafisika
yang tidak sekaligus merupakan epistemeologi dari metafisika, atau
psikologi yang tidak sekaligus epistemologi dari psikologi atau bahkan
suatu sains yang bukan epistemologi dari sains.
Dalam pengertian lain, terdapat pokok tertentu yang menjadi
objek epistemologi sendiri sebagai suatu manifestasi dari penyelidikan
filosofis. Dalam pengertian ini, usaha Decrastes benar-benar membuka
suatu zaman yang sama sekali baru di dalam pemikiran. Sebab usaha
Descrates ini merintis tahap dimana kekaguman filosofis sendirilah
yang dijadikan objek penyelidikannya. Dari sekedar mengagumi
kenyataan perubahan atau waktu atau diri, filsafat mengagumi penge-
tahu-an sendiri. Pertanyaan manusia kembali kepada dirinya sendiri.
Zaman baru mulai sewaktu Descrates menjadikan usahanya untuk
mengetahui sendiri sebagai objek penyelidikan lebih lanjut: Bagaimana
saya tahu bahwa saya dapat tahu? Apa hak saya untuk bertanya?
Mungkin rasa kekagumanku tidak mempunyai hak untuk ada –
mungkin tidak ada gunanya, dan saya selamanya tertutup dari
kenyataan yang saya usahakan untuk saya pahami. Dengan pernyataan
ini, Filsafat dianggap telah sampai kepada penguasaan terhadap esensi
dirinya, sebab akan jelas bahwa ia tidak bisa bergerak maju lagi.
Pada zaman Yunani dan abad pertengahan, budi telah terentang
melewaati bidang pengandaian atas objek menuju kepada yang benar-
benar nyata (the really real). Bersama Descrates dan filosuf-filosuf
modern, budi berusaha untuk mengatasi pengandaian yang mungkin
menjadi bagian dari budi sendiri, sehingga sinar yang sangat terang bisa
32 | JURNAL PARADIGMA
Samuji – Persoalan Epistemologi
Itulah sebabnya mengapa orang moderen tidak begitu merasa
teneng untuk tetap tinggal didalam sikap anggapan umum ini. Sebab
penemuan sains tidak mau di damaikan dengan keyakinan- kenyakinan
mengenai kenyataan daridunia harian. Sekali dia belajar dari sains
bahwa dunia terdiri dari sekumpulan atom, ia mau tidak mau
mempertanyakan mengapa dunia ini bisa cocok dengan gambaranya
sendiri. Ia melihat warna,mendengar suara, merasa hangat dan dingin
tetaoi rupanya di semesta yang diselidiki sains hal-hal itu tidak ada.
Mau tidak mau dia menjadi heran dan mulai mempertanyakan keadaan
benda-benda yang dipersepsikanya. Apakah persepsi-persepsinya itu
berada di dalam kepalanya sebagai suatu semesta yang bersifat privat,
yang sangat berbeda dengan keadaan senyatanya?
Begitu perbedaan antarakesan dan kenyataan tertanamkan
didalam kesadaran, maka kesadaran tidak berhenti pada kesulitan-
kesulitan faktual. Sebab di dalam menangkap perbedaan ini, kesadaran
menangkap dirinya sebagai subjek yang berada dari objek
pengetahuanya, dan kemudian terjerumus kedalam seluruh kesulitan
mendasar mengenai bagaimana mungkin dia bisa yakin bahwa dirinya
telah mencapai objek sebenarnya dan bukan objek menurut
anggapanya. Kalau pengetahuan bermaksud memahami benda
sebagaimana adanya, bagaimana kita tahu bahwa kita telah
mencapainya sebagai mana adanya? Bagai mana saya tahu bahwa saya
tidak seluruhnya terbatas pada kesan-kesan , dan bahwa ada sesuatu
yang sama sekali mengatai kesan?
34 | JURNAL PARADIGMA
Samuji – Persoalan Epistemologi
Terhadap keberatan ini ada beberapa jawaban. Kita bisa
mengakui segi positif yang terdapat di dalam keberatan tersebut. Apa
yang di tekankan ialah kelekatan tanpa syarat antara pikiran dan
kenyataan, dan hal ini tentu saja perlu ditekankan. Adanya pengetahuan
merupakan suatu hal yang pokok dan tak dapat direduksikan . pikiran
ada, dan adanya pikiran merupakan kesaksian bagi dirinya sendiri
mengenai keteerbukaanya terhadap ada. Tidak ada keraguan atau
penyangkalan terhadap keterbukaan ini yang dapat di pertahankan.
Itulah sebabnya posisi dari seorang skeptik absolut merupakan
hal yang paling rapuh di dalam seluruh bidang filsafat. Menurut
seorang skeptik absolut, pikiran manusia tidak dapat mencapai
kebenaran objektif. Namun, sayang bagi orang itu, sebab justru
usahanya untuk menyatakan kenyakinanaya sendiri melibatkan
penyangkalan terhadap kenyakinan itu. Sebab sesungguhnya ia
berpendapat bahwa sekurang-kurangnya ada satu pertimbangan yang
pasti benar secara objektif, yaitu pertimbanganya. Menurutnya, secara
objektif manusia tidak dapat mengetahui kebenaran objektif; ia yakin
bahwa dia tidak dapat yakin. Kedudukan skeptik merupakan
penyangkalan diri dan secara harfiah telah terbukti sepenuhnya absurd.
Betapa pun si skeptif berkelit, ia tidak dapat menyangkal secara
emplisif. Misalnya ia merasa puas dengan meragukan apakah pikiran
kita bisa menyentuh kenyaataan. Toh ia tidak dapat menghindar dari
sikap inkonsisten, sebab keraguannnya ini bukan budi yang
ditemukannya begitu saja. . .
36 | JURNAL PARADIGMA
Samuji – Persoalan Epistemologi
E. Analogi Pengetahuan
Kita bicara mengenai apa arti mengetahui? Yang jelas tidak ada
pertanyaan mengenai definisi pengetahuan, sebab mendefinisikan
sesuatu berarti meletakkan sesuatu di dalam istilah-istilah lain yang
lebih dimengerti. Hal ini tidak mungkin karena “pengetahuan” adalah
“sui generis” artinya berhubungan dengan apa yang paling sederhana
dan paling mendasar. Sebab mengetahui merupakan peristiwa yang
paling dasar dan tidak dapat direduksikan, tidak dapat dijelaskan
dengan istilah yang lebih dasar dari padanya. Sinonim seperti
“kesadaran” berguna untuk maksud penjelasan tetapi tidak dapat
menghantarkan kita cukup jauh. Apa yang diperlukan adalah
menunjukkan jangkauan yang mungkin dimiliki kata ini, sebab hal ini
akan menghindarkan kita dari usaha mengidentikkan pengetahuan
dengan suatu bentuk pengetahuan khusus.
Kita bicara mengenai “mengetahui caranya” melakukan sesuatu;
“mengetahui bahwa” kenyataan tertentu benar; dan “mengetahui”
karena kenal. Penggunaan umum ini hanya mulai menunjukkan
beragamnya kemungkinan arti dari kata “mengetahui”.
Banyak pihak akhirnya memutuskan bahwa hanya jenis
pengetahuan tertentu “benar-benar” pantas disebut pengetahuan. Inilah
yang dilakukan Bertrand Russel sewaktu ia mengkhususkaan kata ini
untuk jenis pengetahuan yang dimiliki para saintis, sementara jenis
pengetahuan yang lain hanya dianggap sebagai mendekati kkedudukan
“ilmiah” ini. Memang betul bahwa menganggap pengetahuan kita
mengenai manusia berbeda dari pengetahuan kita menganai hal lain
38 | JURNAL PARADIGMA
Samuji – Persoalan Epistemologi
kenyataan. Pertimbangan tidak boleh dipisahkan dari seluruh
dinamisme subjek yang menangkap pernyataan diri.
Persoalan methode ini merupakan pokok terakhir pendhuluan
dan tidak boleh terlalu detil. Filsafat pengetahuan, sebagai usaha untuk
menafsirkan nilai kognitif pengalaman, tidak boleh terlalu dibebani oleh
masalah-masalah terminologi teknis atau oleh pengandaian-
pengandaian suatu sistem filosofis tertentu. Epistemologi harus
menatap pengalaman selangsung mungkin dan harus menggunakan
bahasa sehari-hari.
Daftar Pustaka