Anda di halaman 1dari 4

MERAJUT TOLERANSI DITENGAH MASYARAKAT MEJEMUK

Oleh : Idris Ahmadi*


Rasisme dan Diskriminisme merupakan paham yang sangat panalog dengan
kemajemukan, kedua sikap diatas merupakan suatu sikap atau tindakan yang membedakan
ras dan merasa bahwa ras sendiri lebih tinggi dari ras yang lain serta perbedaan kelakukan
terhadap sesama warga Negara. Sikap seperti ini juga termasuk suatu ancaman bagi bangsa
yang nantinya akan merugikan setiap individu dan kelompok yang menjadi korban
diskriminatori tersebut. Seperti contoh Amerika menyatakan bahwa bangsa Amerika yang
paling baik dari Bangsa lainnya, Seorang fasisme Italia menyatakan bahwa bangsanya yang
paling mulia dari bangsa lainnya, serta seorang pakar dengan Fasis Jepangnya juga
menyatakan bahwa bangsanyalah yang pantas menjadi pemimpin dunia, sehingga paham-
paham tersebut tidak menghargai kemajemukan, Samuel Eto’oh seorang pemain sepak bola
dunia ikut menjadi korban Rasisme sehingga jauh-jauh hari persatuan sepak bola (UIF)
mencanangkan kampanye akibat rasa tidak menerima terhadap perlakuan yang dilakukan
kepada Samuel tersebut. Di Indonesia sendiri kita dicengangkan dengan kerusuhan-
kerusuhan pahit pada tahun 1998 yang silam, masyarakat secara umum menganggapnya
bukan suatu hal yang biadab, padahal pendapat dari Negara-negara sahabat, Lembaga
Perserikatan Bangsa-Bangsa bahkan Lembaga Hak Asasi Manusia Internasional mengatakan
secara keras terhadap Asian Meiks pada tahun 1998 tersebut adalah merupakan suatu
pelanggaran yang sangat diluar nalar kemanusiaan. Dengan hadirnya toleransi ditengah
masyarakat yang majemuk tidak akan ada tindakan saling mengintimidasi dan
mengistiminasi, justru yang hadir ditengah-tengah masyarakat adalah kenyamanan dalam
keragaman, menurut Psikologi hal tersebut adalah istilah sebagai sebuah kondisi jiwa yang
mampu merasakan kenyamanan meskipun berada ditengah Paradoksal kehidupan,

Dalam hal ini Al-Qur’an juga ikut menyikapi kejadian-kejadian diatas, yang oleh
Allah dinisbatkan dalam Surah Al-Hujarat ayat 13 dibawah ini,

‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبا ً َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا إِ َّن أَ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد هَّللا ِ أَ ْتقَا ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم‬
١٣- ‫خَ بِي ٌر‬-

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami Menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah
yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.( Qs. Al Hujarat ayat 13)”

Menurut Ibnu Syaqiq didalam kitab muktamat yang bersumber dari Abu Bakar Bin
Abi Yahut yang juga diriwayatkan oleh Abu Daud ayat tersebut berkenaan dengan keinginan
Rosulullah SAW untuk menikahkan Abu Hind dengan seorang putri keturunan Bani
Bayadhah, Sedang Abu Hind merupakan seorang budak dan pekerjaan sehari-harinya adalah
pembekam, mendengar hal tersebut Bani Bayadah menolak secara keras keinginan
Rosulullah dengan alasan tidak wajar jika mereka menikahkan putri mereka dengannya yang
merupakan bekas budak mereka. Sikap keliru tersebut dikecam oleh Al-Qur’an dengan
menegaskan bahwa kemuliaan disisi Allah bukan karena keturunan atau garis
kebangsawanan, akan tetapi ketaqwaan yang menjadi tolak ukur disisi-Nya. kemudian
malaikat jibril datang dengan membawakan wahyu surah Al-Hujarah ayat 13 tersebut, pada
ayat tersebut diawali dengan lafadz “Ya Ayyuhannas” menurut Imam Ali As-Shobuni didalam
kitab Shoffatut Tawasil beliau menjelaskan “Ai Khitobu li Jami’il Basyar” yang targetnya
adalah semua manusia, bahwasanya semua manusia baik laki-laki maupun perempuan
meskipun bercorak suku, berlainan bangsa mereka tetaplah memiliki harkat dan martabat
yang sama disisi Allah, fungsinya bukan untuk menutup diri, menghina, serta membangga-
banggakan kelompok, suku, dan daerah masing-masing.

Riwayat lain juga mengatakan bahwa Asbabun Nuzul ayat tersebut adalah komentar
dari Usaid Ibn Abi al-Ish yang dilontarkan tatkala mendengar Bilal mengunandangkan Adzan
di Ka’bah, ia berkata “Alhamdulillah ayahku wafat sebelum mendengar kejadian ini”. Serta
yang lain juga berkata “Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung gagak ini untuk
beradzan ?”,

Dalam konteks ini, sewaktu haji wada’ Nabi Muhammad SAW berpesan “Wahai
seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu, tiada kelebihan atas orang
Arab terhadap non-Arab, tidak juga orang Non-Arab atas orang Arab, atau orang berkulit
hitam atas orang yang berkulit putih, tidak pula sebaliknya. Kecuali dengan Taqwa,
sesungguhnya semulia-mulia kamu disisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” (HR. Al-
Baihaqi melalui Jabir Ibn Abdillah).

Ketaqwaan dan kemuliaan seseorang disisi Allah, yaitu ayat yang ditafsirkan diatas
berarti bahwa sesuatu yang sangat sulit, bahkan mustahil seorang manusia dapat menilai
kadar dan kualitas keimanan serta ketaqwaan seseorang. Yang mengetahuinya hanya Allah
SWT. Disisi lain, penutup ayat diatas mengisyaratkan bahwa apa yang ditetapkan Allah
menyangkut esensi kemuliaan adalah yang paling bertaqwa, bukan apa yang diperebutkan
oleh banyak manusia karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal, manusia
hendaklah memerhatikan apa yang dipesankan oleh sang pencipta manusia yang Maha
Mengetahui kemaslahatan mereka.

Sehingga bisa kita peras sari patinya, bahwa kemajemukan haruslah kita gunanakan
sebagai jembatan emas sekaligus median agar kamu saling kenal mengenal yakni menjalin
komunikasi yang harmonis yang menebarkan cinta kasih sayang tiada pandang sayang.

Timbul pertanyaan bagaimanakah sikap kita dalam menghadapi sikap kemajmukan


bangsa sebagai suatu berkah ?, jawabannya adalah, Pertama : Sebagai umat mayoritas mari
kita kokohkan toleransi dimasyarakat kita, yakni dengan menjalin Ukhwah Islamiyah di
Negara kita, meskipun berbeda Bangsa, Suku, adat, organisasi dan partai pilihan tetapi kalau
sudah satu aqidah tidak boleh saling menghina, memfitnah, mengadu domba, atau bahkan
menumpahkan darah.

Sebagaimana berita akhir-akhir ini yang cukup mengguncangkan dunia serta menjadi
sajian utama, sebagaimana sebuah koran Jawa Pos yang diterbitkan pada hari Rabu tanggal
30 September 2017 kemaren tepatnya di Rahine, Myanmar. Berdasarkan data asli yang
direalis oleh HRW Rumah-rumah etnis Rohingya rata dengan tanah belum lagi pemerkosaan
dan pemberontakan yang dilakukan secara brutal kepada mereka yang setidaknya terdapat
520.000 etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh, tidak ketinggalan Indonesia sebagai
negara toleransi telan menyediakan tempat penampungan yang aman bagi mereka, dengan
hadirnya toleransi ditengah masyarakat kami yakin tidak akan ada cerita yang memiluka
seperti hal tersebut. Yang Kedua : sebagai warga Indonesia mari kita wujudkan dan kita
pelihara ukhwah-ukhwah diantara kita, karena toleransi akan dapat tercapai jika kita dapat
bergandengan tangan, berjabat erat, bersatu padu dan mewujudkannya dalam kehidupan
berbangsa yang Bhinneka Tunggal Ika,

Dari paparan diatas dapat kita tarik benang merah bahwasanya ditengah kemajmukan
masyarakat toleransi menjadi sajian utama untuk merajut benang kesatuan dan persatuan
didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, apabila toleransi telah dapat tercapai impian
untuk hidup ditengah masyarakat harmonis akan dapat terwjud dan Indonesian akan menjadi
َُ ٌ َ ٌ ْ
negara yang ‫بل َدة ط ِّي َبة َو َر ٌّب غف ْور‬.َ
Semoga paparan singkat ini berguna bagi pembaca lebih-lebih penulis untuk menjadi

penggerak pertama dan penanggulangan akhir untuk mewujudkan Toleransi ditengah


masyarakan yang Majemuk saat ini,

*) Santri aktif Pondok Pesantren Nurul Jadid serta


Mahasiswa Universitas Nurul Jadid
`.Program Studi Ilmu Al Qur’an dan Tafsir

Anda mungkin juga menyukai