Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode
etik profesi yang telah ditetapkan. Upaya untuk memberikan keperawatan bermutu
ini dapat dimulai perawat dari adanya rasa tanggung jawab perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional.

Keperawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan


pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan
kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori
keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah
mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat
diimplementasikan kepada masyarakat langsung.

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi


praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu,
keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan
dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitasi.

Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan
lainnya yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi
perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi
keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek,
kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1) Masalah-masalah apakah yang terkait dengan pelayanan keperawatan
2) Apa sajakah tahap penyelesaian masalah etik dalam keperawatan?
3) Bagaiman contoh kasus dan penyelesaianya tentang masalah etik dalam
keperawatan?

C. TUJUAN

1) Untuk mengetahui Masalah-masalah apakah yang terkait dengan pelayanan


keperawatan.
2) Untuk mengetahui tahap-tahap terkait penyelesaian masalah etik dalam
keperawatan
3) Untuk memahami mengenai kasus dan penyelesaianaya tentang masalah etik
dalam keperawatan ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masalah Hukum Dalam Praktik Keperawatan

Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para
ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :

1. Menandatangani Pernyataan Hukum

Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal
ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan
menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan
mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.

2. Format Persetujuan (Consent)

Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang
cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal
pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk
dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan
operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi.
Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan
dilakukan beserta resikonya.

3. Report

Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien,
pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan
tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi
misalnya pasien jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu
melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain. Dalam setiap
kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu.

3
Beberapa rumah sakit telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format
tidak ada maka kejadian dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam pencatatan incident report antara lain :

 Tulis kejadian sesuai apa adanya


 Tulis tindakan yang anda lakukan
 Tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
 Sebutkan waktu kejadian ditemukan

4. Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang
penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya
keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi
tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan
suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang
dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan
diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.

5. Pengawasan Penggunaan Obat


Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada
yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter.
Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan
terkunci dan hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya.
Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat
golongan nartkotik ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan
yang benar.

4
6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak
mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan
yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum
masa lahir secara alami.

Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan
baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong
abortus antara lain karena :

 Pemerkosaan
 Pria tidak bertanggung jawab
 Demi kesehatan mental
 Kesehatan tubuh
 Tidak mampu merawat bayi
 Usia remaja
 Masih sekolah
 Ekonomi

5
B. MASALAH  ETIK DALAM  PRAKTEK KEPERAWATAN

Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata
tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian
makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik
yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan
kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi
pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran
merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas sekilas beberapa hal
yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada praktik
keperawatan.

1. Konflik etik antara teman sejawat


Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan
pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus
mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak,
serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering
kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan
juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara
teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau
dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.

2. Menghadapi penolakan pasien terhadap Tindakan keperawatan atau


pengobatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk
pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang
memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan
pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor,
seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-
lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak
pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala
bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu

6
dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik
sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.

3. Masalah antara peran merawat dan mengobati


Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah
memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali
peran ini menjadai kabur dengan peran mengobati. Masalah antara peran sebagai
perawat yang memberikan asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang
melakuka pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang ada
didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.

Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan antara peran
formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul dan ini bukan saja
masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara
lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai
implikasi besar. Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk
perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin tidak jelas
penyelesaiannya.

4. Berkata Jujur atau Tidak jujur

Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa
bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan perawat adalah
benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.

Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya oleh
pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak apa-apa
ibu/bapak, bapak/ibu akan baik,  suntikan ini tidak sakit”. Dengan bermaksud untuk
menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih karena kondisinya dan tidak
mau pasien takut akan suntikan yang diberikan, tetapi didalam kondisi tersebut
perawat telah mengalami dilema etik. Bila perawat berkata jujur akan membuat sedih

7
dan menurunkan motivasi pasien dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak
pasien.

5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang

Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri
barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan
setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum
dipakai pasien, perawat dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan
memasukan dalam inventarisasi ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering
terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada artinya bagi pasien,
memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi keluarga kemungkinan hal itu
lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan informai yang jelas
terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat
penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat
itu diambil.

Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa
menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan
karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan
barang ditempat kerja.

8
C. MENCEGAH MASALAH  HUKUM  DAN  MASALAH ETIK YANG
TERKAIT DENGAN PELAYANAN KEPERAWATAN

1. Strategi Penyelesaian Masalah Hukum


Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai praktik kesehatan
termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik.
Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan
bagi praktik professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi
semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan
pemerintah) yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga
kesehatan dan bagi masyarakat.

Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib
manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari
pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada
memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-
prinsip dalam mencegah hukum.

Dibawah ini akan dibahas beberapa hal yang dapat dilakukan perawat yang
merupakan nurse defender terhadap masalah hukum :

a. Ketahui hukum atau UU yang mengatur praktik anda.


b. Jangan melakuakn apapun yang anda tidak tahu bagaimana melakukannya
(bila perlu, pelajarilah caranya).
c. Pertahankan kompetisi praktik anda, penting mengikuti pendidikan
keperawatan berkelanjutan.
d. Sebagai penuntut untuk meningkatkan praktik, mendapatkan kritik, dan
kesenjangan pengetahuan/keterampilan, lakukan pengkajian diri, evaluasi
kelompok, audit dan evaluasi dari supervisor.
e. Jangan ceroboh dalam melakukan praktik keperawatan.
f. Tetap perhatian pada pasien dan keluarganya.
g. Sering berkomunikasi dengan orang lain, jangan menutup diri.
h. Catat secara akurat, objektif dan lengkap, jangan dihapus.

9
i. Delegasikan secara aman dan absah, ketahui persiapan dan kemampuan
orang-orang dibawah pengawasan anda.
j. Bantu pengembangan kebijakan dan prosedur (dalam badan hukum).
k. Ikuti asuransi malpraktik, jika saat ini tersedia (Jones, 1993)

 
2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak
menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat
menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan
pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan
permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang
melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan
masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etis.

a. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik


Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah
yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu
situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis,
seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah
secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).

Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam


membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang
menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang
membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari

10
keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis,
Hartley, 1980).

1. Teori dasar pembuatan keputusan Etis


a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi dan
utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu
doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau
konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The
end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir
yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal
dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987).

Teori teleologi atau utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili¬tarianisme dan
act utilitarianisme. Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu
tindakan tergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau
kebahagiaan pada manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak
melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu,
dengan pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan
sebanyak-banyaknya atau ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh
penerapan teori ini misalny a bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan
meninggal daripada nantinya menjadi beban di masyarakat.

b. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan  oleh hasil akhir atau
konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di
sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah. Kant
berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia

11
secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant
meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan
dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus
tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu
sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri.

Contoh penerapan deontologi adalah seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus
diberitahu tentang apa yang sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat
menyakitkan. Contoh lain misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan
abortus karena keyakinan agamanya yang melarang tindakan membunuh.

Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan


pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan
nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi)
merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi
dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi,
kejujuran, dan ketaatan.

2. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis

Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi
perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat
keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode
etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis .Berbagai
kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di
mana semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika,
yang menurut Fry meliputi:

 Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?


 Jenis tindakan apakah yang benar?
 Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
 Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?

12
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembang¬kan dengan
mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka
disusun berda¬sarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara model-model
lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti yang diajarkan di
pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan
oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan
dengan asuhan keperawatan pasien. Ke¬rangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry
(1991), terdiri dari enam tahap:

A. Identifikasi Masalah
Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati nurani.
Perawat juga harus mengkaji ke-terlibatannya terhadap masalah etika yang timbul
dan mengkaji para¬meter waktu untuk protes pembuatan keputusan.

b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan

Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini meliputi: orang-orang yang dekat
dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien,
harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan.
Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi. Perawat
harus mengindentifikasi semua pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat
keputusan. Semua tindakan yang memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil yang
mungkin diperoleh beserta dampaknya.

c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan

Ini berarti perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi
individu, nilai-nilai dasar manusia yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-
prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah.

13
d. Pembuat keputusan harus membuat keputusan

Ini berarti bahwa pembuat keputusan memilih tindakan yang menurut keputusan
mereka paling tepat.

e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb


(1989), adalah sebagai berikut:

1) Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan


pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi:
Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan
konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2) Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3) Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
4) Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
5) Mendefinisikan kewajiban perawat
6) Membuat keputusan.

Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat
diatas, penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan etik. Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu
pengetahuan/tehnologi, legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi
pasien maupun perawat, kode etik keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).

14
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat
diambil suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan,
yaitu:

a) Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang
seharusnya
b) Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari
berbagai sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan
etik dan apakah ada pelanggaran hukum/legal
c) Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative
tersebut dan diskusikan dalam suatu tim (komite etik).
d) Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak
dan buat suatu keputusan atas alternative yang dipilih
e) Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan
tentukan siapa yang harus melaksanakan putusan.
f) Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta
dampak yang timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali
beberapa alternative keputusan dan bila mungkin dapat dijalankan.

15
BAB III

KASUS

A. Contoh Kasus

Ny.A seorang ibu rumah tangga, umur 35 tahun, mempunyai 3 orang anak yang
berumur, 15 tahun, 12 tahun dan 9 tahun. Ny.A berpendidikan SMA, dan suaminya
bekerja sebagai karyawan biasa. Saat ini Ny.D sedang mengandung anak ke-4 dengan
usia kehamilan 3 bulan. Namun sebelumnya Ny.A ini tidak mengetahui bahwa dia
sedang mengandung. Kemudian setelah mengetahui bahwa dia sedang mengandung,
dia memutuskan untuk menggugurkan bayi tersebut dengan alasan dia tidak ingin
mempunyai anak lagi karena anak mereka sudah terlalu banyak menurut Ny.A.

Ny.A dan suaminya kemudian mendatangani salah satu rumah sakit untuk meminta
bantuan untuk dilakukan tindakan pengguguran atau aborsi. Kepada salah seorang
perawat yang ia temui, Ny.A menjelaskan alasannya kenapa ia ingin di aborsi, “saya
kecolongan sus, saya tidak ingin mempunyai anak lagi”. Kemudian perawat
menjelaskan tentang resiko yang akan terjadi jika Ny.A melakukan aborsi” jika ibu
melakukan aborsi kemungkinan ibu akan mengalami banyak sekali resiko” begitu
kata perawat. Namun Ny.A tetap pada pendiriannya ingin melakukan tindakan aborsi,
sehingga mengharuskan perawat memanggil dokter untuk menjelaskan tentang resiko
aborsi.

16
B. Cara penyelesaianya

Kasus diatas menjadi dilema etik bagi perawat dimana dilema etik ini didefinisikan
sebagai suatu masalah yang melibatkn dua atau lebih landasan moral suatu tindakan
tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap
alternatif tindakan memiliki landasan moral atau prinsip. Pada kasus dilema etik ini
sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat menimbulkan kebingungan
pada tim medis yang dalam konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia
tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya.

Dalam menyelesaikan kasus dilema etik yang terjadi pada kasus Ny. D, dapat diambil
salah satu kerangka penyelesaian etik, yaitu kerangka pemecahan etik yang
dikemukan oleh Kozier, erb. (1989), dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengembangkan data dasar

a) Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya. Dalam
hal klarifiaksi dilema etik, mencari informasi sebanyaknya, berkaitan dengan:

a. Orang yang terlibat, yaitu: Pasien, kekasih pasien, dokter kandungan, dan
perawat.
b. Tindakan yang diusulkan yaitu: Tidak diperbolehkannya tindakan aborsi pada
Nn. N, tetapi pasien mempunyai otonomi untuk tetap melakukan aborsi
karena pasien tidak ingin dulu mempunyai anak karena masih kuliah dan tidak
ingin kandungannya diketahi oleh orang lain.
c. Maksud dari tindakan yaitu: dengan memberikan pendidikan, konselor,
advocasi diharapkan pasien mau membatalkan atau tidak melakukan tindakan
aborsi dapat membuat keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini
dihadapi. Dengan tujuan agar tidak terjadi resiko yang dapat membahyakan
bagi klien pada saat dilakukan tindakan aborsi dan setelah dilakukan aborsi.
d. Konsekuensi dari tindakan yang diusulkan yaitu: Bila aborsi tidak
dilaksanakan:
 Biaya: klien tidak akan mengeluarkan biaya apapun

17
 Psikologis: klien akan baik-baik saja namun klien akan merasakan stress
karena tidak dapat menyembunyikan kehamilannya lagi kepada orang lain
 Fisik : klien akan terhindar dari resiko aborsi yang mungkin akan
berdampak pada kesehatan klien, namun kondisi kehamilannya akan
diketahui oleh orang lain
e. Konsekuensi jika tindakan aborsi dilakukan

b) Mengidentifikasi konflik

Untuk memutuskan apakah aborsi dilakukan pada wanita tersebut, perawat


dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien dan melanggar asas
beneficience yaitu tidak melakukan tindakan yang baik terhadap keselamatan klien.
Juga melanggar prinsip non malificience, karena tindakan aborsi tersebut dapat
menyebabkan injury dan tentu saja merugikan terhadap klien dan kandungannya.

Apabila tindakan aborsi dilakukan perawat dihadapkan pada konflik tidak


melaksanakan kode etik profesi dan prinsip moral. Bila menyampaikan penjelasan
dengan selengkapnya perawat kawatir akan kondisi Ny.A akan semakin parah dan
stress, putus asa akan keadannya.

Bila tidak dijelaskan seperti kondisi tersebut, perawat tidak melaksanakan prinsip-
prinsip professional perawat, Bila perawat menyampaikan pesan dokter, perawat
melangkahi wewenang yang diberikan oleh dokter, tetapi bila tidak disampaikan
perawat tidak bekerja sesuai standar profesi.

2. Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan


mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut

Menjelaskan secara rinci rencana tindakan aborsi termasuk dampak setelah diaborsii.
Menjelaskan dengan jelas dan rinci hal-hal yang berkaitan dengan kondisi klien bila
dilakukan tindakan aborsi. Memberikan penjelasan dan saran yang berkaitan dengan
kondisi kehamilan klien .

18
Mendiskusikan dan memberi kesempatan kepada keluarga atas saran yang diberikan
perawat dan memberikan alternative tindakan yang mungkin dapat dilakukan oleh
keluarga.

Memberikan advokasi kepada pasien dan keluarga untuk dapat bertemu dan
mendapat penjelasan langsung pada dokter kandungan, dan memfasilitasi pasien dan
kelurga untuk dapat mendapat penjelasan seluas-luasnya tentang rencana tindakan
aborsi dan dampaknya bila dilakukan dan bila tidak dilakukan.

3. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat

Kasus pasien tersebut merupakan masalah yang kompleks dan rumit, membuat
keputusan dilakukan tindakan aborsi atau tidak, tidak dapat diputuskan pihak tertentu
saja, tetapi harus diputuskan bersama-sama yang meliputi: Siapa yang sebaiknya
terlibat dalam membuat keputusan dan mengapa mereka ditunjuk.

Dalam kasus Ny.A dokter bedah yakin bahwa pembuat keputusan, jadi atau tidaknya
untuk dilakukan aborsi adalah dirinya, dengan memperhatikan faktor-faktor dari
pasien, dokter akan memutuskan untuk memberikan penjelasan yang rinci dan
memberikan jalan atau tindakan alternatif yang kemungkinan dapat dilakukan oleh
Ny.A dan keluarga. Sedangkan perawat primer seharusnya bertindak sebagai
advokasi dan fasilitator agar pasien dan keluarga dapat membuat keputusan yang
tidak merugikan bagi dirinya, sehingga pasien diharapkan dapat memutuskan hal
terbaik dan memilih alternatif yang lebih baik dari penolakan yang dilakukan.

4. Mengidentifikasi kewajiban perawat

Dalam membantu pasien dalam membuat keputusan, perawat perlu membuat daftar
kewajiban keperawatan yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

a) Memberikan informasi yang jelas, lengkap dan terkini


b) Meningkatkan kesejahteran pasien

19
c) Membuat keseimbangan antara kebutuhan pasien baik otonomi, hak dan
tanggung jawab keluarga tentang kesehatan dirinya.
d) Membantu keluarga dan pasien tentang pentingnya sistem pendukung
e) Melaksanakan peraturan Rumah Sakit selama dirawat
f) Melindungi dan melaksanakan standar keperawatan yang disesuikan dengan
kompetensi keperawatan professional dan SOP yang berlaku diruangan
tersebut.
g) Membuat keputusan

Pada kondisi kasus Ny.A dapat diputuskan menerima permintaan pasien dan keluarga
tetapi setelah perawat atau tim perawatan dan medis, menjelaskan secara lengkap dan
rinci tentang kondisi pasien dan dampaknya bila dilakukan tindakan aborsi atau tidak
dilakukan aborsi. Penjelasan dapat dilakukan melalui perawat yang akan membantu
dokter dalam melakukan tindakan aborsi. Tetapi harus juga diingat dengan
memberikan penjelasan dahulu beberapa alternatif sesuai kondisi Ny.A sebagai
bentuk tanggung jawab perawat terhadap tugas dan prinsip moral profesionalnya.
Pasien menerima atau menolak suatu tindakan harus disadari oleh semua pihak yang
terlibat, bahwa hal itu merupakan hak, ataupun otonomi pasien dan keluarga.

Keputusan yang dapat diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan keluarganya
serta pertimbangan tim kesehatan sebagai seorang perawat, keputusan yang terbaik
dilakukan tindakan aborsi berhasil atau tidaknya adalah kehendak yang maha kuasa
sebagai manusia hanya bisa berusaha.

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib
manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari
pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada
memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-
prinsip dalam mencegah hukum.

Berbagai permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan
interaksi antara klien dan perawat. Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara
mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya
menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan
nasibnya, dan penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien.
Dalam membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat dituntut dapat mengambil
keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang dengan
nilai-nilai yang diyakini klien. Pengambilan keputusan yang tepat diharapkan tidak
ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu asuhan
keperawatan dapat dipertahankan.

B. SARAN

Perawat harus berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara mandiri atau


secara bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan untuk
menyelesaikan masalah masalah yang terkait dengan pelayanan keperawatan

21
DAFTAR PUSTAKA

https://febriputripertiwi.wordpress.com/2012/04/16/makalah-etik-keperawatan-3/
http://zaelanilukman.blogspot.com/2016/01/masalah-etik-keperawatan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai