(2 SKS)
Kuliah Daring
Selasa, 16 Maret 2021
Dosen Pengampu,
• Penyelidikan
1
• Penyidikan
2.
Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undangundang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang
dengan bukti itu membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi, guna
menemukan tersangkanya.
Makna dari Penyidikan :
1. Yang boleh melakukan penyidikan hanyalah penyidik;
2. Tugas dan kewajiban penyidik adalah mencari dan mengumpulkan bukti.
3. Daribukti yang terkumpul diketahui ada tidaknya tindak pidana yang terjadi
dan tindak pidana apa;
4. Jikamerupakan tindak pidana maka dari bukti yang ada dapat diketahui
siapa tersangkanya;
5. Tindakanmencari dan mengumpulkan bukti haruslah dalam hal dan
menurut undang-undang (harus ada ketentuan hukumnya).
Perbedaan LID Dan Dik
NO Penyelidikan Penyidikan
1. Lid adalah bagian dari dik Dik dapat dilakukan tanpa Lid
3. Lid tidak bisa diajukan pra peradilan Dik bisa diajukan pra peradilan
Berdasarkan Pasal
Berdasarkan UU Pidsus (Ps. 26 A UU TPK & Ps. 73 UU TPPU)
184 (1) KUHAP:
keterangan saksi;
1. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau alat yang serupa optik
keterangan ahli; 2. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau
informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau
surat; didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas
kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun
yang terekam secara eektronik, yang berupa tulisan,
petunjuk; suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,
angka atau perforasi yang memiliki makna
keterangan terdakwa.
Putusan MK No. Nomor 65/PUU-VIII/2010 tanggal 2 agustus 2011,
tentang pengertian saksi.
Pertimbangan :
Perumusan saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP tidak
meliputi pengertian saksi alibi, dan secara umum mengingkari pula
keberadaan jenis saksi lain yang dapat digolongkan sebagai saksi yang
menguntungkan (a de charge) bagi tersangka atau terdakwa, antara
lain, saksi yang kesaksiannya dibutuhkan untuk mengklarifikasi
kesaksian saksi-saksi sebelumnya;
arti penting saksi bukan terletak pada apakah dia melihat, mendengar,
atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana, melainkan pada
relevansi kesaksiannya dengan perkara pidana yang sedang diproses;
Keterangan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana
yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Semua alat bukti diperoleh menurut hukum
Ps. 40 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telkom : “setiap orang dilarang melakukan
kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi
dalam bentuk apapun”
Ps. 31 ayat (1), (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE :
1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dalam suatu komputer
dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain
2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak
bersifat publik, dari ke dan di dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik
tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun
yang menyebabkan adanya perubahan penghilangan dan/atau penghentian
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang ditransmisikan
PENYADAPAN DIATUR DALAM UU
Ps. 12 (1) UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, “dalam melakukan tugasi lid, dik,
tut, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan”.
Ps. 35 huruf i UU No. 35 Tahun 1999 tentang Narkotika, “dalam rangka melakukan
penyidikan, penyidik BNN berwenang melakukan penyadapan yang terkait dengan
penyalahgunaan atau peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika setelah
terdapat bukti awal yang cukup”.
Ps. 31 ayat (1) huruf b UU No 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu No. 1
Tahun 2002 tentang TP Terorisme menjadi UU: “berdasarkan bukti permulaan yang
cukup.... Penyidik berhak menyadap pembicaraan melali telepon atau alat
komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan,
dan melakukan TP Terorisme”
Ps. 31 UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen, “...BIN mempunyai wewenang
melakukan penyadapan, pemeriksaan aliran dana dan penggalian informasi
terhadap sasaran yang terkait dengan..
Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016, bertanggal 7 September 2016
“...dalam konteks penegakan hukum sekalipun pemberian kewenangan penyadapan
sudah seharusnya sangat dibatasi untuk menghindari potensi digunakannya
penyadapan secara sewenang-wenang. Kewenangan penyadapan tidak dapat
dilakukan tanpa kontrol dan dalam konteks penegakan hukum yang paling berwenang
memberikan ijin penyadapan sekaligus melaksanakan checks and balances terhadap
kewenangan tersebut adalah pengadilan atau pejabat yang diberi kewenangan oleh
Undang-undang” (putusan MK hal. 93)
“Sebagai pembanding, sehubungan dengan penyadapan di USA diatur dalam title III of
Ombnibus crime and safe street act 1968 yang menentukan bahwa semua
penyadapan harus seijin pengadilan, namun ijin pengadilan tetap ada
pengecualian yaitu penyadapan dapat dilakukan tanpa menunggu persetujuan
pengadilan, yaitu penyadapan atas komunikasi dalam keadaan mendesak yang
membahayakan keselamatan jiwa orang lain, aktivitas konspirasi yang
mengancam keamanan nasional dan karakteristik aktivitas konspirasi dari
organisasi kejahatan.
Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016, bertanggal 7 September 2016
“MK menegaskan kembali putusan No: 006/PUU-I/2003 bertanggal 30 Maret 2003
yang kemudian ditegaskan kembali dalam putusan No: 5/PUU-VIII/2010, bertanggal
24 Februari 2011, tentang penyadapan yang menyatakan :
“Mahkamah perlu untuk mengingatkan kembali bunyi pertimbangan hukum
Mahkamah dalam putusan No: 006/PUU-I/2003 bertanggal 30 Maret 2003 tersebut
oleh karena penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan
terhadap HAM, dimana pembatasan demikian hanya dapat dilakukan dengan
UU, sebagaimana ditentukan oleh Ps 28J ayat (2) UUD 1945. UU yang dimaksud
itulah yang selanjutnya harus merumuskan antara lain, siapa yang berwenang
mengeluarkan perintah penyadapan, dan perekaman dapat dikeluarkan setelah
diperoleh bukti permulaan yang cukup, yang berarti bahwa penyadapan dan
perekaman pembicaraan itu untuk menyempurnakan alat bukti, ataukah justru
penyadapan dan perekaman pembicaraan itu sudah dapat dilakukan untuk
mencari bukti permulaan yang cukup. Sesuai dengan perintah Ps 28J ayat (2)
UUD 1945, semua itu harus diatur dengan UU guna menghindari penyalahgunaan
wewenang yang melanggar hak asasi”
Pra Penuntutan
Istilah pra penuntutan tidak memilik definisi dalam HAPID
Pasal 14 huruf b KUHAP, PU berwenang ”mengadakan pra penuntutan
apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan
Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka
penyempurnaan penyidikan dari penyidik”.
Pra Penuntutan adalah wewenang PU untuk melengapi berkas perkara hasil
penyidikan dengan cara memberikan petunjuk untuk melakukan penyidikan
tambahan atau penyempurnaan penyidikan oleh penyidik.
PRA PENUNTUTAN, dimulai terhitung sejak penyidik melakukan penyidikan
dengan menyampaikan SPDP (Pasal 109 (1) KUHAP),
PANTAU BANGDIK
PENELITiAN BP
Kegiatan
PU dalam
Pratut
Berkas perkara
Hasil penyidikan IDENTIK ???
HP BB TSK
BP
PRINSIP PEMBERIAN PETUNJUK
2. Syarat MATERIL