Anda di halaman 1dari 8

LATAR BELAKANG

Sendi temporomandibula atau Temporomandibular Joint (TMJ) adalah suatu persendian yang sangat
kompleks dimana identifikasi diperlukan sebagai dasar diagnosis dalam perawatan pasien. Kondisi
maloklusi gigi ini dapat menyebabkan terjadinya gangguan.

Penelitian ini bersifat survey deskriptif yang dilakukan secara crosssectional dengan sampel
berjumlah 170 orang. Penelitian ini dilakukan dengan melihat kondisi bentuk dan ukuran kondilus
pada pasien dengan kondisi tidak bergigi pada sebagian area dengan kondisi bentuk dan ukuran
kondilus yang semestinya pada gigi lengkap dengan memanfaatkan panoramic radiografi.

Kesimpulan penelitian ini bahwa kondisi bentuk dan ukuran kondilus pada pasien dimana terdapat
gigi yang hilang menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata. Dengan ini dapat ditarik pernyaan
bahwa kelainan yang terjadi pada TMJ berbanding lurus dengan banyaknya jumlah gigi yang hilang.
Semakin banyak gigi yang hilang maka kemungkinan akan semakin parah kelainan bentuk yang
terjadi pada kepala kondilus.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Struktur Sendi Temporomandibular

Sendi temporomandibular (TMJ) adalah sendi sinovial dan satu-satunya sendi sejati di
regio oromaxillofacial. Ini juga disebut sebagai sendi mandibula atau artikulasi
kraniomandibular. TMJ unik dalam kaitannya dengan gerakan rotari (ginglymoid) dan
penerjemahan (artrodial) selama fungsi rahang termasuk membuka dan menutup mulut,
mengunyah, dan berbicara. Sendi kanan dan kiri tidak dapat bergerak secara independen
karena bergabung melalui mandibula membentuk artikulasi bikondilaris (Alomar et al. 2007).
Selanjutnya, gigi berfungsi untuk memandu dan membatasi gerakan mandibula tertentu.
Sesuai dengan namanya, ada dua tulang yang berkontribusi pada TMJ, yaitu tulang temporal
dan rahang bawah .

Soket atau fossa glenoid TMJ dibentuk oleh fossa mandibula, cekungan yang
memanjang secara mediolateral terletak di bagian ekor dari tulang temporal tepat di anterior
pembukaan akustik eksternal (Gbr. 2 dan 3). Fossa glenoid dibatasi di anterior oleh tonjolan
tulang, tuberkulum artikular. Kepala TMJ adalah caput mandibula dari proses condylar yang
merupakan proyeksi posterior ramus mandibula dan diposisikan berlawanan dengan proyeksi
anterior atau proses koronoid.1

Gambar 2. Tampak inferior tengkorak kering yang menunjukkan fossa glenoid (mandibular). Keunggulan
artikular AE, tuberkulum artikular AT, saluran audiensi eksterna EAC, foramen ovale FOv, foramen
stylomastoideum FSm, foramen spinosum FSp, fossa glenoid GF (fossa mandibula), proses zygomatic TBz pada
tulang temporal.
TMJ dibagi menjadi kompartemen atas dan bawah oleh artikular disk. Yang terakhir
memainkan peran penting dalam fungsi TMJ dan memungkinkan gerakan rahang yang
kompleks. TMJ dikelilingi oleh kapsul dan beberapa ligamen.1

Gerakan mandibula dapat berlangsung terus menerus atau terputus-putus dan mengakibatkan
pembebanan TMJ statis dan / atau dinamis. Pada dasarnya, tiga jenis pembebanan dapat
dibedakan: kompresi, tegangan, dan geser 1

Komponen Tulang Penyusun Temporomandibular Joint (TMJ) 

 Fossa mandibular osis temporal 

Sering disebut dengan fossa glenoidea merupakan suatu depresi tulang berbentuk oval
yang terdapat pada permukaan eksterna dari os temporal tepatnya di sebelah anterior
dari meatus acusticus externus. Dimensi mediolateral fossa mandibula berukuran
lebih besar dibandingkan dimensi anteroposterior untuk mengakomodasi condylus
mandibula. Tulang yang merupakan pusat dari fossa mandibula tergolong tipis
dibandingkan bagian lainnya. Fossa mandibula dibagian anterior dibatasi oleh
eminensia artikularis atau disebut juga dengan tuberculum articulare sedangkan di
bagian lateral dibatasi oleh processus zygomaticus dan di bagian posterior oleh
membran timpani. 1

1. Tuberculum articularis ossis temporal 

Merupakan suatu bagunan tulang yang meninggi yang terletak di sebelah anterior dari
fossa mandibula ossis temporal. Tuberculum articularis ossis temporal berfungsi
untuk membatasi pergerakan dari condylus mandibula selama melakukan tidak terlalu
ke anterior. Apabila condylus bergerak terlalu ke anterior sehingga melewati
tuberculum articularis maka seseorang akan kesulitan mengembalikan pada posisi
semua. Kondisi ini disebut juga dengan dislokasi mandibula. 1

 Condylus mandibula 

Dilihat dari atas tampak memiliki outline berbentuk ovoid dengan dimensi
anteroposterior yang lebih kecil dibandingkan dimensi mediolateral. Aspek medial
lebih lebar dibandingkan aspek lateral. Condylus mandibula disebut juga dengan
caput mandibula. Permukaan superior dan anterior condylus berbentuk konveks
disebut dengan facies artikularis. Condylus mandibula dihubungkan dengan ramus
mandibula oleh bangunan tulang yang menyempit menyerupai leher disebut collum
mandibula. Pada collum mandibular dapat dijumpai suatu depresi tulang berukuran
kecil disebut fovea pterygoidea. Fovea ini merupakan perlekatan dari musculus
pterygoideus lateralis.1

2.1.1 muskulus Sendi Temporomandibular

2.1.2 Vaskularisasi dan inervasi Sendi Temporomandibular

 Arteri Karotis Eksternal

Arteri karotis eksterna (ECA) muncul dari arteri karotis komunis bersama dengan
arteri karotis interna (Gambar 4.17). ECA naik dengan sedikit melengkung menuju
kelenjar parotis. Ini dilintasi oleh saraf hipoglosus, oleh perut posterior otot digastrik,
dan oleh otot stylohyoid. Saat masuk melalui batas posterior kelenjar parotis, ECA
menimbulkan arteri aurikuler posterior.

Di dalam kelenjar parotis, ECA terletak jauh ke saraf wajah di dalam bagian medial
kelenjar, dan terbagi menjadi cabang terminalnya, arteri temporal dan maksila
dangkal. Arteri temporalis superfisialis memunculkan arteri fasialis transversal yang
menyertai saluran parotis melalui komponen superfisial dari kelenjar. Arteri temporal
superfisial kemudian keluar dari dasar kelenjar. Jalan arteri maksilaris melalui lobus
dalam dari kelenjar parotis dan berjalan menuju fisura pterigomaksilaris.1

Gambar 4.17 Ilustrasi cabang arteri karotis eksterna (tengkorak sisi kanan). APA ascending
pharyngeal artery, CCA common carotid artery, ECA external carotid artery, FA facial artery, ICA
internal carotid artery, LA lingual artery, MA maxillary artery, OA occipital artery, PAA posterior
auricular artery, STA superficial temporal artery, STh superior tiroid artery.
 Vena Retromandibular

Vena retromandibular (RMV, juga disebut vena temporomaksilaris atau vena wajah
posterior) (Gambar 4.20) digunakan sebagai panduan untuk mengekspos cabang saraf
wajah di dalam kelenjar parotis, selama operasi parotis dan reduksi terbuka fraktur
kondilus mandibula (Piagkou et al. 2013). RMV terbentuk dari penyatuan vena
temporal dan maksilaris superfisial. RMV mengalir ke bawah melalui kelenjar parotis.
Di dalam kelenjar parotis, RMV biasanya terletak di medial saraf wajah tetapi lateral
arteri karotis eksternal (Toure dan Vacher 2010). Dalam laporan kasus yang tidak
biasa, RMV disajikan dengan cincin atas dan bawah, tempat melewati divisi superior
dan inferior dari saraf wajah (Alzahrani dan Alqahtani 2012). RMV menimbulkan
vena jugularis eksterna di dekat puncak kelenjar parotid di mana ia keluar menjadi
anastomosis dengan vena wajah (Cvetko 2015). Namun, perjalanan RMV dan
anastomosisnya sangat bervariasi, dan divisi RMV anterior umumnya dapat
bergabung dengan vena wajah, sedangkan divisi posterior bergabung dengan vena
aurikularis posterior membentuk vena jugularis eksternal (Piagkou et al. 2013 ).
Terlepas dari variabilitasnya, RMV terletak 5,5-8,6 mm posterior dan 4,2-9,1 mm
medial ke batas posterior mandibula dalam sampel Korea (Hwang et al. 2009).1

 Saraf Auriculotemporal

Saraf auriculotemporal muncul dari dua akar dari divisi posterior divisi
mandibula dari saraf trigeminal (V3) segera setelah keluar dari tengkorak melalui
foramen ovale (Gambar 4.15). Kedua akar membentuk selempang di sekitar arteri
meningeal tengah, dan kemudian saraf aurikulotemporal berjalan medial ke leher
kondilus mandibula di mana ia mengalir ke atas sepanjang batas anterior dari tabung
pendengaran eksternal ke daerah temporal. Saraf auriculotemporal menghantarkan
serabut aferen somatik ke kulit daun telinga, meatus akustik eksternal, dan daerah
temporal (Yang et al. 2015). Ini juga menyediakan suplai sekretomotor pararsimpatis
ke kelenjar parotis yang berasal dari saraf glossopharyngeal (CN IX). Serabut
parasimpatis mencapai kelenjar parotid melalui komponen preganglionik termasuk
cabang timpani diikuti oleh saraf petrosal minor, sinaps di ganglion otic, dan akhirnya
berjalan dengan saraf auriculotemporal yang menyebar ke parenchyma dari kelenjar
parotid. Serabut simpatis muncul di ganglion serviks superior dan berjalan di cabang
sistem karotis eksternal untuk didistribusikan ke kelenjar parotid.1

Dalam sebuah studi diseksi dari delapan kepala kadaver (16 sisi), saraf
auriculotemporal diidentifikasi pada setiap sisi (Schmidt et al. 1998). Pada batas
posterior otot pterigoid lateral, saraf bersentuhan langsung dengan aspek medial
kapsul sendi temporomandibular atau dengan leher kondilus di setiap spesimen. Jarak
vertikal antara kondilus superior dan saraf adalah 7,1 ± 3,2 mm (kisaran 0-13 mm).
Para penulis menyimpulkan bahwa hubungan anatomik dan klinis dari saraf
auriculotemporal ke kondilus dan otot pterigoid lateral mungkin secara kausal
berhubungan dengan kompresi atau iritasi saraf.1

2.2 Sendi Temporomandibular dengan Pengunyahan

TMJ merupakan sendi yang penting dalam menggerakkan rahang pada saat pengunyahan.
TMJ merupakan salah satu sendi yang paling kompleks pada tubuh dan merupakan tempat
dimana mandibula berartikulasi dengan kranium .Artikulasi tersebut memungkinkan
terjadinya pergerakan sendi, yang disebut sendi ginglimoid dan pada saat bersamaan
terjadi juga pergerakan lancar yang diklasifikasikan sebagai sendi arthrodial7. TMJ terbentuk
dari kondilus mandibular yang terletak pada fosa mandibula tulang temporal. Kedua tulang
dipisahkan dari artikulasi langsung oleh lempeng sendi. TMJ diklasifikasikan sebagai
sendi kompound.  Ada dua gerakan utama pada sendi TMJ ( Gambar 2 ) , yaitu : 2 

a. Gerak rotasi  

Rotasi adalah gerakan berputar pada sumbunya yang terjadi antara permukaan superior
kondilus dengan permukaan inferior diskus artikularis. Berdasarkan porosnya dibagi atas :
( 1) horisontal, (2) frontal/ vertikal, dan (3) sagital. 2 

b. Gerak meluncur atau translasi  

Translasi adalah suatu gerakan di mana setiap titik dari obyek bergerak secara serempak
dengan kecepatan dan arah yang sama. Di dalam sistim pengunyahan, tranlasi terjadi ketika
rahang (bawah) bergerak maju, lebih menonjol sehingga gigi, kondilus dan ramus semua
pindah ke arah dan derajat inklinasi yang sama2

2.3 Sendi Temporomandibular dengan Oklusi

Dalam sistem stomatognatik, fungsi fisiologis dari pergerakan rahang ditunjang oleh
keharmonisan oklusi gigi. Oklusi yang baik dibentuk oleh susunan gigi dan lengkung rahang
yang seimbang dalam posisi oklusi sentrik. Kondisi ideal tercapai apabila susunan gigi
mengikuti pola kurva Spee dan bola Monson. Perubahan oklusi dapat disebabkan berbagai
hal, antara lain karena hilangnya gigi karena proses pencabutan. Kehilangan gigi yang
dibiarkan tanpa segera disertai pembuatan protesa, dapat menyebabkan terjadinya perubahan
pola oklusi karena terputusnya integritas atau kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau
perubahan inklinasi serta posisi gigi, disertai ekstrusi karena hilangya posisi gigi dalam arah
berlawanan akan menyebabkan pola oklusi akan berubah, dan selanjutnya dapat
menyebabkan terjadinya hambatan atau interference pada proses pergerakan rahang. 2

Kontak gigi merupakan oklusi dari gigi geligi yang disebabkan oleh kontrol neuromuscular
terhadap sistem pengunyahan. Oklusi gigi dibentuk dari susunan gigi geligi dalam rahang
atas dan bawah. Secara fungsional, oklusi gigi seseorang yang normal tergantung dari fungsi
dan dampaknya terhadap jaringan periodonsium, otot dan TMJ.2

Susunan gigi yang lengkap pada oklusi sangat penting karena akan menghasilkan proses
pencernaan makanan yang baik. Pemecahan makanan pada proses pengunyahan sebelum
penelanan akan membantu pemeliharaan kesehatan gigi yang baik. Cusp (tonjol) gigi pada
lengkung maksila dan mandibula yang terletak pada posisi normal dengan gigi antagonisnya
akan menghasilkan kontak yang maksimal antara cusp dan fossa. Oklusi gigi dapat bervariasi
dari satu individu dengan individu lainnya. Oklusi ideal merupakan oklusi dimana terdapat
hubungan yang tepat dari gigi pada bidang sagital. Selama proses pengunyahan gigi geligi
cenderung berada pada posisi istirahat, dimana pada posisi ini semua otot yang mengontrol
posisi mandibula berada dalam keadaan istirahat. Pada posisi ini terdapat celah antara gigi
atas dan bawah yang disebut free way space. Pada kondisi ini gigi akan memberikan efek
mekanis yang maksimal terhadap makanan.2

Pada saat makanan yang berkonsistensi keras digigit, posisi gigi insisiv merupakan edge to
edge (insisal insisiv rahang atas kontak dengan insisal insisiv rahang bawah). Selanjutnya
mandibula bergerak ke depan sampai makanan berkontak dengan gigi, sebagai tanda
dimulainya proses pemotongan makanan, setelah itu mandibula akan mengalami retrusi.
Retrusi mandibula berhenti ketika terdapat resistensi terhadap makanan. Pada saat gigi geligi
rahang bawah menekan makanan, tegangan otot akan meningkat dan pergerakan gigi akan
berubah dalam bentuk gerakan beraturan yang terus menerus. Makanan yang telah dipotong
oleh gigi insisiv kemudian dihancurkan dan digiling oleh gigi posterior kemudian
dihancurkan dan dibawa ke daerah palatum dibagian posterior.2

2.3.1 Oklusi Ideal

Oklusi ideal merupakan sebuah konsep hipotesis atau teoritis berdasarkan anatomi gigi dan
jarang ditemukan di alam. Konsep bahwa ada yang ideal untuk setiap komponen oklusi gigi
geligi, dari suatu pengetahuan di mana variasi, atau maloklusi bisa diukur, dimulai dari hasil
penelitian Angle. Angle mengadakan penelitian mengenai oklusi statis pada posisi
interkuspal, mendefinisikan hubungan ideal dari gigi-gigi molar pertama atas dan bawah tetap
pada bidang sagital. Houston et al. menyebutkan beberapa konsep oklusi ideal pada gigi
permanen, yaitu:

Gigi geligi pada tiap lengkung rahang harus memiliki inklinasi mesiodistal dan bukolingual
yang ideal dan hubungan aproksimal gigi yang benar pada setiap area kontak interdental. 3
Hubungan antar lengkung yang sedemikian rupa sehingga gigi geligi rahang bawah
berkontak dengan gigi geligi rahang atas (kecuali gigi insisivus sentralis).2

Ketika gigi geligi berada pada posisi interkuspal maksimum, mandibula harus berada pada
posisi sentrik relasi, yaitu kedua kondilus mandibula berada pada posisi yang simetris dan
terletak paling retrusi/posterior dalam fossa glenoidalis. Hubungan fungsional pada
pergerakan mandibula harus ideal. Khususnya ketika pergerakan lateral, harus ada kontak
oklusal pada sisi kerja dengan tidak ada kontak oklusal pada sisi kontralateral, serta pada
oklusi protrusi, kontak terjadi pada gigi insisivus, tetapi tidak pada gigi molar.2

2.3.2 Oklusi Normal


Angle merupakan orang pertama yang menjelaskan definisi oklusi normal. Oklusi normal
menurut Angle adalah ketika gigi molar rahang atas dan rahang bawah berada dalam suatu
hubungan dimana puncak cusp mesiobukal molar rahang atas berada pada groove bukal
molar rahang bawah, serta gigi tersusun rapi dan teratur mengikuti garis kurva oklusi.
Sedangkan oklusi normal menurut Houston et al. adalah oklusi ideal yang mengalami
penyimpangan yang masih dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah estetik dan
fungsional.3

Andrew menyebutkan enam kunci oklusi normal berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukannya terhadap 120 model studi pasien tanpa perawatan ortodonti dengan oklusi
normal. Bila satu atau beberapa ciri ini tidak tepat, hubungan oklusal dari gigi geligi tidaklah
normal. Keenam ciri-ciri oklusi normal tersebut adalah:3

a. Hubungan yang tepat dari gigi molar pertama permanen pada bidang sagital.

b. Angulasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang transversal.

c. Inklinasi mahkota gigi-gigi insisivus yang tepat pada bidang sagital.

d. Tidak adanya rotasi gigi-gigi individual.

e. Kontak yang akurat dari gigi-gigi individual dalam masing-masing lengkung gigi, tanpa
diastema maupun berjejal.

f. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung.2,3

1. (Arx T, Lozanoff S. Clinical Oral Anatomy. Bern: Springer; 2016.37-41,525-527)


2. SUHARTINI. 2015 FISIOLOGI PENGUNYAHAN PADA SISTEM
STOMATOGNATIFISIOLOGI PENGUNYAHAN PADA SISTEM
STOMATOGNATI :STOMATOGNATIC - Jurnal Kedokteran Gigi, vol. 8, no. 3,
halaman : 122-126..

1.Foster, T. D. Buku Ajar Ortodonsi. 1997. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
3.

29-41

4.

1.

Anda mungkin juga menyukai