Home
Pembubaran Perseroan
2. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
5. karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; atau
Pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS diajukan oleh Direksi, Dewan Komisaris
atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Keputusan RUPS tentang pembubaran
perseroan adalah sah apabila diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan/atau paling
sedikit dihadiri oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir
atau diwakili dalam RUPS dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan.
Dalam hal pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya
yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, maka Direksi
bertindak selaku likuidator. Pembubaran perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan
oleh likuidator atau kurator; dan perseroan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum,
kecuali dalam hal membereskan semua urusan perseroan yang berkaitan dengan.likuidasi. Dan
jika ternyata anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Perseroan melanggar hal tersebut, maka
dapat dikenakan tanggung jawab hukum secara tanggung renteng.
Pembubaran perseroan yang terjadi karena pencabutan kepailitan, maka pengadilan niaga dapat
sekaligus memutuskan memberhentikan kurator sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam
akta pendirian;
Selama pemberitahuan pembubaran perseroan tidak dilakukan sesuai dengan Pasal 147 UU PT,
maka pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga dan pembubaran perseroan tidak
mengakibatkan perseroan kehilangan status badan hukumnya sampai dengan selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Akibat dari
pembubaran perseroan, maka setiap surat keluar perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi”
di belakang nama perseroan tersebut.
MAR
19
Di Indonesia terdapat berbagai bentuk badan usaha, mulai dari badan usaha yang didirikan oleh
satu orang saja kita kenal dengan perusahaan perseorangan, sampai badan usaha berbentuk
perusahaan yang didirikan oleh gabungan dari beberapa orang, kita kenal dengan sebutan
persekutuan seperti Maatschap, Firma, Persekutuan Komanditer (CV), sampai badan usaha yang
berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.
Dari beberapa macam bentuk badan usaha tersebut, yang mempunyai potensi besar atau prospek
bagus untuk mencapai kemajuan adalah Perseroan Terbatas (PT). Karena Perseroan Terbatas (PT)
mempunyai organ seperti layaknya manusia. Organ pada perseroan terbatas yaitu Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.
Teori mengenai organ diperkenalkan oleh Otto Friedrich Von Gierke, yang menyatakan
bahwa : “badan hukum adalah suatu organisme yaitu suatu Lebenseinheit. Adapun organ badan
hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris,
memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subyek hukum mandiri
seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak dan
sebagainya).”
Perseroan adalah persekutuan modal yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.
Maka tepat bila dikatakan bahwa perseroan adalah badan usaha yaitu subyek hukum mandiri dan
Persekutuan modal adalah bahwa modal dasar perseroan terbagi dalam sejumlah saham
yang pada dasarnya dapat dipindahtangankan. Kiranya perlu ditegaskan bahwa sekalipun semua
saham dimiliki oleh satu orang, konsep persekutuan modal tetap valid karena perseroan tidak
menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai subyek hukum. Pengaturan secara tegas
terdapat pada pasal 7 ayat (7) UUPT nomor 40 tahun 2007 yang mengatur bahwa 100% saham
persero (BUMN berbentuk Perseroan Terbatas) dapat dimiliki oleh negara dan perseroan yang
mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.
Dalam pendirian perseroan perlu diperhatikan bahwa perbuatan hukum pendirian oleh dua
atau lebih pendiri tidak melahirkan perjanjian antara para pendiri, melainkan mengakibatkan adanya
perjanjian antara semua pendiri di satu pihak dan perseroan di pihak lain. Berdasarkan perjanjian
pendirian dimaksud para pendiri berhak menerima saham dalam perseroan sekaligus mereka wajib
melakukan penyetoran penuh atas saham yang diambilnya. Dengan demikian sesungguhnya antara
pendiri di satu pihak dengan perseroan di lain pihak terjadi hubungan keanggotaan dan karena itu
perbuatan hukum pendiri sekaligus mengakibatkan terjadinya penyertaan oleh semua pendiri dalam
secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu direksi perseroan hanya
boleh melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan
hukum dengan persetujuan semua pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Sebelum
perseroan memperoleh status badan hukum, tidak dapat diadakan RUPS dimana keputusan diambil
berdasarkan suara setuju mayoritas. Karenanya setiap perubahan akta pendirian perseroan hanya
dapat dibuat apabila disetujui oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam
akta notaries yang merupakan akta partij dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh semua
Di atas telah dikemukakan bahwa perseroan pada hakikatnya adalah badan hukum dan wadah
perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Hakikat ini berakibat bahwa
demi kelangsungan keberadaannya perseroan mutlak membutuhkan organ yaitu RUPS di mana
para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan
kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan, direksi yang oleh UUPT ditugaskan
mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan komisaris yang oleh UUPT ditugaskan melakukan
likuidasi perseroan, hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan
pembagian atau penggunaan keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang
RUPS.
Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan
kekuasaan perseroan secara De Facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar
dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk
pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.
Pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Saham
prioritas adalah jenis saham yang lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu
berkaitan dengan hal ikhwal perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang mengikat
Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan adanya
ketentuan dalam anggaran dasar perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota direksi dan dewan
komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham
prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana
dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada pemegang saham oleh UUPT agar dapat
bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu
perjanjian hak suara. Walaupun perjanjian tersebut membatasi kebebasan pemegang saham, tetapi
Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan hak
suaranya sebagaimana ia kehendaki. Juga apabila ia mengeluarkan suaranya tidak sesuai dengan
perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia telah melanggar perjanjian yang bersangkutan
dan oleh karena itu cidera janji. Ini penting diperhatikan, terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak
jarang dalam hal gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk
mengeluarkan suara atas saham-saham yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud
tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa dapat
hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena hukum akan
membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara. Kenyataan ini bersumber pada
ketentuan bahwa hanya pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak
2. Direksi
Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang setiap
anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur
dalam pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-
undang, maksud dan tujuan perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar.
dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai
akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau
Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut
beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang
Tanggung jawab tersebut bersumber pada dua kenyataan yaitu : perseroan adalah subyek hukum
dan perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang
ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan pasal
98 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan. Tugas tersebut
melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela
kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap
anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi
RUPS selaku organ yang satu-satunya berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota
direksi. Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi perlu diperhatikan bahwa hubungan
anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi merupakan bagian yang essensial dari perseroan
dan di lain pihak anggota direksi mempunyai hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum
perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan
bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan
tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat
kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran
komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada
dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang
pemegang saham.
Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UUPT yang melarang anggota dewan komisaris untuk
bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS. Dalam
Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah
bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan
pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung
jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan
komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.
Mengingat tugas dewan komisaris adalah melakukan pengawasan, maka dewan komisaris
bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali
setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian
yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi.
Hal tersebut ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan
komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas
kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena
kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan
yang dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab
tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan
anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan
Dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris mempunyai hubungan
ganda dengan perseroan, karena sebagai organ secara ia merupakan bagian essensial perseroan
dan selain itu ia mempunyai hubungan kontraktual dengan perseroan sebagai badan hukum
mandiri. Hubungan kontraktual dewan komisaris dengan perseroan tidak melahirkan hubungan
kerja. Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan. RUPS sebagai organ yang secara
ekslusif mempunyai kewenangan mengangkat anggota dewan komisaris, senantiasa dan sewaktu-
menjalankan kekuasaan perseroan secara De Facto, secara ekslusif kewenangan diatur dalam
anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi
perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk
wewenang RUPS.
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah Direksi ditugaskan dan
Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum
perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan
bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah
melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan
tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat
kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran
komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada
dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang
pemegang saham.
3 Organ Penting Perseroan Terbatas
30SHARES
Facebook12
Twitter7
Google+0
LinkedIn11
“Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat di dirikan atau harus
terjadi perubahan anggaran dasar dikarenakan dalam UU PT telah disebutkan bahwa organ
perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.”
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”),
Perseroan Terbatas memiliki 3 (tiga) organ penting , yaitu Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Ketiga organ ini mempunyai fungsi dan kewenangannya
masing-masing, berikut penjabarannya:
1.
1. RUPS
RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang tidak
diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut Pasal 1 angka 4 UU PT, RUPS adalah
organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
RUPS mempunyai kewenangan untuk ;
1.
1.
2. Direksi
Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perseroan sesuai dengan
tujuan dan maksud di dirikannya perseroan. Direksi yang diangkat oleh perusahaan tidak harus
memiliki kewarganegaraan Indonesia tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan asing. UU PT
sendiri tidak mengatur mengenai ketentuan warga negara apa yang dapat menduduki jabatan
direktur.
Namun, dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi
personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu”, sehingga dapat diartikan jika tenaga kerja asing
boleh menjadi direktur suatu perusahaan kecuali untuk jabatan yang mengurusi atau
berhubungan secara langsung dengan kepegawaian atau personalia seperti Direktur HRD.
Direksi mempunyai kewenangan untuk menjalan pengurusan perusahaan dengan kebijakan yang
dipandang tepat dan dengan batas yang ditentukan oleh Undang-Undang dan/atau anggaran
dasar. Selain itu, direksi mempunyai kewajiban untuk;
1.
1.
1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi
2. Komisaris
Komisaris mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengursan, jalannya
pengurusan pada umumnya kepada Perseroan ataupun usaha Perseroan kepada Direksi.
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 108 UU PT. Komisaris yang melakukan pengawasan
mempunyai beban tanggung jawab yang sama dengan Direksi. Kewajiban mengenai tugas
komisaris terdapat dalam Pasal 116 UU PT;
1.
1.
Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat di dirikan atau harus terjadi
perubahan anggaran dasar dikarenakan dalam UU PT telah disebutkan bahwa organ perseroan
adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.