Anda di halaman 1dari 13

PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS

 Home

 Pembubaran Perseroan

 Pembubaran Perseroan Terbatas

Menurut Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40


Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), berakhirnya perseroan karena:

1. berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);

2. karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;

3. berdasarkan penetapan pengadilan;

4. dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah


mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar
biaya kepailitan;

5. karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan
insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6. karena dicabutnya izin usaha perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan


likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS diajukan oleh Direksi, Dewan Komisaris
atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh)
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Keputusan RUPS tentang pembubaran
perseroan adalah sah apabila diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat dan/atau paling
sedikit dihadiri oleh ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir
atau diwakili dalam RUPS dan disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah
suara yang dikeluarkan.

Dalam hal pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan RUPS, jangka waktu berdirinya
yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan
berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, maka Direksi
bertindak selaku likuidator. Pembubaran perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan
oleh likuidator atau kurator; dan perseroan tersebut tidak dapat melakukan perbuatan hukum,
kecuali dalam hal membereskan semua urusan perseroan yang berkaitan dengan.likuidasi. Dan
jika ternyata anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Perseroan melanggar hal tersebut, maka
dapat dikenakan tanggung jawab hukum secara tanggung renteng.

Pembubaran perseroan yang terjadi karena pencabutan kepailitan, maka pengadilan niaga dapat
sekaligus memutuskan memberhentikan kurator sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan dengan alasan:

1. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan perseroan melanggar kepentingan umum atau


Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan;

2. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam
akta pendirian;

3. permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan


perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan.

Likuidator mempunyai kewajiban untuk memberitahukan kepada semua kreditor mengenai


pembubaran perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran perseroan dalam Surat Kabar
dan Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak tanggal pembubaran perseroan. Pemberitahuan kepada kreditor tersebut memuat:

1. mengenai pembubaran perseroan dan dasar hukumnya;

2. nama dan alamat likuidator;

3. tata cara pengajuan tagihan; dan

4. jangka waktu pengajuan tagihan.

Selama pemberitahuan pembubaran perseroan tidak dilakukan sesuai dengan Pasal 147 UU PT,
maka pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga dan pembubaran perseroan tidak
mengakibatkan perseroan kehilangan status badan hukumnya sampai dengan selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Akibat dari
pembubaran perseroan, maka setiap surat keluar perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi”
di belakang nama perseroan tersebut.

MAR

19

TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNG JAWAB ORGAN


PERSEROAN TERBATAS (PT)
Perseroan Terbatas sebagai suatu bentuk badan usaha merupakan lembaga ekonomi yang
didirikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Kemajuan usaha dari suatu perusahaan
tergantung pada besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dalam usaha yang dijalankannya.
Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin berkembang maju dengan pesatlah
perusahaan tersebut. Untuk mencapai suatu kemajuan sebagaimana yang dimaksud di atas,
banyak faktor yang harus diperhatikan dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang bersangkutan.
Faktor tersebut bukan hanya berupa besarnya modal yang diperlukan dalam membangun suatu
usaha, tetapi juga potensi bidang usaha yang akan dijalankan, sistem manajemen yang baik, serta
yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai bentuk badan usaha apa yang akan dipilih juga ikut
menentukan maju tidaknya suatu usaha.

Di Indonesia terdapat berbagai bentuk badan usaha, mulai dari badan usaha yang didirikan oleh
satu orang saja kita kenal dengan perusahaan perseorangan, sampai badan usaha berbentuk
perusahaan yang didirikan oleh gabungan dari beberapa orang, kita kenal dengan sebutan
persekutuan seperti Maatschap, Firma, Persekutuan Komanditer (CV), sampai badan usaha yang
berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi.

Dari beberapa macam bentuk badan usaha tersebut, yang mempunyai potensi besar atau prospek
bagus untuk mencapai kemajuan adalah Perseroan Terbatas (PT). Karena Perseroan Terbatas (PT)
mempunyai organ seperti layaknya manusia. Organ pada perseroan terbatas yaitu Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris.

A.      Status Yuridis Perseroan

Teori mengenai organ diperkenalkan oleh Otto Friedrich Von Gierke, yang menyatakan

bahwa : “badan hukum adalah suatu organisme yaitu suatu Lebenseinheit. Adapun organ badan

hukum, dalam hal perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris,

memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku subyek hukum mandiri
seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai organ-organnya (tangan, mulut, otak dan

sebagainya).”

Perseroan adalah persekutuan modal yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.

Maka tepat bila dikatakan bahwa perseroan adalah badan usaha yaitu subyek hukum mandiri dan

sekaligus wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham.

Persekutuan modal adalah bahwa modal dasar perseroan terbagi dalam sejumlah saham

yang pada dasarnya dapat dipindahtangankan. Kiranya perlu ditegaskan bahwa sekalipun semua

saham dimiliki oleh satu  orang, konsep persekutuan modal tetap valid karena perseroan tidak

menjadi bubar melainkan tetap berlangsung sebagai subyek hukum. Pengaturan secara tegas

terdapat pada pasal 7 ayat (7) UUPT nomor 40 tahun 2007 yang mengatur bahwa 100% saham

persero (BUMN berbentuk Perseroan Terbatas) dapat dimiliki oleh negara dan perseroan yang

mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian.

Dalam pendirian perseroan perlu diperhatikan bahwa perbuatan hukum pendirian oleh dua

atau lebih pendiri tidak melahirkan perjanjian antara para pendiri, melainkan mengakibatkan adanya

perjanjian antara semua pendiri di satu pihak dan perseroan di pihak lain. Berdasarkan perjanjian

pendirian dimaksud para pendiri berhak menerima saham dalam perseroan sekaligus mereka wajib

melakukan penyetoran penuh atas saham yang diambilnya. Dengan demikian sesungguhnya antara

pendiri di satu pihak dengan perseroan di lain pihak terjadi hubungan keanggotaan dan karena itu

perbuatan hukum pendiri sekaligus mengakibatkan terjadinya penyertaan oleh semua pendiri dalam

perseroan selaku persekutuan modal.

Perlu diperhatikan bahwa selama perseroan belum mendapatkan pengesahan sebagai


badan hukum, semua pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris bertanggunga jawab

secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu direksi perseroan hanya

boleh melakukan perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum memperoleh status badan

hukum dengan persetujuan semua pendiri, anggota direksi dan anggota dewan komisaris. Sebelum

perseroan memperoleh status badan hukum, tidak dapat diadakan RUPS dimana keputusan diambil

berdasarkan suara setuju mayoritas. Karenanya setiap perubahan akta pendirian perseroan hanya

dapat dibuat apabila disetujui oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam

akta notaries yang merupakan akta partij dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh semua

pendiri atau kuasa yang sah.


B.      Tugas, Wewenang Dan Tanggung Jawab Organ Perseroan Terbatas (PT)

1.    Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

a.    Hakikat Dan Wewenang

Di atas telah dikemukakan bahwa perseroan pada hakikatnya adalah badan hukum dan wadah

perwujudan kerjasama para pemegang saham (persekutuan modal). Hakikat ini berakibat bahwa

demi kelangsungan keberadaannya perseroan mutlak membutuhkan organ yaitu RUPS di mana

para pemilik modal sebagai pihak yang berkepentingan berwenang sepenuhnya untuk menentukan

kepada siapa akan mereka percayakan pengurusan perseroan, direksi yang oleh UUPT ditugaskan

mengurus dan mewakili perseroan, dan dewan komisaris yang oleh UUPT ditugaskan melakukan

pengawasan serta memberi nasehat kepada direksi.

Dapat dikatakan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut struktur organisasi perseroan

misalnya perubahan anggaran dasar, penggabungan, peleburan, pemisahan, pembubaran dan

likuidasi perseroan, hak dan kewajiban para pemegang saham, pengeluaran saham baru dan

pembagian atau penggunaan keuntungan yang dibuat perseroan sepenuhnya termasuk wewenang

RUPS.

Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS menjalankan

kekuasaan perseroan secara De Facto, secara eksklusif kewenangan diatur dalam anggaran dasar

dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi perwakilan untuk

pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk wewenang RUPS.

b.    Pengaturan Oligarkis Dan Hak Suara

Pengaturan oligarkis adalah pembagian saham dalam saham prioritas dan saham biasa. Saham
prioritas adalah jenis saham yang lazimnya memberi kepada pemegangnya kekuasaan tertentu

berkaitan dengan hal ikhwal perseroan, seperti misalnya membuat pencalonan yang mengikat

dalam hal pengangkatan anggota direksi dan dewan komisaris.

Berkaitan dengan pengaturan oligarkis tersebut perlu diperhatikan bahwa tidak dibenarkan adanya

ketentuan dalam anggaran dasar perseroan yang mensyaratkan bahwa anggota direksi dan dewan

komisaris hanya dapat diberhentikan apabila hal itu disetujui oleh jenis saham tertentu (saham

prioritas). Pengaturan demikian memberikan hak veto kepada jenis saham tertentu, hal mana

bertentangan dengan hak RUPS untuk sewaktu-waktu memberhentikan mereka.


Pengaturan hak suara melalui suatu perjanjian antara para pemegang saham pada dasarnya dapat

dibenarkan. Mengingat bahwa hak suara diberikan kepada pemegang saham oleh UUPT agar dapat

menjaga kepentingannya sebagaimana ia kehendaki, sehingga pemegang saham pada dasarnya

bebas mengikat dirinya berkenaan dengan cara pelaksanaan hak suara yang ia miliki dalam suatu

perjanjian hak suara. Walaupun perjanjian tersebut membatasi kebebasan pemegang saham, tetapi

sungguhnya kebebasan itu tetap ada.

Pemegang saham yang telah membuat perjanjian hak suara tetap bebas mengeluarkan hak

suaranya sebagaimana ia kehendaki. Juga apabila ia mengeluarkan suaranya tidak sesuai dengan

perjanjian hak suara, suaranya tetap sah sekalipun ia telah melanggar perjanjian yang bersangkutan

dan oleh karena itu cidera janji. Ini penting diperhatikan, terutama dalam hal pemberian kuasa. Tidak

jarang dalam hal gadai saham, kepada pemegang gadai diberikan kuasa mutlak untuk

mengeluarkan suara atas saham-saham yang digadaikan. Perlu diketahui bahwa kuasa dimaksud

tidak dapat meniadakan hak suara pemberi gadai. Oleh karena itu pemberi gadai senantiasa dapat

hadir sendiri pada RUPS dan kehadirannya tersebut dengan sendirinya karena hukum akan

membatalkan hak pemegang gadai untuk mengeluarkan suara. Kenyataan ini bersumber pada

ketentuan  bahwa hanya pemegang saham yang mempunyai hak suara dan oleh karena itu hak

suara tidak dapat dialihkan terlepas dari pemilikan saham.

2.    Direksi

a.    Tugas Dan Wewenang

Direksi ditugaskan dan oleh karena itu bewenang :


a.      mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.

b.      Mengelola kekayaan perusahaan.

c.      Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.

Tugas dan wewenang untuk melakukan pengurusan perseroan adalah tugas dan wewenang setiap

anggota direksi. Ditegaskan dalam tanggung jawab pribadi secara tanggung renteng yang diatur

dalam pasal 97 ayat (4) UUPT. Namun tugas dan wewenang direksi dibatasi oleh peraturan undang-

undang, maksud dan tujuan perseroan dan pembatasan-pembatasan dalam anggaran dasar.

Sehubungan dengan pembatasan-pembatasan yang mengikat direksi tersebut di atas UUPT

dengan tegas dan jelas mengatur bahwa pembatasan dimaksud pada dasarnya tidak mempunyai

akibat keluar yaitu bahwa perbuatan hukum yang dilakukan direksi tanpa persetujuan RUPS atau
Dewan Komisaris tetap mengikat perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut

beritikad baik. Berarti bahwa pihak lain dimaksud dilindungi oleh praduga itikad baik yang

merupakan suatu asas dalam Hukum Perdata Indonesia.

b.    Tanggung Jawab Pribadi Secara Tanggung Renteng

Tanggung  jawab tersebut bersumber pada dua kenyataan yaitu : perseroan adalah subyek hukum

dan perseroan sebagai ciptaan hukum adalah orang buatan yang mutlak memerlukan direksi yang

ditugaskan untuk menjalankan pengurusan dan perwakilan perseroan. Pasal 92 ayat (1) dan pasal

98 ayat (2) UUPT menetapkan bahwa direksi adalah pengurus dan wakil perseroan. Tugas tersebut

melahirkan kewajiban pada setiap anggota direksi untuk senantiasa menjaga dan membela

kepentingan perseroan. Kelalaian dalam melaksanakan tugas tersebut berakibat bahwa setiap

anggota direksi secara tanggung renteng dapat dipertanggungjawabkan. Selama anggota direksi

menjalankan kewajibannya dalam batas-batas kewenangannya, anggota direksi tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas kerugian perseroan.

c.    Pengangkatan Dan Pemberhentian Direksi

RUPS selaku organ yang satu-satunya berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota

direksi. Berkaitan dengan pemberhentian anggota direksi perlu diperhatikan bahwa hubungan

anggota dengan perseroan adalah unik. Direksi merupakan bagian yang essensial dari perseroan

dan di lain pihak anggota direksi mempunyai hubungan kontraktual yang tidak melahirkan hubungan

kerja dengan perseroan karena anggota direksi bukanlah karyawan perseroan.

3.    Dewan Komisaris

a.    Tugas Dan Wewenang

Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum

perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan

bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah

melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan

tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat

kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran

dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan

komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada

dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang

pemegang saham.

Hal ini ditegaskan dalam pasal 85 ayat (4) UUPT yang melarang anggota dewan komisaris untuk

bertindak selaku kuasa pemegang saham dalam pemungutan suara sewaktu RUPS.  Dalam

pengurusan perseroan kedudukan direksi dan dewan komisaris adalah setara.

b.    Tanggung Jawab Dewan Komisaris

Tanggung jawab dewan komisaris mirip dengan tanggung jawab direksi. Perbedaannya adalah

bahwa tanggung jawab dewan komisaris terdapat dalam bidang pengawasan atas kebijakan

pengurusan yang dilakukan direksi dan pemberian nasehat kepada direksi, sedangkan tanggung

jawab direksi terdapat dalam bidang pengurusan dan perwakilan perseroan. Tanggung jawab dewan

komisaris terbagi atas tanggung jawab ke luar dan tanggung jawab ke dalam.

Mengingat tugas dewan komisaris adalah melakukan pengawasan, maka dewan komisaris

bertanggung jawab atas pengawasan perseroan. Pertanggung jawaban tersebut diberikan sekali

setahun pada waktu RUPS tahunan. Sedangkan tanggung jawab keluar, berkaitan dengan kerugian

yang diderita oleh pihak ketiga. Dalam dal ini berlaku pula tanggung jawab seperti halnya direksi.

Hal tersebut ditegaskan dalam padal 115 UUPT yang mengatur bahwa setiap anggota dewan

komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan direksi atas

kewajiban (utang) perseroan yang belum dilunasi bilamana terjadi kepailitan perseroan karena

kesalahan atau kelalaian dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan

yang dilakukan direksi. Selanjutnya diatur pula dalam pasal 115 ayat (2) bahwa tanggung jawab
tersebut berlaku juga bagi anggota dewan komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun

sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Ketentuan serupa ditetapkan pula bagi mantan

anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya selagi menjabat telah menyebabkan

perseroan dinyatakan pailit.

c.    Pengangkatan Dan Pemberhentian Dewan Komisaris

Dewan direksi diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris mempunyai hubungan

ganda dengan perseroan, karena sebagai organ secara ia merupakan bagian essensial perseroan

dan selain itu ia mempunyai hubungan kontraktual dengan perseroan sebagai badan hukum

mandiri. Hubungan kontraktual dewan komisaris dengan perseroan tidak melahirkan hubungan
kerja. Anggota dewan komisaris bukan karyawan perseroan. RUPS sebagai organ yang secara

ekslusif mempunyai kewenangan mengangkat anggota dewan komisaris, senantiasa dan sewaktu-

waktu berhak memberhentikan mereka.

Dikatakan bahwa RUPS mempunyai kekuasaan tertinggi dalam perseroan, RUPS

menjalankan kekuasaan perseroan secara De Facto, secara ekslusif kewenangan diatur dalam

anggaran dasar dan pembatasan tertentu bagi direksi yang memerlukan persetujuan RUPS. Tetapi

perwakilan untuk pengurusan perseroan di dalam maupun di luar pengadilan tidak termasuk

wewenang RUPS.

Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah Direksi ditugaskan dan

oleh karena itu bewenang :

a.    mengatur dan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usaha perseroan.

b.    Mengelola kekayaan perusahaan.

c.    Mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan.

Dewan Komisaris adalah organ pengawas mandiri yang tidak dikenal dalam sistem hukum

perseroan Anglo-Amerika. Menurut ketentuan pasal 1 angka 6 UUPT jelas bahwa ada keharusan

bagi setiap perseroan mempunyai dewan komisaris. Tugas utama dewan komisaris adalah

melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan yang dijalankan direksi, jalannya pengurusan

tersebut pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasehat

kepada direksi. Dewan komisaris tidak mempunyai peran dan fungsi eksekutif. Sekalipun anggaran

dasar menentukan bahwa perbuatan-perbuatan direksi tertentu memerlukan persetujuan dewan

komisaris, persetujuan dimaksud bukan pemberian kuasa dan bukan pula perbuatan pengurusan.
Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa tugas dan kewenangan pengawasan dipercayakan kepada

dewan komisaris demi kepentingan perseroan, bukan kepentingan satu atau beberapa orang

pemegang saham.
3 Organ Penting Perseroan Terbatas

by elson | Mar 1, 2017 | Company Establishment | 0 comments

 30SHARES

 Facebook12

 Twitter7
 Google+0

 LinkedIn11

“Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat di dirikan atau harus
terjadi perubahan anggaran dasar dikarenakan dalam UU PT telah disebutkan bahwa organ
perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.”

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”),
Perseroan Terbatas memiliki 3 (tiga) organ penting , yaitu Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Ketiga organ ini mempunyai fungsi dan kewenangannya
masing-masing, berikut penjabarannya:

1.

1. RUPS

RUPS adalah organ Perseroan Terbatas yang memiliki kewenangan eksklusif yang tidak
diberikan kepada Direksi dan Dewan Komisaris. Menurut Pasal 1 angka 4 UU PT, RUPS adalah
organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan
Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
RUPS mempunyai kewenangan untuk ;

1.

1.

 Mengambil keputusan sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat dalam


UU PT.

 Mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan forum yang terdapat


dalam UU PT.

 Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan,


pengajuan permohonan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya dan
pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU
PT.

2. Direksi

Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjalankan perseroan sesuai dengan
tujuan dan maksud di dirikannya perseroan. Direksi yang diangkat oleh perusahaan tidak harus
memiliki kewarganegaraan Indonesia tetapi juga dapat memiliki kewarganegaraan asing. UU PT
sendiri tidak mengatur mengenai ketentuan warga negara apa yang dapat menduduki jabatan
direktur.
Namun, dalam Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi
personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu”,  sehingga dapat diartikan jika tenaga kerja asing
boleh menjadi direktur suatu perusahaan kecuali untuk jabatan yang mengurusi atau
berhubungan secara langsung dengan kepegawaian atau personalia seperti Direktur HRD.

Direksi mempunyai kewenangan untuk menjalan pengurusan perusahaan dengan kebijakan yang
dipandang tepat dan dengan batas yang ditentukan oleh Undang-Undang dan/atau anggaran
dasar. Selain itu, direksi mempunyai kewajiban untuk;

1.

1.

1. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat direksi

2. Membuat laporan tahunan untuk disampaikan kepada RUPS.

3. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan Perseroan


diatas dan dokumen Perseroan lainnya.

2. Komisaris

Komisaris mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengursan, jalannya
pengurusan pada umumnya kepada Perseroan ataupun usaha Perseroan kepada Direksi.
Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 108 UU PT. Komisaris yang melakukan pengawasan
mempunyai beban tanggung jawab yang sama dengan Direksi. Kewajiban mengenai tugas
komisaris terdapat dalam Pasal 116 UU PT;

1.

1.

1. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya

2. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau


keluarganya pada Perseroan dan Perseroan lain

3. Memberikan laporan tentang tugas pengawsan yang telah dilakukan


selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Dampak apabila salah satu organ ini tidak ada maka PT tidak dapat di dirikan atau harus terjadi
perubahan anggaran dasar dikarenakan dalam UU PT telah disebutkan bahwa organ perseroan
adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris.

Anda mungkin juga menyukai