Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN MONETARIS-KEYNESIAN

Kubu Keynesian percaya bahwa perekonomian cenderung berada dalam posisi


keseimbangan tingkat output rendah (low level equilibrium). Ini terjadi karena
pengeluaran agregat cenderung lebih kecil dari penerimaan agregat. Selain itu, hal
ini disebabkan pula kurang ampuhnya mekanisme pasar dalam melakukan
penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, terutama tingkat harga-harga dan
tingkat upah. Hal ini bisa terjadi karena adanya kekuatan serikat buruh dan praktik-
praktik oligopolistik dari pihak perusahaan- perusahaan.

15 Kaum monetaris tidak percaya pada teori keynesian yang mengatakan bahwa
perekonomian cenderung berada pada keseimbangan tingkat output rendah
disebabkan kurang ampuhnya mekanisme korektif untuk membawa pasar kembali
pada posisi keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh.

Dalam hal ini, kubu monetaris mengkritik bahwa ada kekuatan-kekuatan pasar yang
tidak diikutkan dalam model yang dikembangkan kubu keynesian. Dua kekuatan
tersebut yang menyatakan turunnya suku bunga akan mendorong investasi dan
turunnya tingkat harga akan mendorong konsumsi melalui apa yang disebut Pigou
Effect.

16 Karena perbedaan cara pandang di atas, implikasi kebijaksanaan dari kedua


kubu tersebut juga berbeda. Misalnya dalam usaha meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi dan dalam mengatasi pengganguran, kubu keynesian lebih menyukai
kebijaksanaan fiskal yang bersifat ekspansif. Sebaliknya, kubu monetaris lebih
menyukai kebijaksanaan moneter yang kontraktif.

17 Antara kubu keynesian dan monetaris juga berbeda dalam melihat penyebab
terjadinya fluktuasi ekonomi. Menurut kubu keynesian fluktuasi ekonomi terjadi
karena terjadinya perubahan dalam faktor-faktor yang menentukan pendapatan
nasional seperti pengeluaran pemerintah, investasi dan konsumsi masyarakat.
Sebaliknya, menurut kubu monetaris, fluktuasi ekonomi terjadi karena terjadinya
pelonjakan-pelonjakan dalam jumlah uang beredar disebabkan adanya
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat ekspansif dari pemerintah.

18 Dengan alasan di atas, komunitaris menyimpulkan bahwa fluktuasi dalam jumlah


uang beredarlah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi. Bukan sebaliknya
sebagaimana yang dianut kubu keynesian.
19 Kaum keynesian percaya bahwa memang ada kaitan yang sangat erat antara
jumlah uang beredar dengan fluktuasi ekonomi. Akan tetapi, bagi mereka bukan
keadaan moneter yang mempengaruhi jumlah uang beredar .

Bagi kubu keynesian, fluktuasi terjadi karena berubahnya faktor-faktor yang


mempengaruhi pengeluaran agregat. Kebijaksanaan yang paling ampuh untuk
meredakan fluktuasi tersebut adalah melalui kebijaksanaan counter-cyclical dengan
lebih banyak menggunakan kebijaksanaan fiskal.

20 Kubu monetaris paling tidak suka dengan penggunaan kebijaksanaan fiskal untuk
menstabilkan perekonomian. Alasannya, sangat sulit mengimbangi setiap ayunan
siklus ekonomi karena adanya faktor waktu (lag). Karena alasan di atas, tidak
mengherankan jika kubu monetaris lebih jauh, bahkan sangat meragukan
keampuhan analisis dan studi neo- keynesian yang sering menggunakan model
ekonometri skala besar.

21 Kubu keynesian menganggap inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu


besar. Dengan demikian, kebijaksanaan yang ditawarkan kubu keynesian ialah
dengan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak .
Kebijaksanaan moneter pun juga bisa dilakukan, yaitu dengan kebijaksanaan uang
ketat. Kubu keynesian tidak melihat konflik antara kebijaksanaan fiskal dan moneter.
Keduanya di anggap sebagai komplemen.

22 Sebaliknya kubu monetaris menganggap inflasi terjadi karena jumlah uang


beredar terlalu banyak. Jika jumlah uang beredar terlalu banyak, maka harga-harga
akan naik. Dengan demikian cara yang di anjurkan kaum monetaris dalam
menghadapi inflasi dengan mengurangi jumlah uang yang beredar itu sendiri.

23 Perlu dicatat bahwa kebijaksanaan moneter yang dianjurkan kubu monetaris


adalah kebijaksanaan moneter yang sifatnya netral dan berorientasi ke arah
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Dalam hal ini kubu monetaris lebih suka
menaikkan laju pertumbuhan uang secara pelan- pelan tetapi konstan, sesuai
dengan hukum pertumbuhan jumlah uang konstan (constant money growth rule).

Di lain pihak, kubu keynesian percaya bahwa pemerintah sebaiknya memegang


peran utama dalam mengarahkan jalannya perekonomian lewat kebijaksanaan
counter-cyclical dengan melakukan fine-tunning. Namun sebaliknya , bagi kaum
monetaris peran pemerintah harus dibatasi demi kelancaran jalannya perekonomian
secara keseluruhan.
24 Perbedaan lain antara kubu monetaris dan kubu keynesian adalah mengenai
jangka waktu analisis. Kubu keynesian tidak terlalu memperhatikan analisis jangka
panjang. Tidak demikian halnya dengan kubu monetaris yang diwakili Friedman.
Bagi Friedman dampak jangka panjang dari berbagai kebijaksanaan ekonomi harus
diperhatikan untuk mengetahui kekuatan pasar.

25 Kelompok monetaris percaya bahwa kebijaksanaan peningkatan jumlah uang


dalam jangka pendek berpengaruh terhadap output riil. Dalam bahasa kurva IS-LM
yang dikembangkan kubu neo-keynesian, kenaikan dalam jumlah uang akan
menggeser baik kurva LM maupun kurva IS kekanan. Berarti peningkatan dalam
jumlah output. Akan tetapi, gejala seperti ini hanya berlangsung dalam jangka
pendek. Dalam jangka panjang, perubahan dalam jumlah uang hanya menyebabkan
harga-harga naik, sedang output riil maupun jumlah kesempatan kerja tidak akan
bertambah. Dengan demikian, kebijaksanaan moneter yang terlalu ekspansif tidak
disukai kubu monetaris.

D. Perbedaan Monetaris-Keynesian

Banyak perbedaan pandangan antara kubu Keynesian dan monetaris dalam melihat
gejala-gejala ekonomi. Dalam melihat perekonomian secara agregat kubu
Keynesian percaya bahwa perekonomian cenderung berada dalam posisi
keseimbangan tingkat output rendah (low level equilibrium). Ini terjadi karena
pengeluaran agregat cenderung lebih kecil dari penerimaan agregat dan kurang
ampuhnya mekanisme. pasar dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian yang
diperlukan, terutama tingkat harga-harga dan tingkat upah. Hal ini bisa terjadi karena
adanya kekuatan serikat buruh dan praktek-praktek oligopolistik dari pihak
perusahaan-perusahaan.

Kaum monetaris tidak percaya pda teori Keynesian yang mengatakan bahwa
perekonomian cenderung berada pada keseimbangan tingkat output rendah
disebabkan kurang ampuhnya mekanisme korektif untuk membawa pasar kembali
pada posisi keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh. Dalam hal ini kubu
monetaris mengritik bahwa ada kekuatan-kekuatan pasar yang tidak diikutkan dalam
model yang dikembangkan Kubu Keynesian. Dua di antara kekuatan-kekuatan
tersebut adalah turunnya suku bunga akan mendorong investasi dan turunnya
tingkat harga akan mendorong konsumsi melalui apa yang disebut Pigoileffect. Bagi
kubu monetanis perekonomian cenderung berada dalam posisi keseimbangan, di
mana sumber daya digunakan penuh.
Karena perbedaan cara pandang di atas, maka implikasi kebijaksanaan dan
kedua kubu tersebut juga berbeda. Misa1nya dalam usaha meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi dan dalam mengatasi pengangguran, kub Keynesian lebih
menyukai kebijaksanaan fiskal yang bersifat ekspansif. Sebaliknya kubu monetaris
lebih menyukai kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Intenvensi pemerintah untuk
meningkatkan output dengan menggunakan kebijaksanaan fiskal tidak disenangi
Friedman Misalnya ada usaha untuk meningkatkan output dengan menurunkan
pajak. Menurut Keynesian langkah ini akan meningkatkan output. Dalam ”Bahasa”
kurva IS-LM yang dikembangkan Keynesian, hal ini tenjadi kanena penurunan dalam
pajak akan mendorong kurva IS bergerak ke kanan. Tetapi menurut kaum mouetaris
hal seperti ini tidak akan terjadi, sebab dalam perekonomian yang sudah
memanfaatkan sumber daya secara penuh maka kurva LM berbentuk tegak lurus,
dan dampak dan pergeseran kurva IS tidak akan memberi pengaruh pada output
(crowding-out effect).

Antara kubu Keynesian dan monetris juga berbeda dalam melihac penyebab
terjadinya fluktuasi ekonomi. Menunut kubu Keynesian tluktuasi ekonomi terjadi
karena tenjadinya perubahan dalam faktor-faktor yang menentukan pendapaian
nasional seperti pengeluaran pemerintah, investasj dan konsumsi masyaraicat.
Sebaliknya menurut kubu monetaris fluktuasi ekonomi terjadi karena terjadinya
pelonjakan-pelonjakan dalam jumlah uang beredar disebabkan adanya
kebijaksanaan-kebijaksanan yang bersifat ekspansif dari pemerintah. Pendapat ini
mengikuti pendapat pakar-pakar terdahulu seperti R.G. Hawxrey, F:A. Nayek dan
Knut Wicksell, yang yakin bahwa terjadinya fluktuasi karena dipicu oleh faktor-faktor
moneter, yang cenderung berakibat kumulatif dalam jangka panjang.

Dalam buku: A Pvlonetaiy History of the United States, 1867- 1960 yang ditulis oleh
Friedman bersama-sama dengan Anna Schwartz, mereka menjelaskan kaitan yang
sangat erat antara perubahan dalam jumlah uang dengan perubahan dalam tingkat
kegiatan ekonomi.

Mereka menyimpulkan bahwa fluktuasi dalam jumlah uang sebagai


penyebab fluktuasi dalam pendapatan nasional. Untuk mendukung argumen
tersebut mereka menggunakan kasus depresi besar-besaran yang terjadi tahun 30-
an. Menurut Friedman dan Anna Schwartz, hal ini berlangsung kanena terjadinya
crash pasar modal tahun 1929 dan faktor-faktor lain yang diasosiasikan dengan
berkurangnya aktivitas ekonomi tahun 20-an yang menyebabkan berkurangnya
minat orang memegang surat-surat berharga, dan lebih menyukai memegang uang
tunai. Tetapi sistem perbankan waktu itu tidäk bisa memenuhi permintaan akan uang
tunai secara sekaligus dalam jumlah banyak dari masyarakat. Bank-bank (yang
waktu itu jumlahnya hampir 2000 buah di seluruh Amerika Serikat) terpaksa
menutup kantor. Sebagai konsekuensinya maka jumlah uang beredar anjlok. Tahun
1933 jumlah uang beredar diperkirakan 35 persen lebih rendah dari jumlah uang
tahun 1929. Dengan alasan di atas kaum monetaris menyimpulkan bahwa fluktuasi
dalam jumlah uang beredarlah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi, dan
bukan sebaliknya sebagaimana yang dianut kubu Keynesian.

Kaum Keynesian percaya bahwa memang ada kaitan yang sangat erat antara
jumlah uang beredar dengan fluktuasi ekonomi. Tetapi bagi mereka bukan keadaan
moneter yang mempengaruhi fluktuasi, melainkan fluktuasi ekonomi yang
mempengaruhi jumlah uang beredar. Bagi kubu Keynesian fluktuasi terjadi karena
berubahnya faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran agregat, dan
kebijaksanaan yang paling ampuh untuk meredakan fluktuasi tersebut adalah
melalui kebijaksanaan counter-cyclical dengan lebih banyak menggunakan
kebijaksanaan fiskal.

Kubu monetaris paling tidak suka dengan penggunaan kebijaksanaan fiskal untuk
menstabilkan perekonomian. Alasannya, adalah sangat sulit mengimbangi setiap
ayunan siklus ekonomi karena adanya faktor waktu (lag). Lebih lanjut Friedman
mengatakan:

“There is likely to be a lag between the need for action and government recognition
of the need; a further lag between recognition of the need for action and the taking of
action; and a stilifurther lag between the action and its effects”.

Karena alasan di atas maka tidak heran jika kubu monetaris lebih jauh bahkan
sangat meragukan keampuhan analisis dan studi neo-keynesian yang sering
menggunakan model ekonometri skala besar. Sebab, dalam model-model skala
besar tersebut tenggang waktu (time-lag) kurang diperhatikan. Karena danya
tenggang waktu antara pembuatan model dan proses analisis dengan waktu
mengaplikasikan, maka kebijaksanaan yang diambil bisa jadi sudah ketinggalan
kereta. Mereka percaya dampak dan kebijaksanaan yang sudah ketinggalan
tersebut bisa berakibat fatal bagi pembangunan.
Sebagai akibat dari perbedaan dalam melihat perekonomian secara agregat-
agregat, maka antara kubu monetaris dan kubu Keynesian juga sangat berbeda
dalam penggunaan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi. Kenyataannya pada
tahun 70-an dan 80-an terjadi debat panjang yang sangat panas antara kubu
monetaris (diwakili Friedman) dengan pihak non-monetaris (termasuk kubu
Keynesian, Franco Modigliani dan James Tobin) tentang kebijaksanaan yang
sebaiknya ditempuh dalam menghadapi berbagai masalah ekonomi, seperti
pengangguran dan inflasi.

Misalnya dalam menghadapi inflasi, terdapat perbedaan yang sangat tajam antara
Keynesian dengan monetanis. Sebagaimana pernah dijelaskan sebelumnya, kubu
Keynesian mennganggap inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar.
Dengan demikian kebijaksanaan yang ditawarkan kubu Keynesian ialah dengan
mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiei. Hal ini bisa dilakukan dengan
mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak.
Kebijaksanaan moneter pun juga bisa dilakukan, yaitu dengan kebijaksanaan uang
ketat. Kubu Keynesian tidak melihat konflik antara kebijaksanaan fiskal dan moneter.
Keduanya di anggap sebagai komplemen. Bagaimanan, dalam praktek kaum
Keynesian lebih sering menggunakan bijaksanaan fiskal, dengan alasan
kebijaksanaan ini jauh lebih ampuh dalam menghadapi resesi.

Sebaliknya kubu monetaris menganggap inflasi terjadi karena jumlah uang beredar
terlalu banyak. Jika jumlah uang beredar terlalu banyak harga-harga akan naik.
Dengan demikian cara yang dianjurkan kaum monetaris dalam menghadapi inflasi
ialah dengan mengurangi jumlah uang yang beredar itu sendiri.

Kebalikan dari kubu Keynesian yang lebih menyukai kebijaksanaan fiskal, kubu
monetaris lebih suka menggunakan kebianaan moneter, sebab dampaknya lebih
jelas dari pada kebiasaan fiskal. Anggapan ini didasarkan pada kepercayaan bahwa
perubahan dalam jumlah uang beredar akan menyebabkan ahan yang besar pula
dalam tingkat suku bunga, yang pada nya akan menyebabkan perubahan yang
besar dalam pendapatan nasional. Ini jelas terbalik dengan anggapan kaum
Keynesian yang melihat perubahan dalam jumlah uang beredar tidak begitu
mempengaruhi tingkat suku bunga sehingga dampaknya terhadap pengeluaran
agregat juga kecil.

Kaum monetaris yang sangat memperhatikan agar jumlah uang yang beredai jangan
bertambah terlalu cepat dari yang seharusnya, jelas menyalahkan kebijaksanaan
fiskal yang ekspansif selama tahun 60-an, yang dianggap sebagai pangkal bala
terjadinya kesulitan-kesulitan ekonomi di kemudian hari. Bagi kaum monetaris,
melakukan pengeluaran pemerintah secara berlebihan tidak akan menguntungkan,
justru dapat membawa kerugian. Yang jelas, jika inflasi terlalu tinggi perekonomian
bisa macet. Bagi kaum monetaris inflasi dianggap sebagai musuh utama yang perlu
diberantas sesegera mungkin. Kalau inflasi sudah reda, pemerintah harus
membiarkan perekonomian menemukan sendiri laju pertumbuhannya yang normal.

Dari uraian di atas jelas bahwa kubu monetaris lebih menyukai kebijaksanaan
moneter dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi dibanding kebijaksanaan
fiskal. Bagaimanapun, dalam hal ini perlu dicatat bahwa kebijaksanaan moneter
yang dianjurkan kubu monetaris adalah kebijaksanaan moneter yang sifatnya netral
dan berorientasi ke arah pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Perbedaan di atas
menyebabkan perkedaan selanjutnya ntara kubu Keynesian dengan kubu monetaris,
di mana kalau kebijaksanaan yang dilakukan aliran Keynesian lebih sering bersifat
ekspansif, sebaliknya kebijaksanaan yang digunakan oleh aliran monetaris
cenderung kontraktif dan lebih konservatif. Dalam hal ini kubu monetaris lebih suka
menaikkan laju pertumbuhan uang secara pelan-pelan tetapi konstan, sesuai
dengan hukum pertumbuhan jumlah uang konstan (constant money growth rule).
Kalau kubu Keynesian percaya bahwa pemerintah sebaiknya memegang peran
utama dalam mengarahkan jalannya perekonomian lewat kebijaksanaan counter-
cyclical dengan melakukan, fine-tunning, sebaliknya bagi kaum monetaris peran
pemerintah harus dibatasi demi kelancaran jalannya perekonomian secara
keseluruhan.

Perbedaan lain antara kubu monetaris dengan kubu Keynesian adalah mengenai
jangka waktu analisis. Kubu Keynesian tidak terlalu memperhatikan analisis jangka
panjang (sebab, seperti kata Keynes, dalam jangka panjang kita semua akan mati !).
Tidak demikian halnya dengan kubu monetaris yang diwakili Friedman. Bagi
Friedman dampak jangka panjang dari berbagai kebijaksanaan ekonomi harus
diperhatikan untuk mengetahui kekuatan pasar.

Kelompok monetaris percaya bahwa kebijaksanaan peningkatan jumlah uang dalam


jangka pendek berpenganuh terhadap output riil. Dalam bahasa kurva IS-LM yang
dikembangkan kubu neo-Keynesian, kenaikan dalam jumlah uang akan menggeser
baik kurva LM maupun kurva IS ke kanan, yang berarti peningkatan dalam jumlah
output. Tetapi gejala seperti ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Dalam
jangka panjang perubahan dalam jumlah uang hanya menyebabkan harga-harga
naik, sedang output riil maupun jumlah kesempatan kerja tidak akan bertambah.
Dengan demikian kebijaksanaan moneter yang terlalu ekspansif tidak disukai kubu
monetaris. Dalam hal ini belum diperhitungkan dampak negatif yang mungkin timbul,
di mana kenaikan harga-harga dapat mengakibatkan semakin berkurangnya
kesejahteraan golongan-golongan masyarakat tertentu, terutama mereka yang
berpenghasilan tetap (seperti pegawai negeri).

Dengan alasan yang sama maka Friedman tidak suka mempromosikan full-
employment dengan kebijaksanaan uang mudah (easy money policy), dan juga tidak
senang menghindari inflasi dengan menggunakan kebijaksanaan uang ketat (tight
money policy). Sebab dampak jangka panjang dari kedua kebijaksanaan tersebut
bisa saja berlawanan dengan yang diharapkan untuk jangka pendek. Kecaman lain
dan kubu monetaris terhadap kubu Keynesian ialah bahwa dalam analisis IS-LM nya
kubu Keynesian sama kali mengabaikan pasar tenaga kerja. Oleh Friedman dan
kawan-kawan pasar tenaga kerja kembali diperhatikan. Hal ini secara tidak langsung
telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan teori-teori ekonomi, sebab
teori-teori tentang ekonomi sumber daya manusia semakin berkembang sesudah itu.

Anda mungkin juga menyukai