2. Pengertian Nusyuz
Secara etimologi lafad Nusyuz adalah akar (Masdar) dari lafad
Nusyaza, Yansyuzu, dalam arti: terangkat, lafad Nusyuz diambil dari lafad
Nasyzi, yang berarti sesuatu yang terangkat dari Bumi.2 Abu Ubaid berkata
“Nusyuz atau Nasyazi” adalah sesuatu yang tebal dan keras.”
1
Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hlm. 1708.
2
Shalih bin Ghonim As-Sadlan, Kesalahan-Kesalahan Istri, (Jakarta : Pustaka Progresif,
2004), Hlm. 3.
12
13
3
Ra’d Kamil Al-Hayali, Memecahkan Perselisihan Keluarga Menurut Qur’an dan
Sunnah, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004), hlm. 64.
4
Kamil Al-Hayali, Solusi Islam Dalam Konflik Rumah Tangga, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2005), hlm. 40.
14
8
Shalih bin Ghonim As-Sadlan, op .cit., hlm.10.
9
Ibid., hlm 24
16
12
Fatimah Umar Nasif, “Hak dan Kewajiban Perempuan Dalam Islam,” (Bandung :
Cendikiawan, 1999), hlm. 236.
13
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al-Misbah Vol I,” (Jakarta, Lentera Hati, 2000), hlm.384.
14
Muhammad M. Dlori, op .cit, hlm. 91.
18
15
Salih Bin Ghonim As Sadlan, “Kesalahan-Kesalahan Istri”, (Jakarta : Pustaka
Progresif, 2004), hlm. 236.
16
Adil Fathi Abdullah, Ketika Suami Istri Hidup Bermasalah, (Jakarta: Gema Insani,
2005), hlm. 20.
19
ﻩ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﺎﺎ ﺁﺗﻖ ِﻣﻤ ﻨ ِﻔﻴ ﹶﻓ ﹾﻠﺯﻗﹸﻪ ﻴ ِﻪ ِﺭﻋﹶﻠ ﺭ ﻦ ﻗﹸ ِﺪ ﻣ ﻭ ﻌِﺘ ِﻪ ﺳ ﻦ ﻌ ٍﺔ ِﻣ ﺳ ﻖ ﺫﹸﻭ ﻨ ِﻔﻴِﻟ
ﺮﹰﺍﻳﺴ ﺴ ٍﺮ
ﺪ ﻋ ﻌ ﺑ ﻪ ﻌﻞﹸ ﺍﻟﱠﻠ ﺠ
ﻴﺳ ﺎﺎﻫﺎ ﺁﺗﻧﻔﹾﺴﹰﺎ ِﺇﻟﱠﺎ ﻣ ﻪ ﻒ ﺍﻟﱠﻠ
ﻳ ﹶﻜﻠﱢ ﻟﹶﺎ
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya
hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya, Allah tidak memikulkan beban kepada orang
melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.” (At
Thalaq : 7).17
17
Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 946.
18
Muhammad Tawad Mughaiyah, Fiqih Lima Mazhab : Ta’fari Hanafi, Maliki, Syafi’I,
Hambali, (Jakarta: Penerbit Lentera, 1996), hlm. 432.
19
Muhammad Bin Ibrahim Al-Hamd, Kesalahan-Kesalahan Suami, Surabaya, (Pustaka
Progresif, 2004), hlm. 76.
20
20
Muhammad M. Dlori, op. cit, hlm. 111.
21
Ibid., hlm. 33.
21
2. Cara Penyelesaiannya
Apabila pasangan suami istri saling bermusuhan, dan terjadi
perselisihan antar mereka semakin mengkristal (mengeras), keduanya
saling mengaku bahwa dirinyalah yang telah memenuhi hak-hak dan
kewajiban atas pasangannya. Ataupun suami tidak memenuhi
kewajibannya terhadap istri atau sebaliknya. Sehingga, hal ini
mengakibatkan semakin kacaunya kondisi keluarga, sementara salah
satunya tidak ada kemauan dan keinginan untuk berupaya melakukan
suatu pendekatan dan melakukan perbaikan. Maka suasana yang
sedemikian rupa bisa mengancam kelangsungan rumah tangga hancur.
Sehingga dibutuhkan pertolongan dan campur tangan dari pihak luar agar
bisa membantu keduanya dan melakukan intervensi guna proses
perdamaian bagi kedua pasangan tersebut.
Dalam hal demikian yang berhak pertama kali untuk mendamaikan
keduanya adalah seorang hakim muslim, yang bisa merekatkan kembali
hubungan rumah tangganya. Adapun dalam menyelesaikannya dibutuhkan
tiga tahap dalam menyelesaikan proses perdamaian.22
Pertama, menasihati dan mengingatkan keduanya dengan akibat
dan dampak yang bisa ditimbulkan dan di dapati keduanya, sekaligus
menjelaskan bahwa apa yang dilakukan keduanya adalah suatu kesalahan.
22
Sri Suhandjati sukri, Perempuan Menggugat (kasus dalam Al Qur’an dan Dialitas
Masa Kini), (Semarang : pustaka Adnan, 2005) hlm. 183-184.
22
23
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai
Pustaka, 1994), hlm. 752.
24
Hasbi Indra, MA., Potret Wanita Solehah, (Jakarta : Penamadani, 2005), hlm. 78.
25
H. Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang : Toha Putra, 1978), hlm. 453.
23
26
Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian, (BP4) Pusat, Membina
Keluarga Bahagia, (Jakarta : Pustaka Antara, 1996), hlm. 47.
27
Cahyadi Rakariyawan, Keakhwatan III Bersama Tarbiyah Mempersiapkan Tegaknya
Rumah Tangga Islami, (Solo : Era Inter Media, 2004), hlm. 21.
24
28
Soenardjo dkk., Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Toha Putra, 1989),
hlm. 644.
29
Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam), Terj. R. Kelani dan HM.
Bachrum, (Jakarta : Ikhtisar Baru Van Moeve), 1980, hlm. 406.
25
ﺎ َﺀﻟﹸﻮ ﹶﻥ ِﺑ ِﻪﺗﺴ ﻪ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍﺎ ًﺀ ﻭﻭِﻧﺴ ﺎ ﹰﻻ ﹶﻛﺜِﲑﹰﺍﺎ ِﺭﺟﻬﻤ ﻨﺑﺚﱠ ِﻣﻭ ﺎﺟﻬ ﻭ ﺯ
Pernikahan sebagai suatu yang suci dan mulia maka janganlah disia-
siakan. Upaya membentuk dan menciptakan keluarga yang bahagia perlu
adanya persiapan yang matang dan perencanaan yang mantap, baik dari segi
fisik, mental maupun ekonomi. Islam menganjurkan kepada siapa saja
(pemuda) yang telah mempunyai kesiapan untuk segera menikah dalam
rangka menghindari fitnah.
Beberapa langkah penting yang harus ditempuh dan diperhatikan
dalam mempersiapkan Pernikahan antara lain sebagai berikut :31
1. Menentukan calon istri/suami.
Islam menegaskan bahwa dalam masalah memilih jodoh itu
hendaknya ahklak dan agamanya menjadi prioritas utama meski tidak
harus mengenyampingkan yang lainnya, seperti kecantikan, kekayaan,
keturunan, maupun yang lainnya. Islam juga menekankan pentingnya
persamaan agama antar suami dan istri. Hal ini sangat penting sekali
untuk mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga (keluarga).
30
Soenarjdo dkk., op . cit., hlm. 114.
31
Maskuf Zuhdi, Studi Islam, Jilid III, (Jakarta : Rajawali Press, 1993), hlm. 15
26
Firman Allah:
ﺎِﺋ ﹶﻞﻭﹶﻗﺒ ﻮﺑﹰﺎﻌﻢ ﺷ ﺎ ﹸﻛﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻭ ﻧﺜﹶﻰﻭﹸﺃ ﻦ ﹶﺫ ﹶﻛ ٍﺮ ﻢ ِﻣ ﺎ ﹸﻛﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﺎﺱ ِﺇﻧ
ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ
ﲑ ﺧِﺒ ﻢ ﻋﻠِﻴ ﻪ ﻢ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺗﻘﹶﺎ ﹸﻛﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﺃ ﻨﻢ ِﻋ ﻣﻜﹸ ﺮ ﺭﻓﹸﻮﺍ ِﺇﻥﱠ ﹶﺃ ﹾﻛ ﺎﺘﻌِﻟ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al Hujarat : 13).32
32
Soenarjdo dkk., op. cit., hlm. 847.
27
dengan sendirian, hal ini telah di jelaskan oleh Allah SWT. dalam surat
Al Baqarah ayat 235, yang berbunyi :
…ﻉ
ﺎﺭﺑ ﻭ ﺙ
ﻭﺛﹸﻼ ﹶ ﻰﻣﹾﺜﻨ ﺎ ِﺀﻨﺴﻦ ﺍﻟ ﻢ ِﻣ ﺏ ﹶﻟ ﹸﻜ
ﺎ ﻃﹶﺎﻮﺍ ﻣﻧ ِﻜﺤ…ﻓﹶﺎ
“ …, Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi,……..”
(Q.S. An Nisa : 3)35
33
Ibid., hlm. 57.
34
Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta, Tema-Tema Pokok Al Qur’an, (Jakarta :
LBIQ, T. th) hlm. 188.
35
Soenarjdo dkk., op .cit., hlm.115
28
ﺎِﺋ ﹶﻞﻭﹶﻗﺒ ﻮﺑﹰﺎﻌﻢ ﺷ ﺎ ﹸﻛﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻭ ﻭﺃﹸﻧﺜﹶﻰ ﻦ ﹶﺫ ﹶﻛ ٍﺮﺎﻛﹸﻢ ﻣﺧﹶﻠ ﹾﻘﻨ ﺎﺱ ِﺇﻧ
ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﺎ ﹶﺃﻳ
ﺮ ﺒِﻴﻢ ﺧ ﻋﻠِﻴ ﻪ ﻢ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﺗﻘﹶﺎ ﹸﻛﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﺃ ﻢ ﻋِﻨ ﻣﻜﹸ ﺮ ﺭﻓﹸﻮﺍ ِﺇﻥﱠ ﹶﺃ ﹾﻛ ﺎﺘﻌِﻟ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarat: 13)
36
Ra‘d Kamil al-Hayali, Memecahkan Perselisihan Keluarga Menurut Qur’an dan
Sunnah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004),cet.1, hlm. 32-33
29
ﻧﻔﹾﺴﹰﺎ ﻨﻪﻲ ٍﺀ ِﻣ ﺷ ﻦ ﻋ ﻢ ﻦ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺒﺤﹶﻠ ﹰﺔ ﹶﻓِﺈ ﹾﻥ ِﻃ
ﻦ ِﻧ ﺪﻗﹶﺎِﺗ ِﻬ ﺻ
ﺎ َﺀﻨﺴﻮﺍ ﺍﻟﺁﺗﻭ
37
Ibid, hlm. 115.
30
38
Imam Taqyudin Abu Bakar Ibn Muhammad, Kifayatul Akhyar, Juz I, (Damascus :
Darul Kutub, tth.), hlm. 21
39
Ibid., hlm. 25
31
(ﻟﺒﺤﺎﺭﻱ ﻣﺴﻠﻢ
“Perempuan dinikahi karena empat alasan 1) karena hartanya, 2)
karena keturunannya, 3) karena kecantikannya, dan 4) karena
agamanya, pilihlah wanita yang beragama engkau pasti akan selamat.”
(HR. Bukhori Muslim)40
40
Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim, Shoheh Bukhori, Juz V, hlm.
116.
32
... ﹰﺔﻳﻭ ﹸﺫﺭ ﺍﺟﹰﺎﺯﻭ ﻢ ﹶﺃ ﻬ ﺎ ﹶﻟﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻭ ﻚ
ﺒِﻠﻦ ﹶﻗ ﻼ ِﻣ
ﹰﺳﺎ ﺭﺳ ﹾﻠﻨ ﺭ ﺪ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ﹶﻘ
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum
kamu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.”
(Q.S. Ar Ra’d : 38).41
41
Soenarjdo dkk., op. cit., hlm. 376.
42
Hammudah Abdul Al Ati, Keluarga Muslim, Terjemahan Ansori Toyyib, (Surabaya,
Bina Ilmu, 1984), hlm. 71.
33
ﲔ
ﺎﹶﻟ ِﻤﺏ ﺍﹾﻟﻌ
ﺭ ﺎﺗِﻲ ِﻟﻠﱠ ِﻪﻣﻤ ﻭ ﻱ
ﺎﺤﻴ
ﻣ ﻭ ﺴﻜِﻲ
ﻧﻭ ﻼﺗِﻲﹸﻗ ﹾﻞ ِﺇﻥﱠ ﺻ
“Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku
semuanya bagi Allah tuhan semesta alam.” (Q.S. Al An’am : 162).43
ﻢ ﺍ ِﺟ ﹸﻜﺯﻭ ﻦ ﹶﺃ ﻢ ِﻣ ﻌ ﹶﻞ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺟ ﻭ ﺍﺟﹰﺎﺯﻭ ﻢ ﹶﺃ ﺴﻜﹸ
ِ ﻧﻔﹸﻦ ﹶﺃ ﻢ ِﻣ ﻌ ﹶﻞ ﹶﻟ ﹸﻜ ﺟ ﺍﻟﻠﱠﻪﻭ
ﺕ
ِ ﺎﻴﺒﻦ ﺍﻟ ﱠﻄ ﻢ ِﻣ ﺯﹶﻗﻜﹸ ﺭ ﻭ ﺪ ﹰﺓ ﺣ ﹶﻔ ﻭ ﲔ
ﺑِﻨ
44
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Akademika Pressindo,
1995), hlm. 114.
45
Abdullah Nashih’ulwan, Pengantin Islam, (Jakarta : Al-Ishlahy Press, 1993), hlm. 5-
11.
36
ﻤﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﻌ ﺗ ﺎﻪ ِﺑﻤ ﻮﹾﺍ ِﺇﻧ ﻐ ﺗ ﹾﻄ ﻭ ﹶﻻ ﻚ
ﻌ ﻣ ﺏ
ﺎﻦ ﺗﻭﻣ ﺕ
ﺮ ﺎ ﺃﹸ ِﻣﻢ ﹶﻛﻤ ﺘ ِﻘﺳ ﻓﹶﺎ
ﻭ ﹶﻥﺼﺮ
ﻨ ﹶﻻ ﺗﺎﺀ ﹸﺛﻢﻭِﻟﻴ ﻦ ﹶﺃ ﻭ ِﻥ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ِﻣﻦ ﺩﹶﻟﻜﹸﻢ ﻣ
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan
janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu
tiada mempunyai seorang penolongpun selain dari Allah,
46
Soenarjdo dkk., op. cit., hlm. 412.
37
47
Ibid., hlm. 344.
48
Ibid., hlm. 644
38