KEMUHAMMADIYAAN (AIK)
OLEH :
NANI
NMP : 201801244
FAKULTAS MANAGEMENT
MANAGEMENT E
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “RESUME MATERI PERTEMUAN 1
SAMPAI 7” guna memenuhi tugas mata kuliah AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAAN.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kami haturkan untuk junjungan nabi agung kami,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kami
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan saya telah
berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun tugas makalah ini. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan kritik, saran dan nasehat yang baik demi perbaikan tugas makalah ini
kedepannya.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ni dapat berguna dan
bemanfaat untuk kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. 2
PEMBAHASAN
1. KONTRAK PERKULIHAN
a. Tujuan perkuliahan.
b. Ruang lingkup materi perkuliahan.
c. Sistem perkuliahan dan evaluasi.
A. Pengertian akidah
Akidah secara bahasa adalah akdan yang artinya ikatan. Apa maksudnya ikatan? menurut
kami bahwa akidah adalah pengikat manusia terhadap suatu keyakinan yang diikat oleh akidah
tersebut, tentu yang dimaksud disini adalah islam. Sehingga dengan khatamnya kita pada akidah
islam meniscayakan kita untuk untuk terikat melakukan syariat -syariat yang terkandung
didalamnya.
B. Sumber-sumber akidah.
Ada dua sumber akidah dalam islam. Pertama alquran dan yang kedua hadis. Alquran
adalah perkataan atau wahyu allah swt yang diterima rasulullah saw melalui perantara malaikat
jibril, sedangkan hadis adalah riwayat yang disampaikan oleh para sahabat dan keluarga serta
perawi hadis yang berkaitan dengan perkataan dan perilaku nabi muhammad saw.
1. Iman kepada Allah swt, bukan hanya diperintahkan berkalikali didalam alquran dan
hadis, tetapi juga secara naluriah diterima oleh setiap manusia yang berpikir.
2. Beriman kepada para malaikat. Malaikat adalah perantara tuhan untuk menyampaikan
informasi ( wahyu) kepada para nabi, pun juga tidak jarang wahyu diterima dalam
mimpi. Tetapi keyakinan bahkan keberimanan kepada para malaikat adalah sesuatu yang
wajib.
3. Beriman kepada alquran. Alquran adalah peta bagi manusia yang berjalan menuju tuhan.
Alquran juga adalah kitab hukum yang didalamnya diajarkan apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus ditinggalkan. Alquran adalah kitab akhir jaman, yang relevan hingga
sekarang.
4. Beriman kepada rasulullah saw. Tidak sempurna islamnya seseorang ketika ia tidak
beriman kepada nabi muhammad saw dan nabi nabi yang lain. Para nabi adalah alquran
yang berjalan yang pada dirinya juga terdapat peta sebagai petunjuk jalan untuk pulang
kepada asal.
5. Iman kepada hari akhir. Kehidupan kita tidak abadi, harus ada pertanggungjawaban
perilaku kita di dunia. Dan pengadil nya tidak boleh manusia , seorang pengadil haruslah
realitas yang sempurna yang pada dirinya tidak ada lagi kekurangan.
6. Beriman kepada qada dan qadar. Yang terakhir ini berkaitan dengan ketentuan allah
kepada seluruh makhluk di alam semesta. Tapi takdir sebagaimana ayat alquran
dijelaskan tergantung kepada upaya kita. Tak akan berubah nasib suatu kaum kalau
bukan dia sendiri yang mengubahnya. Jadi salah juga kalau kita hanya ongkang-ongkang
kaki dirumah.
D. Tujuan akidah.
a. Pengertian Aqidah
b. Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
c. Sumber dan Fungsi Aqidah
d. Prinsip-prinsip Aqidah Islam
Aqidah dalam bahasa arab berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang
berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-‘ihkaamu yang artinya mengokohkan, dan ar-
rabthu buqw-wah yang berarti mengikat yang kuat. secara istilah adalah iman teguh dan pasti,
yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang menyakitinya. Jadi Aqidah bermakna
penyaksian tauhid dan kenabian, keyakinan kepada yang gaib, dan pengamalan berdasarkan
petunjuk-petunjuk para nabi dan khalifahnya yang suci.
Kajian aqidah menyangkut keyakinan umat Islam atau iman. Karena itulah, secara
formal, ajaran dasar tersebut terangkum dalam rukun iman yang enam. Oleh sebab itu, sebagian
para ulama dalam pembahasan atau kajian aqidah, mereka mengikuti sistematika rukun iman
yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk ruhani
seperti jin, iblis, dan setan), iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan rasul Allah,
iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar Allah swt.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan. Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Seorang muslim wajib mengikuti dan mengambil hukum hanya dari
Rasul saw berdasarkan firman Allah Swt:
َّ ع فَقَد
الرسُولَ يُطِ ِع َمن َ َ ّللاَ أ
َ طا َّ
“barangsiapa yang taat kepada rasul maka sungguh dia telah taat kepada Allah.”
(QS.An-nisaa:80)
Beberapa ulama telah membahas berbagai perkara tentang akidah, antara lain pembuktian adanya
Allah Sang Pencipta, pembuktian kebutuhan akan adanya Rasul dan pembuktian bahwa al-
Qur’an berasal dari Allah Swt dan Muhammad saw adalah seorang Rasul. Semua itu dibahas
berdasarkan dalil ‘aqli dan naqli yang berasal dari al-Qur’an dan Hadits mutawatir. Meraka telah
membahas pula perkara qadar, qadha dan rizki, ajal, tawakal kepada Allah swt.
Kenapa akhlak yang dipilih menjadi pokok bahasan kita kali ini? Kenapa bukan etika
dan moralitas, sementara etika dan moral juga merupakan prilaku yang baik. Lalu apa
sebenarnya perbedaannya dari ketiganya?
a. Etika adalah perilaku baik yang bersumber dari hukum yang disusun oleh manusia biasa
dalam hal ino pakar hukum dan etika
b. Moralitas adalah perilaku baik yang bersumber pada tradisi yang sejak dahulu dilakukan
oleh orang tua kita.
c. Sementara Akhlak adalah perilaku mulia yang bersumber dari alquran sunnah (perilaku
dan perkataan Rasulullah saw) yang pada diri manusia telah terinternalisasi secara
paripurna. Oleh karena itu perilaku akhlaki membuat kita sampai pada tingkatan untuk
melakukannya tidak membutuhkan lagi proses berpikir yang panjang.
Tidak akan ada nilai yang sampai bahkan yang bisa kita terapkan ketika kita tidak
menyandarkan akhlak itu kepada Allah, seyogyanya ukuran akhlak kita adalah Allah swt.
Sehingga akhlak kepada allah artinya meniru ia, meniru sifat-sifat mulianya dan menjadikannya
sebagai bahan ajar kita sehari-hari. Namun untuk meniru akhlak ilahi kita tidak bisa langsung
menuju Ia, mesti ada perantara, siapa perantara itu? Tentulah manusia agung yang menjadi
representasi tuhan di bumi yakni Rasulullah saw, kita harus berakhlak dulu kepada Rasul saw
dengan cara mengenali, beriman dengan ikhlas serta bershalawat kepada beliau dalam setiap
hari-hari kita.
Berakhlak kepada Tuhan melalui berakhlak kepada Nabi-Nya merupakan nilai yang
mesti ditamamkan keruang keluarga kita. Sudah menjadi tugas seorang pemimpin dalam
keluarga ( suam/bapak) untuk mengajarkan nilai nilai akhlak kepada keluarga. Itulah juga
mengapa dalam memilih pasangan, kita tidak boleh hanya mempertimbangkan kecantikan dan
keturunannya saja, tetapi yang paling penting adalah agamanya.
Akhlak orangtua kepada anak dan sebaliknya. Harus ada penuntasan antara hak dan
kewajiban seorang anak dan orangtuanya. Dimana kewajiban seorang orang tua merupakan hak
yang mesti diterima oleh anaknya, sebaliknya kewajiban kita juga merupakan hak bagi orang tua
kita. Misalnya, kewajiban orangtua membantu pendidikan anak yang masih sekolah,
mendapatkannya santunan bantuan pendidikan adalah hak anak. Misalnya juga kewajiban anak
yakni berbakti kepada orangtua, itu juga merupakan hak orang tua yang selayaknya ia dapatkan.
Begitulah kurang lebih relasi yang adil antara orangtua dan anak
Secara psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup Bersama dalam tempat
tinggal Bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi
saling mempengaruhi.
Sedangkan secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh
kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dilakukan dengan pernikahan, dengan
maksud untuk saling mneyempurnakan diri dan saling melengkapi dengan satu sama lainnya.
Merasakan adanya kedekatan diantara mereka berdua, saling memperkenalkan diri secara
terbuka
Masing-masing merasakan ketenangan dan rasa aman untuk berbicara tentang dirinya
lebih mendalam
Merasakan adanya saling ketergantungan antara mereka berdua
Pada hakiktanya hidup adalah untuk beribadah kepada Allah.Swt sebagaimana firman
Allah SWT yang artinya :
“ dan aku tidak menciptakan jin manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS.
Adz Dzariyaat : 56)
Memberi nafkah zahir dan batin , suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu
ujian dalam mejalankan agama (At-taubah :24)
Memberikan nafkah (makan,pakaian, tempat tinggal dan menggaulinya dengan baik)
Suami wajib memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan rasul-nya (Al-Ahzab : 34)
Suami wajib mengajari istrinya mengenai ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istrinya
Suami tidak boleh membuka aib istrinya kepada siapapun
Hak-hak dan kewajiban suami istri dalam islam :
Berbakti kepada suami baik dikala suka maupun duka, diwaktu kaya maupun miskin
Patuh dan taat pada suami
Menghargai jerih payah suami
Ahlak orang tua kepada anak :
Ada beberapa Langkah yang dapat dilaksanakan oleh orang tua dalam peranannya mendidik
anak, antara lain :
5. Akhlak Sosial:
a. Pandangan Islam tentang kehidupan sosial
b. Masyarakat dambaan Islam
c. Toleransi inter dan antar umat beragama dalam Islam.
Islam adalah agama yang memberikan perhatian yang sangat kepada kehidupan sosial,'
bukan hanya mengurusi ritual belaka. Dalam bidang sosial dapat dilihat islam yang menjungjung
tinggi sikap tolong menolong dan saling menasihati kepada kebaikan. Sebagaimana dalam salah
satu hadis yang bermakna bahwa iman seseorang tidaklah sempurna jika tidak mencintai sesama
saudaranya.
DR. Yusuf Qordhawi mengatakan bahwa tugas manusia terhadap akhlak adalah pertama
mengarahkan,misalnya dengan cara penyebaran di media massa, kedua memperkuat, misanya
dengan cara pendidikan dan tarbiyah, dan yang ketiga memelihara akhlak baik, misalnya dengan
selalu ber amar ma’ruf nahi mungkar.
Islam dalam kehidupan juga sangat menjunjung tinggi toleransi. Karena adanya
pemahaman tentang perbedaan dalam kehidupan sosial meniscayakan adanya toleransi atau
kelapangan dada. Toleransi ada untuk menciptakan adanya masyarakat yang rukun walaupun
berbeda keyakinan atau agama. Sebab islam memang mengajarkan kita untuk menjaga
persaudaraan antar umat muslim atau ukhuwa islamiyah demi terwujudnya kesejahteraan sosial
dalam artian masyarakat yang merasa aman, makmur dan sentosa.
Ada pula yang mengasumsikan bahwa kesejahteraan manusia merupakan produk dari
sikap keberagaman, namun dalam keberagaman itu haruslah terjadi proses saling memberi dan
menerima dalam bentuk perasaan simpati dan empati. Namun ketika melihat relitaas saat ini,
tetap ada persoalan yang terjadi pada masyarakat, misalnya kemiskinan, kebodohan dan
pengangguran. Mengapa demikian? Itu karena Negara menjamin hak pribadi setiap warga
Negara, termasuk menumpuk kekayaan. Maka tidak mengherankan jika yang kaya akan semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin, sedang dalam pandangan islam sendiri tidak sejalan
dengan itu. Sebab Allah SWT berfirman bahwa janganlah menumpuk kekayaan untuk
kepentingan pribadi. Perlu diketahui bahwa Kemiskina akan menciptakan kebodohan dan
kebodohan akan menciptakan pengangguran.
Jadi persoalan kemiskinan, kebodohan dan pengangguran itu sangat saling terkait. Jika
ingin menghapus satu persoalan saja itu tidak akan bisa, kecuali menghapusnya secara
keseluruhan. Sebab persoalan ini saling bertumpu. Maka jika ingin dikatakan sebagai muslim
yang bkaffah maka haruslah melakukan demikian, yaitu menghapusnya secara komprehensif.
6. Akhlak Sosial :
a. Prinsip-prinsip Islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosial.
b. Pandangan Islam terhadap beberapa
c. persoalan: Kemiskinan, Kebodohan, dan Pengangguran
Kita sering menyemptikan pandangan bahwa islam hanya agama yang mengurusi urusan
private saja. Seperti cara bersuci, cara sholat, serta hal hal yang metodologis lainnya. Padahal
sebenarnya tidak demikian, islam juga adalah agama yang sangat paradigmatik serta
memperhatikan soal hubungan antar sesama makhluk Tuhan, tentu tanpa harus meninggalkan
keintiman kita dengan Tuhan.
15 abad yang lalu atau sekitar 1500 tahun yang lalu Nabi muhammad saw ketika hijrah
ke madinah, beliau mendapati banyak sekali problem sosial. Perseturuan laten antara kaum
anshor dan muhajirin, serta pembayaran pajak oleh masyarakat yang tidak tepat sasaran. Belum
lagi dominasi Quraish sebagai suku yang paling besar di madinah saat itu. Nabi Saw mengambil
keputusan politik dengan menyusun apa yang kita kenal sebagai piagam madinah. Piagam
madinah berisi tentang aturan atau hukum yang fokus kepada bagaimana membangun relasi antar
suku dan antar agama, kita sudah harus keluar dari ego kesukuan dan merubahnya menjadi ego
negeri madinah, supaya jika ada serangan dari luar kita bisa bekerja bersama untuk saling
menyelamatkan. Bukan hanya itu saja, piagam madinah juga berisi tentang nilai toleransi dan
HAM. Jika kita menganggap bahwa Ham pertama kali diperkenalkan di Paris dalam declaration
of human right, maka itu keliru. 15 abad yang lalu Nabi Saw sudah bahas itu dalam piagam
madinah, bagaimana setiap manusia harus mendapatkan haknya selama ia menjalankan tanggung
jawabnya.
Perbedaan adalah keniscayaan. Sekiranya Allah swt ingin menyatukan kita semua dalam
satu agama, bahkan dalam satu pemikiran, itu bukan sesuatu yang sulit untuk Ia lakukan.
Bukankah Allah maha membolak-balikkan hati? Tapi ada makna mendalam kenapa kita berbeda,
salah satunya adalah supaya kita saling mengenal. Perbedaan juga adalah upaya mengisi naluri
manusia untuk berkompetitif, tentu dalam hal kebaikan. Yang menjadi problem umat beragama
hari ini ialah ketika perbedaan pandangan dan perbedaan mashab menjadi alasan kita untuk
saling bertengkar dan saling menumpahkan darah. Toleransi atau lapang dada terhadap
perbedaan sudah ditunjukkan oleh Nabi Saw 15 abad yang lalu bagaimana cara beliau hidup
damai bersama penganut agama lain. Bukan hanya hidup bersama, tetapi beliau memastikan hak
hak mereka didapatkan secara adil.
Itulah cita-cita gerakan Muhammadiya, bahwa setiap orang diantara kita mesti menjadi
pengantar ajaran kasih sayin
BAB II
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud Syaltut, 1984. Akidah dan Syariah Islam I. (terj.Fachruddin HS). Jakarta: Bumi
Aksara
Al-Qur’an;Internet; LCD
Musthafa Kamal Pasha. 2003. Fikih Islam Sesuai dengan Putusan Majelis Tarjih.
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Musthafa Kamal Pasha. 2003. Fikih Islam Sesuai dengan Putusan Majelis Tarjih.
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.