Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Nn. S DENGAN FLOUR ALBUS (KEPUTIHAN)


DI DESA BANYUPUTIH

Di Susun Oleh :

NINA ANGGRAENI
2008058

FAKULTAS KEPERAWATAN, BISNIS DAN TEKNOLOGI PROGRAM


STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2020
I. KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi
Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita
(Wijayanti, 2019). Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak,
warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika Silim atau
lendir ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan (Handayani, 2018).
Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang normal dan
keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang dan
sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi dan
juga melalui rangsangan seksual. sedangkan keputihan abnormal dapat terjadi pada
semua infeksi alat kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim,
dan jaringan penyangga juga penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba, 2019).
B. Klasifikasi
Ada dua jenis keputihan yaitu keputihan normal (fisiologis) dan keputihan tidak
normal (patologis) :
1. Keputihan normal (fisiologis)
Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang– kadang berupa
mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, keputihan
fisiologis ditemukan pada:
a. Bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, disini sebabnya ialah
pengaruh estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen
keputihan disini hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan
pada orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah
pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri (Sarwono, 2015).
Menurut Wijayanti (2019) keputihan normal cirri-cirinya ialah : warnanya
kuning, kadang-kadang putih kental, tidak berbau tanpa disertai keluhan
(misalnya gatal, nyeri, rasa terbakar, dsb), keluar pada saat menjelang dan
sesudah menstruasi atau pada saat stres dan kelelahan.
2. Keputihan tidak normal (patologis)
Penyebab paling penting dari keputihan patologi ialah infeksi. Disini
cairan mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan
sampai hijau, seringkali lebih kental dan berbau (Sarwono, 2015).
Keputihan yang tidak normal ialah keputihan dengan ciri-ciri : jumlahnya
banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-
abu, menyerupai susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas,
nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb) (Wijayanti, 2019). Oleh karena itu di dalam
bukunya, Iswati (2010) mengatakan bahwa wanita perlu mengenal lebih jauh
tentang keputihan tersebut, yaitu:
a. Keputihan yang cair dan berbusa, berwarna kuning kehijauan atau keputih-
putihan, berbau busuk dengan rasa gatal. Keputihan semacam ini akan
memberi dampak bagi tubuh wanita, diantaranya wanita akan merasa seperti
terbakar di daerah kemaluan saat buang air kecil. Jika tidak cepat ditangani,
lambat laun kemaluan akan terasa sakit dan membengkak.
b. Cairan keputihan yang berwarna putih seperti keju lembut dan berbau seperti
jamur atau ragi roti. Keadaan ini menunjukan adanya infeksi yang disebabkan
jamur atau ragi yang di kemaluan seorang wanita. Penderita akan merasakan
efek gatal yang hebat. Bibir kemaluan sering terlihat merah terang dan terasa
sangat sakit. Selain itu, saat buang air kecil terasa seperti terbakar. Hal yang
harus dicegah adalah menggunakan antibiotik untuk mengobati infeksi ini.
Antibiotik sebenarnya akan membuat infeksi jamur semakin parah. Penderita
pun jangan mamakai pil KB. Jika sedang menggunakan pil KB, hentikan
secepatnya.
c. Cairan keputihan yang kental seperti susu dengan bau yang amis/anyir.
Keadaan ini dimungkinkan karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Hemophilus. Diperlukan pemeriksaan khusus untuk membedakannya dengan
infeksi trichomonas.
d. Cairan keputihan yang encer seperti air, berwarna coklat atau keabu-abuan
dengan bercak-bercak darah, dan berbau busuk. Janganlah bersantai dan tidak
mempedulikan kelainan ini. Hal ini merupakan tanda-tanda infeksi yang lebih
parah, dapat kanker atau penyakit menular seksual lainnya.
C. Etiologi
1. Jamur
Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang menyebabkan
rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Infeksi ini berupa warnanya putih susu,
kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal pada kemaluan. Akibatnya, mulut
vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya terjadi pada saat kehamilan,
penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh
menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat
Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang
menderita penyakit tersebut.
2. Parasit
Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan seks
ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, pinjam-meninjam
pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan keputihan sangat kental, berbuih,
berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit
tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.
3. Bakteri
Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial vaginosis.
Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu. Warna cairan keabuan,
berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa jenis bakteri lain juga memicu
munculnya penyakit kelamin seperti sifilis dan gonorrhoea. bakteri biasanya
muncul saat kehamilan, gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau
iud.
4. Virus
Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan penyakit
kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS. Condyloma ditandai
tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak disertai cairan berbau. Ini sering
pula menjangkiti wanita hamil. Sedang virus herpes ditularkan lewat
hubungan badan. Bentuknya seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang
vagina, mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan akibat
virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.
D. Patofisiologi
Banyak hal sebenarnya yang membuat wanita rawan terkena keputihan
patologis. Biasanya penyebab keputihan patologis ini karena kuman. Di dalam
vagina sebenarnya bukan tempat yang steril, berbagai macam kuman ada disitu.
Flora normal didalam vagina membantu menjaga keasaman PH vagina, pada
keadaan yang optimal. PH vagina seharusnya antara 3,5-5,5. flora normal ini bisa
terganggu. Misalnya karena pemakaian antiseptic untuk daerah vagina bagian dalam.
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman-kuman yang
lain. Padahal adanya flora normal dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain
itu untuk tidak tumbuh subur. Kalau keasaman dalam vagina berubah, maka kuman-
kuman lain dengan mudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang
akhirnya menyebabkan keputihan yang berbau, gatal dan menimbulkan
ketidaknyamanan.
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena
pengaruh bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga
bakteri patogen itu mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual,
stres dan hormon dapat merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu
pertumbuhan bakteri patogen. Pada vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor
itu dapat menurunkan jumlah hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus
acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan memacu pertumbuhan Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat.
Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin, yang menaikkan pH
vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina.
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita
tuberculosis, anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada
perempuan dengan keadaan umum yang jelek , higiene yang buruk dan pada
perempuan yang sering menggunakan pembersih vagina, disinfektan yang kuat
(Amiruddin, 2013).
E. Pathway

Faktor resiko: gangguan hormon, infeksi (jamur, bakteri, parasit), kanker, kurang
perhatian hygiene alat kelamin

Terganggunya keseimbangan ekosistem dalam vagina

Tumbuh jamur & kuman (patogen)

Tingkat keasaman dalam vagina terganggu

Flora normal dalam vagina mati

Timbul keputihan abnormal: leukorea patologis Ansietas

Cairan keputihan berbau Gatal pada kemaluan

Gangguan
Kenyamanan Iritasi pada kulit Risiko Pola istirahat
Infeksi terganggu

Tidak mengetahui cara Kerusakan


perawatannya Integritas Kulit Gangguan
Pola Tidur

Kurang
Pengetahuan

F. Manifestasi Klinis
Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina
merupakan suatu tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering kali
muncul dan sebagian besar perempuan pernah mengalaminya dan akan memberikan
beberapa gejala fluor albus (Wiknjosastro, 2016):
1. Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.
2. Sekret vagina yang bertambah banyak
3. Rasa panas saat kencing
4. Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal
5. Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk
6. Vaginosis bacterial Sekret vagina yang keruh, encer, putih abu-abu hingga
kekuning-kuningan dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah
setelah hubungan seksual
7. Trikomoniasis Sekret vagina biasanya sangat banyak kuning kehijauan, berbusa
dan berbau amis.
8. Kandidiasis Sekret vagina menggumpal putih kental. Gatal dari sedang hingga
berat dan rasa terbakar kemerahan dan bengkak didaerah genital Tidak ada
komplikasi yang serius.
9. Infeksi klamidia biasanya tidak bergejala. Sekret vagina yang berwarna kuning
seperti pus. Sering kencing dan terdapat perdarahan vagina yang abnormal.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan urinalisis.
2. Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada traktus urinarius
3. Sitologi vagina
4. Kultur sekret vagina
5. Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis
6. Ultrasonografi (USG) abdomen
7. Vaginoskopi
8. Sitologi dan biopsy jaringan abnormal
9. Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes
10. Pemeriksaan PH vagina.
11. Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam fisiologis dan
KOH10%
12. Pulasan dengan pewarnaan gram .
13. Pap smear.
14. Biopsi.
15. Test biru metilen.
H. Komplikasi
1. Penyebaran infeksi ke daerah organ kewanitaan lain
Sebut saja infeksi mulanya berasal dari dinding vagina. Bila infeksi belum
diatasi, maka infeksi dapat menyebar ke mulut rahim dan menyebabkan radang
mulut rahim sehingga menimbulkan komplikasi keputihan.
2. Infertilitas
Bila pengobatan keputihan tidak dilakukan, maka infeksi berlanjut lagi ke rahim,
saluran telur atau mencapai indung telur hingga menimbulkan kemungkinan
terjadinya infertilitas.
3. Gagal ginjal
Pada kasus rembetan infeksi yang agak ekstreme, infeksi dapat menyebar ke
ginjal hingga kemungkinan terburuknya dapat terjadi gagal ginjal.
4. Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease [PID])
Pada trikomoniasis dan klamidia, sering kali tejadi perluasan infeksi ke daerah
panggul. Perluasan infeksi ini dikenal dengan nama penyakit radang panggul
(PID). PID dapat menyebabkan kerusakan pada indung telur, saluran telur, dan
struktur organ reproduksi lainnya. Kerusakan ini dapat mengakibatkan terjadinya
nyeri panggul kronis, kehamilan ektopik, hingga infertilitas.
5. Sepsis
Infeksi yang semakin meluas juga dapat menyebabkan infeksi seluruh tubuh
apabila kuman berhasil masuk hingga sistem peredaran darah atau kelenjar getah
bening. Bila perempuan dengan keputihan masih berhubungan seks dengan
suami atau pasangan seks yang tidak sakit, mungkin akan terjadi penularan
infeksi kepada pasangannya.
6. Depresi dan masalah seksual
Karena keputihan akibat infeksi biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman pada
daerah kewanitaan, beberapa perempuan akan merasa malu, menyalahkan diri
sendiri dan berujung pada depresi. Masalah seksual juga dapat terjadi akibat
depresi maupun hilangnya minat pasangan akibat adanya keputihan maupun bau
tidak sedap yang biasa menyertai adanya keputihan ini.
Oleh karena itu, setiap keputihan patologis hendaknya diobati hingga
tuntas sebagai bentuk pencegahan keputihan dan dengan mengenali gejala
keputihan, perluasan infeksi dapat dihindari.
I. Penatalaksanaan
1. Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor albus),
sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin sekaligus untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab lain seperti kanker leher rahim
yang juga memberikan gejala keputihan berupa sekret encer, berwarna merah
muda, coklat mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.
2. Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti jamur, bakteri
atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk mengatasi keluhan dan
menghentikan proses infeksi sesuai dengan penyebabnya. Obat-obatan yang
digunakan dalam mengatasi keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol
untuk mengatasi infeksi candida dan golongan metronidazol untuk mengatasi
infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat berupa sediaan oral (tablet,
kapsul), topikal seperti krem yang dioleskan dan uvula yang dimasukkan
langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang ditularkan melalui
hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan
untuk tidak berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan.
3. Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah intim sebagai
tindakan pencegahan sekaligus mencegah berulangnya keputihan yaitu dengan :
4. Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin, istirahat cukup,
hindari rokok dan alkohol serta hindari stres berkepanjangan.
5. Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan kondom untuk
mencegah penularan penyakit menular seksual.
6. Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya agar tetap kering
dan tidak lembab misalnya dengan menggunakan celana dengan bahan yang
menyerap keringat, hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk
mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk mencegah bakteri
berkembang biak.
7. Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air yaitu dari arah
depan ke belakang.
8. Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak berlebihan karena dapat
mematikan flora normal vagina. Jika perlu, lakukan konsultasi medis dahulu
sebelum menggunakan cairan pembersih vagina.
9. Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan pewangi pada
daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.
10. Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan penularan seperti
meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat mungkin tidak duduk di atas kloset
di WC umum atau biasakan mengelap dudukan kloset sebelum
menggunakannya.
11. Tujuan pengobatan
a) Menghilangkan gejala
b) Memberantas penyebabrnya
c) Mencegah terjadinya infeksi ulang
d) Pasangan diikutkan dalam pengobatan
Fisiologis : tidak ada pengobatan khusus, penderita diberi penerangan untuk
menghilangkan kecemasannya.
Patologi : Tergantung penyebabnya
Berikut ini adalah pengobatan dari penyebab paling sering :
Candida albicans
a. Topikal
1. Nistatin tablet vagina 2 x sehari selama 2 minggu
2. Klotrimazol 1% vaginal krim 1 x sehari selama 7 hari
3. Mikonazol nitrat 2% 1 x ssehari selama 7 – 14 hari
b. Sistemik
1. Nistatin tablet 4 x 1 tablet selama 14 hari
2. Ketokonazol oral 2 x 200 mg selama 7 hari
3. Nimorazol 2 gram dosis tunggal
4. Ornidazol 1,5 gram dosis tunggal
5. Pasangan seksual dibawa dalam pengobatan
c. Chlamidia trachomatis
1. Metronidazole 600 mg/hari 4-7 hari (Illustrated of textbook gynecology)
2. Tetrasiklin 4 x 500mg selama 10-14 hari oral
3. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 10-14 hari bila
4. Minosiklin dosis 1200mg di lanjutkan 2 x 100 mg/hari selama 14hari
5. Doksisiklin 2 x 200 mg/hari selama 14 hari
6. Kotrimoksazole sama dengan dosis minosiklin 2 x 2 tablet/hari selama
10 hari
d. Gardnerella vaginalis
1. Metronidazole 2 x 500 mg
2. Metronidazole 2 gram dosis tunggal
3. Ampisillin 4 x 500 mg oral sehari selama 7 hari
4. Pasangan seksual diikutkan dalam pengobatan
e. Neisseria gonorhoeae
1. Penicillin prokain 4,8 juta unit im atau
2. Amoksisiklin 3 gr im
3. Ampisiillin 3,5 gram im atau
f. Untuk Neisseria gonorhoeae penghasil Penisilinase
1. Seftriaxon 250 mg im atau
2. Spektinomisin 2 mg im atau
3. Ciprofloksasin 500 mg oral
g. Virus herpeks simpleks
Belum ada obat yang dapat memberikan kesembuhan secara tuntas
1. Asiklovir krim dioleskan 4 x sehari
2. Asiklovir 5 x 200 mg oral selama 5 hari
3. Povidone iododine bisa digunakan untuk mencegah timbulnya infeksi
sekunder

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Usia
Harus dipikirkan kaitannya dengan pengaruh estrogen. wanita dewasa, fluor
albus yang terjadi mungkin karena kadar estrogen yang tinggi dan merupakan
fluor albus yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi
lainnya. Pada wanita yang usianya lebih tua harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya keganasan terutama kanker serviks.
2. Metode kontrasepsi yang dipakai
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan sekresi kelenjar
serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya infeksi jamur. Pemakaian
IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada serviks menjadi
meningkat.

3. Kontak seksual
Untuk mengantipasi fluor albus akibat PHS seperti Gonorea, Kondiloma
Akuminata, Herpes Genitalis dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan kontak
seksual terakhir dan dengan siapa melakukan.
4. Perilaku
Pasien yang tinggal di asrama atau bersama temannya kemungkinan tertular
penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya fluor albus cukup besar. Contoh:
kebiasan yang kurang baik tukar menukar alat mandi atau handuk.
5. Sifat fluor albus
Hal yang harus ditanya adalah jumlah, bau, warna, dan konsistensinya,
keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan sudah berapa lama kejadian
tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan
mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya.
6. Hamil atau menstruasi
Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, karena pada
keadaan ini fluor albus yang terjadi adalah fisiologis.
7. Masa inkubasi
Bila fluor albus timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau pengaruh
rangsangan fisik:
a. Penyakit yang diderita
b. Penggunaan obat antibiotik atau kortikosteroid.
8. Pemeriksaan Fisik dan Genital
Pemeriksaan fisik secara umum harus dilakukan untuk mendeteksi adanya
kemungkinan penyakit kronis, gagal ginjal, ISK, dan infeksi lainnya yang
mungkin berkaitan dengan fluor albus. Pemeriksaan khusus yang juga harus
dilakukan adalah pemeriksaan genetalia yaitu meliputi:
a. Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
b. Pemeriksaan spekulum untuk melihat vagina dan serviks
c. Pemeriksaan pelvis bimanual
Untuk menilai cairan dinding vagina, hindari kontaminasi dengan lendir vagina.
Dan dapat disesuaikan dari gambaran klinis sehingga dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan kenyamanan
2. Ansietas
3. Kurang pengetahuan
4. Kerusakan integritas kulit
5. Risiko infeksi
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Gangguan Kenyamanan Setelah dilakukan 1. Kaji sumber
tindakan keperawatan, ketidaknyamanan.
diharapkan status 2. Anjurkan pasien
kenyamanan meningkat. menggunakan
Kriteria hasil : pakaian dalam
- Pasien merasa yang dapat
nyaman. menyerap keringat.
- 3. Ajarkan pasien
cara membersihkan
area genital.
4. Anjurkan pasien
untuk tidak
menggunakan
sabun saat
membersihkan
vagina.
2. Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
tindakan keperawatan, kecemasan pasien.
diharapkan ansietas 2. Berikan
berkurang atau hilang. kesempatan pada
Kriteria hasil : pasien untuk
- Pasien rileks mengungkapkan
- pasien melaporkan perasaanya.
ansietas berkurang 3. Berikan informasi
akurat tentang
penyakit pasien.
3. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat
tindakan keperawatan, pengetahuan.
diharapkan pasien 2. Jelaskan pada
mengerti tentang pasien tentang
penyakitnya. penyakitnya.
Kriteria hasil : 3. Diskusikan dengan
1. Pasien menjelaskan pasien tentang hal-
kembali tentang hal yang belum
penyakitnya. diketahui.
2. Pasien berpartisipasi 4. Berikan
dalam perawatan. reinforcement
positif dari
partispasi aktif
pasien.
4. Kerusakan integritas Setelah dilakukan 1. Pertahankan
kebersihan,
kulit tindakan keperawatan,
kekeringan, dan
diharapkan tidak terjadi kelembaban
kulit, gunakan air
kerusakan integritas
hangat saat
kulit. mandi.
2. Pastikan intake
Kriteria hasil :
nutrisi adekuat.
- tidak ada lesi pada 3. Edukasi pasien
dan keluarga
vagina
untuk menjaga
- tidak ada tanda – tanda pasien terhindar
dari bahan kimia
kerusakan intergritas
seperti detergen
kulit. dan tidak
menggunakan
sabun serta
pelembab kulit
yang
mengandung
alcohol, serta
menjaga
kebersihan
vagina.
4. Kolaborasi
pemberian
antibiotik.
5. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda
tindakan keperawatan, infeksi dan
diharapkan tidak ada monitor TTV
infeksi. 2. Gunakan tehnik
Kriteria hasil : antiseptik dalam
- tidak ada tanda-tanda merawat pasien
infeksi 3. Isolasikan dan
instruksikan
individu dan
keluarga untuk
mencuci tangan
sebelum
mendekati pasien
4. Berikan
penjelasan
tentang
perawatan organ
reproduksi
5. Berikan terapi
antibiotik sesuai
program dokter

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, D. 2013. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. Yogyakarta : LKIS.

Manoe, I.. M.S. M, Rauf, S, Usmany,H. 2016. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri
dan Ginekologi. Ujung Pandang :Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Unhas RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo.

Maulana. 2018. Buku Pegangan Ibu Panduan Lengkap Kehamilan. Yogyakarta : Kata
Hati.

Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Wijayanti. 2019. Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta :


Book Marks.
Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. 1999. Radang dan Beberapa
penyakit lain pada alat genital wanita in Ilmu Kandungan. Edisi kedua , Cetakan
Ketiga. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo.

http ://www.scribd.com//. (online). Diakses tanggal 07 Februari 2018.

Anda mungkin juga menyukai