Anda di halaman 1dari 12

Departemen Keperawatan Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

JUMASING, S.Kep
70900120001

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2021
A. Kasus (Masalah Utama)
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi (Stuart & Laraia,
2005). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori
seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah
halusinasi pendengaran (auditory hearing voices or sounds), penglihatan (visual
seeing persons or things), penciuman (olfactory smelling odors), pengecapan
(gustatory experiencing tastes) (Yosep & Sutini, 2016)
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra.
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami
perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Yusuf, Fitryasari, & Nihayati, 2015).
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari
masalah persepsual pada skizofrenia, dimana halusinasi tersebut didefenisikan
sebagai pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren (Persepsi palsu). Berbeda dengan ilusi dimana klien
mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi
terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan
sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik
lain 20% mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.Pada
halusinasi dapat terjadi pada kelima indera sensoris utama yaitu :
a. Pendengaran terhadap suara
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus
nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Visual terhadap penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Taktil terhadap sentuhan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
d. Pengecap terhadap rasa
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak.
e. Penghidu terhadap bau
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain tidak menciumnya.
2. Etiologi
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan). Faktor
predisposisi dan presipitasi:
a. Faktor predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau
trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
2) Faktor psikologis
Pada pasien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan adanya kegagalan
yang berulang, korban kekerasan, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.
3) Sosiobudaya dan lingkungan
Pasien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah,riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat pendidikan
rendah dan kegagalan dalam hubungan sosial (perceraian, hidup sendiri),
serta tidak bekerja.
b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi pada pasien dengan halusinasi ditemukan yang sering
tidak sesuai dengan pasien serta konflik antar masyarakat.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta
ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Data Subjektif:
Pasien mengatakan:
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.
3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif:
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
f) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
h) Menutup hidung.
i) Sering meludah
j) Muntah
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit

4. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif.
Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang
karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan
stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika
interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai
stimulus yang diterima.
Rentang respon:

Respon Adaptif Respon Maladptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi
pengalaman atau kurang
Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias Perilaku disorganisasi
Berhubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
5. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.
Fase halusinasi terbagi empat:

a. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara.Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya.Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa
dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa
aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
C. Pohon Masalah

Efek Risiko perilaku kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran

Isolasi sosial: menarik diri

Etiologi 

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

1. Masalah keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: menarik diri
d. Risiko perilaku kekerasan

2. Data yang perlu dikaji


Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga(pelaku rawat).
Tanda dan gejala gangguan sensori persepsi halusinasi dapat ditemukan dengan
wawancara, melalui pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah ibu/bapak mendengar suara-suara
b. Apakah bapak/ibu melihat bayangan-bayangan yang menakutkan
c. Apakah ibu/bapak mencium bau tertentu yang menjijikkan
d. Apakah ibu/bapak meraskan sesuatu yang menjalar ditubuhnya
e. Apakah ibu/bapak merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan
f. Seberapa sering bapak//ibu mendengar suara-suara atau melihat bayangan
tersebut.
g. Kapan bapak/ ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
h. Pada situasi apa bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayang-bayang
i. Bagaimana perasaaan bapak/ibu mendengar suara atau melihat bayangan
tersebut
j. Apa yang sudah bapak/ibu lakukan, ketika mendengar suara dan melihat
bayangan tersebut.
Tanda dan gejala halusinasi yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut:
a. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
b. Marah-marah tanpa sebab
c. Memiringkanatau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga.
d. Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f. Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
g. Menutup hidung.
h. Sering meludah
i. Muntah
j. Menggaruk permukaan kulit
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi :
a. Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang
dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b. Waktu dan Frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c. Situasi Pencetus Halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d. Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi dilakukan terhadap pasien dan
keluarga (pelaku rawat). Saat melakukan pelayanan di Puskesmas dan kunjungan rumah, perawat
menemui keluarga (pelaku rawat) terlebih dahulu sebelum menemui pasien.Bersama keluarga
(pelaku rawat), perawat mengidentifikasi masalah yang dialami pasien dan keluarga (pelaku
rawat). Setelah itu, perawat menemui pasien untuk melakukan pengkajian dan melatih cara untuk
mengatasi gangguan sensori persepsi : halusinasi yang dialami pasien.
Jika pasien mendapatkan terapi psikofarmaka, maka hal pertama yang dilatih
perawat adalah tentang pentingnya kepatuhan minum obat.Setelah perawat selesai
melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku rawat) dan melatih
keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil tindakan yang
telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
mengingatkan pasien melatih kemampuan mengatasi masalah yang telah diajarkan oleh
perawat.
Setelah perawat selesai melatih pasien, maka perawat kembali menemui keluarga (pelaku
rawat) dan melatih keluarga (pelaku rawat) untuk merawat pasien, serta menyampaikan hasil
tindakan yang telah dilakukan terhadap pasien dan tugas yang perlu keluarga lakukan yaitu untuk
membimbing pasien melatih kemampuan mengatasi gangguan sensori persepsi: halusinasi yang
telah diajarkan oleh perawat.

a. Tindakan keperawatan untuk pasien gangguan persepsi sensori halusinasi.


Tujuan agar pasien mampu:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengenal halusinasi dan mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik
3) Mengontrol halusinasi dengan enam benar minum obat
4) Mengo
5) ntrol halusinasi dengan bercakap-cakap
6) Mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari
b. Tindakan Keperawatan
1) Membina Hubungan Saling Percaya dengan cara:
a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b)Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai pasien
c) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d)Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana
e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g)Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
2) Membantu pasien menyadari ganguan sensori persepsi halusinasi
a) Tanyakan pendapat pasien tentang halusinasi yang dialaminya: tanpa
mendukung, dan menyangkal halusinasinya.
b) Mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu terjadinya, situasi pencetus, perasaan,
respon dan upaya yang sudah dilakukan pasien untuk menghilangkan atau
mengontrol halusinasi.
3) Melatih Pasien cara mengontrol halusinasi:
Secara rinci tahapan melatih pasien mengontrol halusinasi dapat dilakukan
sebagai berikut:
a) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik,6(enam) benar minum
obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan
kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju.
b)Berikan contoh cara menghardik, 6(enam) benar minum obat, bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan dirumah seperti membereskan kamar, merapihkan
tempat tidur serta mencuci baju.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktekkan cara menghardik, 6(enam) benar
minum obat, bercakap-cakap dan melakukan kegiatan dirumah seperti
membereskan kamar, merapihkan tempat tidur serta mencuci baju yang
dilakukan di hadapan Perawat
d)Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah melakukan tindakan
keperawatan untuk mengontrol halusinasi. Mungkin pasien akan
mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan latihannya.
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, G., & Laraia. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing. Philadelphia:
Elseiver Mosby, Alih Bahasa Budi Santoso.

Yusuf, A., Fitryasari, R., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.

CMHN (2005).Modul basic course community mental health nursing. Jakarta :WHO-FIK UI.

Herdman, T.H. (2012), NANDA International Nursing Diagnoses Definition &


Classification, 2012-2014.(Ed.). Oxford: Wiley-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai