NIM 26040118140093
Pendahuluan
Sebagian masyarakat Indonesia mengandalkan kawasan pesisir menjadi sumber pendapatan. Hal ini
dipengaruhi oleh bentuk Negara Indonesia yang merupakan sebuah negara kepulauan. Departemen Kelauatan
dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan
wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang
terletak antara batas sempadan kearah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas
dari daratan. Wilayah pesisir memiliki sumber daya kelautan dan perikanan, mempermudah jalannya
perdagangan antar daerah yang terpisah oleh perairan, juga dapat menghambat gelombang besar air laut masuk
ke darat dengan adanya hutan mangrove (Muttaqiena dkk, 2009). Nilai wilayah pesisir terus bertambah seiring
bertambahnya penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan
pembangunan di wilayah pesisir dapat membuat adanya peningkatan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan
sumberdaya pesisir. Meningkatnya tekanan tersebut dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan
ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya. Kerusakan lingkungan
pesisir cenderung banyak terjadi akibat praktek pembangunan yang belum sesuai dengan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan yang seharusnya bersifat partisipatif,
transparan, accountable, efektif dan efisien, merata serta mendukung hukum justru cenderung bersifat ekstratif
dan kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan dibandingkan masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan-
tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, perlu dirumuskan suatu
strategic plan, mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi
ekologis, sosial, antar sektoral, disiplin ilmu, dan segenap pelaku pembangunan. Tujuan penulisan makalah
untuk mencari solusi dalam menyusun strategi pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan,
berdasarkan analisis terhadap sejumlah isu dan permasalahan serta karakteristik wilayah pesisir.
Menurut Dayan, perairan pedalaman adalah perairan yang terletak di mulut sungai, teluk yang lebar
mulutnya tidak lebih dari 24 mil laut, dan di pelabuhan. Karakteristik umum wilayah laut dan pesisir adalah
kawasan yang strategis karena memiliki trografi yang relatif mudah dikembangkan dan memiliki akses yang
sangat baik; serta kawasan yang kaya sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Secara sosial, wilayah pesisir memiliki penghuni sekitar 60% dari penduduk Indonesia dengan
tempat tinggal radius 50 km dari garis pantai sehingga berpotensi sebagai cikal bakal perkembangan urbanisasi
Indonesia di masa depan. Secara administratif, kurang lebih 42 kota dan 181 kabupaten berada di pesisir
sehingga dengan adanya otonomi daerah, berwenang dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah pesisir.
Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989
dan juga terdapat berbagai potensi sumber daya masa depan yang pada saat ini belum dikembangkan dengan
optimal, contohnya perikanan yang hanya sekitar 58,5% telah dimanfaatkan. Wilyah pesisir berpeluang
menjadi produsen dan simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik sehingga berpotensi meningkatkan
pemasaran produk sektor industri. Wilayah pesisir memiliki sumberdaya pesisir dan lautan yang dapat
dikembangkan lebih lanjut seperti (a) pertambangan dengan diketahuinya 60% cekungan minyak, (b)
perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan di dunia, (c)
pariwisata bahari yang diakui dunia dengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan “ecotourism”. Secara
biofisik, wilayah pesisir merupakan pusat biodiversity laut tropis dunia kerena hampir 30% hutan bakau dan
terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
Pengertian Pengelolaan Pesisir Secara Terpadu dan Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat
Menurut Sain dan Krecth, Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang terus
menerus dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan, pembangunan, dan perlindungan wilayah
dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses
kelembagaan untuk mencapai harmonisasi dalam cara yang dapat diterima secara politis. Kegiatan
berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pembangunan mampu membantu pertumbuhan ekonomi,
pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis
adalah dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi SDA
termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan.
Berkelanjutan secara sosial politik berarti kegiatan pembangunan dapat menciptakan pemerataan hasil
pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi),
identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004). Pengelolaan berbasis masyarakat berarti
suatu sistem pengelolaan SDA di suatu tempat melibatkan masyarakat lokal secara aktif dalam proses
pengelolaan SDA yang terkandung di dalamnya (Nurmalasari, 2001). Di Indonesia, pengelolaan sumberdaya
berbasis masyarakat ditetapkan dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut agar pelaksanaan penguasaan negara atas SDA diarahkan kepada
tercapainya manfaat bagi kemakmuran rakyat banyak yang sebesar-besarnya, mampu mewujudkan keadilan
dan pemerataan, memperbaiki dan memajukan kehidupan masyarakat pesisir.
Wilayah laut daerah provinsi meliputi sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai arah laut
lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Wilayah laut daerah kabupaten dan kota adalah sepertiga wilayah
laut daerah provinsi. Oleh karena itu, daerah pesisir merupakan kewenangan dari daerah kabupaten dan kota.
Selain itu juga diterbitkan Undang-Undang Nomor 2007 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Berdasarkan data jumlah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2002, sebanyak 68%
diantaranya memiliki wilayah pesisir. Kabupaten/kota di Indonesia memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir
yang berbeda dalam pengelolaannya. Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir baik ditingkat pusat
maupun di tingkat daerah lebih banyak bersifat sektoral (Muttaqiena dkk, 2009).