Anda di halaman 1dari 5

Nama : Nurdiana soel

Nim : P202001067

Kelas : B2-Keperawatan

Tugas : Kdk

[RESUME]

“BAYI SEHAT KORBAN MAL PRAKTEK”

Maulana adalah seorang anak berusia 18 tahun. Dulunya adalah anak yang
menggemaskan dan pernah menjadi juara bayi sehat. Namun makin hari tubuhnya
makin kurus dan organ tubuhnya tidak bisa berfungsi secara normal. Trageni ini
terjadi ketika maulana mendapat imunisasi dari petugas kesehatan juga korban
kuat maulana adalah korban mal praktek.

Maulana, kini berusia 18 tahun,namun ia hanya bisa terbaring lemah


tempat tidur. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan. Ia juga tidak bisa berbicara
berat badannya hanya enam koma delapan kilogram,seperti anak berusia 5 tahun
bungsu dari 4 bersaudara,anak pasangan lina dan apdul ini mengalami kegagalan
multiorgan.

Tragedi ini berbula saat usiannya empat puluh lima hari,seperti balita pada
umumnya maulana mendapatkan imunisasi dari petugas dinas kesehatan. Petugas
memberikan imunisasi tiga sekaligus,yaitu imunisasi BCG,imunisasi DPT dan
imunisasi polio.

Namun setelah dua jam menerima imunisasi,maulana mengalami kejang-


kejang,dan suhu tubuhnya naik tajam.sehingga orang tuanya panik dan langsung
membawanya kerumah sakit. Namun kondisinya justru makin memburuk setelah
lima hari dirawat,maulana malah tidak sadarkan diri,selama tiga minggu. Sejak
itu,tubuh maulana selalu sakit-sakitan dan hampir seluruh organ tubuhnya tidak
berfungsi normal. Dokter mendiagnosa maulana mengalami radang otak. Namun
setelah itu, satu persatu penyakit akut menggerogoti kesehatannya. Semakin hari
badannya semakin kecil,dan mengerut,maulana sering mengalami sesak nafas,dan
kejang-kejang. Lina yakin, maulana menjadi korban malpraktek. Karena beberapa
dokter yang merawat maulana menyatakan anaknya mengalami kesalahan
imunisasi.

Kini lina hanya bisa pasrah.ia merawat maulana , seperti merawat bayi.
Saat makan maulana harus tetap di suapi. Demikian juga ketika buang air besar
dan kencing.orang tuanya selalu memakaikan popok. Sebelum tragedi itu
datang,maulana adalah bayi yang menggemaskan.tubuhnya montok,dan sangat
sehat. Bahkan maulana dinobatkan sebagai pemenang bayi sehat.karena lahir
dengan bobot tiga koma delapan kilogram dan panjang lima puluh satu senti
meter. Orang tua maulana sudah berusaha untuk membawa kerumah sakit di
kawasan kota Siantan,Pontianak. Namun maulana tidak juga kunjung sembuh
orang tuanya pun menyerah.sambung yang lebih menyedihkan lina pun kemudian
diceraikan suaminya, disaat harus menggung beban berat merawat maulana. Ayah
maulana kesal dan marah dengan lina,karena mengijinkan petugas kesehatan
memberikan imunisasi kepada maulana.

Kini tubuh maulana makin lemah,dan tidak berdaya. Ia hanya bisa


berbaring di tempat tidur. Jika ingin menghirup udara segar,lina pun
membawanya keluar rumah. Lina sudah tidak berpikir lagi untuk membawa
maulana ke rumah sakit. Karena tidak memiliki biaya.sejak anaknya menderita
sakit, lina telah mengeluarkan uang jutaan rupiah. Bahkan rumahnya dijual untuk
biaya pengobatan. Lina juga beberapa kali berusaha meminta pertanggung
jawaban kepada pemerintah Kalimantan barat, dengan mengajukan tuntutan di
pengadilan. Lina kemudian menemui sejumlah instansi pemerintah daerah,
termasuk menemui walikota Pontianak, dan gubernur Kalimantan barat untuk
menuntut keadilan,namun para penjabat tersebut tidak menanggapi pengaduan
lina. Lina tidak menyerah ia kemudian membawa maulana ke Jakarta,untuk
menemui mentri kesehatan namun lagi-lagi usahanya kembali menemui jalan
buntu. Lina kemudian memilih prosedur hukum. Ia melaporkan pemerintah
Kalimantan Barat secara pidana, dan juga menggugatnya secara perdata. Namun,
di pengadilan hakim meminta Lina dan perwakilan pemerintah sebagai tergugat,
untuk berdamai. Hasilnya cukup menjanjikan. Pemerintah daerah Kalimantan
Barat hanya janji janji kosong. Setelah berjalan dari sepuluh tahun, Pemerintah
Daerah Kalimantan Barat tidak memenuhi janjinya.

Janji Pemerintah Daerah Kalimantan Barat, sungguh melegakan. Karena


upayanya mencari keadilan, kini titik terang. Namun harapan lina kembali pupus.
Ternyata kesanggupan Pemerintah Daerah Kalimantan Barat hanya janji janji
kosong. Setelah berjalan lebih dari sepuluh tahun, Pemerintah Daerah Kalimantan
Barat tidak memenuhi janjinya. Kini Lina hanya bisa menerima menerima pahit.
Lina dan Maulana bersama anak anaknya yang lain, tinggal di rumah sangat
sederhana, di Komplek Perumahan Kopri, di kawasan Pinggiran Sungai Raya
Dalam Kabupaten Kubu Raya. Untuk hidup sehari hari, Linapun membuka
warung kecil-kecilan di teras rumah. Lina sebenarnya masih punya keinginan
untuk kembali menggugat Pemerintah Daerah Kalimantan Barat. Namun ia
mengaku tidak lagi memiliki dana. Yang membuat Lina pasrah, adalah tidak ada
dokter yang bersedia menjadi ahli dalam kasus ini.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan, meminta pihak


pemerintah bertanggung jawab atas kasus yang menimpa Maulana. Menurut
Direktur LBH Kesehatan, Iskandar Sitorus, kasus dugaan mal praktik yang
menimpa Maulana, mencerminkan lemahnya tanggung jawab pemerintah, dalam
hal ini Departemen Kesehatan. Aturan atau kebijakan yang diterapkan sudah
kadaluarsa. Sementara hingga saat ini publik, masih menunggu kapan akan
disosialisasikan pembuatan rancangan undang tentang pasien. Jika UU Pasien
sudah ada, diharapkan tidak akan ada lagi Maulana Maulana lainnya. Ketua
Umum Ikatan Dokter Indonesia, Fachmi Idris kedokteran, profesi dokter, diikat
oleh sebuah etika profesi dalam sebuah payung Majelis Kode Etik Kedokteran
atau MKEK. Seorang dokter dapat membuktikan bahwa praktek saat itu, jika
sudah dibuktikan dalam sidang majelis kode etik. Hukuman yang dilepas majelis
kode etik biasanya berkisar pada praktek skorsing, disuruh kembali sekolah untuk
memperdalam ilmunya hingga dicabut ijin praktek kedokterannya. Kasus dugaan
mal praktek seperti kasus Maulana memang tak mau menyerah. Beberapa kasus
yang sempat terangkat ke masyarakat pada umumnya setelah pasca imunisasi,
operasi bahkan tak jarang setelah pasien berobat ke ahli kesehatan karena
sebelumnya diindikasikan menderita suatu penyakit. Seperti kasus kasus sejenis,
kasus Maulana yang membutuhkan waktu berbulan bulan bertahun-tahun duduk
dikursi persidangan untuk memperoleh keadilan. Dan ironisnya kemungkinan
besar kemungkinan kasus dugaan mal praktik di pengadilan hampir dipastikan
berakhir dengan berakhirnya sakit hati bagi korban. Sakit hati karena kasusnya
tidak bisa diteruskan, atau bahkan ditolak majelis hakim karena kurang
lengkapnya data pendukung. LBH Kesehatan, sebagai wadah bantuan hukum
bagi mereka yang merasa abaikan haknya oleh oknum aparat kesehatan memiliki
data yang tidak sedikit. Saat ini saja LBH Kesehatan membantu 58 kasus dugaam
praktik di sejumlah wilayah Indonesia. Sementara kasus yang dilaporkan telah
dilaporkan di sejumlah aparat penegak hukum mencapai 130 kasus. Namun
ironisnya, hanya sedikit kasus dugaan mal praktek yang maju ke meja hijau yang
menang dalam persidangan. Upaya hukum untuk mencari keadilan bagi korban
dugan mal praktik kerap berlangsung di sejumlah ruang pengadilan. Dari upaya
hukum pidana, perdata bahkan hingga tun atau tata usaha negara. Dari catatan
LBH Kesehatan, dari beberapa bentuk tata peradilan tersebut, bisa dibilang per

datalah yang paling memungkinkan seorang korban dugaan mal praktik


memperoleh haknya. Sementara tata peradilan lainnya umumnya jauh panggang
dari api. Pertanyaannya sekarang, mengapa sejumlah kasus dugaan mal praktik
yang dipengadilan pidana, seolah-olah korban mengambil keputusan untuk
mendapatkan pengadilan? Padahat mereka jelas menjadi korban. Kasus Maulana
membuktikan, sudah bertahun-tahun Maulana tak punya kuasa saat Kirimisaha
meneara lekam di pengacalan piama. Bertahun pula Maulancipus terbentur
masalah tidak adanya saksi ahli yang mau hadir dalam persidangannya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai