Anda di halaman 1dari 11

PENGERTIAN DAN SEJARAH USHUL FIQIH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Ushul Fiqih

Dosen Pengampu:
Sunardi, M.Pd.I.

Disusun Oleh:
Muh. Ibnu Kamaluddin
M. Biqolbin Salim
Yudha Rizal Imawan

PRODI S-1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL-URWATUL WUTSQO JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat-
Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik.
Makalah ini kami susun untuk memberikan ringkasan mengenai “Pengertian dan
Sejarah Ushul Fiqih”. Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
bagi pihak yang membaca. Namun, terlepas dari itu kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan untuk meningkatkan kualitas dan menyempurnakan tugas makalah
selanjutnya.

Jombang, 22 Februari 2021


DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
BAB II Isi
A. Pengertian Ushul Fiqih
B. Perbedaan Fiqih dengan Ushul Fiqih
C. Sejarah Ushul Fiqih
BAB III Penutup
A. Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belaang
Ilmu Fiqih yang bersumber dari kitab suci al-Qur’an dan Hadits Nabi ternyata mampu
bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik individu maupun kelompok. Ushul
fiqih juga merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya. Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini
penting mengingat kedua landasan hukum islam, yaitu al-Qur’an dan hadits berbahasa arab,
untuk membimbing mujtahid. Dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan
dalam menetapkan hukum tentu perlu mengetahui tentang lafal dan ungkapan yang terdapat
pada keduanya.
B. Rumusan Masalah
 Apa pengertian ushul fiqih?
 Apa perbedaan fiqih dengan ushul fiqih?
 Bagaimana sejarah perkembangan ushul fiqih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ushul Fiqih

1. Pengertian Ushul fiqih secara etimologi

ُ ُ‫ )أ‬secara etimologi terdiri dari dua suku kata yaitu ushul dan fiqh.


Ushul Fiqh (‫ص ْو ُل ا ْلفِ ْق ِه‬
Berikut ini pengertian dari masing-masing kedua suku kata tersebut :
a. Pengertian Ushul
ُ ُ‫ )أ‬secara etimologi adalah bentuk jamak dari kata ash-lun (‫ص ٌل‬
Ushul (‫ص ْو ٌل‬ ْ َ‫ )أ‬yang berarti
asal, pokok, atau pondasi; yakni sesuatu yang menjadi pondasi suatu bangunan baik itu yang
bersifat fisik maupun nonfisik.

Contohnya akar pohon yang mana ia merupakan pondasi dari pohon itu sendiri. Sebagaimana
firman Allah ta’ala :

ْ َ‫أ‬ ‫طيِّبَ ٍة‬
ٌ ِ‫ثَاب‬ ‫صلُ َها‬
‫ت َوفَرْ ُعهَا فِي ال َّس َما ِء‬ َ ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َج َر ٍة‬ َ َ‫أَلَ ْم تَ َر َك ْيف‬
َ ‫ض َر‬

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya  teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit
(QS. Ibrahim : 24)

b. Pengertian Fiqh
Adapun fiqh (ٌ‫ه‬G ‫ )فِ ْق‬secara bahasa bermakna fah-mun ( ‫ ) فَ ْه ٌم‬yang artinya pemahaman
mendalam yang memerlukan pengerahan akal pikiran.

Pengertian ini ditunjukkan dalam firman Allah ta’ala :

‫*يَ ْفقَهُوا قَوْ لِي‬ ‫َواحْ لُلْ ُع ْق َدةً ِّمن لِّ َسانِي‬

dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, sepaya mereka memahai perkataanku,


(QS. Thaha : 27 – 28)

Menurut Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, fiqh secara terminologi adalah :

ِ ‫ْرفَةُ اأْل َحْ َك ِام ال َّشرْ ِعيَّ ِة ْال َع َملِيَّ ِة بِأ َ ِدلَّتِهَا التَّ ْف‬
‫ص ْيلِيَّ ِة‬ ِ ‫َمع‬

Mengenal hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliyyah dengan dalil-dalilnya yang


terperinci.[1]
2. Pengertian ushul fiqih secara terminologi

Adapun pengertian ushul fiqh secara terminologi adalah :

‫ث ع َْن أَ ِدلَّ ِة ْالفِ ْق ِه اإْل ِ جْ َمالِيَّ ِة َو َك ْيفِيَّ ِة ااْل ِ ْستِفَا َد ِة ِم ْنهَا َو َحا ِل ْال ُم ْستَفِ ْي ِد‬
ُ ‫ِع ْل ٌم يَب َْح‬

Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang umum dan cara mengambil faedah dari dalil
tersebut serta membahas keadaan orang yang mengambil faedah.[2]

Ushul fiqh adalah ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh yang bersifat global, yaitu berupa
kaidah-kaidah umum; seperti :
 Perintah menunjukkan hukum wajib selama tidak ada indikasi yang memalingkannya
dari hukum tersebut.
 Larangan menunjukkan hukum haram selama tidak ada indikasi yang
memalingkannya dari hukum tersebut.
 Sahnya suatu amalan menunjukkan amalan tersebut telah terlaksana.
 Dan sebagainya.
Kemudian di dalam ilmu ini dibahas pula tata cara pengambilan faedah hukum dari dalil-dalil
yang ada dengan mempelajari hukum-hukum lafadz dan penunjukkannya; seperti umum,
khusus, mutlaq, muqoyyad, nasikh, mansukh, dan sebagainya.

Dengan memiliki ilmu tersebut maka kita bisa mengambil faedah-faedah hukum atau
mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil fiqh yang ada.

Selain itu, dibahas juga dalam ilmu ini tentang ihwal mustafid. Atau bisa juga disebut
dengan mujtahid; yaitu mereka yang memiliki kapasitas ilmu sehingga mampu mengambil
faedah hukum dari dalil yang ada.

Pembahasan mengenai mustafid ini mencakup syarat-syaratnya, tingkatan-tingkatannya,


hukumnya, dan semacamnya.

Di sisi lain, dibahas juga tentang muqallid; yakni orang awam yang belum memiliki kapasitas
ilmu untuk bisa mengambil faedah hukum. Sehingga mereka mengikuti para mujtahid yang
sudah memiliki kapasitas untuk itu.

B. Perbedaan Fiqih dengan Ushul Fiqih.

1. Objeknya
Objek kajian atau pembahasan dalam ilmu ushul fiqh secara umum mencakup 3 hal :
 Sumber dan dalil hukum syar’i secara global
 Hukum syar’i yang terkandung dalam dalil secara global
 Kaidah ushuliyyah dan metode istinbath hukum syar’i
Perbedaannya dengan fiqh adalah :

Pertama : Bahwa ushul fiqh hanya membahas sumber dan dalil hukum syar’i secara global,
seperti ijma’ dapat dijadikan dalil, penunjukkan lafadz umum itu bersifat
persangkaan, istihsan itu dapat dijadikan hujjah, dan semacamnya.
Sedangkan fiqh yang dibahas dalilnya bersifat rinci, seperti dalil wajibnya niat dalam suatu
amalan adalah “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya.” dan sebagainya.

Kedua : Bahwa ushul fiqh hanya membahas hukum syar’i secara global yang terkandung
dalam sebuah dalil; seperti: apa hukum yang terkandung dalam dalil ini? Wajibkah? Atau
haramkah? Atau selainnya?
Sementara fiqh membahas hukum syar’i secara terperinci; seperti : niat dalam shalat itu
hukumnya wajib, takbiratul ihram itu hukumnya wajib, berbicara dalam shalat itu hukumnya
haram, dan sebagainya.

Ketiga : Bahwa ushul fiqh membahas kaidah dan metode istinbath hukum,


sementara fiqh membahas hukum perbuatan mukallaf.

2. Tujuannya
Dari segi tujuannya, ushul fiqh adalah ilmu yang mempelajari kaidah dalam rangka
menghasilkan hukum syar’i. Sehingga dengan ilmu inilah seseorang bisa mengambil
kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil yang ada.

Sementara ilmu fiqh itu adalah ilmu yang mempelajari status hukum mukallaf atau


menetapkan hukum pada setiap perbuatan mukallaf. Dengan ilmu ini maka kita
bisa mengetahui status hukum yang diperbuat oleh mukallaf.
Dari perbedaan tersebut dapat kita ringkas sebagai berikut :

Fiqh Ushul Fiqh


Dalilnya rinci Dalilnya global
Pembahasan hukum syar’i Pembahasan hukum syar’i
secara rinci secara global
Tujuannya mengetahui Tujuannya mengetahui
hukum perbuatan mukallaf kaidah istinbath dalil

C. Sejarah Ushul Fiqh.


Secara garis besar perkembangan ushul fiqih melalui 3 periode, yaitu:
1. Zaman Rasulullah
Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum islam hanya dua, yaitu Al-qur’an dan
assunah. Apabila suatu kasus terjadi Nabi Muhammad SAW menunggu turunnya wahyu yang
menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun maka Rasulullah menetapkan
hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadits atau sunah.
Pada saat Nabi Muhammad masih hidup seluruh permasalahan fiqih (hukum islam)
dikembalikan kepadanya . Pada masa ini dapat dikatakan bahwa sumber fiqih adalah wahyu
Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat yang menggunakan
pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan kepada hadits Muadz
bin jabal sewaktu beliau diutus oleh Rasulullah. Sebelum berangkat nabi bertanya kepada
Muadz: “Bagaimana engkau akan memutuskan persoalan?” ia menjawab: “Akan saya
putuskan berdasarkan kitab Allah (al-qur’an)” Nabi bertanya: “Kalau tidak kau temukan
dalam kitabullah?” ia menjawab “akan sayavputuskan berdasarkan sunnah Rasul” Nabi
bertanya lagi “kalau tidak kau temukan di dalam sunnah Rasul?” ia menjawab “saya akan
berijtihad dengan penalaranku.” Maka Nabi bersabda “Segala puji bagi Allah yang telah
memberi Taufiq atas diri utusan Rasulullah SAW.”
Ushul Fiqh secara teori telah digunakan oleh beberapa sahabat, walaupun pada saat
itu ushul fiqih masih belum menjadi nama keilmuan tertentu. Salah satu teori Ushul Fiqih
adalah “jika terdapat permasalahan yang membutuhkan kepastian hukum, maka pertama
adalah mencari jawaban keputusannya di dalam al-Qur’an kemudian Hadits. Jika dari kedua
sumber hukum Islam tersebut tidak ditemukan maka berijtihad.”
Dorongan untuk melakukan ijtihad itu juga tersirat dalam Hadits Nabi yang
menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad sebagai upaya
yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil usahanya benar atau salah.
Dalam beberapa kasus Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika menjawab
pertanyaan para sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar Ibn Khattab tentang
batal atau tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa, apakah puasamu batal?” Umar
menjawab: “tidak apa-apa (tidak batal).” Rasulullah kemudian bersabda: “Maka teruskan
puasamu.” (HR Al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud). Hadits ini mengidentifikasikan kepada
kita bahwa Rasulullah SAW jelas telah menggunakan qiyas dalam menetapkan hukumnya,
yaitu dengan menqiyaskan tidak batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena mencium
istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena berkumur.
2. Zaman Sahabat
Setelah wafatnya Rasulullah, maka yang berperan besar dalam pembentukan hukum
Islam adalah para sahabat Nabi. Periode ini dimulai pada taun 11 H sampai pertengahan abad
50H. Wafatnya Rasulullah memunculkan tantangan bagi para sahabat. Munculnya kasus-
kasus baru menuntut sahabat untuk memecahkan hukum dengan kemampuan mereka atau
dengan fasilitas khalifah. Sebagian sahabat sudah dikenal memiliki kelebihan dibidang
hukum, diantaranya: Ali bin Abi Thalib, Umar Bin Khattab, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah
bin Abbas, dan Abdullah bin Umar. Pada era sahabat ini digunakan beberapa cara baru untuk
pemecaan hukum, di antaranya ijma’ sahabat dan maslahat mursalah.
Pertama, khalifah (khulafaur rasyidin) bisa melakukan musyawarah untuk mencari
kesepakatan bersama tentang persoalan hukum. Musyawarah tersebut diikuti oleh para
sahabat yang ahli dalam bidang hukum. Keputusan musyawarah tersebut biasanya diikuti
oleh para sahabat yang lain sehingga memunculkan kesepakatan sahabat. Itulah momentum
lahirnya ijma’ sahabat, yang dikemudian hari diakui oleh sebagian ulama, khususnya oleh
Imam Ahmad bin Hanbal dan pengikutnya sebagai ijma’ yang paling bisa diterima.
Kedua, sahabat menggunakan pertimbangan akal (ra’yu) yang berupa qiyas dan
maslahat. Penggunaan ra’yu (nalar) untuk mencari pemecahan hukum dengan qiyas
dilakukan untuk menjawab kasus-kasus baru yang belum muncul pada masa Rasulullah.
Qiyas dilakukan dengan mencarikan kasus-kasus baru contoh pemecahan hukum yang sama
dan kemudian hukumnya disamakan.
3. Zaman Tabi’in
Pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan perdebatan antar ulama
mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan yang ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut
bukan hanya antara ulama satu daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara ulama yang
sama-sama tinggal dalam satu daerah. Kenyataan di atas mendorong para ulama untuk
menyusun kaidah-kaidah syariah yakni kaidah-kaidah yang berkaitan dengan tujuan dan
dasar-dasar syara’ dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Fiqih dan Ushul Fiqih
merupakan dua cabang ilmu yang berbeda dan memiliki ruang lingkup yang berbeda -beda
pula, akan tetapi keduanya memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.

 Ushul Fiqh secara bahasa = Pondasi Pemahaman


 Ushul Fiqh secara istilah = Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqh secara umum dan tata
cara mengambil kesimpulan hukum dari dalil-dalil yang ada serta tentang ihwal mujtahid.

. Perbedaan dengan Fiqh

Fiqh Ushul Fiqh


Dalilnya rinci Dalilnya global
Pembahasan hukum syar’i Pembahasan hukum syar’i
secara rinci secara global
Tujuannya mengetahui Tujuannya mengetahui
hukum perbuatan mukallaf kaidah istinbath dalil

Sejarah Singkat
 Masa Nabi = Baru berupa praktek dan belum menjadi teori
 Masa Sahabat = Permasalahan baru muncul dan perlu diketahui status hukumnya.
Maka para sahabat berusaha segenap kemampuan mereka menyingkap status hukum tersebut
dengan ilmu yang mereka miliki.
 Masa Tabi’in = Permasalahan semakin komplek dan mulai muncul perbedaan
aliran fiqh antara Irak dan Madinah.
 Masa Imam Madzhab = Muncul corak fiqh rasional yang diprakarsai imam Abu
Hanifah dan corak fiqh tradisional yang diprakarsai imam Malik. Dua corak tersebut
dipelajari imam Syafi’i. Kemudian kerangka berfikir yang beliau tempuh dalam mengambil
kesimpulan hukum disusun secara sistematis dalam sebuah kitab berjudul “Ar-Risalah.”

Demikian makalah yang dapat kami buat apabila ada kesalahan dalam penjelasan atau
penulisan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jika ada kritik dan saran yang
membangun bisa disampaikan kepada kami. Supaya kami bisa memperbaikinya dan menjadi
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Al-Ushul min Ilmi Al-Ushul, (Daaru Ibni Al-Jauziy)
hlm. 7
[2] Ibid, hlm 8.

Khallaf, Abdul Wahab. 2002. Kaidah-kaidah Hukum Islam Ushul Fiqih. Jakarta. Raja
Grafindo Persada.
Koto, Aliddin. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Rohayana, Dedi. 2006. Ilmu Ushul Fiqih. Pekalongan. STAIN Press.
Syafe’i, Rachmat. 2015. Ilmu Ushul Fiqih. Malang. Pustaka Setia.
Biek, Syaikh Muhammad Al-Khudhari. 2007. Ushul Fiqih. Jakarta. Pustaka Amani
Amiruddin, Zen. 2006. Ushul Fiqih. Surabaya. El-kaf

Anda mungkin juga menyukai