Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS FALETEHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DASAR


PRAKTIK (KDP)
KONSEP NYERI

NIDA AYU ALKARIMAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
SERANG - BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP NYERI

A. Konsep Dasar Manusia Nyeri


1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal
yang di sebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan
sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang
berupa fisik atau mental, sedangkan kerudakan terjadi pada jaringan actual
atau pada fungsi ego seorang individu. Menurut Mc Caffery (1980) nyeri
adalah sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi
kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri.

2. Fosiologi Nyeri
Cara yang paling baik untuk pemahaman pengalaman nyeri, akan
membantu untuk menjelaskan 3 komponen fisiologis berikut, yaitu :
resepsi, persepsi, dan reaksi.
a. Resepsi
Semua kerusakan seluler, yang disebabkan oleh stimulus termal,
mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik menyebabkan pelepasan
substansi yang menghasilkan nyeri. pemamaparan terhadap panas atau
dingin, tekanan, friksi, dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan
substansi seperti histamine, beradikinin dan kalium, yang bergabung
dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap
stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang di
katitkan dengan nyeri.
b. Persepsi
Merupakan titik kesadaran seseorang trhadap nyeri. stimulus nyeri di
transmisikan naik ke medulla spinalis ke thalamus dan otak tengah.
Dari thalamus, serabut menstransmisikan pesan nyeri ke berbagai area
otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi di kedua lobus
parietalis, lobus forontalis, dan system limbic. Sel-sel di dalam system
limbik yang di yakini mengontrol emosi, khususnya untuk ansietas.
System limbic terperanan aktif dalam memproses reaksi emosi terhadap
nyeri. setelah transimisi saraf berakhir di dalam pusat otak lebih tinggi,
maka individu akan mempersepsikan sensasi nyeri.
c. Reaksi
Reaksi terhadap nyeri meruupakan respon fisiologis dan prilaku yang
terjadi setelah mempersepsikan nyeri.

3. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik


Nyeri yang paling sering di observasi perawat pada klien meliputi 3 tipe
yakni : nyeri akut, maligna kronik, dan non maligna kronik. Nyeri akut
terjadi setelah cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah yang memiliki
awitan yang cepat, dengan intensitas yang berpariasi (ringan sampai
berat). Funsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan cidera atau
penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya menghilang dengan
pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak.

Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang berpariasi, dan biasanya


berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik di sebabkan oleh kanker
yang tidak terkontrol atau pengobatan kanker tersebut, atau gangguan
progresif lain, yang di sebut nyeri membandel atau nyeri maligna. Nyeri
ini dapat berlangsung terus sampai kematian. Nyeri non maligna, seperti
nyeri punggung bagian bawah, merupakan akibat dari cidera jaringan
yang tidak sembuh atau yang tidak progresif.

4. Faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri


a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansiia. Perbedaan perkembangan, yang
di temukan di antara kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak-anak dan lansia reaksi terhadap nyeri.
Klasifikasi skala nyeri :
a) Pada pasien bayi 0-1 tahun, digunakan skala NIPS ( neonatal infant
pain scale ), karena sistem neurologi belum berkembang sempurna
saat bayi di lahirkan. Sebagian besar perkembangan otak,
mielinisasi sistem syaraf pusat dan perifer, terjadi tahun pertama
kehidupan. Beberapa reflex primitive sudah ada pada saat di
lahirkan, termasuk reflek menarik diri ketika mendapatkan
stimulus nyeri. Bayi baru lahir seringkali memerlukan stimulus
yang kuat untuk menghasilkan respon dan kemudian dia akan
merespon dengan cara menangis dan menggerakan seluruh tubuh.
b) Pada pasien anak 2-7 tahun atau anak dengan gangguan kognitif
menggunakan skala FLACC Behavioral Tool (face, legs, activity,
cry, and consolability).
c) Pada pasien dewasa menggunakan skala angka, dengan rentang 0-
10.
b. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya,
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak
boleh menangis, sedangkan seorang anak perempuan boleh menangis
dalam situasi yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi
asubjek penelitian yang menyebabkan pria dan wanita. Akan tetapi,
toleransi terhadap nyeri di pengaruhi oleh factor-faktor biokimia
merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan
jenis kelamin.
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. petugas kesehatan sering kali mengansumsi bahwa
cara yang mereka lakukan dan apa yang mereka yakini adalah sama
dengan cara dan keyakinan orang lain.

5. Karakteristik nyeri
Pengkajian karakteristik umum nyeri membantu perawat membentuk
pengertian pola nyeri dan tipe terapi yang digunakan untuk menghitung
luas dan derajat nyeri bergantung pada klien yang sadar secara kognitif
dan mampu memahami instruksi perawat. Perawat dapat mengajukan
pertanyaan untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaian nyeri. kapan
nyeri mulai di rasakan ? sudah berapa lama nyeri dirasakan ? apakah
nyeri yang di rasakan terjadi pada waktu yang sama? Seberapa sering
nyeri yang kambuh?
Untuk mengkaji lokasi nyeri, perawat meminta klien untuk menunjukkan
semua daerah yang di rasa tidak nyaman. Untuk melokalisasi nyeri
dengan spesifik, perawat kemudian meminta klien melacak daerah nyeri
dari titik yang paling nyeri.

6. Makna nyeri
Makna seseorang yang di kaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
seseorang akan mempersepsikan nyeri dengan cara yang berbeda-beda,
apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman, dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang sedang bersalin
akan mempersepsikan nyeri berbeda dengan wanita yang mengalami
nyeri akibat cidera karena pukulan pasangan nya. Derajat dan kualitas
nyeri yang di persepsikan klien berhubungan dengan makna nyeri.

7. Klasifikasi pengalaman nyeri


Klien yang berada fase antisipatori termasuk klien yang dijadwalkan
untuk menjalani prosedur diagnostic infasif atau prosedur terapeutik atau
pembedahan dank lien yang memiliki riwayat kekambuhan nyeri, seperti
nyeri angina akibat iskemia miokard. Klien ini dapat merasa cemas atau
takut atau mereka mungkin mmengajuikan pertanyaan tentang nyeri
yang akan dirasakannya lagi. Perawat dapat membantu klien untuk
mengembangkan koping psikologis ( pemberian posisi dan nafas dalam),
memberi informasi sensori dengan menjelaskan tentang rasa tidak
nyaman yang akan dirasakan, dan member informasi tentang prosedur
membuat klien lebih sedikit mengalami komplikasi yang melaporkan
nyeri berkurang dan menggunakan sedikit analgesia.
Klien yang berada fase sensasi umumnya memperlihatkan tanda dan
gejala ketidak nyamanan. Klien yang mengalami cidera traumatic dank
lien yang menjalani pembedahan merasa tidakk nyaman. Klien yang
sedang merasa nyeri, khususnya nyeri yang berat, ingin nyeri yang
dirasakannya segara hilang. Setelah nyeri hilang, perawat haruus
mengkaji adanya efek fisik dan psikologis.

Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien adalah akut atau
kronik. Apabila nyeri yang bersifat akut, maka dibutuhkan pengkajian
yang rinci tentang karakteristik nyeri. apabila nyeri bersifat kronik,
maka perawat menentukan apakah waktu berlangsung nyeri tersebut
berkala, persiten, atau terbatas. Setelah mengkaji fase atau tipe nyeri,
hasil penemuan dapat perawat gunakan untuk mengarahkan pada
pengkajian lebih lanjut untuk melakukan intervensi khusus bagi klien.

8. Status Neurologis
Fungsi neurologis klien lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri.
Setiap factor yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi atau
persepsi nyeri yang normal mempengaruhi kesadaran dan respon klien
terhadap nyeri. Misalnya, seseorang yang mengalami cedera medulla
spinalis, neuropati perifer, sebagaimana yang terjadi pada kasus diabetes
militus atau penyakit neurologis, seperti sclerosis multipel, kemungkinan
kurang merasakan nyeri dari pada klien yang mempunyai fungsi
neurologis normal.

9. Penyuluhan Nyeri
Klien akan lebih siap menghadapi hampir setiap situasi apabila mereka
memahami hal tersebut. Tidak terkecuali untuk pengalaman nyeri,
mengajarkan klien tentang pengalaman nyeri akan mengurangi perasaan
cemas dan membantu klien dalam menguasi pengendalian diri. Pada
pengalam nyeri yakni selama fase antisipatori, perawat merencanakan
untuk mengajarkan klien prosedur yang berhubungan dengan rasa tidak
nyaman. Misalnya, sebelum melakukan inserasi intervena (IV), perawat
sebaiknya menjelaskan sensasi yang akan di timbulkan oleh tusukan
jarum. Pemberian penjelasan dengan nada penuh percaya diri akan
memberikan klien suatu keyakunan bahwa perawat melakukan dengan
benar. Saat pasien menerima instruksi tentang pengalaman nyeri yang
akan dialami.

10. Pengkajian nyeri


a. Pada pasien bayi umur 0-1 tahun menggunakan NIPS ( Neonatal
infant present scale ).
 Ekspresi wajah
Otot wajah rileks, ekspresi netral : 0
Otot wajah tegang, alis berkerut rahang dan dagu memgunci :1
 Tangisan
Tenang, tidak menangis : 0
Mengerang sebentar sebentar menangis : 1
Terus menerus menangis, menangis kencang melengking : 2
 Pola nafas
Rileks, nafas regular : 0
Pola nafas berubah tidak teratur, lebih cepat dari biasanya
tersedak, menahan nafas :1
 Kaki
Rileks, otot tangan tidak kaku, kadang bergerak tak beraturan : 0
Fleksi/ekstensi yang kaku : 1
 Kesadaran
Tidur pulas atau cepat bangun, alergi dan tenang : 0
Rewel gelisah dan meronta ronta : 1

b. Pada pasien anak 2-7 Tahun menggunakan FLACC paint assesment


tool.
 Face ( wajah )
Tidak ada ekspresi, senyum : 0
Terkadang meringis/ menarik diri : 1
Sering menggerakan dagu dan mengatupkan rahang : 2
 Leg (kaki)
Normal, rileks : 0
Gelisah, tegang : 1
Menendang kaki tertekuk melengkungkan punggung : 2
 Activity ( aktivitas )
Berbaring tenang, posisi normal mudah bergerak : 0
Menggeliat, tidak bisa diam, kaku mengerang : 1
Kaku atau menghentak : 2
 Cry ( menangis )
Tidak menangis : 0
Merintih merengek, kadang-kadang mengeluh : 1
Terus menangis berteriak, sering mengeluh : 2
 Consability ( konstability )
Rileks : 0
Dapat di tenangkan dengan sentuhan, peluk bujuk dapat di alihkan
:1
Sulit dibujuk : 2

c. Pada pasien anak usia <8 tahun menggunakan skala VAS ( visual
analog scale )
Vas ini merupakan skala linear yang akan memvisualisasikan gradasi
tingkat nyeri yang di derita oleh pasien. Pada metode vas
visualisassinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm
dimana pada ujung kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung
satunya lagi mengindikasikan nyeri terparah.
d. Pada pasien dewasa menggunakan skala angka yaitu 0-10.
 0 : tidak nyeri
 1-3 : nyeri ringan
 4-6 : nyeri sedang
 7-10 : nyeri parah
DAFTAR PUSTAKA

Potter & perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:konsep,


Proses, Edisi 4 Volum 2. Alih Bahasa; renata komalasari, dkk. Jakarta;
EGC.
Koizer, B(2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses,
dan Praktik edisi 7 volume 2. Alih bahas: Esty Wahyuningsih, dkk
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai