2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum WR.WB
Puja dan puji kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan
berjudul “pemeriksaan fisik ‘’ ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah
ini.oleh karna itu, kami meminta Ibu/Bapak Dosen untuk memberikan saran serta
kritik yang dapat membangun kami. Kritik dan saran dari Ibu/Bapak dosen sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
1
Wassalamu’alaikum WR.WB
BAB I
PENDAHULUAN
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test
neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut.
2. Apa saja teknik atau metode yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik?
2
3. Apa saja yang termasuk tanda-tanda vital dan bagaimana pemeriksaannya?
2. Untuk mengetahui apa saja teknik atau metode dalam pemeriksaan fisik.
3. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk tanda-tanda vital dan bagaimana cara
pemeriksaan tanda-tanda vital.
4. Untuk mengetahui apa itu pemeriksaan head to toe dan bagaimana pemeriksaan head to
toe.
BAB II
PEMBAHASAN
Adapun definisi Pemeriksaan Fisik menrut para ahli diantaranya adalah :
1. Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap
system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut. ( Potter
dan Perry, 2005 ).
2. Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010 ).
3. Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari
suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi),
mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). ( Raylene M Rospond,2009; Terj D.
Lyrawati,2009 ).
3
2.2 Tujuan dan Manfaat dari Pemeriksaan Fisik
b. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan.
d. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
4
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk,
posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/ pembengkakan. setelah inspeksi perlu
dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba; tangan dan jari-
jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan,
bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan
atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan
suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan (Dewi
Sartika, 2010).
4. Auskultasi
5
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-
hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika,
2010)
Tanda – tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien dalam memantau kondisi
klien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respons terhadap intervensi yang
diberikan. Penggunaan tanda – tanda vital memberikan data dasar untuk mengetahui
respons terhadap stress fisiologi/psikologi, respons terapi medis dan keperawatan. Hal ini
sangatlah penting sehingga disebut tanda – tanda vital.
8. Sebelum dan sesudah intervensi keperawatan yang mempengaruhi tanda – tanda vital
a. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Darah mengalir
karena adanya perubahan tekanan, dimana terjadi perpindahan dari area bertekanan tinggi
6
ke area bertekanan rendah. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkonstraksi dan disebut
tekanan sistolik. Tekanan darah sistemik atau arterial merupakan indicator yang paling baik
untuk kesehatan kardiovaskuler. Tekanan diastolic adalah tekanan terendah yang terjadi
saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 –
140/90. Rata – rata tekanan darah normal biasanya 120/80.
Menurut Hayens (2003) tekanan darah timbul ketika bersikulasi di , pembuluh darah
berperan penting dalam proses ini di mana jantung sebagai pompa muscular yang
menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah dan pembuluh darah yang memiliki dinding
yang elastic dan ketahanan yang kuat. Tekanan darah di ukur dalam satuan millimeter air
raksa (mmHg). Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran darah
secara rutin.
Pelaksanaan:
f) Membalutkan kantong tensi meter pada lengan atas kira – kira 3 cm di atas fosa cubiti,
dengan tinta karet di sebelah luar lengan, balutkan tapi jangan terlalu kencang.
g) Memakai stetoskop.
h) Meraba detik arteri brakialis dengan ujung tengah dan jari telunjuk. Pastikan tidak
diperkenankan menggenggamkan tangan atau menempelkan tangannya.
7
j) Mengunci skrup balon karet.
k) Memompakan udara kedalam kantong dengan cara memijat balon berulang – ulang, air
raksa didalam pipa naik, dipompa terus sampai denyut arteri tidak terdengar lagi.
m) Mendengar denyut dengan teliti dan memperhatikan sampai angka berapa pada skala mulai
terdengar denyut pertama dan mencatat sebagai tekanan sistole.
n) Meneruskan membuka skrup tadi perlahan – lahan sampai suara nadi terdengar lambat dan
menghilang, dicatat sebagai tekanan diastole.
1 bulan 86/54
6 bulan 90/60
1 tahun 96/65
2 tahun 99/65
4 tahun 99/65
6 tahun 100/60
8 tahun 105/60
10 tahun 110/60
12 tahun 115/60
8
14 tahun 118/60
16 tahun 120/65
b. Nadi
Nadi adalah gerakan atau aliran darah pada pembuluh darah arteri yang dihasilkan
oleh kontraksi dari ventrikel kiri jantung. Denyut nadi adalah rangsangan kontraksi jantung
yang dimulai dari nodes sinouri atau nodus sinos atrial yang merupakan bagian atas serambi
kanan jantung. Salah satu indikator kesehatan jantung adalah terjadinya peningkatan denyut
nadi pada saat beristirahat. Pemeriksaan nadi sangat penting dilakukan agar petugas
kesehatan yang melakukan pemeriksaan nadi dapat mengetahui keadaan nadi (frekuensi
irama dan kuat lemah nadi ). Mengukur denyut nadi yang terasa pada pembuluh darah arteri
yang disebabkan oleh gelombang darah yang mengalir di dalamnya sewaktu jantung
memompa darah ke dalam aorta atau arteri.
Adapun tujuan dari pemeriksaan nadi adalah untuk mengetahui kerja jantung, untuk
menegetahui jumlah denyut jantung yang terasa pada pembuluh darah, untuk menentukan
denyut nadi normal atau tidak.
Kecepatan denyut jantung bereaksi pada rangsangan yang ditimbulkan oleh system
saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Beberapa hal yang mempengaruhi jumlah denyut:
emosi, nyeri, aktivitas, dan obat-obatan. Kecepatan denyut nadi bertambah bila tekanan
darah turun karena jantung berusaha meningkatkan keluarnya darah.
Pemeriksaan nadi
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan nadi terdiri dari: Alat penghitung denyut nadi,
jam tangan / arloji dan buku catatan.
Pelaksanaan
9
c) Membawa alat kedekat pasien
e) Meraba / menghitung denyut nadi pada tempat-tempat denyut nadi( temporalis, karotis,
apikal, brakialis, radialis, femoralis, poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis), sesuai keadaan
umum pasien .
f) Menghitung dengan ujung jari kedua, ketiga, empat dan tekan dengan lembut
g) Mengetahui atau melaksanakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung denyut
jantung
h) Jika denyut teratur hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya dengan 2. Apabila denyut
tidak teratur dan pada paien yang baru dilakukan pemeriksaan hitung selama 1 menit penuh.
i) Mencuci tangan
j) Mencatat hasil.
Pulse Rate (jumlah denyutan perifer yang dirasakan selama 1 menit) à dihitung dengan
menekan arteri perifer dengan menggunakan ujung jari
b. Tachycardia: nadi >100 -150 x/mntà jantung overwork à oksigenasi sel tidak adequat
d. Bradycardia : denyut nadi < 60 x/mnt àkejadian lebih sedikit dibandingkan tachycardia
Balita 120-160
10
Anak 90 – 140
Sekolah 75 – 100
Remaja 60 – 90
Dewasa 60-100
c. Pernafasan
Pernafasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) ke dalam tubuh, serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Secara normal orang dewasa
bernafas kira – kira 16 – 20 x/menit, sementara bayi dan anak kecil lebih cepat daripada
orang dewasa. Naiknya kecepatan bernafas disebut polypnea. Jika suhu badan naik
kecepatan bernafas bertambah, karena tubuh berusaha melepaskan diri dari kelebihan
panas.
a) Faktor fisiologis
11
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obeisitas,
penyakit kronis, seperti TBC paru.
b) Faktor perkembangan
Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernafasan dan merokok
Dewasa, muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru.
c) Faktor perilaku
Nutrisi
Merokok: nikotin menyebabkan fase konstruksi pembuluh darah perifer dan koroner.
Kecemasan
d) Faktor lingkungan
Tempat kerja
Suhu lingkungan
Selain itu ada juga faktor yang meningkatkan frekuensi pernafasan diantaranya adalah
olahraga, stress, peningkatan suhu lingkungan, dan penurunan konsentrasi oksigen pada
darah yang tinggi.
Tujuan dari pemeriksaan atau menghitung pernafasan adalah untuk mengetahui
keadaan umum pasien, untuk mengikuti perkembangan penyakit dan untuk membantu
menentukan salah satu penyokong diagnose.
12
Pemeriksaan atau menghitung pernafasan :
Alat yang digunakan dalam menghitung pernapasan diantaranya adalah jam tangan/arloji dan
buku catatan.
Pelaksanaan
c) Mencuci tangan
d) Hitunglah naik turunnya dada klien (pernafasan) sambil memegang arteri radialis dan
menekukkan ke dada klien seperti pura – pura menghitung denyut nadi (mengupayakan agar
pasien tidak merasa di observasi).
e) Jika irama respirasi teratur hitung selama 30 detik dan kalikan hasilnya dengan dua. Jika
irama respirasi tidak teratur hitung selama 1 menit penuh
f) Membereskan alat
Balita 30 – 60
Anak 30 – 50
Pra sekolah 25 – 32
Sekolah 20 – 30
Remaja 16 – 19
Dewasa 12 – 20
13
d. Suhu
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk menilai
kondisi metabolisme dalam tubuh , dimana tubuh menghasilkan panas secara kimiawi
melalui metabolisme darah. Suhu tubuh perlu dijaga keseimbangannya, yaitu antara jumlah
panas yang hilang dengan jumlah panas yang diproduksi. Proses pengaturan suhu terletak
pada hypothalamus dalam sistem saraf pusat. Bagian depan hypothalamus dapat mengatur
pembuangan panas dan bagian hypothalamus belakang mengatur upaya penyimpanan
panas. Perubahan suhu tubuh diluar kisaran normal akan mempengaruhi titik pengaturan
hypothalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan
panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis
masalah klinis yang dialami klien
a) Usia : pengaturan suhu tubuh tidak stabil sampai pubertas, lansia sangat sensitif terhadap
suhu yang ekstrem.
c) Kadar hormon: perempuan mengalami frekuensi suhu tubuh yang lebih besar dari laki – laki.
d) Lingkungan : suhu tubuh secara normal berubah 0,5˚ selama 24 jam titik terendah pada
pukul 1 – 4 dini hari.
Pemeriksaan suhu
a) Thermometer oral
14
f) Bengkok
g) Alat tulis
Pelaksanaan :
a) Mencuci tangan
d) Thermometer diperiksa apakah air raksa sudah turun jika belum ayun – ayun dengan hati –
hati sampai air raksa penuh pada titik angka terendah (dibawah 35˚c).
e) Anjurkan pasien untuk membuka mulut, letakkan reservoin thermometer dibawah lidah
kemudian anjurkan pasien untuk menutup mulut.
f) Tunggu 10 menit, keluarkan thermometer dan keringkan dengan silstep 1 kali dengan
tekanan yang mantab dari atas ke reservoin dengan putaran.
g) Baca hasilnya dengan meletakkan thermometer horizontal setinggi mata putar – putar
diantaranya jari sampai batas air raksa jelas.
b. Diketiak/ aksila
a) Thermometer Aksila.
15
Pelaksanaan
d) Lap thermometer memakai tisu dengan gerakan memutar dari arah atas ke reservoir, buang
tisu di bengkok.
g) Menurunkan tingkat air raksa atau mengembalikan thermometer digital ke skala awal.
j) Mencatat hasil
a) Thermometer rektal
16
f) Bengkok
g) Alat tulis
h) Buku catatan
Pelaksanaan :
d) Memasang tirai
g) Dewasa : SIM atau miring dan kaki sebelah atas tekuk ke arah perut
j) Membuka anus dengan menaikkan bokong atas dengan tangan kiri (untuk orang dewasa).
k) Minta klien menarik nafas dalam dan memasukkan thermometer secara perlahan ke dalam
anus sekitar 3,5 cm pada orang dewasa. Dan pada bayi 1,2 – 2,5 cm.
l) Pegang thermometer di tempatnya selama 2 – 3 menit (orang dewasa) dan 5 menit (untuk
orang laki – laki).
n) Lap thermometer memakai tisu dengan gerakan memutar dan buang tisu ke bengkok.
17
r) Menurunakn tingkat air raksa atau mengembalikan thermometer digital ke skala awal.
u) Mencuci tangan.
v) Mencatat hasil.
3 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37,0
7 tahun 36,8
9 tahun 36,7
13 tahun 36,6
Pemeriksaan fisik adalah tindakan keperawatan untuk mengkaji bagian tubuh pasien
baik secara lokal atau (head to toe) guna memperoleh informasi/data dari keadaan pasien
secara komprhensif untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maupun kedokteran.
Tujuan dari pemeriksaan head to toe adalah untuk mencari masalah keperawatan,
untuk menegakkan/merumuskan diagnose keperawatan /kedokteran, dan untuk membantu
proses rencana keperawatan dan pengobatan.
Adapun prosedur tindakan dari pemeriksaan fisik secara head to toe yaitu setiap
Tahap-tahap pemeriksaan fisik harus dilakukan secara urut dan menyeluruh dan dimulai dari
bagian tubuh sebagai berikut:
18
1. Kulit, rambut dan kuku.
6. Genetalia.
8. Neurologi.
a. Kulit
Pemeriksaan kulit bertujuan untuk mengetahui turgor kulit dan tekstur kulit, serta untuk
mengetahui adanya lesi atau bekas luka. Tindakan yang dilakukan dalam pemeriksaan kulit
yaitu dengan cara:
b) Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus, suhu :
akral dingin atau hangat.
b. Rambut
c. Kuku
Pemeriksaan kuku bertujuan untuk mengetahui keadaan kuku: warna dan panjang dan
untuk mengetahui kapiler refill. Tindakan yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan kuku
yaiu dengan cara :
19
a) Inspeksi: catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,
bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit difisisensi
fe/anemia fe.
b) Palpasi: catat adanya nyeri tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien
hypoxia lambat s/d 5-15 detik.
2. Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan kepala bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala serta untuk
mengetahui luka dan kelainan pada kepala. Tindakan yang apat dilakukan dalam
pemeriksaan kepala yaitu dengan cara:
a. Inspeksi: Lihat kesimetrisan wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke
kanan atau ke kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH.
b. Palpasi: Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan kepala
sesuai kebutuhan.
3. Pemeriksaan Mata
a. Inspeksi : Kelopak mata ada radang atau tidak, kesimetrisan kanan dan kiri, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor kanan atau kiri (normal), miosis/mengecil,
pin point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah
meninggal).
c) Amati apakah kedua mata memandang ke depan atau ada yang deviasi.
d) Beritahu pasien untuk memandan dan mengikuti jari anda, dan jaga posisi kepala pasien
tetap lalu gerakkan jari ke 8 arah untuk mengetahui fungsi otot-otot mata.
20
b) Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan menutup mata yang tidak di periksa.
c) Beritahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang,
misal: pasien disuruh memandang hidung pemeriksa.
d) Kemudian ambil benda/ballpoint dan dekatkan kedepan hidung pemeriksa kemudian tarik
atau jauhkan kesamping ka.ki pasien, suruh pasien mengatakan kapan dan dititik mana
benda mulai tidak terlihat (ingat pasien tidak boleh melirik untuk hasil akurat).
b) Atur kursi pasien, dan tuntukan jarak antara kursi dan kartu, misal 5 meter (sesuai
kebijakkan masing ada yang 6 dan 7 meter).
e) Memulai memeriksa dengan menyuruh pasien membaca dari huruf yang terbesar sampai
yang terkecil yang dapat dibaca dengan jelas oleh pasien.
e. Palpasi: Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika
ada peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji adanya
nyeri tekan.
4. Pemeriksaan Hidung
Pemeriksaan hidung bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung serta untuk
mengetahui adanya inflamasi/sinusitis. Tindakan yang dapat dilkakukan dalam pemeriksaan
yaiu dengan cara:
a. Inspeksi: melihat kesimetrisan hidung, melihat ada atau tidak inflamasi, dan secret.
5. Pemeriksaan Telinga
21
telinga luar:
b) Palpasi: menekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago.
telinga dalam:
b. Pemeriksaan Pendengaran
b) Mengistruksikan pada klien untuk menutup salah satu telinga yang tidak diperiksa.
a. Tes Rinne
a) Pegang garpu tala (gt) pada tangkainya dan pukulkan ketelapak tangan.
22
b) Letakkan gt pada prosesus mastoideus klien.
d) Kemudian angkat gt dengan cepat dan tempatkan didepan lubang telinga luar jarak 1-2
cm, dengan posisi parallel dengan daun telinga.
b. Tes weber
a) Pegang gt pada tangkainya dan pukulkan pada telapak tangan atau jari.
c) Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas antara telinga kana dan kiri atau
hanya jelas pada satu sisi saja.
c. Tes Swebeck
Pemeriksaan mulut dan faring bertujuan untuk mengetahui bentuk dan kelainan pada
mulut dan untuk mengetahui kebersihan mulut. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara:
a. Inspeksi: melihat dan mengamati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, kelembaban, pembengkakkan, lesi. mengamati jumlah dan bentuk gigi, gigi
berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi
a) Menyuruh pasien membuka mulut amati mucosa: tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi.
c) Untuk melihat faring gunakan tongspatel yang sudah dibungkus kassa steril, kemudian
minta klien menjulurkan lidah dan berkata “ah” amati ovula/epiglottis simetris tidak
terhadap faring, amati tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
23
b) Palpasi: pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri. Lakukkan palpasi dasar mulut dengan menggunakkan jari
telunjuk dengan memekai handscond, kemudian suruh pasien mengatakan kata “el” sambil
menjulurkan lidah, pegang ujung lidah dengan kassa dan tekan lidah dengan jari telunjuk,
posisi ibu jari menahan dagu. catat apakah ada respon nyeri pada tindakan tersebut.
5. Pemeriksaan Leher
a. Inspeksi: melihat dan mengamati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, ada atau
tidaknya pembengkakkan kelenjar tirod/gondok, dan ada atau tidaknya
massa, kesimeterisan leher dari depan, belakang dan samping kanan dan kiri.
b. Palpasi: letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.).
a. Inspeksi: Amati kesimetrisan dada kanan dan kiri, amati adanya retraksi interkosta, amati
gerakkan paru, dan amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
a) Berdiri di depan klien dan taruh kedua telapak tangan pemeriksa di dada dibawah
papilla, anjurkan pasien menarik nafas dalam, rasakkan apakah sama paru kiri dan kanan.
b) Berdiri deblakang pasien, taruh telapak tangan pada garis bawah scapula/setinggi costa
ke-10, ibu jari kanan dan kiri di dekatkan jangan samapai menempel, dan jari-jari di
regangkan lebih kurang 5 cm dari ibu jari. Suruh pasien kembali menarik nafas dalam dan
amati gerkkan ibu jari ka.ki sama atau tidak.
a) Meletakkan telapak tangan kanan di belakang dada tepat pada apex paru/stinggi supra
scapula (posisi posterior) .
24
b) Menginstrusikkan pasien untuk mengucapkkan kata “Sembilan-sembilan” (nada rendah).
d. Pe/Perkusi
b) Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai intercosta 5 tentukkan
batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar dan
jantung: redup)
e. Aus/auskultasi
a) Gunakkan diafragma stetoskop untuk dewasa dan bell pada anak
7. Pemeriksaan Jantung/Cordis
a. Inspeksi: Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm disamping
bawah xifoideus.
a)Palpasi spasium interkostalis ke-2 kanan untuk menentukkan area aorta dan spasium
interkosta ke-2 kiri letak pulmonal kiri.
b)Palpasi spasium interkostalis ke-5 kiri untuk mengetahui area trikuspidalis/ventikuler amati
adanya pulsasi.
c)Dari interkosta ke-5 pindah tangan secara lateral 5-7 cm ke garis midklavicula kiri dimana
akan ditemukkan daerah apical jantung atau PMI ( point of maximal impuls) temukkan
pulsasi kuat pada area ini.
d)Untuk mengetahui pulsasi aorta palpasi pada area epigastika atau dibawah sternum.
25
c. Perkusi
a) Perkusi dari arah lateral ke medial untuk menentukkan batas jantung bagian kiri.
b) Lakukan perkusi dari sebelah kanan ke kiri untuk mengetahui batas jantung kanan.
c) Lakukan dari atas ke bawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung.
d. Auskultasi
b) Dengarkkan suara jantung dengan meletakkan stetoskop pada interkostalis ke-5 sambil
menekan arteri carotis.
· Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub mitral (bikuspidalis)
dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
· Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta dan
pulmonalis) pada saat diastolic.
· Adapun bunyi : S3: gagal jantung “LUB-DUB-CEE…” S4: pada pasien hipertensi “DEE..-LUB-
DUB”.
Pemeriksaann perut atau abdomen bertujuan untuk mengetahui bentuk dan gerak-
gerakkan perut, untuk mendengarkan bunyi pristaltik usus, dan untuk mengetahui respon
nyeri tekan pada organ dalam abdomen. Tindakan yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan
perut atau abdomen yaitu dengan cara:
a. Inspeksi: Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,
adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
b. Palpasi :
a) Palpasi ringan: Untuk mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan letakkan
telapak tangan pada abdomen secara berhimpitan dan tekan secara merata sesuai kuadran.
b) Palpasi dalam: Untuk mengetahui posisi organ dalam seperi hepar, ginjal, limpa dengan
metode bimanual/2 tangan.
9. Pemeriksaan Hepar
26
a. Letakkan tangan pemeriksa dengan posisi ujung jari keatas pada bagian hipokondria
kanan, kira;kira pada interkosta ke 11-12.
b. Tekan saat pasien inhalasi kira-kira sedalam 4-5 cm, rasakan adanya organ hepar. Kaji
hepatomegali.
10. Pemeriksaan Limpa
a. Anjurkan pasien miring kanan dan letakkan tangan pada bawah interkosta kiri dan minta
pasien mengambil nafas dalam kemudian tekan saat inhalasi tenntukkan adanya limpa.
a. Untuk palpasi ginjal kanan letakkan tangan pada atas dan bawah perut setinggi Lumbal
3-4 dibawah kosta kanan.
b. Untuk palpasi ginjal kiri letakkan tangan setinggi Lumbal 1-2 di bawah kosta kiri.
c. Tekan sedalam 4-5 cm setelah pasien inhalasi jika teraba adanya ginjal rasakan bentuk,
kontur, ukuran, dan respon nyeri.
5. Pemeriksaan Genetalia
a. Genetalia laki-laki
a) Inspeksi: Amati penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain. Pada penis yang tidak di
sirkumsisi buka prepusium dan amati kepala penis adanya lesi, amati skrotum apakah ada
hernia inguinal, amati bentuk dan ukuran
b) Palpasi: Tekan dengan lembut batang penis untuk mengetahui adanya nyeri dan tekan
saluran sperma dengan jari dan ibu jari
b. Genetalia wanita:
a) Inspeksi: Inspeksi kuantitas dan penyebaran pubis merata atau tidak, amati adanya lesi,
eritema, keputihan/candidiasis
b) Palpasi: Tarik lembut labia mayora dengan jari-jari oleh satu tangan untuk mengetahui
keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan perineum.
27
6. Pemeriksaan Rektum dan Anal
Pemeriksaan Rektum dan Anal bertujuan untuk mengetahui kondisi rectum dan anus,
untuk mengetahui adanya massa pada rectal, dan untuk mengetahui adanya pelebaran vena
pada rectal/hemoroid. tindakan yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan rektum dan anal
ini yaitu dengan memposisi kanpria sims/ berdiri setengah membungkuk, wanita dengan
posisi litotomi/ terlentang kaki di angkat dan di topang.
a. Inspeksi: jaringan perineal dan jaringan sekitarnya kaji adanya lesi dan ulkus.
b. Palpasi : ulaskan zat pelumas dan masukkan jari-jari ke rectal dan rasakan adanya nodul
dan atau pelebaran vena pada rectum.
7. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Muskuli/otot
a) Inspeksi: Inspeksi mengenai ukuran dan adanya atrofi dan hipertrofi (ukur dan catat jika
ada perbedaan dengan meteran).
b) Palpasi: Palpasi pada otot istirahat dan pada saat otot kontraksi untuk mengetahui
adanya kelemahan dan kontraksi tiba-tiba.
c) Lakukan uji kekuatan otot dengan menyuruh pasien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa dan bandingkan tangan kanan dan kiri.
d) Amati kekuatan suatu otot dengan memberi penahanan pada anggota gerak atas dan
bawah, suruh pasien menahan tangan atau kaki sementara pemeriksa menariknya dari yang
lemah sampai yang terkuat amati apakah pasien bisa menahan.
b. Tulang/ostium
c. Persendiaan/articulasi
28
c) Kaji range of mosion/rentang gerak (abduksi-aduksi, rotasi, fleksi-ekstensi, dll).
a) Olfaktorius/penciuman
Yaitu dengan meminta pasien membau atau mencium aroma kopi dan vanilla atau
aroma lain yang tidak menyengat. Apakah pasien dapat mengenali aroma.
b) Opticus/pengelihatan
Yaitu dengan meminta kilen untuk membaca bahan bacaan dan mengenali benda-benda
disekitar, jelas atau tidaknya.
Yaitu dengan mengkaji arah pandangan, ukur reaksi pupil terhadap pantulan cahaya
dan akomodasinya.
Yaitu dengan mengkaji arah tatapan, minta pasien melihat ke atas dan bawah.
Yaitu dengan menyentuh ringan kornea dengan usapan kapas untuk menguji reflek
kornea (reflek nagatif (diam)/positif (ada gerkkan), mengukur sensasi dari sentuhan ringan
sampai kuat pada wajah, mengkaji nyeri menyilang pada kuit wajah, dan mengkaji
kemampuan klien untuk mengatupkan gigi saat mempalpasi otot-otot rahang.
Yaitu dengan menkaji arah tatapan, dan meminta pasien melihat kesamping kiri dan
kanan.
h) Auditorius/pendengaran
29
Yaitu dengan mengkaji klien terhadap kata-kata yang di bicarakkan, dan menyuruh klien
mengulangi kata/kalimat.
Yaitu dengan meminta pasien mengidentifikasi rasa asam, asin, pada bagian pangkal
lidah, dan gunakkan penekan lidah untuk menimbulkan “reflek gag” serta meminta klien
untuk mengerakkan lidahnya.
Yaitu dengan menyuruh pasien mengucapkan “ah”, dan menkaji gerakkan palatum dan
faringeal serta memeriksa kerasnya suara pasien.
Yaitu dengan meminta pasien mengangkat bahu dan memalingkan kepala kearah yang
ditahan oleh pemeriksa, kaji dapatkah klien melawan tahanan yang ringan.
l) Hipoglosal/posisi lidah
Yaitu dengan meminta klien untuk menjulurkan lidah kearah garis tengah dan
menggerakkan ke berbagai sisi.
· Nyeri superficial: Gunakkan jarum tumpul dan tekankan pada kulit pasien pada titik-titik
yang pemeriksa inginkan, minta pasien untuk mengungkapkan tingkat nyeri dan di bagian
mana
· Suhu: Sentuh klien dengan botol panas dan dingin, suruh pasien mengatakkan sensasi
yang direasakan.
· Posisi: Tekan ibu jari kaki oleh tangan pemeriksa dan gerakkan naik-turun kemudian
berhenti suruh pasien mengtakkan diatas/bawah.
· Stereognosis: Berikkan pasien benda familiar ( koin atau sendok) dan berikkan waktu
beberapa detik, dan suruh pasien untuk mengatakkan benda apa itu.
30
c. Pengkajian Reflex:
a. Refleks Bisep
a) Fleksikan lengan klien pada bagian siku sampai 45 derajat, dengan posisi tangan pronasi
(menghadap ke bawah).
b) Letakkan ibu jari pemeriksa pada fossa antekkubital di dasar tendon bisep dan jari-jari
lain diatas tendon bisep.
b. Refleks Trisep
c. Refleks Patella
b) Rilexkan pasien dan alihkan perhatian untuk menarik kedua tangan di depan dada.
d. Refleks Brakhioradialis
b) Tempatkan lengan bawah diantara fleksi dan ekstensi serta sedikit pronasi.
c) Pukul tendo brakhialis pada radius bagian distal dengan bagian datar harmmer, catat
reflex.
e. Reflex Achilles
a) Minta pasien duduk dan tungkai menggantung di tempat tidur/kursi seperti pada
pemeriksaan patella.
31
a) Gunakkan benda dengan ketajaman yang sedang (pensil/ballpoint) atau ujung stick
harmmer.
b) Goreskan pada telapak kaki pasien bagian lateral, dimulai dari ujung telapak kaki sampai
dengan sudut telapak jari kelingking lalu belok ke ibu jari. Reflek positif telapak kaki akan
tertarik ke dalam.
g. Refleks Kutaneus
· Gluteal
a) Meminta pasien melakukan posisi berbaring miring dan buka celana seperlunya.
· Abdominal
b) Tekan kulit abdomen dengan benda berujung kapas dari lateal ke medial, kaji gerakkan
reflek otot abdominal.
c) Ulangi pada ke-4 kuadran (atas kiri dan kanan dan bawah kiri dan kanan).
· Kremasterik/pada pria
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan
merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
Pemeriksaan fisik Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada klien yang baru
masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di rawat, secara rutin pada klien yang sedang
32
di rawat, sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien. Jadi pemeriksaan fisik ini sangat penting
dan harus di lakukan pada kondisi tersebut, baik klien dalam keadaan sadar maupun tidak
sadar.
Pemeriksaan fisik menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk
untuk menegakkan diagnosa keperawatan . memilih intervensi yang tepat untuk proses
keperawatan, maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.
3.2. Saran
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara
berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar
DAFTAR PUSTAKA
Bates, Barbara. 1998. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Jakarta. EGC
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta.
EGC
Publishing. Kusyanti, Eni,dkk. 2006. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.
33
Latar belakang
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli
medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan
akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test
neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab
tersebut.
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum
dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan suhu,
denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
34
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter
dan Perry, 2005)
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010)
1. Inspeksi
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi,
kesimetrisan, lesi, dan penonjolan/pembengkakan.setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera peraba ; tangan dan jari-
jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan atau organ seperti: temperatur, keelastisan,
bentuk, ukuran, kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010)
35
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi, pertumbuhan
atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan
suara, yang bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi jaringan. Dewi
Sartika, 2010)
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………….’’’’’’’;
…………………………………………………. ………………….. MNM,N.,.NMN,MN.,MN…………………
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-
hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.(Dewi Sartika,
2010)
36
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang harus di perhatikan, yaitu
sebagai berikut:
Efisiensi
Dokumentasi
Namun demikian, masing-masing pemeriksaan juga memiliki tujuan tertentu yang akan di
jelaskan nanti di setiap bagian tibug yang akan di lakukan pemeriksaan fisik.
37
2.3. Manfaat Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi ke.sehatan lain, diantaranya:
2.4. Indikasi
Mutlak dilakukan pada setiap klien, tertama pada:
, Arloji/stopwatch, Refleks H.ammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue, buku
catatan perawat.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya
menutup pintu/jendala atau skerem untuk menjaga privacy klien
Bantu klien mengenakan ba.ju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.
38
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan b.erdiri di sebelah kanan klien dan pasang
handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status mental dan nutrisi.
39
mudah teraba, tak mudah lenyap; 3+: denyutan kuat dan mudah teraba
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Norml= 15-20x /menit; >20: Takipnea; <15 bradipnea="" span="">
setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat.
Tujuan
2) Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan setempat, dan
hidrasi.
Persiapan
Prosedur Pelaksanan
40
· Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor kulit, dan edema.
setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut
Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh (clubbing finger), tidak
ikterik/sianosis.
setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan leher perawat
D) Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan leher
1. Pemeriksaan kepala
Tujuan
41
Persiapan alat
b) Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak, kebersihan
rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
gizi(rambut jagung dan kering)
· Normal: tidak ada penonjolan /pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.
setelah diadakan pemeriksaan kepala evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
· Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan
42
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.
Persiapan alat
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata, kesimestrisan, bola
mata, warna konjunctiva dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak,
dan respon terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna konjungtiva pink, dan sclera
berwarna putih.
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain. Tajam
penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut
dibagi dua yaitu:
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis dekat.
a. visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda yang
letaknya jauh. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM. Sutrisna, dkk, hal
21).
43
b. virus centralis dekat yang merupakan ketajaman penglihatan untuk melihat benda benda
dekat misalnya membaca, menulis dan lain lain. Pada keadaan ini mata harus akomodasi
supaya bayangan benda tepat jatuh di retina. (EM. Sutrisna, dkk, hal 21).
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa dengan
perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu benda terhadap
sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari samping.
Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen
yang dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter. Jika hasil pemeriksaan tersebut visusnya
e”20/20 maka tajam penglihatannya dikatakan normal dan jika Visus <20 adalah=""
anomaly="" bermacam="" dikatakan="" kelainan="" kurang="" macam="" maka=""
peglihatan="" pembiasan.="" penglihatanya="" penurunan="" penyebab="" refraksi=""
salah="" satunya="" seseorang="" span="" tajam="">
44
dextra 1/tidak hingga). Pada keadaan tidak mengetahui cahaya nilai visus oculi
dextranya nol.
Pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai visus oculi sinistra dengan cara yang sama.
Melaporkan hasil visus oculi sinistra dan dextra. (Pada pasien vos/vodnya “x/y”
artinya mata kanan pasien dapat melihat sejauh x meter, sedangkan orang normal
dapat melihat sejauh y meter.
Pada phoria, otot-otot ekstrinsik atau otot luar bola mata berusaha lebih tegang atau kuat
untuk menjaga posisi kedua mata tetap sejajar. Sehingga rangsangan untuk berfusi atau
menyatu inilah menjadi faktor utama yang membuat otot -otot tersebut berusaha extra atau
lebih, yang pada akhirnya menjadi beban bagi otot-otot tersebut, wal hasil akan timbul rasa
kurang nyaman atau Asthenopia.
Pada orang yang Heterophoria maka apabila fusi kedua mata diganggu (menutup
salah satu matanya dengan penutup/occluder, atau dipasangkan suatu filter), maka
deviasi atau peyimpangan laten atau tersembunyi akan terlihat.
Pemeriksa memberi perhatian kepada mata yang berada dibelakang penutup.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah
dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
EXOPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
45
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah
bawah (inferior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA.
Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah
atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPORPHORIA.
Prosedur Pemeriksaan :
1. Minta pasien untuk selalu melihat dan memperhatikan titik fiksasi, jika objek jauh
kurang jelas, maka gunakan kacamata koreksinya.
2. Pemeriksa menempatkan dirinya di depan pasien sedemikian rupa, sehingga
apabila terjadi gerakan dari mata yang barusa saja ditutup dapat di lihat dengan
jelas atau di deteksi dengan jelas.
3. Perhatian dan konsentrasi pemeriksa selalu pada mata yang ditutup.
4. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari luar (temporal) kearah
dalam (nasal) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
EXOPHORIA. Exophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar D)
5. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari dalam (nasal) luar kearah
(temporal)pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan ESOPHORIA.
Esophoria dinyatakan dengan inisial = E (gambar C)
6. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari atas (superior) kearah
bawah (inferior)) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPERPHORIA. Hyperphoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar E)
46
7. Sewaktu tutup di buka, bila terlihat adanya gerakan dari bawah (inferior) kearah
atas (superior) pada mata yang baru saja di tutup, berarti terdapat kelainan
HYPOPHORIA. Hypophoria dinyatakan dengan inisial = X (gambar F)
8. Untuk mendeteksi Heterophoria yang kecil, seringkali kita tidak dapat mengenali
adanya suatu gerakan, seolah kondisi mata tetap di tempat. Untuk itu metode ini
sering kita ikuti dengan metode tutup mata bergantian (Alternating Cover Test).
Setelah diadakan pemeriksaan mata evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
4. Pemeriksaan telinga
Tujuan
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan Alat
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi telinga, warna, liang
telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar..
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna sama dengan kulit lain,
tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu dengar.
setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
47
Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
1. Pegang agrpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang
berlawanan.
3. Anjurkan klien untuk memberi tahu pemeriksa jika ia tidak merasakan getaran lagi.
4. Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di depan lubang telinga klien 1-2 cm
dengan posisi garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar klien.
5. Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia masih mendengarkan suara atau tidak.
1. Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari yang
berlawanan.
3. Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas
pada salah satu telinga.
Tujuan
b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau infeksi
Persiapan Alat
48
b) Senter kecil
Prosedur Pelaksanaan
· Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi,
sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada lesi, tidak ada
sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
· Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan septum deviasi)
setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Tujuan
Persiapan Alat
Prosedur Pelaksanaan
49
· Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir, tekstur , lesi, dan
stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi dan stomatitis
· Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/
radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
· Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau kerusakan gigi, tidak ada
perdarahan atau radang gusi, lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.
Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang terdiri dari 16 buah di rahang atas
dan 16 buah di rahang bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia enam
bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti tumbuhnya gigi lain yang disebut
gigi sulung. Akhirnya pada usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai
tanggal dan dig anti gigi tetap.
Pada usia 6 bulan gigi berjumlah 2 buah (dirahang bawah), usia 7-8 bulan berjumlah 7
buah(2 dirahang atas dan 4 dirahang bawah) , usia 9-11 bulan berjumlah 8 buah(4 dirahang
atas dan 4 dirahang bawah), usia 12-15 bulan gigi berjumlah 12 buah (6 dirahang atas dan 6
dirahang bawah), usia 16-19 bulan berjumlah 16 buah (8 dirahang atas dan 8 dirahang
bawah), dan pada usia 20-30 bulan berjumlah 20 buah (10 dirahang atas dan 10 dirahang
bawah)
setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Tujuan
50
Persiapan Alat
Stetoskop
Prosedur Pelaksanaan
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk simetris, tidak ada
pembesaran kelenjer gondok.
· Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas, konsistensi, nyeri,
gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe (letak, konsistensi, nyeri, pembesaran),
kelenjer parotis (letak, terlihat/ teraba)
Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kel.limfe, tidak ada nyeri.
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Cara/prosedur:
Tujuan :
a) Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit, dan dinding dada
51
b) Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
c) Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil premitus
Persiapan alat
Prosedur pelaksanaan
· Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan.
· Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan,
warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema
· Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus.
(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-
tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada
punggung pasien.)
· Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain
pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng
deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
· Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan
stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)
52
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
Tujuan
Persiapan alat
Prosedur pelaksanaan
· Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan
dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC
4,5,dan 8.
· Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop
untuk mendengarkan bunyi jantung.
53
· Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi
jantung tambahan (S3 atau S4).
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
Tujuan
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
Persiapan alat
Prosedur pelaksanaan
Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
10 Pemeriksaan Abdomen (Perut)
Tujuan
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut.
54
Persiapan
Prosedur pelaksanaan
Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi,
tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari
stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka
(bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis,
arteri iliaka dan aorta.
Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam,
perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya.
Perkusi hepar: Batas
Perkusi Limfa: ukuran dan batas
Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan
= hipertimpani
55
Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik
organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat
menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan
penumpukan cairan
Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.
Tujuan :
emeriksaan fisik adalah peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap
system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan
perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi
pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter
56
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan komprehensif,
memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien
57