Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN JIWA PERILAKU
KEKERASAN
Disusun untuk Memenuhi Penugasan Stase Keperawatan Jiwa
Prodi Keperawatan Program Sarjana

Oleh :
RIZQI AKHLAQUL KARIMAH
NIM S18043

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN JIWA PERILAKU
KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Penyakit


1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan Tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan
gaduh, gelisah yang tidak terkontrol (Hartono, 2011).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada suatu
perangkat perasaan – perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Dermawan dan Rusdi, 2013).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu
beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya sendiri
ataupun orang lain (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu
yang melakukan tindakan yang dapat membahayakan/mencederai
diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.
2. Tanda dan Gejala
a. Subyektif: klien mengatakan benci dan kesal pada seseorang,
perasaan jengkel, adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik, bingung, mengatakan semua orang ingin
menyerangnya
b. Obyektif: muka marah, mata melotot, rahang dan bibir
mengatup, kaki tangan mengepal/tegang, mondar mandir,
bicara sendiri dan ketakutan, bicara dengan suara tinggi,
tekanan darah, frekuensi jantung meningkat, banyak
berkeringat, napas pendek.

3. Penyebab Terjadinya Masalah


Perilaku harga diri rendah bisa disebabkan adanya gangguan
harga diri : harga diri rendah. Harga diri rendah, seseorang dengan
Harga diri rendah, ia merasakan bahwa dirinya tidak mampu, tidak
mempunyai keberdayaan untuk memecahkan masalah sehingga
klien menggunakan respon mal adaptif perilaku kekerasan.
a.Faktor Prediposisi
Faktor predisposisi perilaku kekerasan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Teori Biologik
Berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan,
yaitu sebagai berikut.
a) Pengaruh Neurofisiologik, beragam komponen neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik sengat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif.
b) Pengaruh Biokimia, menurut Goldsten dalam Townsend
menyatakan bahwa berbagai neurotransmiter (epinefrin,
norepinefrin, dopamin, asetilkolin dan serotonin) sangat
berperan dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Peningkatan hormon androgen dan norepinefrin
serta penurunan serotinin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang
dapat menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
c) Pengaruh Genetik, menurut penelitian perilaku agresif
sangat erat kaitannya dengan genetik termasuk genetik
tipe kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh
penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana).
d) Gangguan Otak, sindrom otak organik berhubungan
dengan bernagai gangguan serebral, tumor otak
(khususnya pada limbik dan lobus temporal), trauma otak,
penyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal)terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
kehidupannya. Teori lainnya berasumsi bahwa perilaku
agresif dan tindak kekerasan merupakan pengeungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan
rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan
perilaku yang dipelajari, individu yang memiliki pengaruh
biologik terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung
untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal
dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
3) Teori Sosiokultural
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian
masalah dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perilaku kekerasan.
b.Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor eksternal dan
internal.
1) Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan
kelemahan, menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang
kontrol dan lain- lain.
2) Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yng
dicintai, krisis dan lain-lain. Hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut:
a. kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai
orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu
mengontrol emosi pada saat menhadapi rasa frustasi.
e. kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan perubahan tahap perkembangan keluarga.

4. Akibat Terjadinya Masalah


Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-
tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya
seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar
rumah ,dan lain- lain. Jadi kjlien dengan perilaku kekerasan/amuk
berisiko untuk mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Gejala klinis yang muncul antara lain :
a. Memperlihatkan permusuhan
b. Mendekati orang lain dengan ancaman
c. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
d. Rencana melukai diri sendiri dan orang lain.

C. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien perilaku
kekerasan, antara lain:
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
4. Harga diri rendah kronis
5. Isolasi sosial
6. Berduka disfungsional
Data yang perlu dikaji, sebagai berikut:
1. Subjektif :
a. Klien mengancam
b. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
c. Klien mengatakan dendam dan jengkel
d. Klien mengatakan ingin berkelahi
e. Klien menyalahkan dan menuntut
f. Klien meremehkan
2. Objektif :
a. Mata melotot
b. Tangan mengepal
c. Rahang mengatup
d. Wajah memerah dan tegang
e. Postur tubuh kaku
f. Suara keras

E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

F. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa 1: resiko perilaku kekerasan
Tujuan Umum: klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati,
sebut nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
2. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jemgkel/kesal
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan tenang
3. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal
b. Observasi tanda perilaku kekerasan
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami klien
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
c. Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.

6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon


terhadap kemarahan
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
b. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik: tarik napas
dalam jika sedang kesal, berolahraga, memukul kasur/bantal.
Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah, kesal,
tersinggung. Secara spiritual: berdoa, memohon pada Tuhan
agar diberi kesabaran
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan
a. Bantu memilih cara yang tepat
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
c. Bantu mensimulasi cara yang telah dipilih
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai
dalam simulasi
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel/marah
8. Klien mendapatkan dukungan dari keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien
melalui pertemuan keluarga
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis,
frekuensi, efek dan efek samping)
b. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama, obat, dosis, waktu, cara pemberian)
c. Anjurkan untuk membicarakan efek daan efek samping
obat yang dirasakan
Diagnosa 2: gangguan konsep diri: harga diri
rendah Tujuan Umum: klien tidak
melakukan kekerasan Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi

b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai

c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang


2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Hindari penilaian negatif pada setiap pertemuan dengan klien
c. Utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang kerumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
b. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan
c. Tingkatkan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
a. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan kemampuan pelaksanaan dirumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan dirumah
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan
keluarga Diagnosa 3: resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan
Tujuan Umum: klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan Khusus:
1. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2. Klien mampu mengungkapkan perasaannya

3. Klien mampu meningkatkan harga dirinya


4. Klien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah
dengan baik Tindakan:
1. Mendiskusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Meningkatkan harga diri klien dengan cara:
a. Memberikan kesempatan klien mengngkapkan persaannya
b. Memberi pujian jika klien dapat mengatakan perasaan positif
c. Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d. Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri
oleh pasien
e. Merencanakan yang dapat dilakukan klien
3. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara:
a. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b. Mendiskusikan dengan klien efektifitas dari masing-
masing cara penyelesaian masalah
c. Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik
STRATEGI PELAKSANAAN 1
Pertemuan I

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Klien tampak selalu emosi dan marah
2. Diagnosa keperawatan

Perilaku Kekerasan
3. Tujuan SP 1
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab, tanda
dan gejala serta mengontrol secara fisik
4. SP 1 Pasien
Mengidentifikasi penyebab, tanda gejala resiko perilaku
kekerasan serta mengontrol secara fisik
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
b. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
c. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e. Membantu pasien cara mempraktikkan dan mengontrol perilaku
kekerasan
B. Strategi Keperawatan
1. FASE ORIENTASI (PERKENALAN)
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya.
biasa
dipanggil..........”saya mahasiswa Universitas Kusuma Husada
yang akan merawat bapak.
“nama bapak siapa? Suka dipanggil siapa?
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Masih ada perasaan
marah atau kesal?”
c. Kontrak Waktu
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang perasaan
marah Bapak? Dimana kita duduk? Berapa lama? Bagaimana
jika 20 menit?”
2. FASE KERJA
”Apa yang menyebabkan Bapak marah? Apakah sebelumnya
Bapak pernah marah? Penyebabnya apa? Sama kah dengan yang
sekarang? Kalau marah biasanya sering memukul sesuatu atau
tidak? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan
dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak, salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkan rasa marah.”
“Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara
dulu? Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak
rasakan maka Bapak berdiri lalu tarik nafas dari hidung, tahan
sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus
sekali, Bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”
“Nah sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga
bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah biasa
melakukannya.”
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi Subyektif
”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang
tentang kemarahan Bapak?
b. Evaluasi Obyektif
“Ya, jadi ada 2 penyebab Bapak marah (sebutkan) dan yang
Bapak
rasakan ...(sebutkan) dan yang Bapak lakukan...(sebutkan) serta
akibatnya...(sebutkan). Bapak sudah bisa memperagakan tarik
nafas dalam tadi dengan baik.”

(Lihat apakah bapak R dapat memperagakan cara nafas dalam yang


tadi dilatih)
c. Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya? Berapa
kali bapak mau latihan dalam sehari? Mau jam berapa saja
latihannya?”

d. Kontrak

1. Topik

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan


latihan mengendalikan rasa marah?”
2. Waktu
”Nanti 2 jam lagi saya akan datang ke sini. Bagaimana,
Bapak mau kan?”
3. Tempat
”Tempatnya disini saja ya Pak. Sampai jumpa besok”
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, mukripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam


Praktik Keperawatan. Bandung: Refika Aditama
Dermawa, D. Rusdi (2013) Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: Salemba medika
Keliat Budi Ana. 2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi II.
Jakarta : EGC
Kusumawati dan Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika
Maramis. (2012). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, Iyus. 2008. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama WF

Anda mungkin juga menyukai