Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang dibimbing oleh
Abd. Mu’id Aris Shofa, S.Pd, M.Sc

Disusun Oleh :

Kelompok 1/Offering C3

1. Ahmad Iqbal Hafikhi 190342621279


2. Apriliya Andika Putri 190342621231
3. Gerhana Nusantara M. B. 160534611692
4. Siti Zumrotul Aliyah 190342621273

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Maret 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
kebesaran-Nya kami mendapatkan rahmat berlimpah sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah kelompok dengan topik pembahasan “ Negara dan Kewarganegaraan ”. Tidak lupa kami
sampaikan ucapan terima kasih kepada Abdul Mu’id Aris Shofa selaku dosen Pendidikan
Kewarganegaraan, yang telah membantu kami baik secara moral maupun materi. Ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian
makalah kelompok ini. Terima kasih pula atas kerja sama teman-teman satu kelompok yang
ikut mewujudkan pembuatan makalah diskusi kelompok ini dapat selesai dengan tepat waktu.
Makalah diskusi kelompok ini tentang topik Negara dan Kewarganegaraan. Kami
menyadari bahwa makalah diskusi kelompok yang kami buat jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, materi sesuai pemahaman kelompok, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami meminta maaf jika terdapat kesalahan penulisan kata atau kalimat yang tidak
sesuai dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menuliskan laporan sejenis dengan lebih baik di masa
mendatang.
Akhir kata, kami sebagai tim penyusun berharap agar makalah kelompok ini semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, menambah wawasan pembaca dan bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 27 Februari 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Suatu negara dapat berdiri dengan memenuhi beberapa syarat, yaitu adanya wilayah
tertentu, rakyat yang tetap dan pemerintahan yang berdaulat (Hukum & Negara, n.d.).
Sehingga egara dan warga negara memiliki hubungan timbal balik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dikarenakan negara memiliki tanggungjawab terhadap warga
negaranya begitu juga sebaliknya (Purba, 2017).
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, telah dicantumkan tujuan negara yaitu
“Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pada hal tersebut dapat diketahui bahwa hubungan antara negara dan warga negara memiliki
relevansi dalam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara (Purba, 2017).
Keberadaan warga negara merupakan salah satu unsur pokok suatu negara. Status
kewarganegaraan menjadi penting karena kewarganegaraan adalah bukti formal yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang mengikat individu tersebut dengan suatu wilayah
(negara) dan setiap warga negara berhak memperoleh perlindungan, kehidupan, dan
peradilan yang mutlak (Hukum & Negara, n.d.).
Tanpa adanya status kewarganegaraan maka seseorang warga negara tidak akan diakui
oleh negara tersebut. Warganegara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan (dibedakan dengan kewarganegaraan dan pewarganegaraan)
pasal 1 UU No 12 Tahun 2006 Tentang (Kewarganegaraan RI) Warganegara Indonesia Pasal
4 UU No. 12. Dalam isi pasal tersebut telah disebutkan tentang kewarganegaraan RI dengan
jelas (KEWARGANEGARAAN “ Makalah Kewarganegaraan ” Dosen : Nursina , SH ., MM
Nama Mahasiswa Nomor Mahasiswa : Nur Hajiah Kata Pengantar, n.d.).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis menyimpulkan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan negara dan warga negara ?
2. Bagaimana sifat, fungsi, dan tujuan negara ?
3. Apa itu negara hukum Pancasila ?
4. Bagaimana penyelesaian kasus yang sedang terjadi ?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui dan memahami hubungan negara dan warga negara.
2. Mengetahui dan memahami sifat, fungsi, dan tujuan negara.
3. Mengetahui dan memahami negara hukum Pancasila.
4. Mengetahui dan memahami kasus yang terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 HUBUNGAN NEGARA DAN WARGA NEGARA


2.1.1 Negara
2.1.1.1 Definisi negara
Istilah negara merupakan terjemahan kata asing, yaitu state (Inggris), staat
(Belanda dan Jerman), atau etat (Prancis). Secara terminologi, negara diartikan sebagai
organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang memiliki cita-cita untuk
bersatu, hidup dalam suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat
(Ubaedillah, 2008). Pada Pasal 1 konvensi Montevideo 27 Desember 1933 mengenai
hak dan kewajiban negara menyebutkan bahwa negara sebagai subjek dalam hukum
internasional harus memiliki empat unsur, yaitu penduduk yang tetap, wilayah
tertentu, pemerintahan yang berdaulat, dan kapasitas untuk berhubungan dengan
negara lain (Jawahir & Iskandar, 2006:105).
Definisi negara dari perspektif para ahli menurut Damsar (2010), antara lain:
1) Menurut Krasner (1978:10) merumuskan negara sebagai sejumlah peran dan
institusi yang memiliki dorongan dan tujuan khusus yang berbeda dari kepentingan
kelompok tertentu mana pun dalam masyarakat.
2) Menurut Eric Nordlinger dalam bukunya “On The Autonomy Of The Democratic
State” (1981:11) melihat negara sebagai semua individu yang memegang jabatan
di mana jabatan tersebut memberikan kewenangan kepada invidu-individu untuk
membuat dan menjalankan keputusan-keputusan yang dapat mengikat pada
sebagian atau keseluruhan dari segmen-segmen dalam masyarakat.
3) Menurut Marxian memandang negara pada awalnya sebagai bentuk dari
kepentingan pribadi dari para kapitalis yang berfungsi sebagai instrument untuk
meraih tujuan tertentu. Dengan demikian, negara dipandang sebagai pelaksana dari
kepentingan kelas tertentu.
4) Hendry C. Black mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang secara
permanen menempati suatu wilayah yang tetap diikat oleh ketentuan-ketentuan
hukum yang melalui pemerintahannya mampu menjalankan kedaulatannya yang
merdeka dan mengawasi masyarakatnya dan harta bendanya dalam wilayah
perbatasannya, mampu mengadakan perang dan damai serta mampu mengadakan
hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya (Huala Adolf,
1991:1-2).
2.1.1.2 Hak negara
Beberapa hak negara menurut Pasaribu (2005) antara lain:
1) Menciptakan peraturan dan undang-undang yang dapat mewujudkan ketertiban
dan keamanan bagi keseluruhan rakyat.
2) Melakukan monopoli terhadap sumber daya yang menguasai hajat hidup orang
banyak.
3) Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku.
2.1.1.3 Kewajiban negara
Kewajiban negara atau pemerintah sebagaimana yang tersebut dalam tujuan
negara dalam pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang
serta UUD meliputi:
1) Melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (Pembukaan UUD
1945, alinea IV).
2) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28I ayat 4).
3) Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29
ayat 2).
4) Untuk pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta oleh tentara nasional Indonesia dan kepolisian
negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung (Pasal 30 ayat 2).
5) Tentara nasional Indonesia terdiri atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan
udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara (Pasal 30 ayat 3).
6) Kepolisian negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum (Pasal 30 ayat 4).
7) Membiayai pendidikan dasar (Pasal 31 ayat 2).
8) Mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa (Pasal 31 ayat 3).
9) Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
(Pasal 31 ayat 4).
10) Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia (Pasal 31 ayat 5).
11) Memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya (Pasal 32 ayat 1).
12) Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional
(Pasal 32 ayat 2).
13) Mempergunakan bumi dan air dan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat (Pasal 33 ayat 3).
14) Memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar (Pasal 34 ayat 1).
15) Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan
(Pasal 34 ayat 2).
16) Bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak (Pasal 34 ayat 3).
2.1.2 Warga Negara
2.1.2.1 Defnisi warga negara
Pengertian warga negara secara umum menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) (1994) adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan
keturunan, tempat lahir dan sebagainya, yang memiliki kewajiban dan hak penuh
sebagai seorang warga negara dari negara itu. Sedangkan warga negara Indonesia ialah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara. Mengenai pengertian orang-orang bangsa
Indonesia asli ada penafsiran bahwa orang Indonesia asli adalah golongan-golongan
orang-orang yang mendiami bumi nusantara secara turun-temurun sejak zaman
tandum (Abidin, 2020).
Definisi warga negara menurut UUD 1945 dalam Pasal 26, yang dikatakan
menjadi warga negara adalah sebagai berikut:
1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
2.1.2.2 Kedudukan dan peran warga negara
Kedudukan warga negara di dalam suatu negara sangat penting statusnya
terkait dengan hak dan kewajiban yang dimiliki sebagai warga negara. Perbedaan
status/kedudukan sebagai warga negara sangat berpengaruh terhadap hak dan
kewajiban yang dimiliki, baik yang mencangkup bidang politik, ekonomi, sosial
budaya maupun hankam. Berikut ialah kedudukan warga negara dalam negara
menurut Cholisin (2000):
1) Dengan memiliki status sebagai warga negara, maka orang akan memiliki
hubungan dengan negara. Hubungan itu berwujud status sebagai warga negara,
peran sebagai warga negara, serta hak dan kewajiban sebagai warga negara.
2) Sebagai warga negara, maka ia memiliki hubungan timbal balik yang sederajat
dengan negaranya.
3) Secara teori, status warga negara meliputi status pasif, aktif, negatif dan positif.
4) Peran (role) warga negara juga meliputi peran yang pasif, aktif, negatif, dan
positif.
Di samping kedudukan, warga negara juga mempunyai peran dalam negara
dimana dalam konteks kedudukan sesuai dengan paparan diatas. Hak dan kewajiban
warga negara dijamin dalam undang-undang dan memiliki hubungan timbal balik
dengan negara, untuk itu sebagai warga negara sudah sepatutnya mempunyai peran
dalam negara untuk menciptakan suatu korelasi yang baik dalam menjalankan sebuah
negara yang demokratis. Menurut Horton dan Hunt (1993), peran (role) adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran
yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton (1968) dinamakan
perangkat peran (role set). Abu Ahmadi (1982) mendefinisikan peran sebagai suatu
kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat
dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Beberapa peran warga
negara menurut Cholisin (2000) antara lain:
1) Peran pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Peran aktif merupakan aktifitas warga negara untuk terlibat (berpatisipasi) serta
ambil bagian dalam kehidupan bernegara, terutama dalam mempengaruhi
keputusan publik.
3) Peran positif merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari
negara untuk memenuhi kebutuhan hidup.
4) Peran negatif merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan
negara dalam persoalan pribadi.
2.1.2.3 Hak warga negara
Hak warga negara adalah sesuatu yang dapat dimiliki oleh warga negara dari
negaranya, seperti hak untuk hidup secara layak dan aman, pelayanan dan hak lain
yang diatur dalam UUD 1945. Beberapa hak warga negara tersebut antara lain:
1) Pekerjaan dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2).
2) Berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal
28).
3) Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(Pasal 28B ayat 1).
4) Hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminsasi (Pasal 28B ayat 2).
5) Mengembangkan diri melelui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya (Pasal 28C ayat
1).
6) Memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarkat, bangsa dan negaranya (Pasal 28C ayat 2).
7) Pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat 1).
8) Bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2).
9) Memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3).
10) Status kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3).
11) Memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1).
12) Kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan
hati nuraninya (Pasal 28E ayat 2).
13) Kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3).
14) Berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran
yang tersedia (Pasal 28F).
15) Perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi (Pasal 28G ayat 1).
16) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain (Pasal 28G ayat 2).
17) Hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal
28H ayat 1).
18) Mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat 2).
19) Jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat (Pasal 28H ayat 3).
20) Mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H ayat 4).
21) Hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak
diperbudak, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut (Pasal 28I ayat 1).
22) Bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif 60 atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
(Pasal 28I ayat 2).
23) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban (Pasal 28i ayat 3).
24) Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat 1).
25) Mendapat pendidikan (Pasal 31 ayat 1).
2.1.2.4 Kewajiban warga negara
Kewajiban warga negara terhadap negaranya adalah kewajiban untuk
membela negara dan mentaati UU. Prinsip utama dalam penentuan hak dan kewajiban
warga negara adalah terlibatnya warga negara, baik secara langsung maupun tidak
langsung, melalui perwakilan dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut,
sehingga warga negara sadar dan memperlakukan hak dan kewajiban sebagai bagian
dari kehidupannya (Supriatnoko, 2008:170). Beberapa kewajiban lain yang tertera
dalam UUD 1945 antara lain:
1) Menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27
ayat 1).
2) Menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara (Pasal 28J ayat 1).
3) Tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J ayat 2).
4) Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30 ayat 1).
5) Untuk pertahanan dan keamanan negara melaksanakan sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta (Pasal 30 ayat 2).
6) Mengikuti pendidikan dasar (Pasal 31 ayat 2).
2.1.3 Hubungan Negara dan Warga Negara
Membicarakan hubungan antara negara dan warga masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara pada hakikatnya adalah membicarakan suatu
hubungan kekuasaan antara yang berkekuasaan (pemerintah pengemban kekuasaan
negara) dan yang dikuasai (warga masyarakat yang kini berstatus sebagai warga
negara). Dalam banyak pembicaraan, ‘negara’ yang terpersonifikasi dalam rupa para
pejabat yaitu penyelenggara kekuasaan negara, yang lebih populer disebut
‘pemerintah’, baik yang berkedudukan dalam jajaran yang sipil maupun yang berstatus
militer, itulah yang sering diidentifikasi sebagai sang penguasa. Sementara itu, yang
sering kali hendak diidentifikasi sebagai pihak yang dikuasai yaitu masyarakat atau
rakyat. Hubungan akan disebut demokratik apabila kebebasan warga masyarakat akan
lebih dominan daripada kekuasaan para pejabat pengemban kekuasaan negara.
Sedangkan hubungan akan disebut totaliter apabila kekuasaan di tangan para pejabat
pengemban kekuasaan negara lebih dominan daripada kebebasan warga masyarakat
atau warga negara (Wignjosoebroto, 2012).
Negara dan warga negara memiliki hubungan timbal balik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Negara memiliki tanggung jawab terhadap warga negaranya
begitu juga sebaliknya. Persoalan yang paling mendasar mengenai hubungan antara
negara dan warga negara adalah masalah hak dan kewajiban. Hak secara umum adalah
sesuatu yang sepatutnya diterima seseorang setelah ia memenuhi kewajiban.
Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang seharusnya dan wajib dilakukan seseorang
dengan legitimasi yang berlaku dalam masyarakat ataupun dalam hukum
(Supriatnoko, 2008). Negara dan warga negara sama-sama memiliki hak dan
kewajiban. Baik negara maupun warga negara saling berkaitan, karena berbicara hak
negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga negara, demikian pula sebaliknya
berbicara kewajiban negara adalah berbicara tentang hak warga negara. Kesadaran
akan hak dan kewajiban sangatlah penting, seseorang yang semestinya memiliki hak
namun ia tidak menyadarinya, maka akan membuka peluang bagi pihak lain untuk
menyimpangkannya. Demikian pula ketidaksadaran seseorang akan kewajibannya
akan membuat hak yang semestinya didapatkan orang lain menjadi dilanggar atau
diabaikan (Wignjosoebroto, 2012).
Terdapat tiga teori yang menjelaskan hubungan negara dan warga Negara,
yaitu pluralis, marxis, dan sintesis/strukturasi Giddens (Wibowo, 2000).
1) Pluralis
Kaum pluralis berpandangan bahwa negara itu bagaikan sebuah arena tempat
berbagai golongan dalam masyarakat berlaga. Masyarakat berfungsi memberi arah
pada kebijakan yang diambil negara. Pandangan pluralis persis sebagaimana
dikatakan Hobbes dan John Locke bahwa masyarakat itu mendahului negara.
Mayarakat yang menciptakan negara dan bukan sebaliknya, sehingga secara
normatif negara harus tunduk kepada masyarakat.
2) Marxis
Teori marxis berpendapat bahwa negara adalah serangkaian institusi yang dipakai
kaum borjuis untuk menjalankan kekuasaannya. Dari pandangan ini, sangat jelas
perbedaannya dengan teori pluralis. Kalau teori pluralis melihat dominasi
kekuasan pada warga negara, sedangkan teori marxis pada negara. Seorang tokoh
marxis dari Italia, Antonio Gramsci yang memperkenalkan istilah ‘hegemoni’
untuk menjelaskan bagaimana negara menjalankan penindasan tetapi tanpa
menyebabkan perasaan tertindas, bahkan negara dapat melakukan kontrol kepada
masyarakat.
3) Sintesis/strukturasi Giddens
Pandangan yang menyatukan dua pandangan tersebut adalah teori strukturasi yang
dikemukakan oleh Anthony Giddens. Ia melihat ada kata kunci untuk dua teori di
atas yaitu struktur untuk teori Marxis dan agensi untuk pluralis. Giddens berhasil
mempertemukan dua kata kunci tersebut. Ia berpandangan bahwa antara struktur
dan agensi harus dipandang sebagai dualitas (duality) yang selalu berdialektik,
saling mempengaruhi dan berlangsung terus menerus. Untuk menyederhanakan
pandangan Giddens, istilah struktur dapat diganti sebagai negara dan agensi diganti
sebagai warga negara. Negara mempengaruhi warga negara dalam dua arti, yaitu
memampukan (enabling) dan menghambat (constraining). Bahasa digunakan oleh
giddens hanya sebagai contoh. Bahasa harus dipelajari dengan susah payah dari
aspek kosa kata maupun gramatikanya. Keduanya merupakan rules yang benar-
benar menghambat. Tetapi dengan menguasai bahasa ia dapat berkomunikasi
kepada lawan bicara tanpa batas apapun. Contoh yang lebih konkrit adalah ketika
kita mengurus KTP. Harus menyediakan waktu khusus untuk menemui negara
(RT, RW, dukuh, lurah, dan camat) ini sangat menghambat, namun setelah
mendapatkan KTP kita dapat melamar pekerjaan, memiliki SIM bahkan paspor
untuk pergi ke luar negeri (Wibowo, 2000:21-22). Namun sebaliknya, agensi
(warga negara) juga dapat mempengaruhi struktur, misalnya melalui demonstrasi,
boikot, atau mengabaikan aturan. Istilah yang digunakan giddens adalah dialectic
control. Oleh karena itu dalam teori strukturasi yang menjadi pusat perhatian
bukan struktur, bukan pula agensi, melainkan social practice (Wibowo, 2000:22).
Tiga teori ini jika digunakan untuk melihat hubungan negara dan warga
negara dalam konteks hak dan kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam UUD
1945, maka lebih dekat dengan teori strukturasi. Meskipun dalam UUD 1945 tidak
secara eksplisit menyebutkan hak negara, namun secara implisit terdapat dalam pasal-
pasal tentang kewajiban warga negara. Negara memiliki hak untuk ditaati
peraturannya dan hal itu terlihat dalam social practice-nya. Negara dan warga negara
masing-masing memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya. Negara memiliki
kewenangan untuk mengatur warga negaranya, namun warga negara juga memiliki
fungsi kontrol terhadap negara. Contoh yang bisa menggambarkan situasi tersebut
adalah kebijakan pemerintah untuk menaikkan bahan bakar minyak (BBM). Beberapa
kali pemerintah menaikkan BBM karena alasan pertimbangan menyelamatkan APBN,
namun pada kesempatan lain atas desakan kuat dari masyarakat akhirnya kenaikan
BBM dibatalkan (Wignjosoebroto, 2012).
2.2 SIFAT, FUNGSI, DAN TUJUAN NEGARA
2.2.1 Fungsi

 Fungsi Pertahanan dan Keamanan

Negara wajib melindungi unsur negara(rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari segala
ancaman, hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari internal atau
eksternal. Contoh: TNI menjaga perbatasan negara

 Fungsi Keadilan

Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan tertentu.
Contoh: Setiap orang yang melakukan tinfakan kriminal dihukum tanpa melihat kedudukan
dan jabatan.
 Fungsi Pengaturan dan Keadilan

Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan ada


landasan yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan
juga bernegara.
 Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran

Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera

2.2.2 Sifat Negara

 Sifat memaksa

Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau kekuasaan. Negara memiliki
kekuasaan memaksa agar masyarakat tunduk dan patuh terhadap negara tanpa tidak ada
pemaksaan fisik
Hak negara ini memiliki sifat legal agar tercipta tertib di masyarakat dan tidak ada
tindakan anarki. Paksaan fisik dapat dilakukan terhadap hak milik.

 Sifat monopoli
Negara menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat. Negara dapat menguasai hal-hal
seperti sumberdaya penting untuk kepentingan orang banyak. Negara mengatasi paham
individu dan kelompok.
 Sifat totalitas
Semua hal tanpa pengecualian  menjadi wewenang Negara
2.2.3 Tujuan Negara

Menurut Miriam Budiharjo. Menyatakan bahwa Negara dapat dipandang sebagai asosiasi
manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat
dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah menciptaka kebahagiaan bagi rakyatnya.

Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 alinea
ke empat;
 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
 Memajukan kesejahteraan umum

 Mencerdaskan kehidupan bangsa

 Ikut melaksanakan ketertiban dunia

2.3 NEGARA HUKUM PANCASILA


2.3.1 Penegrtian negara hukum
2.3.1.1 Indonesia adalah negara hukum sehingga segala kekuasaan dari alat-alat
pemerintahan didasarkan atas hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri
semaunya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum adalah negara yang
diperintah bukan oleh orang-orang tetapi dengan undang-undang (D’Mutiaras: 1995).
Untuk itu negara hukum adalah rule by law not rule by man. Konsepsi tersebut
dinyatakan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara
yang berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2.3.2 Hakikat Negara Hukum
2.3.2.1 Konsep negara hukum menurut F.J. Stahl harus memenuhi empat unsur yaitu:
a. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, b. Negara dijalankan
berdasarkan trias politica, c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang (wetmatig
bestuur) dan d. Adanya peradilan administrasi negara untuk mengadili pelanggaran
hukum oleh badan-badan negara atau pemerintah (onrechmatig overheidsdaad).
Sedangkan di negara-negara Anglo Saxon, konsep negara hukum dipelopori oleh A.V.
Dicey dengan sebutan Rule of Law. Konsep ini menekankan pada beberapa asas-asas,
yaitu: (1) Supremasi hukum (supremacy of law); (2) persamaan di hadapan hukum
(equality before the law); (3) konstitusi didasarkan pada hakhak perorangan
(constitution based on individual rights) (Muhammad Tahir Azhary, 1991).
2.3.3 Pancasila Sebagai Landasan Negara Hukum Indonesia
2.3.3.1 Konsep tersebut kemudian diadopsi oleh Indonesia yang memiliki karaktersitik
khusus. Kekhususan itu karena negara hukum Indonesia berjalan di atas asas Pancasila
yang menjadi dasar filosofis-ideologis negara. Pancasila adalah falsafah kenegaraan
atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan
common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam
konteks kehidupan bernegara (Jimly Asshiddiqie, tanpa tahun). Lima prinsip dasar
Pancasila itu mencakup sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelima sila tersebut dipakai sebagai dasar filosofis-
ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal bernegara, yaitu: (i)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (ii)
meningkatkan kesejahteraan umum; (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (iv) ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan
keadilan social (Jimly Asshiddiqie, tanpa tahun).Sesungguhnya Pancasila merupakan
norma dasar negara Indonesia (grundnorm) dan juga merupakan cita hukum negara
Indonesia (rechtsidee) sebagai kerangka keyakinan (belief framework ) yang bersifat
normatif dan konstitutif. Bersifat normatif karena berfungsi sebagai pangkal dan
prasyarat ideal yang mendasari setiap hukum positif. Hal ini terlihat dalam ketentuan
Pasal 2 UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala
sumber hukum. Sedangkan bersifat konstitutif karena Pancasila mengarahkan hukum
pada tujuan yang hendak dicapai. Selain itu, Pancasila menjadi pokok kaidah
fundamental negara “staatsfundamentalnorm” dengan dicantumkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) (Arief Hidayat, 2019).
Oleh karena itu, negara hukum Indonesia adalah negara hukum Pancasila yang
mempunyai karakteristik khusus karena (Arief Hidayat, 2019):
Pertama, Indonesia merupakan suatu negara kekeluargaan. Dalam suatu negara
kekeluargaan terdapat
pengakuan terhadap hak-hak individu (termasuk pula hak milik) atau HAM. Namun
dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional (kepentingan bersama) di atas
kepentingan individu. Di satu sisi, ini sejalan dengan nilai sosial masyarakat Indonesia
yang bersifat paguyuban, namun disisi lain juga sejalan pergeseran masyarakat
Indonesia ke arah masyarakat modern yang bersifat patembayan. Konsepsi ini sangat
berbeda dengan konsep negara hukum Barat yang menekankan pada kebebasan
individu seluas-luasnya, sekaligus bertolak belakang dengan konsep negara hukum
sosialisme-komunisme yang menekankan pada kepentingan komunal atau bersama.
Dalam negara hukum Pancasila, diusahakan terciptanya suatu harmoni dan
keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan nasional (masyarakat)
dengan memberikan pada negara kemungkinan untuk melakukan campur tangan
sepanjang diperlukan bagi terciptanya tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila.
Kedua, Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi asas kepastian
dan keadilan. Dengan sifatnya yang prismatic maka konsep negara hukum Pancasila
dalam kegiatan berhukum baik dalam proses pembentukan maupun
pengimplementasiannya dilakukan dengan memadukan prinsip keadilan, serta konsep
dan sistem hukum lain, misalnya sistem hukum adat dan sistem hokum agama yang
hidup di nusantara ini, sehingga terciptalah suatu prasyarat bahwa kepastian hukum
harus ditegakkan demi menegakkan keadilan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip-
prinsip Pancasila.
Ketiga, Indonesia adalah religious nation state. Dengan melihat pada hubungan
antara negara dan agama maka konsep negara hukum Pancasila tidaklah menganut
sekulerisme tetapi juga bukanlah sebuah negara agama seperti dalam teokrasi dan
nomokrasi Islam. Konsep negara hukum Pancasila adalah sebuah konsep negara yang
berketuhanan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia didasarkan atas
kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, maka negara
menjamin kebebasan bagi warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan
sesuai keyakinan masing-masing. Konsekuensi logis dari pilihan ini adalah bahwa
atheisme dan komunisme dilarang karena telah mengesampingkan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Keempat, adanya kolaborasi hukum sebagai sarana perubahan masyarakat dan
hukum sebagai cermin budaya masyarakat. Dengan kolaborasi kedua konsep ini
negara hukum Pancasila berusaha untuk memelihara dan mencerminkan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat (living law) sekaligus melakukan positivisasi terhadap
living law tersebut untuk mendorong dan mengarahkan masyarakat pada
perkembangan dan kemajuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila.
Kelima, basis pembuatan dan pembentukan hukum nasional didasarkan pada prinsip
hukum yang bersifat netral dan universal, dengan pengertian bahwa harus memenuhi
persyaratan utama yaitu: a. Pancasila sebagai perekat dan pemersatu; b. berlandaskan
nilai yang dapat diterima oleh semua kepentingan dan tidak mengistimewakan
kelompok atau golongan tertentu; c. mengutamakan prinsip gotong royong dan
toleransi; serta d. adanya kesamaan visimisi, tujuan dan orientasi yang sama disertai
dengan saling percaya.

2.3 STUDI KASUS

Kasus yang dibahas dalam makalah ini adalah kasus yang terjadi pada pemilihan Bupati
Nusa Tenggara Timur yang dilakukan pada tahun 2020. Dimana, Orient Patriot Riwu Kore yang
terpilih sebagai bupati ternyata memiliki kewarganegaraan ganda. Hal ini diketahui pada
Februari 2021 setelah Bawaslu Kabupaten Sabu Riajua menerima balasan surat elektronik dari
Kedubes AS yang menyatakan bahwa Orient sudah menjadi warga negara Amerika Serikat
(Kompas.com, 2021).

Kemungkinan terjadinya kewarganegaraan ganda di Indonesia pada UUD NRI Tahun 1945
tidak mengharuskan dan tidak melarang. Akan tetapi, kebijakan lebih lanjut diberikan kepada
pembentuk Undang-Undang untuk mengaturnya sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (3) UUD
NRI Tahun 1945. Pada saat ini, Undang-Undang yang mengatur tentang kewarganegaraan
Indonesua adalah UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam
UU No. 12 Tahun 2006 tidak mengenal kewarganegaraan ganda dengan dianutnya asas
kewarganegaraan tunggal. Namun, UU No. 12 Tahun 2006 juga menganut Asas
kewarganegaraan ganda terbatas, dimana asas ini yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi
anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini. Asas ini merupakan
pengecualian dalam rangka perlindungan terhadap anak (Unair News, 2020).

Setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, maka anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Terdapat beberapa pasal yang
membuktikan bahwa UU No. 12 Tahun 2006 tidak menganut kewarganegaraan ganda untuk
orang dewasa, yaitu Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, Pasal 9 huruf (f), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal
23 huruf (a,b,h), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 42 (Pemerintah Republik Indonesia, 2006; Unair
News, 2020). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Orient sudah dapat dinyatakan sebagai
WNA bukan lagi WNI.

Kesalahan ini dapat terjadi karena ketika mendaftarkan diri pada partai maupun sebagai
calon Bupati memiliki syarat utama, yaitu merupakan warga negara Indonesia yang dibuktikan
dengan e-KTP dan kartu keluarga. Ketika penerimaan dokumen calon, KPU Sabu mendapat
rekomendasi Bawaslu yang mempertanyakan keabsahan e-KTP milik Orient, sehingga KPU
Sabu menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi ke instansi yang menerbitkan dokumen
tersebut di Disdukcapil Kota Kupang dengan hasil tertuang dalam BA klarifikasi bersama yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan benar WNI (KumparanNEWS, 2021).

Kementrian Dalam Negeri menyebutkan bahwa Orient sempat berganti kewarganegaraan


beberapa kali. Direktur Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri menyebutkan
bahwa pada awalnya Orient berstatus warga negara Indonesia. Kemudian Orient memiliki paspor
Amerika Serikat, yang dengan ini menyatakan bahwa dirinya memiliki kewarganegaraan AS
(CNN Indonesia, 2021). Dengan terbuktinya bahwa Orient bukanlah WNI, otomatis dinyatakan
gugur sebagai calon kepala daerah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa sistem kependudukan di
Indonesia masih berantakan.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Negara dan warga negara memiliki hubungan timbal balik dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Persoalan yang paling mendasar mengenai hubungan antara negara dan warga
negara adalah masalah hak dan kewajiban, dimana negara memiliki tanggung jawab terhadap
warga negaranya begitu juga sebaliknya. Terdapat tiga teori yang menjelaskan hubungan
negara dan warga negara, yaitu pluralis, marxis, dan strukturasi Giddens. Jika dilihat dalam
konteks yang tertuang dalam UUD 1945, maka hubungan negara dan warga negara di
Indonesia lebih dekat dengan teori strukturasi Giddens.

3.1.2 Negara memiliki beberapa sifat yaitu sifat memaksa, monopoli dan totalitas yang
kemudian semua sifat tersebut memiliki fungsi yaitu berfungsi untuk Pertahanan dan
Keamanan, berfungsi untuk keadilan, berfungsi untuk pengaturan dan keadilan, dapat
berungsi untuk kesejahteraan dan kemakmuran. Sedangkan untuk tujuannya sendiri ada
beberapa pendapat yang berbeda. Namun dengan seiring berjalannya waktu Indonesia
memakai tujuan bernegara sesuai dengan UUD 1945 alenia ke 4 yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia.

3.1.3 Indonesia adalah negara hukum sehingga segala kekuasaan dari alat-alat
pemerintahan didasarkan atas hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri semaunya
yang bertentangan dengan hukum. Kekhususan itu karena negara hukum Indonesia berjalan
di atas asas Pancasila yang menjadi dasar filosofis dan ideologis negara. Pancasila
merupakan falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai
filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga
masyarakat dalam konteks kehidupan bernegara dengan lima prinsip dasar Pancasila dan juga
mencakup dari isi pancsila.
3.2 SARAN
Untuk lebih mendalami materi mengenai negara dan kewarganegaraan, pembaca dapat
menambah pengetahuan dengan mempelajari buku, jurnal atau artikel lain agar semakin paham
dan mengetahui berbagai peraturan dan ketentuan sebagai warna negara juga negara Indonesia.
Dengan adanya hal tersebut diharapkan dapat menambah rasa nasionalisme dan memberi
pengetahuan baru yang dapat diajarkan pada orang lain.

DAFTAR RUJUKAN

Abdin, Maslan. 2020. Kedudukan dan Peran Warga Negara dalam Masyarakat Multikultural.
Jurnal Pattimura Civic (JPC), 1(1): 17-25.

Abu, Ahmadi. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: PT. Bina Ilmu Soerjono.

Budiardjo, Miriam.2010. Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Cholisin. 2000. Materi Pokok Ilmu Kewarganegaraan-Pendidikan Kewarganegaraan.


Yogyakarta: UNY.

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik Jakarta. Cet. Ke-1. Jakarta: Kencana. H. 100-102.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Horton, P.B. & Hunt, C.L. 1993. Sociology, Sixth Edition. London: Mc. Graw-Hill Book
Company.

Laurensius Arliman S, Hukum Adat Di Indonesia Dalam Pandangan Para Ahli Dan Konsep
Pemberlakuannya di Indonesia , Jurnal Selat, Volume 5, Nomor 2, 2018,
https://doi.org/10.31629/selat.v5i2.320

Merton, R.K. 1968. Social Theory and Social Structure. New York: The Free Press.

Pasaribu, R.B.F. 2005. Kewarganegaraan. Universitas Gunadarma.

Supriatnoko. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penaku.


Thontowi, J. & Iskandar, P. 2006. Hukum Internasional Kontemporer. Cetakan Pertama.
Bandung: Refika Aditama.

Ubaedillah, A., dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak
Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Edisi Ketiga. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. H. 84.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesi 1945 Alenia ke 4

Wibowo, I. 2000. Negara dan Masyarakat: Berkaca dari Pengalaman Rakyat Cina. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Wignjosoebroto, Soetandyo. 2012. Hubungan Antara Negara dan Warga Negara. Makalah.
Yogyakarta: PUSHAM-UII.

Hukum, P., & Negara, T. (n.d.). Moh. Kusnardi, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia , PT.
Sastra Hudaya, Jakarta, 1985, hlm. 291. 1.

KEWARGANEGARAAN “ Makalah Kewarganegaraan ” Dosen : Nursina , SH ., MM Nama


Mahasiswa Nomor Mahasiswa : Nur Hajiah Kata Pengantar. (n.d.).

Purba, E. (2017). Eran Guru Pkn Dalam Mewujudkan Civil Society Siswa Kelas Xi Sma Teladan
Pematang Siantar Melalui Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. 1–7.

Anda mungkin juga menyukai