KELOMPOK 3 :
1. ADELA NOFITA
2. DWIRA JANUAR
3. FINNY NAFARISKUIN
4. IBNU ANSYAR
5. MIA YUNITA
6. RESSY RAHMADANI
7. REZA SOVIA
8. YUMIKO PASTIKA
Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas asuhan keperawatan KOMUNITAS 2 ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu
kami, sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas bimbingan
yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang juga
membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan tujuan untuk
menyempurnakan makalah ini.
Dan kami berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Padang, 29 April 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi
perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggotanya di sepanjang waktu (Budi Anna Kelia
t, 2000). Perkembangan ini terbagi menjadi beberapa tahap atau kurun waktu tertentu. Pada
setiap tahapnya keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan
tersebut dapat dilalui dengan sukses (Friedman, MM.2000)
Tahap perkembangan keluarga dibagi sesuai dengan kurun waktu tertentu yang dianggap
stabil, misalnya keluarga dengan anak pertama berbeda dengan keluarga dengan remaja.
Menurut Rodgers (Friedman, 1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan
secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama dan tiap tahap
perkembangan membutuhkan tugas atau fungsi keluarga agar dapat melalui tahap tersebut
dengan sukses.
Tahap perkembangan keluarga keempat dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas disekolah masing-masing
anak memiliki aktivitas dan minat sendiri. Demikian pula orangtua yang mempunyai aktivitas
yang berbeda dengan anak. Untuk itu keluarga perlu bekerjasama untuk mencapai tugas
perkembangan.
Pada tahap ini orangtua perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak
untuk bersosialisasi baik aktivitas di sekolah maupun di luar sekolah. Oleh karena itu perlu
perhatian bagi perawat sebagai provider yang dapat menjalankan perannya sebagai konselor dan
advocator dalam mempersiapkan serta membina keluarga mendidik anak-anaknya menjadi
manusia yang berkualitas.
B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup permasalahan yang dibahas pada makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada keluarga dengan anak sekolah
C. TUJUAN
a. Mampu melakukan pengkajian pada keluarga dengan anak sekolah
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan keluarga dengan anak sekolah
c. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada keluarga dengan anak sekolah.
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada keluarga dengan
anak sekolah
e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan keluarga yang telah dilakukan pada keluarga
dengan anak sekolah
BAB II
KONSEP DASAR KELUARGA
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,
perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam
peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Ali, 2010).
Menurut Duvall d alam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
dan sosial dari tiap anggota.Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam
masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga
saling berhubungan, dan menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko. 2012).
keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah,
adopsi atau perkawinan. (WHO, dalam Harmoko 2012).
Keluarga adalah sekelompok manuasia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam
kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat. (Helvie, dalam Harmoko 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan sekumpulan orang yang
terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta adopsi dan tinggal dalam satu rumah.
B. Struktur Keluarga
Struktur keluarga oleh Friedman di gambarkan sebagai berikut :
a) Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai dan hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi
pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan
menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik,
dan valid.
Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau
berita negatif, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.
Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas,
judgemental ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar,
diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
Karakteristik pemberi pesan :
a. Yakin dalam mengemukakan suatu pendapat.
b. Apa yang disampaikan jelas dan berkualitas.
c. Selalu menerima dan meminta timbal balik.
d. Karakteristik pendengar
e. Siap mendengarkan
f. Memberikan umpan balik
g. Melakukan validasi
b) Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang
diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal. Posisi/status adalah
posisi individu dalam masyarakat misal status sebagai istri/suami.
c) Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau
mengubah perilaku orang lain. Hak (legimate power), ditiru (referent power), keahlian
(exper power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan efektif power.
d) Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya
tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial
tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.
Nilai, suatu sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak dapat mempersatukan
anggota keluarga. Norma, pola perilaku yang baik menurut masyarakat
berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya, kumpulan daripada perilaku yang dapat
dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah. (Friedman,
dalam Harmoko hal 19; 2012)
C. Tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
a) Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah di
tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/ keduanya dapat
bekerja di laur rumah.
b) Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
c) Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam
pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama
maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
d) Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak
sudah meningglakan rumah karena sekolah/ perkawinan/meniti karier.
e) Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/slah satu bekerja di
rumah.
f) Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak- anaknya dapat
tinggal di rumah/ di luar rumah.
g) Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
h) Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling
mencari pada waktu-waktu tertentu.
i) Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.
j) Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k) Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
l) Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak- anaknya dan
bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
m) Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan
tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
n) Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
o) Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
(Harmoko, hal 23; 2012)
2) Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama
dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan kelahiran bayi
perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas perkembangan yang penting.
Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam keluarga, sehingga pasangan harus
beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan bayi. Masalah yang sering terjadi
dengan kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian kedua pasangan
tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi ayah atau sebaliknya. Tugas
perkembangan pada masa ini antara lain :
a) Persiapan menjadi orang tua
b) Membagi peran dan tanggung jawab
c) Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangan
d) Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e) Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f) Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g) Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3) Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak
prasekolah dalam meningatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini sangat
sibuk dan anak sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur waktunya
sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan ekerjaan (punya waktu/paruh waktu)
dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek keluarga dalam merancang dan mengarahkan
perkembangan keluarga dalam merancang dan mengarahkan perkembangan keluarga agar
kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara menguatkan kerja sama antara suami
istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi perkembangan individual anak, khususnya
kemandirian anak agar tugas perkembangan anak pada fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan
rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus terpenuhi
d. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga
( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4) Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal,
sehngga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-masing anak memiliki
aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan
anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas perkembangan. Pada tahap
ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah dengan anak, memberi kesempatan pada anak
untuk bersosialisasi, baik aktifitas di sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan
keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a) Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan
semangat belajar
b) Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c) Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
d) Menyediakan aktifitas untuk anak
e) Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
5) Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada
usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga
melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang
sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
6) Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini
bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan
tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali
keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Keluarga
empersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak
terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah, pasangan perlu menata
ulang dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal.
Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena
anak- anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu
melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara
hubungan dengan anak.
E. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5 yaitu:
1. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis
anggota keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak sebagai anggota
masyarakat yang produktif serta memberikan status pada anggota keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi dan untuk
keberlangsungan hidup masyarakat,.
4. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan,pakaian, tempat tinggal, perawatan
kesehatan. (Marilyn M. Friedman, hal 86; 2010)
Berdasarkan UU No.10 tahun 1992 PP No.21 tahun 1994 tertulis fungsi keluarga dalam delapan
bentuk yaitu :
1) Fungsi Keagamaan
a. Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota
keluarga.
b. Menerjemahkan agama kedalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota
keluarga.
c. Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dari ajaran
agama.
d. Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang
kurang diperolehnya diseko lah atau masyarakat.
e. Membina rasa, sikap, dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai pondasi
menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
2. Fungsi Budaya
a) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan
budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan.
b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya
asing yang tidak sesuai.
c) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan
masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia.
d) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berpartisipasi
berperilaku yang baik sesuai dengan norma bangsa Indonesia dalam menghadapi
tantangan globalisasi.
e) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya
masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia
sejahtera.
3. Fungsi Cinta Kasih
a. Menumbuhkembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke
dalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus-menerus.
b. Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar keluarga secara kuantitatif dan
kualitatif.
c. Membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga
secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan
menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia
sejahtera.
4. Fungsi Perlindungan
a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang
timbul dari dalam maupun dari luar keluarga.
b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman
dan tantangan yang datang dari luar.
c) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
5. Fungsi Reproduksi
a. Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi
anggota keluarga maupun bagi keluarga sekitarnya.
b. Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia,
pendewasaan fisik maupun mental.
c. Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu
melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam
keluarga.
d. Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju
keluarga kecil bahagia sejahtera.
6. Fungsi Sosialisasi
a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana
pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama.
b) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan keluarga sebagai pusat tempat
anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang
dijumpainya baik di lingkungan seko lah maupun masyarakat.
c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukan untuk
meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang kurang diberikan
oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat.
d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak
saja bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua, dalam rangka
perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagia sejahtera.
7. Fungsi Ekonomi
a. Melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam
rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga.
b. Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga.
c. Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap
anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang.
d. Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
8. Fungsi Pelestarian Lingkungan
a) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan internal keluarga.
b) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan eksternal keluarga.
c) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan yang serasi, selaras dan
seimbang dan antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat
sekitarnya.
d) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup
keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera. (UU No.10 tahun 1992 PP No.21
tahun 1994, dalam Setiadi 2008)
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT HIPERSENSITIVITAS
1. Pengertian
Setiap antibody memiliki satu pasang situs pengikatan bagi antigen. Setiap situs
perlekatan antigen tersebut dibentuk dari asosiasi antara rantai ringan dan rantai berat.
Antibodi memiliki konfirmasi-konfirmasi unik yang dihasilkan sekuens-sekuens yang ada
diujung kepala situs pengikatan antigen.
Sebuah antigen (yang bersifat kompleks) mampu bereaksi dengan lebih dari satu
antibody, meskipun hal ini tak umum (jarang terjadi). Disamping hal tersebut, antigen
yang bereaksi dengan antibody yang menghasilkan proliferasi limfosit di awal reaksi
harus berupa molekul besar. Nantinya, cukup determinan antigenic saja yang berperan
dalam meneruskan respons imun. Ada lima jenis antibody (imunoglobulin) yang dimiliki
oleh manusia, yaitu IgG, IgM, IgA, IgD dan IgE. Berikut penjelasannya:
3. Etiologi
Faktor yang berperan dalam alergi makanan yaitu:
1. Faktor internal
a) Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi: asam
lambung, enzim-enzim usus) maupun fungsi-fungsi imunologis
(misalnya:IgA sekretorik) memudahkan penetrasi alergen makanan.
Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan
tertentu.
b) Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai
janin sampai masa bayi dan sensitisasi ini di pengaruhi oleh kebiasaan dan
norma kehidupan setempat.
c) Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan
penyerapan alergen bertambah.
2. Faktor eksternal
a) Faktor pencetus: faktor fisik (dingin, panas, hujan) faktor psikis (sedih, stress)
atau beban latihan (lari dan olah raga).
b) Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya:
ikan 15,4%, telur 12,7%, susu 12,2%, kacang 5,3% dll
c) Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi
4. Klasifikasi
Klasifikasi reaksi alergi menurut COOMBS dan GELL:
1) Reaksi Tipe I atau Reaksi Tipe Anafilaktik
Reaksi ini terjadi pada waktu alergen atau antigen bereaksi dengan zat anti
yang spesifik, yang dikenal dengan nama reagin. Berdasarkan ISHIZAKA, ternyata
bahwa aktifitas reagin itu bukan dibawakan oleh IgG, IgA, IgM maupun IgD,
melaikan oleh satu kelas dengan imunoglobulin yang disebut IgE. Imunoglobulin ini
mempunyai suatu keistimewaan, yaitu dapat melekat pada sel basofil dan/atau
mastosit oleh karena itu IgE disebut juga sebagai zat anti homositotropik. Dengan
timbulnya reaksi antara anti gen dengan zat anti itu, maka terjadilah proses
degranulasi didalam sel tersebut, yang diikuti dengan keluarnya zat farmakologik
aktif, yaitu Histamin, Zat bereaksi lambat dan serotonin dan bradikinin.
Zat-zat pada umumnya menyebabkan kontraksi otot polos, vasodilatasi dan
meningginya permeabilitas pembuluh darah kapiler. Akibat reaksi alergi ini, maka
secara klinik ditemukan penyakit-penyakit seperti asma bronkial, demam rumput
kering, rinitis alergi.
2) Reaksi Tipe II atau Reaksi Tipe Sitotoksik
Alergi tipe II ini disebabkan oleh karena timbulnya reaksi antara zat anti
dengan anti gen spesifik yang merupakan bagian dari pada sel jaringan tubuh atau
dengan suatu hapten yang telah berintegrasi dengan sel tersebut. Aktivitas zat anti ini
dibawakan oleh kelasa IgG dan/atau IgM, yang mempunyai sifat biologik tertentu,
yaitu dapat mengikat system komplemen. Setelah terjadi reaksi antara anti gen
dengan zat antinya, maka aktivasi sistem komplemen dapat dimulai, sehingga timbul
pelektan imun, proses opsonisasi dan akhirnya perusakan permukaan sel jaringan
tubuh. Secara klinik, reaksi ini sering ditemukan pada tranfuse darah yang tidak
sesuai, faktor resus yang tidak sesuai, penyakit trombositopenik purpura.
3) Reaksi Tipe III atau Reaksi Tipe Kompleks-Toksik
Reaksi ini disebabkan oleh kelas IgG dan/atau IgM, akan tetapi aktivitas zat
anti yang dibawanya bukan terhadap antigen sel jaringan tubuh, melainkan terhadap
antigen yang datang dari luar tubuh. Istilah lain untuk tipe III ini ialah
hipersensitivitas kompleks imun. Pada reaksi ini terjadi suatu kompleks terdiri dari
kumpulan antigen dengan zat antinya, yang timbul akibat masuknya antigen asing
kedalam tubuh untuk kedua kalinya dan bereaksi dengan zat anti spesifiknya. Seperti
pada tipe II, maka IgG atau IgM pada tipe III ini dapat pula mengaktifakan sistem
komplemen, hanya bedanya proses ini beru terjadi setelah kompleks antigen-zat anti
itu dipresipitasikan. Akibat proses ini maka akan timbul efek kemotaksis terhadap
sel-sel polimorfonuklear, peningkatan daya fagositosis dan pelepasan zat
anafilatoksin, yang secara tidak langsung akan meningkatkan permeabilitas-dinding
pembuluh darah. Secara klinik maka reaksi ini akan menyebabkan reaksi Arthus,
serum sickness, dll.
6. Komplikasi
a) Daya tahan tubuh menurun : mudah sakit panas, batuk, pilek (infeksi berulang) ; 1-2
kali setiap bulan). Sebaiknya tidak terlalu mudah minum antibiotika. Penyebab
tersering infeksi berulang adalah virus yang sebenarnya tidak perlu antibiotika.
b) Karena sering sakit berakibat tonsilitis kronis (amandel membesar) hindari operasi
amandel yang tidak perlu
c) Waspadai dan hindari efek samping pemakaian obat terlalu sering.
d) Mudah mengalami infeksi saluran kencing. Kulit di sekitar kelamin sering
kemerahan
e) Sering terjadi overdiagnosis tbc (minum obat jangka panjang padahal belum tentu
menderita tbc / ”flek ”) karena gejala alergi mirip penyakit tbc. Batuk lama bukan
gejala tbc pada anak bila diagnosis tbc meragukan sebaiknya ”second opinion”
dengan dokter lainnya
f) Makan berlebihan kegemukan atau obesitas
g) Infeksi jamur (hipersensitif candidiasis) di lidah, selangkangan, di leher, perut atau
dada, keputihan
7. Patofisiologi
Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang
mengkonsumsi makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. namun ketika untuk
kedua kalinya orang tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala-
gejala timbulnya alergi pada kulit orang tersebut. setelah tanda-tanda itu muncul maka
antigen akan mengenali alergen yang masuk yang akan memicu aktifnya sel t, dimana
sel t tersebut yang akan merangsang sel b untuk mengaktifkan antibodi (ig e). proses ini
mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel mast yang dikeluarkan oleh basofil. apabila
seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya oleh alergen yang sama maka akan
terjadi 2 hal yaitu,:
a. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel t. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
b. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( ig e ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak, kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal, prutitus, angioderma, urtikaria, kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan
nama anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun,
kesadaran menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian.
8. WOC
Obat-obatan, debu, makanan
Masuk ketubuh
Difagositosis
Masuk ke sel Th di kelenjer limfe
Pelepasan sitokinin oleh sel Th
Sel beta terangsang membentuk IgE
Sel-sel reseptor IgW ( sel mast, basofil, eosinofil ) mengikat IgE
Degranulasi sel mast
Degranulasi mengeluarkan berbagai mediator kimia
Gejala hipersensitifitas / alergi
darah
perifer
MK :
Gangguan asma bronkial
MK :
integritas kulit
Ketidakseimb urtikaria,
pruritus
angan nutrisi :
kurang dari MK: gangguan
kebutuhan pola nafas
tubuh
MK: gangguan integritas
kulit
9. Pemeriksaan Diagnostic
a. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya
urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir
b) Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan
c) Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
d) Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena
pada oarng yang menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)
b. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
b) Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
c) Ige total dan spesifik: harga normal ige total adalah 1000u/l sampai umur 20
tahun. Kadar ige lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
d) Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
e) Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
f) Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food
chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit
intraepitelial dan igm. Ige ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
g) Pemeriksaan/ tes d xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
h) Diit coba buta ganda ( double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti
c. Diagnostik
a) Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya :
stenosis pilorik, hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan
dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
b) Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna
dan pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit,
tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera),
bakteri (salmonella, escherichia coli, shigella), virus (rotavirus, enterovirus),
parasit (giardia, akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal
alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin
(tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
c) Reaksi psikologi
d. Prognosis
Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun
biasanya imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut
gangguan saluran cerna karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila
gangguan saluran cerna akan membaik maka biasanya gangguan perilaku yang
terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas 5 atau 7 tahun alergi
makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi makanan
dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala autismepun
biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun
alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang,
kepiting atau kacang tanah.
Pada pasien perlu dijelaskan tentang jenis urtikaria, penyebabnya (bila diketahui), cara-
cara sederhana untuk mengurangi gejala, pengobatan yang dilakukan dan harapan di masa
mendatang. Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab,
bahan pencetus atau antigen.
Penatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini pertama, kedua, dan ketiga.
Pengobatan lini pertama adalah penggunaan antihistamin berupa ah 1 klasik yang bekerja
dengan menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan penggunaan
kortikosteroid, sementara pengobatan lini ketiga adalah penggunaan imunosupresan
(baskoro et.al, 2007).
a) Penanganan gangguan tidur karena alergi makanan pada anak haruslah dilakukan
secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus
bukanlah jalan terbaik dalam penanganan gangguan tersebut tetapi yang paling ideal
adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.
b) Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar,
karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus
diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya
dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi
dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey.,
meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu soya.
Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau daging
kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian makanan
jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi makanan atau
membaca label makanan.
c) Obat-obatan simtomatis, anti histamine (ah1 dan ah2), ketotifen, ketotofen,
kortikosteroid, serta inhibitor sintesaseprostaglandin hanya dapat mengurangi gejala
sementara, tetapi umumnya mempunyai efisiensi rendah. Sedangkan penggunaan
imunoterapi dan natrium kromogilat peroral masih menjadi kontroversi hingga
sekarang.
Pemberian Obat :
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Hari/ Tanggal : 28-30 April 2018
Jam : 14.00 wib
I. Identitas Pasien
a. Nama kepala keluarga : Tn. J
b. Umur kepala keluarga : 47 thn
c. Alamat : Komplek Kemenag Kanwil Sumbar No 7 Padang
Baru
d. Pendidikan kepala keluarga : S3
e. Pekerjaan : PNS
f. Komposisi keluarga :
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien
: Pertalian Darah
: Tinggal Serumah
g. Tipe keluarga
Tipe keluarga yaitu nuclear family. Bapak J tinggal bersama dengan isterinya, Ibu E
dan anaknya yaitu Anak R, Anak.N. dan anak M, sedangkan anak F sekarang sedang
bersekolah di bukittinggi, pada keluarga bapak J jarang terjadi selisih paham karena
mereka saling menghormati, menghargai dan saling menyayangi satu sama lain. Anak
N dan anak M mengatakan mereka selalu mendengar nasuhat dari orang tua mereka
dan sangat menghormati bapak J dan ibu E
h. Agama
Kepercayaan yang dianut oleh keluarga bapak J adalah islam, bapak J sering
melakukan ibadah sholat dimesjid dan berjamaah dirumah. Ibu E mengatakan ia juga
ikut dalam pengajian majelis taklim dekat tempat tinggal mereka
i.Suku
Suku bapak J adalah sikumbang dan suku ibu E adalah , bahasa yang biasa
digunakan sehari-hari adalah bahasa minang dan bahasa indonesia. Keluarga bapak J
tidak memiliki budaya yang bertentangan dengan kesehatan seperti pantangan
terhadap makanan ataupun anggapan negatif terhadap penyakit
j.Status sosial ekonomi keluarga
Bapak J seorang PNS yang memiliki penghasilan tunjangan kinerja sebesar 9,3 juta
dan di tambah dengan Ibu E yang juga seorang PNS dengan penghasilan sebesar4,5
juta. Total penghasilan keluarga menurut bapak J sudah mencukupi untuk kebutuhan
sehari-hari dan keperluan lainnya
k. Aktivitas rekreasi keluarga
Keluarga mengatakan akan sering melakukan rekreasi jika semua keluarga lengkap
ada di rumah, karena anak kedua bapak J tidak tinggal dirumah, tetapi bersekolah di
bukit tinggi, bapak J mengatakan bapak J dan keluarga juga cukup sering kebukit
tinggi ke tempat anak pertama bapak J sekalian rekreasi jika ada waktu libur atau jika
ada waktu di hari-hari tertentuu. Selain itu keluarga bapak J dan ibu E sering
melakukan gotong royong di rumah dihari minggu
Jendela
IV
Kamar Mandi II
Kamar I Dapur
G
Ruang
a Keluarga
r Kamar
Mandi I
a
s Ruang
i Tamu
Kamar II Kamar III
Jendela I Jendela
Jendela II Pintu
III
Depan
Pemeriksaan Bapak J
Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, bapak J
memakai kacamata, sclera bening, konjungtiva pink tidak
pucat, alis mata berbatas tegas dan simetris, pembengkakan
mata (-), respon terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran yang
terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal, bicara
tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir simetris,
mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung, Tidak ada
lesi pada rongga mulut, perdarahan dan pembengkakan (-),
karies gigi (-), gigi tidak lengkap, dua gigi geraham bagian
belakang pasien kiri dan kanan sudah tidak ada
Dada dan paru-paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: bising usus 20
x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, tidak ada lebam,
tidak bengkak, tidak ada eritema
Sistem Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sendi pasien
muskuloskeletal
BB dan TB BB : 85 dan TB :185
Tanda- tanda vital TD 120/90 mmHg; Nadi 90 x/menit; Pernapasan 17
x/menit; Suhu 36,5º C
Capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Ibu E
Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, sclera
bening, konjungtiva pink tidak pucat, alis mata berbatas
tegas dan simetris, pembengkakan mata (-), respon
terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran yang
terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal, bicara
tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir simetris,
mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung, Tidak ada
lesi pada rongga mulut, perdarahan dan pembengkakan (-),
karies gigi (-), gigi tidak lengkap, dua gigi geraham bagian
belakang bawah sudah tidak ada
Dada dan paru-paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: bising usus 20
x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, tidak ada lebam,
tidak bengkak, tidak ada eritema
Sistem Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sendi pasien
muskuloskeletal
BB dan TB BB : 63 dan TB : 162
Tanda- tanda vital TD 100/80 mmHg; Nadi 80 x/menit; Pernapasan 16
x/menit; Suhu 36,8º C
Capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Anak R
Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam
dan tebal
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, sclera
bening, konjungtiva pink tidak pucat, alis mata berbatas
tegas dan simetris, pembengkakan mata (-), respon
terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran yang
terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal, bicara
tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir simetris,
mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung, Tidak ada
lesi pada rongga mulut, perdarahan dan pembengkakan (-),
karies gigi (-), gigi pasien lengkap
Dada dan paru-paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: bising usus 20
x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, tidak ada lebam,
tidak bengkak, tidak ada eritema
Sistem Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sendi pasien
muskuloskeletal
BB dan TB BB: 70 dan TB : 170
Tanda- tanda vital TD 110/80 mmHg; Nadi 90 x/menit; Pernapasan 18
x/menit; Suhu 36,7º C
Capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Anak N
Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam
dan tebal
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, sclera
bening, konjungtiva pink tidak pucat, alis mata berbatas
tegas dan simetris, pembengkakan mata (-), respon
terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran yang
terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal, bicara
tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir simetris,
mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung, Tidak ada
lesi pada rongga mulut, perdarahan dan pembengkakan (-),
karies gigi (-), gigi pasien lengkap
Dada dan paru-paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: bising usus 20
x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, tidak ada lebam,
tidak bengkak, tidak ada eritema
Sistem Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sendi pasien
muskuloskeletal
BB dan TB BB: 49 dan TB : 158
Tanda- tanda vital TD 120/80 mmHg; Nadi 90 x/menit; Pernapasan 17
x/menit; Suhu 36,5º C
Capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Anak M
Kepala Bentuk simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam
dan tebal
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Telinga Bentuk simetris antara telinga kanan dan kiri, liang telinga
terlihat bersih, eritema (-), tidak ada ganngguan
pendengaran
Mata Kelopak mata terlihat dapat membuka menutup, sclera
bening, konjungtiva pink tidak pucat, alis mata berbatas
tegas dan simetris, pembengkakan mata (-), respon
terhadap cahaya (+)
Mulut dan hidung Bentuk simetris, lidah berwarna putih kemerahan, tidak ada
secret yang keluar melalui hidung, tidak ada kotoran yang
terlihat melalui hidung, lidah pada posisi normal, bicara
tidak pelo, tidak ada gangguan menelan, bibir simetris,
mukosa bibir lembab, tidak ada cuping hidung, Tidak ada
lesi pada rongga mulut, perdarahan dan pembengkakan (-),
karies gigi (-), gigi pasien lengkap
Dada dan paru-paru Suara nafas vesikuler, Inspeksi tidak ada retraksi dada saat
bernafas, Palpasi pengembangan dada simetris, Perkusis:
sonor, Auskultasi paru :vesikuler
Abdomen Inspeksi: tidak ada lesi disekitar abdomen, tidak ada
distensi, perut tidak kembung, Auskultasi: bising usus 20
x/menit, Perkusi: tympani, Palapasi: tidak ada nyeri tekan
diseluruh lapang abdomen, tidak ada pembesaran organ
Reproduksi Tidak ada keluhan
Eliminasi Sistem perkemihan
Pola : ± 5-6x sehari, tidak mengalami inkontinensia
Eliminasi (BAB): pola 1x sehari, tidak ada konstipasi.
Sistem Integumen Turgor kulit elastis, tidak ada abrasi, tidak ada lebam,
tidak bengkak, tidak ada eritema
Sistem Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada sendi pasien
muskuloskeletal
BB dan TB BB :30 dan TB : 132
Tanda- tanda vital TD 120/90 mmHg; Nadi 85 x/menit; Pernapasan 16
x/menit; Suhu 36,5º C
Capillary refill < 2 detik
LAMPIRAN
B. ANALISA DATA
DO :
1. Suhu badan An. E meningkat 38℃ saat sakit
2. Pasien mengalami sesak nafas yang di awali dengan demam dan
batuk
3. An. E terlihat lelah dan lesu saat sakit
2 DS : Kesiapan meningkatkan nutrisi
1) Ibu E mengatakan An. M tidak nafsu makan saat sakit
2) Ibu E mengatakan An. M telihat pucat dan bibirnya kering saat
sakit
3) Ibu E mengatakan mata An. E tampak cekung saat sakit
4) Ibu E mengatakan selalu khawatir jika penyakit anak M kambuh
kembali
5) Ibu E mengatakan jika anak E sakit makan berat badan anak M
akan cepat menurun karena susah makan
6) Ibu E mengatakan saat ini berusaha untuk mengontrol pola makan
anak mereka agar sistem kekebalan tubuh mereka tetap terjaga
7) Ibu E mengatakan tidak memperbolehkan anak mereka terutama
anak M makan makanan ringan dan coklat secara berlebihan.
DO :
1. BB sakit : 22 kg dan BB sebelum sakit : 25 kg
2. BB sekarang : 30
3. Berat bdan pasien saat ini sudah tampak berisi.
4. Nafsu makan pasien saat ini sudah baik
5. Nafsu makan pasien berkurang saat sakit
SKORING
Rendah (1)
Menonjolnya masalah: 1 2/2x1= 1 .Kondisi kesehatan An.M saat ini telah membaik dan sehat. Namun, ibu E
telah mengontrol An.M untuk tidak lagi mengkonsumsi makanan yang dapat
Membutuhkan
menyebabkan gangguan pernafasan dan batuk.
perhatian segera (2)
Tidak membutuhkan
perhatian segera (1)
Tidak dirasakan
sebagai masalah atau
kondisi yang
membutuhkan
perubahan (0)
Total 5 3 2/3
2. Kesiapan peningkatan nutrisi keluarga bapak J
Tinggi (3)
Cukup (2)
Rendah (1)
Menonjolnya masalah: 1 2/2x1= 1 Bapak J dan ibu E terkadang merasa khawatir ketika meninggalkan An.M
yang menyebabkan tidak lagi terkontrol makanan yang dikonsumsi oleh
An.M yang berdampak terhadap kondisi An.M
Membutuhkan
perhatian segera (2)
Tidak membutuhkan
perhatian segera (1)
Tidak dirasakan
sebagai masalah atau
kondisi yang
membutuhkan
perubahan (0)
Total 5 3 2/3
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS
1. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
2. Kesiapan meningkatkan nutrisi
D. PERENCANAAN
Ibu E dan bapak J mengatakan anak terakhir mereka yaitu anak M pernah mengalami sesak nafas sehingga pernah mendapatan penaanganan
kesehatan dengan pemberian nebulizer pada anak M, Ibu E mengatakan ia khawatir akan kesehatan anak M kembali karena, kadang anak M,
masih mengkonsumsi coklat dan makanan ringan yang dilarang karena hal tersebut dapat menyebabkan kambungnya penyakit anak M
kembali
2 Kesiapan meningkatkan nutrisi 3 2/3
Ibu E dan bapak J mengatakan jika anak M sakit, anak M akan mengalami penurunan berat badan yang drastis, ibu E mengatakan khawatir
jika penyakit anak M kambuh kembali, ibu E juga mengatakan anaknya yang satu lagi juga pernah mengalami gejala hepatitis, pada saat ini
anak N juga mengalami penurunan berat badan yang cukup banyak, ibu E mengatakan saat ini berusaha memperbaiki pola makan anak M dan
anak N agar dengan pola makan anak seimbang maka daya tahan tubuh anak ibu E juga semakin baik
Indikator : Aktivitas :
1) Asupan gizi (2-4) 1) Tentukan pencapaian berat badan harian
2) Asupan makanan (3-4) sesuai keinginan
3) Asupan cairan (3-5) 2) Monitor intake/asupan dan asupan cairan
4) Energi (4-5) secara tepat
5) Rasio berat badan/tinggi badan (3- 3) Monitor asupan kalori makanan harian
5) 4) Monitor berat badab klien secara rutin
6) Hidrasi (4-5) 5) Beri tanggung jawab terkait dengan plihan-
pilihan makanan dan aktivitas fisik dengan
klien dengan cara yang tepat
6) Berikan dukungan dan arahaan jika
diperlukan
E. PELAKSANAAN DAN EVALUASI
CATATAN PERKEMBANGAN
No Diagnosa Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi Tanda tangan
Keperawatan
1 Ketidakefektifan 28 april 2018/ TUK 1 - Subyektif :
pemeliharaan sabtu jam
Dengan menggunakan lembar balik 1) Ibu E dan keluarga mengatakan bersedia
kesehatan 14.00 WIB
dan booklet: mengikuti kegiatan yang aakan direncanakan
1. Membina hubungan baik oleh perawat
dengan ibu E dan keluarga 2) Keluarga mengatakan jika anak M akan
2. Menjelasakan maksud dan mengalami sesak nafas jika memakan makaan
tujuan impelentasi ringan dan colat
3. Melakukan pendidikan 3) Keluarga mengatakan pola makan anak M
kesehatan tentang straregi harus dikontrol
pemebelajaran 4) Keluarga mengatakan sudah mengetahu
4. Memberikan informasi pada penyebab dari sesak nafas yang diderita oleh
ibu E bahwa hasil pemeriksaan anak M
pada kesehatan keluarga ibu E 5) Keluarga mengatakan ingin mendapatkan
5. Memberikan reinforcement pengetahuan yang lebuah banyak tentang
positif terhadap keluarga atas penyebab dari sesak nafas yang diderita oleh
pencapaian hasil yang baik anak M
- Objektif :
- Analisis :
- Perencanaan :
A. KESIMPULAN
1. Di dalam pengkajian penulis menggunakan model konseptual Friedman yang
lebih menekankan pada struktur fungsional keluarga. Pengkajian menurut
friedman dirasa kurang lengkap untuk klien dengan Hipersentivitas.
2. Masalah utama yang muncul di dalam keluarga Tn.J khususnya An.M adalah
kurangnya pengetahuan keluarga tentang Hipersentivitas terutama cara
perawatan anggota keluarga yang sakit Hipersentivitas.
3. Di dalam penyusunan rencana keperawatan keluarga Tn.J khususnya An.M
penulis dalam pengkajian melibatkan peran keluarga dengan menekankan
pada prevensi primer dan sekunder dalam usaha preventif dan promotif untuk
meningkatkan pengetahuan, kemauan dan sikap dalam perawatan/ merawat
penderita Hipersentivitas.
4. Dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga, muncul faktor
pendukung. Faktor pendukung yaitu keluarga Tn.J yang cukup mudah
mengerti atau paham dengan apa yang disampaikan. Selain itu juga
tersedianya sarana serta alat bantu yang mempermudah penjelasan yang
disampaikan. Faktor-faktor itulah yang menjadikan penulis bisa melakukan
Asuhan Keperawatan sesuai dengan rencana.
B. SARAN
1. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan model konseptual Friedman karena pelaksanaan Asuhan
Keperawatan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang
ditentukan dengan secara komprehensif.
2. Diharapkan keluarga mampu mengenal masalah yang terjadi di dalam
keluarga dan diharapkan keluarga mampu melakukan tindakan promotif dan
preventif.
3. Diharapkan kelurga dapat berperan aktif dalam pelaksanaan Asuhan
keperawatan meliputi 5 fungsi keluarga, yaitu: mengenal masalah kesehatan
keluarga, mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat,
memelihara dan memodifikasi lingkungan yang sehat dan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Dalam memberikan perawatan kesehatan keluarga hendaknya
memperhatikan aspek social, ekonomi, pendidikan dan pengetahuan tentang
tujuan yang direncanakan akan tercapai sesuatu dengan tingkat aspek yang
dimiliki keluarga melalui metode penyuluhan, penjelasan maupun diskusi
bersama.
DAFTAR PUSTAKA