PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra ialah karya tulis yang jika dibandingkan dengn karya tulis lain memiliki
berbagai ciri keunggulan seperti, keartistikan, serta keindahan dalam isi dan
ungkapannya. Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni dengan menggunakan
media bahasa. Karya sastra tercipta melalui perenungan yang mendalam dengan
tujuan untuk dinikmati, dipahami, dan diilhami. Lahirnya karya sastra bersumber
dari kenyataan-kenyataan hidup yang ada di dalam masyrakat yang kemudian diolah
dan dipadukan dengan khayalan pengarang sehingga menjadi sebuah karya yang
memiliki keindahan.
Novel Api Awan Asap karya Korrie Layun Rampan merupakan novel
menarik dan belum pernah diteliti. Oleh karena itu, penulis mencoba mengkajinya
yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa, yang paling sadar
dan kompleks dalam kesusastraan. Stilistika berarti studi tentang gaya bahasa,
menyugestikan sebuah ilmu, paling sedikit sebuah studi yang metodis’ (Pradopo,
1997:254).
sastra. Tentunya kita harus membaca dan mendengarkan karya sastra tersebut lebih
dalam guna meneliti dan menelaahnya lebih jauh untuk merasakan seluruh manfaat
yang ada. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam meneliti dan
menelaah karya sastra. Stilistika itu sendiri memiliki beberapa aspek bahasan,
diantaranya aspek gaya bahasa dan maknanya serta ciri gaya khas yang pengarang
gunakan.
beratkan pada gaya bahasasa dan makna kata serta gaya kepengarangan pada karya
sastra. Penulis beranggapan objek ini sangat menarik untuk di teliti dan dianalisis,
mengingat gaya bahasa dan makna serta ciri gaya kepengarangan yang terkandung di
Umumnya ada tiga kelompok gaya bahasa yang sering muncul dalam sebuah
karya sastra, yaitu kelompok gaya bahasa bedasarkan struktur kalimat dan gaya
langsung tidaknya makna yang terdiri dari kelompok gaya bahasa retoris kiasan.
Melalui kajian stilistika penulis ingin mengetahui bagaimana gaya dan makna
gaya bahasa pada novel Awan Asap Api. Di dalam sebuah novel, gaya bahasa
merupakan bagian terpenting. Salah satu kutipan yang menarik perhatian penulis
yaitu ”Bau asap api menyeruak dari luar lou. Kebakaran hutan seperti momok dan
hantu yang menyerang kawasan desa dan kota. Di cmakrawala menggantung awan-
awan asap yang datang dari berbagai arah... mendung yang menggantung, bukan
mendung mengandung hujan, tapi mendung asap api yang datang dari lahan orang
kaya dari kota” (hal. 34). Pada kutipan tersebut, pengarang dengan amat cermat
memainkan bahasa inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti makna
1. Gaya bahasa apa saja yang terdapat di dalam Novel Api Awan Asap karya
2. Apa fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut di dalam Novel Api Awan Asap
Pembatasan masalah bertujuan supaya masalah yang akan dijelaskan lebih dalam.
Dengan demikian, pembatasan masalah yang akan disediakan menjadi lebih dalam.
Oleh karena itu, penelitian dalam skripsi ini hanya akan membahas tentang kajian
stilistik atau gaya bahasa di dalam novel, langsung tidaknya makna yang meliputi
Asap karya Korrie Layun Rampan, serta fungsi penggunaan gaya bahasa tersebut di
1. Mendeskripsikan jenis gaya bahasa apa saja yang terdapat di dalam Novel Api
Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan pengertian sastra secara lebih
mendalam dan dapat memberikan makna yang lebih menyeluruh mengenai karya
ilmu sastra, khususnya dalam kajian stilistika. Diharapkan penelitian ini dapat
Penelitian skripsi ini bedasarkan sistematika penulisan yang berlaku dan meliputi
Bab II : Dasar Teori. Membahas ntentang pengertian novel, stilistika, dan analisis
Bab III : Metode penelitian. Dalam bab ini diuraikan definisi operasional data yang
Novel adalah genre yang gemar mengungkapakan budaya cinta. Sejak itu pula
budaya semakin hidup, sebab seluruh kesadaran manusia di masyarakat itu budaya.
Budaya tidak hanya masalah benda, melainkan dunia gagasan. Sikap dan perilaku
merupakan salah satu di antara bentuk sastra yang paling peka terhadap cerminan
masyarakat.
gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel
sangat memungkinkan untuk melukiskan situasi lewat kejadian atau peristiwa yang
perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan
banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa ruwet yang terjadi beberapa
tahun silam secara lebih mendetail. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Pengarang
karakter bangsa atau negara. Pengarang dapat pula mengangkat sebuah peristiwa ke
dalam novelnya berdasarkan peristiwa atau realita yang telah terjadi dalam suatu
membaca novel, pembaca akan mengetahui mana perilaku baik yang harus ditiru dan
kreasi dan imajinasi sehingga dunia novel itu tidak harus terikat oleh dunia
pengalaman baru bagi pembacanya, karena apa yang ada dalam masyarakat tidak
sama persis dengan apa yang ada dalam karya sastra. Hal ini dapat diartikan pula 10
bahwa pengalaman yang diperoleh pembaca akan membawa dampak sosial bagi
mempengaruhinya.
Unsur–unsur pembentuk novel yakni:
1) Tema Dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel (Nurgiyantoro,
2009:70). Tema dapat juga disebut ide utama, pengarang akan mengembangkan
cerita.
2) Plot Merupakan hubungan antar peristiwa yang bersifat sebab akibat, tidak hanya
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita.
4) Latar Latar adalah keterangan mengenai ruang, waktu serta suasana terjadinya
peristiwa-peristiwa didalam suatu karya sastra. Latar atau setting yang disebut
juga sebagai landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu
tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan dan sekaligus membawa makna.
Tanpa keindahan Bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan karyya sastra,
(Endraswara,2011:720).
sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Gaya dalam
kaitan ini tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan Bahasa dalam karya
gaya Bahasa suatu karya sastra. Selanjutnya dikatakan ada dua pendekatan analisis
stilistika: “(1) dimulai dengan analisis system tentang linguistic karya sastra, dan
secara total; (2) mempelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satu system
Sementara itu Ratna (2013: 10) memberikan definisi tentang stilistika dengan
Bahasa.
sosialnya.
Ratna (2009: 167) mendefisinikan stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan
gaya Bahasa dan gaya Bahasa. Tetapi pada umumnya lebih mengacu pada gaya
Bahasa. Dalam bidang Bahasa dan sastra stilistika berarti cara-cara pengunaan
Bahasa yang khas sehingga menimbulkan efek tertentu yang berkaitan dengan aspek-
aspek keindahan. Menurut Teeuw (dalam Fananie, 2000: 25) stilistika merupakan
sarana yang dipakai pengarang untuk mencapai suatu tujuan, karena stilistika
maka dapat disimpulkan bahwa stilitika adalah cabang linguistic yang mepelajari
tentang gaya Bahasa. Pengunaan gaya Bahasa menimbulkan efek tertentu yang
berkaitan dengan aspek aspek keindahan yang merupakan ciri khas pengarang untuk
(pola bunyi Bahasa, mantra, rima), sintaksis (pola bunyi Bahasa), leksikal (diksi,
Endraswara (2011: 73) menguraikan lingkup telaah unsur stilistika dari aspek.
Petama ialah melihat dari sudut pandang penulis, dengan mempelajari kedalaman
penulis dalam menampilkan gaya Bahasa. Kedua, dilihat dari ciri teks sastra, dengan
cara mempelajari dan mengkatagorikan gayaa Bahasa yang tampil dalam teks.
Ketiga, gaya yang dihungkan dengan kesan yang diperoleh dari khalayak. Entah itu
sedih, bahagia, terharu, senang, marah, dan sebagainya. Adapun tujuannya, Purba
(2009:8) menyatakan ada enam tujuan yang ingin dicapai oleh stilistika, yaitu:
memilih cara khusus. Bagaimana efek estis yang dapat dicapai melalui
6. Mengkaji berbagai bentuk gaya Bahasa yang digunakan oleh sastrawan dalam
karyanya.
terbatas pada sastra saja. Namun, biasanya stilistika lebih sering dikaikan dengan
Bahasa sastra.
2.3 Gaya Bahasa
Stilistika adalah ilmu yang meneliti gaya Bahasa, akan tetapi penegertian
persamaan bahwasanya gaya Bahasa merupakan cara bertutur secaara tertentu guna
mendapatkan efek tertentu pula, yakni efek estetika atau kepuitikan. Telepas dari
fungsi Bahasa sebagai alat komunikasi, Bahasa bias menjadi sebuah karya sastra yang
indah jika disusun dengan diksi (pilihan kata) yang bagus dan penuh akan makna
yang mendalam. Dari sini, muncul berbagai cara yang khas dalam menggunakan
Bahasa itu.
Pengertian gaya Bahasa ada enam menurut Enkvist (dalam Endraswara 2008: 72)
pada buku “Metodologi Penelitian Sastra”, sebagai berikut: (a) bungkus yang
membungkus inti pemikiran atau pernyataan yang telah ada sebelumnya, (b) pilihan
di antara beragam pernyataan yang mungkin, (c) sekumpulan ciri kolektif, (d)
penyimpangan norma kaidah, (e) sekumpulan ciri pribadi, dan (f) hubungan antara
satuan Bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas daripada sebuah kalimat.
Dalam rumusan yang tidak jauh berbeda, Baldic (dalam Nurgiantoro 2014:
369) pada buku “Teori Pengkajian Fiksi” mengemukakan bahwa style (gaya Bahasa)
adalah penggunaan gaya Bahasa Bahasa secara khusus yang ditandai oleh penulis,
aliran periode, dan genre. Secara lebih khusus lagi berwujud Bahasa itu ditandai oleh
diksi, sintaksis, citraan, irama, dan Bahasa figuratif, atau tanda-tanda linguistic yang
lain. Jadi style dapat berbeda-beda tergantung siapa penulisnya, aliran apa, periode
terhadap gaya Bahasa dapat dibedakan dari jenisnya dibagi menjadi dua segi yakni
segi non Bahasa dan segi Bahasa. Guna melihat secara luas, maka pembagian
bedasarkan maslah non Bahasa tetap diperlukan, namun gaya Bahasa dilihat dari
Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian gaya Bahasa
1. Pemanfaatan atas kekayaan bahsa oleh seorang dalam bertutur atau penulis.
3. Cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan lisan.
Bahasa dapat diartikan sebagai suatu cara dalam penggunaan Bahasa secara khas oleh
tertentu. Karena tiap pengarang mempunyai gaaya Bahasa sendiri. Hal ini sesuai
dengan sifat dan kegemaran masing masing pengarang. Dalam hal ini tentunya
berkaitan dengan sekumpulan bentuk atau beberapa macam bentuk yang biasa
Ada berbagai macam jenis gaya Bahasa yang dapat digunakan ooleh seorang
pengarang mnyampaikan dan menekankan suatu pesan agar membawa efek yang
diinginkan. Jenis gaya Bahasa tersebt dapat diklasifikasikan dalam berbagai macam
cara pula.
Keraf (2009: 115) pada buu “diksi dan gaya Bahasa” membagi empat
kelompok jenis gaya Bahasa yaitu gaya Bahasa berdasarkan pilihan kata, gaya
Bahasa berdasarkan nanda, gaya Bahasa berdaasarkan struktur kalimat, dan gaya
Gaya Bahasa bedasarkan pilihan kata dapat dapat dibagi dalam gaya Bahasa
resmi, tidak resmi, dan percakapan. Gaya Bahasa adalah gaya dalam bentuknya yang
resmi adalah gaya Bahasa yang umumnya digunakan dalam karya-karya tulis biasa,
artikel, editorial, dan lain-lain. Sedangkan, gaya Bahasa ialah gaya Bahasa yang
Gaya Bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan dari
Gaya Bahasa berdasarkan nada dapat dibagi dalam tiga gaya yaitu gaya
Struktur kalimat yang dimaksud yaitu alimat bagamana tempat sebuah unsur kalimat
yang dipentingan dalam kalimat tersebut. Gaya Bahasa bedasarkan struktur kalimat
antarra lain adalah gaya Bahasa klimaks, antiklimaks, paralelisme, antithesis, dan
berlawanan.
“Untuk apa berdoa?” tanyamu. “Untuk hidup dan mati,” kataku. (Doa, Maroeli
Simbolon)
dan mati” pada kutipan tersebut menggunakan kata “hidup” dan “mati” dimna
2. Anti klimaks adalah semacam gaya Bahasa berisi kata, frasa, atau khalimat yang
bersifat periodic dan menyatakan beberapa hal berurutan dengan susunan gagasn
Kutipan di atas adalah contoh gaya bahasa antiklimaks. Berawal dari gagasan
yang paling besar ialah kalimat “inilah pengorbananku” kemudian menurun pada
3. Klimaks adalah semacam gaya bahasa berisi kata frasa atau kalimat yang bersifat
periodic dan menyatakan beberapa hal berurutan dengan susunan gagasan yang
kepentingannya meningkat.
“Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun keluar masuk hutan,
menyusuri bengawan, melintas padang, dan akhirnya sampai pada sebuah kebun
mentimun milik seorang petani”.
(Dongeng Kancil, Sapardi Djoko Damono)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya bahasa klimaks. Peningkatan susunan
gagasan dapat dilihat dari kata yang paling kecil waktunya yaitu hari, kemudian
kalimat “rasa ngeri”, “rasa takut”, “rasa diburu oleh hantu yang amat
5. Repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang
dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam konteks yang sesuai. Gaya
a. Anadiplosis adalah kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat
menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya.
“Dalam laut ada tiram, dalam tiram ada mutiara. Dalam mutiara: ah ada
apa. Dalam baju ada aku, dalam aku ada hati. Dalam hati: ah taka da jua
yang ada. Dalam syair ada kata, dalam kata ada makna. Dalam makna:
mudah-mudahan ada kau”.
Contoh di atas memiliki ciri gaya bahasa repetisi anadiplosis namun, gaya
bahasa jenis tersebut cukup sulit ditemui. Pengulangan terjadi pada kata “tiram” dan
“mutiara”. Kata “tiram” yang sebelumnya menjadi kata akhir pada kalimat pertama
kemudian menjadi kata pertama selanjutnya. Begitu pula dengan kata “mutiara”.
b. Anafora adalah salah satu gaya repetisi yang berupa perulangan kata pertama
“Dia yang menunggu suaminya pulang, dia yang anaknya menangis tujuh
hari tujuh malam, dan dia yang dinding batunya meneteskan air
melambangkan tangis orang kampong itu sebagaimana dikatakan Rapian
menjadi gelapan”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikram Jamil)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya bahasa repetisi anafora.
Pengulangan terjadi pada kata “dia yang” berturut-turut sebanyak tiga kali pada awal
kalimat.
c. Epanalepsis adalah salah satu gaya pengulangan berupa kata terakhir dari baris,
pada kata “tanda tangan” di akhir kalimat dengan mengulang kata pertama padaawal
kalimat.
d. Epistrofa adalah salah satu gaya repetisi yang berupa pengulangan kata atau
“Coba, semua versi asal mula padi dari Jawa, Bali, Lombok, sampai Irian
sudah kuceritakan, aku tidak bias mengingat cerita apa-apa lagi sekarang.
Kata Hendak Jadi Lembu sudah. Burung Pungguk Merindukan Bulan sudah.
Calon Arang sudah. Bandung Bandawasa sudah”.
(Dongeng Sebelum Tidur, Seno Gumira Ajidarma)
Kutipan diatas adalah salah satu gaya repetisi epistrofa. Pengulangan terjadi
pada kata “sudah” secara berturut-turut pada akhir kalimat sebanyak empat kali.
e. epizeuksis adalah salah satu gaya repetisi yang bersifat langsung, arti kata yang
“Datuk keliru. Justru kejadian ini akan mengekalkan hati kami untuk
melawan, melawan”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikhram Jamil)
Kutipan diatas adalah contoh gaya bahasa repetisi epizeusis. Kutipan tersebut
“Seorang laki-laki sejati adalah seorang yang melihat yang pantas dilihat,
mendengar yang pantas didengar, merasa yang pantas dirasa, berpikir yang
pantas dipikir, membaca yang pantas dibaca, dan berbuat yang pantas di
buat, karena itu dia berpikir yang pantas dipikir, berkelakuan yang pantas
dilakukan dan hidup yang pantasnya dijadikan kehidupan”.
(Laki-laki sejati, Putu Wijaya)
Pengulangan terjadi pada kata “yang pantas” pada masing-masing bagian tengah dari
g. Simploke adalah salah satu gaya repetisi pada awal dan akhir beberapa baris
“Kamu bilang hidup ini brengsek, aku bilang biarin. Kamu bilang hidup ini
gak punya arti, aku bilang biarin. Kamu bilang aku gak punya kepribadian,
aku bilang biarin. Kamu bilang aku ini gak punya pengertian, aku bilang
biarin”.
Contoh diatas memiliki ciri gaya bahasa repetisi simploke namun, gaya
bahasa jenis tersebut cukup sulit ditemui. Pengulangan terjadi pada kata “kamu
bilang” pada awal dan kata “aku bilang biarin” pada akhir beberapa kalimat berturut-
h. Tautotes adalah satu gaya repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam
sebuah konstruksi.
Kutipan diatas adalah contoh untuk gaya bahasa repetisi tautotes. Pola kutipan
diatas mengulang kata “bertatapan” dan “melengos” dalam pola kalimat berbeda
awalnya namun, pada kalimat selanjutnya digunakan lagi kata “bertatapan” dan
adanya pemisahan gaya bahasa yang makna denotatifnya sudah menyimpang dari
makna dasar. Dalam hal ini Keraf (2009: 129) pada buku “Diksi dan Gaya Bahasa”
membagi dalam dua kelompok yaitu retoris dan kiasan. Macam-macam gaya bahasa
retoris menurut Keraf (2009: 130) pada buku “ Diksi dan Gaya Bahasa” meliputi gaya
bahasa aliterasi, anastrof, apofasis, apostrof, asonansi, asidenton, elipsis, erotesis,
a. Aliterasi adalah sebuah gaya bahasa yang perulangan konsonan yang sama
Kutipan diatas didominasi oleh perulangan konsonan “n” pada kata dalam
kalimat yang saling berdekatan jaraknya, yaitu pada kata “mainan”, “masak-
b. Anastrof atau inversi adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan
“Masih jelas teringat oleh kami, hari perkenalan kami dengan Zulbahri”.
(Ave Maria, Idrus)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa anastrof atau inversi. Kalimat di
atas dalam susunan kata yang biasa dalam kalimat berbunyi “hari perkenalan kami
c. Apofasis atau Preterrisio adalah sebuah gaya Bahasa dimana penulis atau
yang diterbitkan”.
d. Apostrof adalah sebuah gaya Bahasa yang berbentuk pengalihan amanat dari
“Ia telanjur mabuk kepayang ditikam panah asmara Dewa Kamajaya. Begitu
pula perempuan jelita itu lupa pada posisinya sebagai selir raja. Perempuan
itu telah di goda Dewi Ratih”.
(Reinkarnasi, Wayan Sunartha)
digambarkan dalam keadaan mabuk kepayang seakan dittikam oleh panas asmara
Dewa Kamajaya. Padahal sosok Dewa Kamajaya tersebut tidaklah nyata. Itu pula
menggunakan perulangan vocal “i” dan “a” pada kata “matahari”, “berkali-kali”, dan
“keringat”. Sedangkan kalimat kedua menggunakan perulangan vocal “u” pada kata
dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sama tidak dihubungkan
koma.
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa asidenton. Kata “dua kaki”, “dua
tangan”, “dua mata”, dan “satu hidung” dipisahan saja dengan tanda koma.
g. Elipsis adalah sebuah gaya Bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur
kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca
atau pendengar.
adnanya jawaban.
“Tak akan kami sia-siakan perjuangan bang toha, perjuangan kami selama
ini, perjuangan mempertahankan hak. Ya, kalau tak kami siapa
lagi?|”Timpal Raipan”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikram Jamil)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa erotesis. Pertanyaan “Kalau
tak kami siapa lagi?” ialah pertanyaan yang tidak perlu mendapat jawaban dari
pendengar.
yang tidak menyinggung perasaan orang atau untuk menghindari sesuatu yang
tidak menyenangkan.
“Kata orang itu baru, itu baru ketahuan demikian, yaitu ketika terjadi
persaingan untuk mendapatkan hati seorang gadis”.
(Penumpang Kelas Tiga,A.A.Navis)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa Eufimismus. Kalimat
“Mereka cari senang saja, sementara peluh kita sedah berbatu-batu tumpah
untuk ini semua. Tak bersuratlah, tanah negaralah”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikram Jamil)
Kutipan di atas adalah contoh untuk bahasan hiperbola. Kutipan tersebut
membesar-besarkan kenyataan bahwa keluh atau keringat itu berasal dari batu,
dari suatu yang logis atau kebalikan dari suatu yang wajar.
“Dia melihat api kemarahan yang terpancar dari muka suaminya itu, padam
secara mendadak”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikram Jamil)
Kutipan diatas adalah contoh untuk gaya bahasa histeron proteron. Api tidak
logis jika terpancar dari wajah manusia akibat kemarahan. Paling tidak harus ada
l. Kiasmus adalah sebuah gaya bahasa yang terdiri dari dua bagian, baik frasa
atau klausa yang sifatnya berimbang, dan dipertentangkan satu sama lain,
tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa
Kutipan diatas adalah contoh untuk gaya bahasa Kiasmus. Unsur yang
mengandung gaya kiasmus adalah kutipan yang terdiri dari dua kalimat,
kalimat yang pertama mengandung kata “hancur-leburkan” sedangkan kalimat
“Dulu, dulu sekali, jauh sebelum saya lahir, bapak menggaet ibu ketika ibu
sudah punya dua anak, eh satu anak”.
(Janda, Kasta)
Kutipan diatas adalah contoh untuk gaya bahasa Koreksio. Tokoh dalam
n. Lilotes adalah sebuah gaya baahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu
dengan tujuan merendahkan diri. Suatu hal yang dinyatakan kurang dari hal
sebelumnya.
“Maaf. Jika kau tak suka. Suaraku terdengar parau dan sumbang. Kau tau
aku
Tak pintar bernyanyi”
(Kau dan Aku, Maroeli Simbolon)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya bahasa lilotes. Kalimat “maaf.
Jika kau tak suka” di atas berusaha merendahkan diri dengaan kalimat “kau
tau, aku tak pintar bernyanyi”. Padahal kenyataannya belum tentu seperti itu.
q. Perifrasis adalah sebuah gaya bahasa yang menggantikan sebuah kata dengan
“Dan mamanya hanya memeluk. “dia sudah lebih tenang di banding kamu
dan mama. Tidak ada lagi orang yang bisa mengganggunya. Tuhan sudah
menjaganya”.
(Perempuan Yang Memandang Dari Jendela, Chairil Gibran Ramadhan)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya gaya bahasa periphrasis. Kata
“dia sudah lebih tenang” dan “tuhan sudah menjaganya” menunjukan atau
r. pleonasme atau tautologi adalah gaya bahasa dengan pemakaian kata yang
Kutipan di atas adalah contoh gaya bahasa pleonasme. Kata “tempat lain”
artinya masih tetap utuh, yaitu tempat selain tempat yang biasa terjadi suatu
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya bahasa tautologi. Kata “kau dan
kata, frasa, ata u klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan
kata-kata sambung.
kegiatan seperti masak indomi, goreng pisang, dan nyegat tukang sate seperti
yang ada dalam kutipan di atas dihubungkan dengan kata sambung “atau”.
t. Prolepsis atau Antisipasi adalah sebuah gaya Bahasa dimana orang
sebenarnya terjadi.
“Masih teringat jelas oleh kami, hari perkenalan kami dengan Zulbahri.”
(Ave Maria, Idrus)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya bahasa prolepsis atau antisipasi.
sementara kalimat “masih teringat jelas oleh kami,” hanya sebuah lampiran
susunan yang benar, kutipan di atas menjadi “hari perkenalan kami dengat
dengan dua buah kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai
itu secara gramatikal benar, namun secara semantic tidak benar, sementara
dalam zeugma, kedua kata hanya cocok untuk salah satu daripadanya.
makna kehilangan harta dan harga dirinya, melainkan hanya sebagian akibat
insiden atau kejadian. Contoh lain dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Ia memang anak yang malas dan rajin di sekolahnya”
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa zeugma. Malas dan
Sementara gaya Bahasa kiasan menurut Keraf (2009:136) pada buku diksi
dan gaya Bahasa” terdiri dari gaya Bahasa alegori, alusi, antifrasis,
sinisme, dan sarkasme. Untuk lebih jelasnya, lihat penjabaran sebagai berikut.
1) Alegori, Parabel, dan Fabel. Tiga wujud ini merupakan perluasan dari
makna yang harus ditarik dari bawah permukaan ceritanya. Parable dan fable
berkaitan dengan kitap suci tentang moral dan kebenaran, biasanya berkaitan
memperjuangkan hak pada masa sekarang ini selalu dikaitkan dengan tokoh
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa antifrasis. Pada contoh di atas
5) Epitet adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari
“ajinomoto” digunakan sebagai lambang atau bentuk acuan dari bumbu, dan
sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu digunakan untuk
“Sesekali waktu aku pernah berselisih dengan Mince. Apalagi kalau bukan
perkara lelaki. Mas Tajir, begitu kami biasa memanggilnya, yang menjadi
pangkalan persoalan”.
(Menunggu Sepi, Chairil Gibran Ramadhan)
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa eponim. Kata “tajir” biasanya
8) Ironi, Sinisme, dan Sarkasme. Ironi ialah suatu acuan yang ingin
mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang
lain, yaitu sinisme yang diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk
sinisme.
“Saya tahu Anda adalah seorang gadis yang paling cantic di dunia ini dan
perlu mendapat tempat terhomat”.
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa ironi. Pola menyindir
terhadap pada kalimat “gadis yang paling cantik di dunia ini”, padahal sangat
berlebihan dengan kenyataan yang ada, selain itu pola menyindir terdapat
“Tapi mereka tertawa dan berkata dalam dalam Bahasa Belanda, kata yang
laki-laki; Hm, enak betul disini. Seperti dalam pasar ayam”.
(Kota-Harmoni, Idrus)
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa sinisme. Kalimat “Hm, enak
betul disini. Seperti pasar ayam” merupakan kalimat sindiran yang lebih kasar
dari ironi. Pasar ayam biasanya melekat dengan gambaran tempat yang bau
dan tidak nyaman, sementara contoh sarkasme dapat dilihat pada kutipan di
bawah ini.
“Alangkah sombongnya engkau ini. Burkat, baru jadi kepala kampung icak-
icak saja, sudah sepongah itu. Dicekik hendaknya engkau ini biar mampus”.
(Bertengkar Berisik, M. Kasim)
“dicekik hendaknya engkau ini biar mampus” merupakan sesuatu yang belum
terjadi dan seakan menyindir sementara penggunaan kata “mampus” dirasa
sangat kasar.
sesungguhnya.
“Tapi mereka tertawa dan berkata dalam dalam Bahasa Belanda, kata yang
laki-laki; Hm, enak betul disini. Seperti dalam pasar ayam”.
(Kota-Harmoni, Idrus)
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa innuendo. Pasar ayam yang
lekat dengan gambaran pengap atau bau dikecilkan dengan kata sindiran “Hm,
10) Metafora adalah semacam anologi yang membandingkan dua hal secara
“Dan gambar itu, kenapa harus jantung, dan bukan perahu dengan layer
kembar, kendaraan yang melambangkan dua sejoli akan mengurangi hidup”.
(Sampan Asmara, Kuntowijoyo)
Kutipan di atas adalah contoh gaya Bahasa metafora. Dua sejoli artinya
11) Metonomia adalah suatu gaya Bahasa yang mempergunakan sebuah kata
untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat
dekat.
“indomi” menggantikan mie instan dan kata indomi dipakai karena adanya
mie instan bermerek “indomi” yang sudah sangat dikenal oleh masyrakat.
gemulai, dimna melambai dan gemulai biasanya haya dilakukan oleh manusia.
13) Pun atau Paronomasia adalah sebuah kiasan menggunakan kemiripan bunyi.
Kalimat di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa pun atau paronomasia.
“Kita tinggal di sini dari dulu dan dulunya lagi, juga tidak bersurat, atu
jangan-jangan kita pun harus hengkang dari sini”.
(Air Mata Batu, Taufik Ikram Jamil)
“jangan-jangan kita pun harus hengkang dari sini” sebenarnya ialah ungkapan
Yakni lasung menyatakan sesuatu yang sama dengan hal yang lain.
“Mereka terkenang pada masa tiga detengah tahun yang lalu dan kepada
ayah-ayahnya, Belanda betul-betul. Dan mereka merasa terhina seperti ayah-
ayahnya sendiri ditelanjangi orang’.
(Surabaya, Idrus)
Kutipan di atas adalah contoh untuk gaya Bahasa persamaan atau simile.
bersifat langsung.
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau menggunakan
Kutipan di atas contoh untuk gaya Bahasa sinekdoke pars pro toto.
Masalah ketetapan pilihan kata dan gaya Bahasa berhubungan erat dengan
sebuah kata dan gaya Bahasa untuk menyampaikan maksud dan tujuan yang ingin
adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur Bahasa itu sendiri, terutama kata-
kata. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 703) pengertian makna
merujuk pada maksud penulis atau pengarang yang diberikan kepada suatu bentuk
kebebasan. Sementara Keraf (2010: 25) menyatakan bahwa makna ialah reaksi yang
tentang makna ialah sesuatu yang bergantung dari cara pandang seseorang dalam
mengartikan sebuah ujaran atau kata. Makna dapat diuraikan dalam empat jenis,
yaitu:
1. Makna denotative
Makna denotatif atau makna kognitif adalah makna yang menunjukan adanya
ditunjuk oleh suatu yang disimbolkan atau makna yang sebenarnya serta tidak
Dari kutipan di atas terlihat pada kalimat pertama dan kedua ialah contoh
tafsir ganda, pembaca pasti langsung menafsirkan bahwa tokoh yang ada pada
jalan. Begitu pula pada kalimat kedua, tampak beberapa orang tokoh pada
cerpen di atas menoleh dan pandangan mereka tertuju pada seorang laki-laki
Dari kedua pendapat dan contoh di atas dapat diambil suatu kesimpulan
bahwa makna denotative bersifat lugas dan apa adanya sesuai dengan makna
sebenarnya. Oleh karena itu sering digunakan dalam istilah-istilah Teknik atau
2. Makna Konotatif
makna kias, bukan makna sebenarnya dan dapat diartikan berbeda anatara
pendengar yang satu dan pendengar yang lain (Rahardi,2010: 32). Kamus
yang melihat
Contoh makna konotatif dapat dilihat pada kutipan kalimat sebagai berikut:
Sejak itu aku tidak pernah melihat lelaki tua itu lagi. Dia pergi entah kemana.
Pernah ada kabar burung yang mengatakan bahwa dia telah menikah lagi
dengan perempuan yang lebih muda dari pada ibu dan tentunya bisa
memberi keturunan.
Kata “lelaki tua” dapat berarti leki-laki tua yang umurnya 50 tahun
keatas, selain itu dapat juga bermaknakan laki-laki yang lebih tua dari umur
oleh burung melainkan kabar yang tak jelas pasti darimana asalnya.
bahwa makna konotatif ialah makna tambahan atau makna yang bukan
3. Makna Leksikal
yang sesuai dengan referensinya. Makna kata leksikal disebut juga makna kata
berdefinisi, yaitu kata yang memiliki definisi tertentu yang diketahui secara
umum.
Menurut Chaer 1994, makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil
kehidupan kita.
Contoh:
Kata tikus dalam kalimat di atas mengandung makna leksikal yaitu sejenis
tanaman.
4. Makna Gramatikal
Contoh:
dalam kalimat tersebut adalah adik dapat mengangkat batu seberat itu.
b. “Ketika bermain di taman, Dina terdorong ke parit”.
sengaja sehingga maksud dari kalimat tersebut adalah ada seorang atau
Menurut Mardalis (2006: 46) konsep merupakan suatu hal atau persoalan yang
3. Novel Api Awan Asap adalah suatu karya Korrie Layun Rampan yang di
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Definisi Operasional
Analisis Unsur Stilistika dalam Novel Api Awan Asap karya Korrie Layun
Rampan, dimaksudkan untuk mengkaji gaya Bahasa dan makna yang terdapat pada
novel tersebut serta menganalisa gaya cerita yang dominan yang di gunakan oleh
pengarang.
Gaya Bahasa yang dikaji adalah gaya Bahasa yang secara menonjol terdapat
pada isi novel tersebut. Sedangkan gaya Bahasa yang menonjol pada isi novel
tersebut ialah gaya Bahasa yang tergolong dalam kelompok sebagi berikut:
B. Jenis Penelitian
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan Bahasa. Oleh sebab itu, penelitian
sudut stilistika, terutama gaya Bahasa dan makna Bahasa yang disampaikan
pengarang dalam Novel Api Awan Asap. Dengan demikian, peneliti ini dapat disebut
atau mendukung objek yang diteliti. Dalam hal ini, data yang diperlukan adalah
bedasarkan stuktur kalimat, gaya retoris dan kiasan yang diidentifikasikan dari novel
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
teknis pengamatan terhadap objek sebagai sumber data penelitian. Penulis akan
melakukan pengamatan secara langsung pada novel Api Awan Asap karya Korrie
Teknik penulisan data yang digunakan oleh penulis adalah analisis structural
dengan tujuan memaparkan secarmat mungkin fungsi dan keterkaitan berbagai unsur
Struktural itu menurut Hawkes (Pradopo. 2009: 119) ialah susunan hubungan yang
dan struktur eksternal. Struktur karya sastra merupakan sebuah struktur yang
kompleks (Pradopo. 2009: 120). Kompleks dapat diartikan sebagai sesuatu yang diisi
Struktur internal karya sastra berupa tema, alur, tokoh, sudut pandang dari
karya sastra. Sedangkan penelitian gaya Bahasa dan makna ialah unsur eksternal
karya sastra. Unsur penting yang mendukung analisis tentang gaya Bahasa dan makna
ini ialah: