Puji dan syukur kami Panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami
memuji dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa
shalawat serta salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi
Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai
petunjuk menjalani kehidupan.
Kelompok 20
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.3 PENDAPAT ULAMA TENTANG TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI....................................... 3
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................................
3.2 SARAN......................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tafsir
2. Pengertian tafsir bil ma’tsur
3. Pengertian tafsir bil ra’yi
4. Perbedaan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
5. Pendapat ulama’ tentang tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
6. Contoh tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahuai pengertian tafsir
2. Untuk mengetahuai pengertian tafsir bil ma’tsur
3. Untuk mengetahuai pengertian tafsir bil ra’yi
4. Untuk mengetahuai perbedaan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
5. Untuk mengetahuai pendapat ulama’ tentang tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil
ra’yi
6. Untuk mengetahuai Contoh tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
BAB II
PEMBAHASAN
2. Tafsir Bir-Ra’yi
Tafsir bir-ra’yi muncul sebagai sebuah jenis tafsir pada periode akhir
pertumbuhan tafsir bil-ma’tsur sebagai periode awal perkembangan tafsir. Pada
masa ini, islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai
madzhab dan aliran dikalangan umat Islam. Masing-masing golongan berusaha
meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk maksud
tersebut mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi, lalu mereka
tafsirkan sesuai keyakinan yang mereka anut.
Meskipun telah terdapat upaya sebagian Muslim yang menunjukkan bahwa
mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya pada zaman
shahabat dan tabi’in sebagai tonggak munculnya ijtihad namun tidak menutup
kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi, benih-benih tafsir bir-ra’yi telah tumbuh
dikalangan umat Islam. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa sebenarnya
tafsir bir-ra’yi tidak semata-mata didasari penalaran akal, dengan mengabaikan
sumber-sumber riwayat secara mutlak. akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat
tersebut. Dalam sumber lain Tafsir bir-ra’yi bukan berarti menafsirkan ayat dengan
menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi tafsir yang didasarkan pada pendapat
yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang bersandar pada sastra jahiliah
berupa syair, prosa, tradisi bangsa Arab, dan ekspresi percakapan mereka serta
pada berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Rasul menyangkut perjuangan,
perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan yang beliau lakukan selain itu juga
menyangkut berbagai fitnah yang pernah terjadi dan hal-hal yang terjadi saat itu,
yang mengharuskan adanya hukum-hukum dan diturunkannya ayat-ayat Al-
Qur’an. Dengan demikian, tafsir bir-ra’yi adalah tafsir dengan cara memahami
berbagai kalimat Al-Qur’an melalui pemahaman yang ditunjukkan oleh berbagai
informasi yang dimiliki seorang ahli tafsir seperti bahasa dan berbagai peristiwa.
C. Pendapat Ulama Tentang Tafsir Bil Ma’tsur Dan Tafsir Bil Ra’yi
Secara garis besar, penafsiran pada masa ini kukuh beracuan pada aspek
riwayat-riwayat yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena dianggap sebagai
jalan pengetahuan yang benar dan paling aman untuk tetap terjaga dari
ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami al-Qur’an.Namun bukan berarti
tidak terjadi ijtihad karena hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber kajian tafsir
yang digunakan selain al-Qur’an dan Sunnah juga menggunakan Ijtihad shahabat
dalam beberapa hal yang mutlak memerlukan ijtihad.Dalam bahasa Quraish Shihab
disebut sebagai keterpaksaan melakukan ijtihad karena Nabi telah wafat. Bahkan
ditemukan juga riwayat Ahl Kitab Yahudi dan Nashrani yang telah masuk Islam.
Kelemahan Tafsir bil-ma’tsur (1) Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang
disisipkan oleh orang-orang yahudi dan persi dengan tujuan merusak islam melalui
informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya. (2) Banyak ditemukan
usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran yang
dianggap menyimpang seperti kaum Syi’ah. (3) Tercampur aduknya riwayat-
riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah. (4)
Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat yang mengandung dongeng-dongeng yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil ma’tsur kecuali
kitab yang dikarang Ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan menganalisannya
serta mengambil istinbath yang mungkin ditarik dari ayat Al-Qur’an.Pada
perkembangan selanjutnya,ada banyak tokoh yang mengkodifikasikan tafsir bil
ma’tsur tanpa mengemukakan periwayatan sanadnya dan hanya mengemukakan
pendapat-pendapatnya sendiri serta tidak membedakan periwayatan yang shahih
atau tidak. Karena adanya kecurigaan pemalsuan, muncullah studi-studi kritis yang
berhasil menemukan dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para
mufasir dapat berhati-hati. Hal ini kita temukan ketika menafsirkan Al-Qur’an
pada ayat yang mujmal ditafsirkan oleh ayat lain yang mufasshal, ayat Al-Qur’an
yang mutlaq dengan ayat Al-Qur’an yang muqayyad.
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H. Dan peradaban Islam semakin
maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai mazhab dan aliran di
kalangan umat Islam. masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam
rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka
mencari ayat-ayat al-Qur'an dan hadis hadis Nabi SAW, lalu mereka tafsirkan
sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah berkembang apa yang
disebut dengan tafsir bir ra'yi ( tafsir melalui pemikiran atau ijtihad)[28]. Pendek
kata, berbagai corak tafsir bir ra'yi muncul di kalangan ulama-ulama mutaakhirin,
sehingga di abad modern lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologis dan sains
seprti tafsir Al-Manar dan Al-Jawahir. melihat perkembangan tafsir bir ra'yi yang
demikian pesat, maka tepatlah apa yang dikatakan Manna' Al-Qathtan bahwa tafsir
bir ra'yi mengalahkan perkembangan al-ma'tsur.
Meskipun tafsir bir ra'yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya
para ulama terbagi dua: ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.
Tapi seletah diteliti, ternyata pendapat yang bertentangn itu hanya bersifat lafzi
(redaksional). maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang
berdasarkan ra'yi ( pemikiran) semata (hawa nafsu) tanpa mengindahkan kaedah-
kaedah dan cerita yang berlaku. penafsiran inilah yang diharamkan oleh Ibn
Taimiyah. sebaliknya, keduanya sepakat membolehkan penafsiran al-Qur'an
denagn ijtihad yang berdasarkan al-Qur'an dan sunnah rasul serta kaedah-kaedah
yang mu'tabarat (diakui sah secara bersama).
2) . Penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang lain yang terdapat pada surat yang
sama yaitu terdapat pada Q.S al-Fatihah ayat 7:
.٧ َب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ٱلضَّٓالِّين ِ ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو ِ
Artinya (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
Ayat tersebut menafsirkan ayat sebelumnya, (Q.S Al Fatihah ayat: 6)
٦ ۡٱل ُم ۡستَقِي َمgَٱه ِدنَا ٱلص ٰ َِّرط ۡ
Artinya : Tunjukilah Kami jalan yang lurus
3). Penafsiran ayat dengan ayat dalam surat yang berbeda ada pada Q.S al-A’raf
ayat 23
٢٣ َقَااَل َربَّنَا ظَلَمۡ نَٓا أَنفُ َسنَا َوإِن لَّمۡ ت َۡغفِ ۡر لَنَا َوت َۡر َحمۡ نَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ۡٱل ٰخَ ِس ِرين
Artinya :keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada
Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.
Doa Nabi Adam dan Hawa di atas merupakan jawaban atas kata Kalimatin pada
ayat Fatalaqqa Adamu Min Rabbihi Kalimatin Fa Taba ‘Alaih Innahu Huwa At
Tawwabu Ar Rahim, yang terdapat pada Q.S al-Baqarah ayat 37:
٣٧ مgُ َّحي ِ َاب َعلَ ۡي ۚ ِه إِنَّ ۥهُ هُ َو ٱلتَّوَّابُ ٱلرَ ت فَت ٖ فَتَلَقَّ ٰ ٓى َءا َد ُم ِمن َّربِِّۦه َكلِ ٰ َم
Artinya : Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka
Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.
A. Kesimpulan
Tafsir bil ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat,
yakni tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an, hadits, pendapat sahabat, atau tabi'in.
Tafsir bir ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan al-Qur'an
dengan ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal. Dalam tafsir
bil ma’tsur, penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an atau haidts dan sahabat tidak
ada beda pendapat tentang kevalidannya di kalangan ulama’, namun tafsir para
tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama' berpendapat,
tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat. Ada
pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran
dengan pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama
dengan mufassir yang hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab.
B. Saran
Penulis sependapat dengan argumen yang mengatakan hadis bil ma’tsur
derajatnya lebih tinggi dari pada hadis bir ra’yi karena hadis bil ma’tsur ini lebih
mengedepankan riwayat dan tidak mengedepankan akal.
Dalam menyikapi pendapat yang mengatakan tafsir bil ma’tsur para tabi’in ada
yang kurang setuju, penulis kira hal itu perlu di kaji dan di teliti lebih dalam,
karena penulis beranggapan tentunya para tabi’in tidak serta menerta menafsrikan
al-Qur’an jika tidak ada dasar yang kuat dan tentunya juga mengacu kepada
pendahulunya yakni sahabat, karena dalam masa tabi’in ini juga masih bisa
menjumpai masa-masa sahabat.
Daftar Pustaka
1. Nashruddin Baidan, Wawasan baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005)
2. Abdul Qadir Muhamad Shaleh, At-Tafsir Wa Al-Mufassirun Fi Ash Al-Hadits,
( Beirut : Dar Al-Ma'rifah, 1424H/ 2003 M, Cet. Ke-1
3. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Humaniora, 2007)
4. Al- Farmawi, abd Havy, Al Bidayah fi at-tafsir al-Maudhu’I, Maktabah Al-
jumhuriyah, Mesir.
5. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005)