Anda di halaman 1dari 15

PENGERTIAN TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI,

KITAB BIL MA’TSUR DAN KITAB-KITAB BIL RA’YI


Disusun Oleh:
Kelompok 20
Nama:Ervan Defrizal
Mayza Rizqa
Jurusan:TBIN
Sem/Unit:I/II
Dosen Pengampu:Iswan Fadlin,MA

TADRIS BAHASA INDONESIA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LHOKSEUMAWE 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami Panjatkan pada Allah SWT. Hanya kepada-Nya lah kami
memuji dan hanya kepada-Nya lah kami memohon pertolongan. Tidak lupa
shalawat serta salam kami haturkan pada junjungan nabi agung kita, Nabi
Muhammad SAW. Risalah beliau lah yang bermanfaat bagi kita semua sebagai
petunjuk menjalani kehidupan.

Dengan pertolongan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul


“PENGERTIAN TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI, KITAB BIL
MA’TSUR DAN KITAB-KITAB BIL RA’YI.I,Pada Isi Makalah Akan diuraikan
Masalah Pengertian Tafsir BIL Ma’TSur dan BIL RA’YI,Beserta Kitab-Kitab nya

Makalah “PENGERTIAN TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI, KITAB


BIL MA’TSUR DAN KITAB-KITAB BIL RA’YI” disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir. Kami menantikan kritik dan saran yang
membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat dilakukan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Lhokseumawe,2 Oktober 2020

Kelompok 20
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR......................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................................


1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Masalah................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN TAFSIR BIL MA’TSUR DAN TAFSIR BIL RA’YI.................................................. 2

2.2 PERBEDAAN TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI................................................................. 2

2.3 PENDAPAT ULAMA TENTANG TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI....................................... 3

2.4 CONTOH TAFSIR BIL MA’TSUR DAN BIL RA’YI......................................................................... 4

BAB III PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN...........................................................................................................................

3.2 SARAN......................................................................................................................................

3.3 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
TAFSIR BIL MA’TSUR DAN TAFSIR BIL RA’YI

A.  Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, dan Nabi Muhammad
SAW menyampaikannya kepada umatnnya. Oleh karena itu para sahabat yang
hidup bersama Nabi tidak kesulitan dalam memahami Al-Qur’an. Disamping
karena Al-Qur’an menggunakan bahasa mereka, juga karena mereka sering
mendapatkan pengajaran dan penjelasan dari Nabi. Sehingga usaha menafsirkan
Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat Nabi sendiri. Ali ibn Abi
Thalib (w. 40 H), Abdullah ibn Abbas (w. 68 H), Abdullah Ibn Mas’ud (w. 32 H)
dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H) adalah di antara para sahabat yang terkenal banyak
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain

B.  Rumusan Masalah
1.    Pengertian tafsir
2.    Pengertian tafsir bil ma’tsur
3.    Pengertian tafsir bil ra’yi
4.    Perbedaan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
5.    Pendapat ulama’ tentang tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
6.    Contoh tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahuai pengertian tafsir
2.    Untuk mengetahuai pengertian tafsir bil ma’tsur
3.    Untuk mengetahuai pengertian tafsir bil ra’yi
4.    Untuk mengetahuai perbedaan tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
5.    Untuk mengetahuai pendapat ulama’ tentang tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil
ra’yi
6.    Untuk mengetahuai Contoh tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Tafsir Bil Ma’Tsur Dan Tafsir Bil Ra’yi


1.Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan Taf'il, keduanya berasal dari akar
bahasa, yaitu : Pertama : Berasal dari akar kata " al-Fasr " yang artinya Al-Bayan :
penjelasan atau keterangan. Kata kerjanya mengikuti wazan ( dharaba, yadhribu,
dharban ) atau mengikuti wazan ( nashara, yansuru, nasran ), yang memiliki
arti Al-Ibanah : penjelasan. Kedua : Berasal dari akar kata " At-Tafsir " mengikuti
wazan fa'ala ditambah tasydid pada Ain Fi'ilnya, yang mengikuti wazan ( Fassara,
Yufassiru, Tafsiran ) yang mempunyai arti Al-Ibana dan Al-Kasyfu, yang artinya ;
menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari dua kata tafsir tersebut,
dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar Al-Fasr berarti memiliki kata Kasyful
Mughatta', yaitu : mengingkap sesuatu yang abstrak. Sedangkan yang berasal dari
akar kata At-Tafsir, berarti memiliki kata ( Kasyful Murad Anil Lafadz Al-
Musykil ), yang artinya : menyingkap suatu lafazd yang musykil ( pelik ) Istilah
Tafsir merujuk kepada Al-Qur’an sebagaimana tercantum di dalam QS. Al-
Furqan : 33 
gَ ‫ َواَل يَ ۡأتُون‬ yang artinya “Tidaklah orang-orang kafir
ِّ ‫َك بِ َمثَ ٍل إِاَّل ِج ۡئ ٰنَكَ بِ ۡٱل َح‬
  ٣٣ ‫ق َوأَ ۡح َسنَ ت َۡف ِسيرًا‬
itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan
kepadamu suatu yang benar  dan penjelasan (tafsir) yang terbaik”. Maksudnya :
paling baik penjelasan dan perinciannya. Pengertian inilah yang dimaksud dalam
Lisan al-‘Arab dengan “Kasyf Al-Mughaththa” (membukakan sesuatu yang
tertutup).
Sedangkan tafsir menurur Ibn Manzhur ialah membuka dan menjelaskan
maksud yang sukar dari suatu lafadz.Sebagian ulama pun banyak yang
mengartikan tafsir sependapat dengan Ibn Manzhur yaitu menjelaskan dan
menerangkan

2.Pengertian Tafsir Bil Ma’tsur

Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Farmawi, tafsir bil ma’tsur disebut


pula tafsir bi-riwayah dan an-nagl adalah penafsiran yang mendasarkan pada
penjelasan al-qur’an itu sendiri, penjelasan rasul, penjelasan para sahabat melalui
ijtihatnya dan aqwan tabi’in. Tafsir bil ma’tsur adalah metode penafsiran dengan
cara mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Qur’an, hadist nabi, kutipan
sahabat serta tabi’in. Jadi, bila merujuk pada definisi diatas, ada empat otoritas
yang menjadi sumber penafsiran. Pertama: Al-Quran yang dipandang sebagai
penafsir terbaik terhadap Al-Quran itu sendiri. Kedua: otoritas hadist nabi yang
memang berfungsi sebagai penjelas Al-Quran. Ketiga: otoritas pejelasan shahabat
yang dipandang sebagai orang yang banyak mengetahui Al-Quran
Keempat: otoritas penjelasan tabii’in yang dianggap orang yang bertemu langsung
dengan sahabat, Metode ini mengharuskan mufasir menelusuri shahih tidaknya
riwayat yang digunakannya. Tafsir Bil Ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat.
Pada zamannya Tafsir Bil Ma’tsur dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari
Rasulullah SAW, atau dari sahabat oleh sahabat, serta dari sahabat oleh tabi’in
dengan tata cara yang jelas periwayatannya, cara seperti ini biasanya dilakukan
secara lisan. Setelah itu ada periode dimana penukilannya menggunakan penukilan
pada zaman sahabat yang telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya
kodifikasi ini dimasukkan dalam kitab-kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi
disiplin ilmu tersendiri, maka ditulis dan terbitlah buku-buku yang memuat
khusus tafsir bil ma’tsur lengkap dengan jalur sanad kepada nabi muhammad
SAW, para sahabat, tabi’in al tabi’in
Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan tafsir bil
ma’tsur diantaranya, menurut Manna’ Al-Qaththan,  tafsir bil ma’tsur adalah
tafsir yang berdasarkan kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Hadits Nabi yang berfungsi untuk
menjelaskan Kitab Allah, dan juga dengan perkataan sahabat karena merekalah
yang lebih mengetahui kitab Allah atau dengan apa yang dikatakan tokoh-tokoh
besar tabi’in karena pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.

3.Pengertian Tafsir Bil Ra’yi


Kata al-Ra’y berarti pemikiran, pendapat dan ijtihad. Sedangkan menurut
definisinya, Tafsir bir-ra’yi adalah penafsiran al-Qur’an yang didasarkan pada
pendapat pribadi mufassir. Secara etimologi, ra’yi berarti keyakinan (I’tiqod),
analogi (Qiyas dan Ijtihat. Dan ra’yi dalam terminologi tafsir adalah ijtihad.
Dengan demikian, tafsir bil ra’yi (disebut juga tafsir bi al-dirayah) sebagaimana
didefinisikan Husen Adz Dzahabi adalah tafsir yang penjelasannya diambil
berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir setelah dahulu mengetahui bahasa arab
serta metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran seperti
asbabun nuzul, nasikh mansukh, dan sebagainya.
Sedangkan menurut Al-Farmawi adalah mentafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad
setelah terlebih dahulu mengetahui kosa kata bahasa arab ketika digunakan
berbicara beserta muatan-muatan artinya. Untuk menafsirkan Al-Qura’an dengan
Ijtihat, mufassir pun dibantu oleh syi’ir Jahiliyah, asbabun nuzul, nasikh mansuk.
B.  Perbedaan Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi

1.    Tafsir bil ma’tsur


Tafsir ini merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali
dalam sejarah khazanah intelaktual Islam. Sedikit sekali terjadi perbedaan
pendapat dalam produk-produk penafsirannya. Sebagian besar perbedaan yang
ditemukan adalah pada aspek pemahaman redaksional terhadap ayat-ayat Al-
Qur’an. Ini disebabkan relativitas kualitas intelektual shahabat dalam memahami
ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. sehingga wajar ditemukan perbedaan. Sebagai
sebuah contoh dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an, seorang mufassir pada masa itu
mengungkapkan maksud sebuah kata dengan redaksi yang berbeda dengan redaksi
mufassir yang lain dan masing-masing redaksi itu menunjuk makna yang juga
berbeda namun maksud semuanya adalah sama. Seperti penafsiran terhadap
kata Shirat Al-Mustaqim, sebagian menafsirkannya sebagai Al-Qur’an dan
sebagian yang lain menafsirkannya dengan Islam. Kedua tafsiran ini berbeda
namun senada karena Islam didasari oleh Al-Qur’an hanya saja masing-masing
penafsiran itu menggunakan sifat yang tidak digunakan oleh yang lain.

2.    Tafsir Bir-Ra’yi
Tafsir bir-ra’yi muncul sebagai sebuah jenis tafsir pada periode akhir
pertumbuhan tafsir bil-ma’tsur sebagai periode awal perkembangan tafsir. Pada
masa ini, islam semakin maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai
madzhab dan aliran dikalangan umat Islam. Masing-masing golongan berusaha
meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan paham mereka. Untuk maksud
tersebut mereka mencari ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi, lalu mereka
tafsirkan sesuai keyakinan yang mereka anut.
Meskipun telah terdapat upaya sebagian Muslim yang menunjukkan bahwa
mereka telah melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya pada zaman
shahabat dan tabi’in sebagai tonggak munculnya ijtihad namun tidak menutup
kemungkinan bahwa sejak zaman Nabi, benih-benih tafsir bir-ra’yi telah tumbuh
dikalangan umat Islam. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa sebenarnya
tafsir bir-ra’yi tidak semata-mata didasari penalaran akal, dengan mengabaikan
sumber-sumber riwayat secara mutlak. akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat
tersebut. Dalam sumber lain Tafsir bir-ra’yi bukan berarti menafsirkan ayat dengan
menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi tafsir yang didasarkan pada pendapat
yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang bersandar pada sastra jahiliah
berupa syair, prosa, tradisi bangsa Arab, dan ekspresi percakapan mereka serta
pada berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Rasul menyangkut perjuangan,
perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan yang beliau lakukan selain itu juga
menyangkut berbagai fitnah yang pernah terjadi dan hal-hal yang terjadi saat itu,
yang mengharuskan adanya hukum-hukum dan diturunkannya ayat-ayat Al-
Qur’an. Dengan demikian, tafsir bir-ra’yi adalah tafsir dengan cara memahami
berbagai kalimat Al-Qur’an melalui pemahaman yang ditunjukkan oleh berbagai
informasi yang dimiliki seorang ahli tafsir seperti bahasa dan berbagai peristiwa.

C.  Pendapat Ulama Tentang Tafsir Bil Ma’tsur Dan Tafsir Bil Ra’yi
Secara garis besar, penafsiran pada masa ini kukuh beracuan pada aspek
riwayat-riwayat yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena dianggap sebagai
jalan pengetahuan yang benar dan paling aman untuk tetap terjaga dari
ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami al-Qur’an.Namun bukan berarti
tidak terjadi ijtihad karena hal ini dapat dilihat dari sumber-sumber kajian tafsir
yang digunakan selain al-Qur’an dan Sunnah juga menggunakan Ijtihad shahabat
dalam beberapa hal yang mutlak memerlukan ijtihad.Dalam bahasa Quraish Shihab
disebut sebagai keterpaksaan melakukan ijtihad karena Nabi telah wafat. Bahkan
ditemukan juga riwayat Ahl Kitab Yahudi dan Nashrani yang telah masuk Islam.
Kelemahan Tafsir bil-ma’tsur (1) Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang
disisipkan oleh orang-orang yahudi dan persi dengan tujuan merusak islam melalui
informasi yang tidak dipertanggungjawabkan kebenarannya. (2) Banyak ditemukan
usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran yang
dianggap menyimpang seperti kaum Syi’ah. (3) Tercampur aduknya riwayat-
riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang sanadnya lemah. (4)
Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat yang mengandung dongeng-dongeng yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil ma’tsur kecuali
kitab yang dikarang Ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan menganalisannya
serta mengambil istinbath yang mungkin ditarik dari ayat Al-Qur’an.Pada
perkembangan selanjutnya,ada banyak tokoh yang mengkodifikasikan tafsir bil
ma’tsur tanpa mengemukakan periwayatan sanadnya dan hanya mengemukakan
pendapat-pendapatnya sendiri serta tidak membedakan periwayatan yang shahih
atau tidak. Karena adanya kecurigaan pemalsuan, muncullah studi-studi kritis yang
berhasil menemukan dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para
mufasir dapat berhati-hati. Hal ini kita temukan ketika menafsirkan Al-Qur’an
pada ayat yang mujmal ditafsirkan oleh ayat lain yang mufasshal, ayat Al-Qur’an
yang mutlaq dengan ayat Al-Qur’an yang muqayyad.
Setelah berakhir masa salaf sekitar abad ke-3 H. Dan peradaban Islam semakin
maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai mazhab dan aliran di
kalangan umat Islam. masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam
rangka mengembangkan paham mereka. Untuk mencapai maksud itu, mereka
mencari ayat-ayat al-Qur'an dan hadis hadis Nabi SAW, lalu mereka tafsirkan
sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah berkembang apa yang
disebut dengan tafsir bir ra'yi ( tafsir melalui pemikiran atau ijtihad)[28]. Pendek
kata, berbagai corak tafsir bir ra'yi muncul di kalangan ulama-ulama mutaakhirin,
sehingga di abad modern lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologis dan sains
seprti tafsir Al-Manar dan Al-Jawahir. melihat perkembangan tafsir bir ra'yi yang
demikian pesat, maka tepatlah apa yang dikatakan Manna' Al-Qathtan bahwa tafsir
bir ra'yi mengalahkan perkembangan al-ma'tsur.
Meskipun tafsir bir ra'yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya
para ulama terbagi dua: ada yang membolehkan dan ada pula yang melarangnya.
Tapi seletah diteliti, ternyata pendapat yang bertentangn itu hanya bersifat lafzi
(redaksional). maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang
berdasarkan ra'yi ( pemikiran) semata (hawa nafsu) tanpa mengindahkan kaedah-
kaedah dan cerita yang berlaku. penafsiran inilah yang diharamkan oleh Ibn
Taimiyah. sebaliknya, keduanya sepakat membolehkan penafsiran al-Qur'an
denagn ijtihad yang berdasarkan al-Qur'an dan sunnah rasul serta kaedah-kaedah
yang mu'tabarat (diakui sah secara bersama).

D. Contoh Tafsir Bil Ma’tsur Dan Tafsir Bil Ra’yi


1.    Contoh Tafsir Bil Ma’tsur
a).Al- Qur’an dengan Al-Qur’an
1)   Penafsiran bagian ayat Al-Qur’an dengan bagian ayat lain dalam satu ayat dan
surat yang sama, terdapat pada Q.S.al-Baqarah ayat 187:
َ ‫اس لَّه ۗ َُّن َعلِ َم ٱهَّلل ُ أَنَّ ُكمۡ ُكنتُمۡ ت َۡختَانُونَ أَنفُ َس ُكمۡ فَت‬
‫َاب‬ ٞ َ‫ َوأَنتُمۡ لِب‬  ۡ‫اس لَّ ُكم‬ ٞ َ‫ ه َُّن لِب‬gۚۡ‫ث إِلَ ٰى نِ َسٓائِ ُكم‬ُ َ‫صيَ ِام ٱل َّرف‬ ِّ ‫أُ ِح َّل لَ ُكمۡ لَ ۡيلَةَ ٱل‬ 
َ‫ ِمن‬  ُ‫خَيطُ ٱأۡل َ ۡبيَض‬ۡ ‫ُوا َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ۡٱل‬gْ ‫ٱش َرب‬ۡ ‫وا َو‬ ْ ُ‫لَ ُكمۡۚ َو ُكل‬ ُ ‫َب ٱهَّلل‬ ْ ‫ٰٔـ ََٰٔنَ ٰبَ ِشرُوه َُّن َو ۡٱبتَ ُغ‬g‫َعلَ ۡي ُكمۡ َو َعفَا عَن ُكمۡۖ فَ ۡٱل‬
َ ‫ َكت‬ ‫وا َما‬
‫فَاَل‬ ِ ‫د ٱهَّلل‬gُ ‫ َواَل تُ ٰبَ ِشرُوه َُّن َوأَنتُمۡ ٰ َع ِكفُونَ فِي ۡٱل َم ٰ َس ِج ۗ ِد تِ ۡلكَ ُحدُو‬ ‫صيَا َم إِلَى ٱلَّ ۡي ۚ ِل‬ ِّ ‫ٱل‬ ‫وا‬ ْ ‫ثُ َّم أَتِ ُّم‬ ۖ‫ ِمنَ ۡٱلفَ ۡج ِر‬ ‫ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد‬
ٰ ۗ
 ١٨٧ َ‫اس لَ َعلَّهُمۡ يَتَّقُون‬ ِ َّ‫ت َۡق َربُوهَا َك َذلِكَ يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ َءا ٰيَتِ ِهۦ لِلن‬
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian
bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu,
karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid.
Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa (Q.S.al-
Baqarah ayat 187)
Kata Al-Fajr pada ayat di atas menerangkan maksud dari ungkapan Al-Khaith Al-
Aswad pada ayat yang sama.

2) .  Penafsiran ayat yang satu dengan ayat yang lain yang terdapat pada surat yang
sama yaitu terdapat pada Q.S al-Fatihah ayat 7:
.٧ َ‫ب َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل ٱلضَّٓالِّين‬ ِ ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر ۡٱل َم ۡغضُو‬ ِ
Artinya (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
Ayat tersebut menafsirkan ayat sebelumnya, (Q.S Al Fatihah ayat: 6)
 ٦ ‫ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬gَ‫ٱه ِدنَا ٱلص ٰ َِّرط‬ ۡ
Artinya : Tunjukilah Kami jalan yang lurus
3).   Penafsiran ayat dengan ayat dalam surat yang berbeda ada pada Q.S al-A’raf
ayat 23
 ٢٣ َ‫قَااَل َربَّنَا ظَلَمۡ نَٓا أَنفُ َسنَا َوإِن لَّمۡ ت َۡغفِ ۡر لَنَا َوت َۡر َحمۡ نَا لَنَ ُكون ََّن ِمنَ ۡٱل ٰخَ ِس ِرين‬
Artinya :keduanya berkata: "Ya Tuhan Kami, Kami telah Menganiaya diri Kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni Kami dan memberi rahmat kepada
Kami, niscaya pastilah Kami Termasuk orang-orang yang merugi.
Doa Nabi Adam dan Hawa di atas merupakan jawaban atas kata Kalimatin pada
ayat Fatalaqqa Adamu Min Rabbihi Kalimatin Fa Taba ‘Alaih Innahu Huwa At
Tawwabu Ar Rahim, yang terdapat pada Q.S al-Baqarah ayat 37:
 ٣٧ ‫م‬gُ ‫َّحي‬ ِ ‫َاب َعلَ ۡي ۚ ِه إِنَّ ۥهُ هُ َو ٱلتَّوَّابُ ٱلر‬َ ‫ت فَت‬ ٖ ‫فَتَلَقَّ ٰ ٓى َءا َد ُم ِمن َّربِِّۦه َكلِ ٰ َم‬
Artinya : Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka
Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.

b). Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah          


Penafsiran al Qur’an dengan Sunnah yang dimaksud adalah penafsiran Al-
Qur’an dengan Hadits Nabi Muhammad[34]. Misalnya, Nabi menafsirkan kata Al-
Maghdlub dengan orang-orang Yahudi dan Al-Dhallin dengan orang-orang
Nasrani, yang terdapat pada Q.S Al-Fatihah ayat 6-7:
 ٦ ‫ ۡٱل ُم ۡستَقِي َم‬gَ‫ٱه ِدنَا ٱلص ٰ َِّرط‬ ۡ
 ٧  َ‫ضٓالِّين‬
َّ ‫ٱل‬  ‫ َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل‬ ‫ب‬ ُ ‫ ۡٱل َم ۡغ‬ ‫ص ٰ َرطَ ٱلَّ ِذينَ أَ ۡن َعمۡ تَ َعلَ ۡي ِهمۡ غ َۡي ِر‬
ِ ‫ضو‬ ِ
Artinya :Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai
dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
c).Tafsir Al Qur’an dengan pendapat Sahabat
Para sahabat, dimana mereka menyaksikan wahyu dan turunnya ayat Al-
Qur’an, mereka juga mengetahui Asbabun Nuzul suatu ayat, mereka telah memiliki
kemampuan dalam memahami kalam Allah dan mengetahui rahasia Al-Qur’an. Al-
Hakim dalam kitab Al-Mustadrak mengatakan bahwa tafsir sahabat yang
menyaksikan proses turunnya wahyu al-Qur’an layak untuk diposisikan
sebagai Hadits Marfu’.
Contoh yang dapat dirujuk di sini di antaranya adalah penafsiran terhadap
ayat Idza Ja’a Nashr Allah. Beberapa sahabat menjelaskan makna ayat tersebut,
adalah: ”Bahwa kita diperintah untuk memuji Allah dan meminta ampun kepada-
Nya tatkala Ia telah menolong kita menaklukan (Makkah)” Beberapa sahabat yang
lain tidak memberi komentar apa-apa. Namun, menurut Ibnu Abbas, ayat tersebut
menunjukkan kepada para sahabat akan dekatnya ajal nabi.

d).Kitab-Kitab Tafsir bi al-Ma’tsur.


Adapun kitab- kitab Tafsir bial-Ma’tsur antara lain:
1).Tafsir ibn Abbas, dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dengan judul Tanwir al-Miqyas
min Tafsir ibn Abbas
2).Tafsir Ibnu Jarir, karya Abu Ja’far Muhammad Ibnu Yazid al-Thabar
3) .Tafsir Abu Laits al-Samarqandi, karya Abu Laits al-Samarqandi
4).Tafsir Ibnu Katsir, karya Imamuddin Abu al-Fida Ismail Ibnu al-Khatib Abu Hafsh
Umar Quraisy al-Dimisyqi al-Syafi’i
5).Tafsir al-Baghawi, karya Abu Muhammad al-Husain Ibnu Mas’ud al-Baghawi al-
Syafi’i
6).Tafsir Baqi’ bin Makhlad, karya Baqi’ bin Makhlad bin Yazid bin Abdir Rahman
al-Andalusi al-Qurthuby.

2. Contoh Tafsir bil Ra’yi


a),Tafsir ayat Al-Qur’an dengan pendekatan Ra’yu adalah pada
َ َ‫ َو َمن َكانَ فِي ٰهَ ِذ ِٓۦه أَ ۡع َم ٰى فَهُ َو فِي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة أَ ۡع َم ٰى َوأ‬ 
(Q.S. al Isra : 72) ٧٢ ‫ضلُّ َسبِياٗل‬
kalau memahami ayat tersebut secara tekstual, tentunya akan terdapat kekeliruan
dalam memahaminya. Sebab dalam ayat itu menjelaskan bahwa setiap orang yang
buta adalah celaka dan rugi serta akan masuk neraka jahanam. Padahal yang
dimaksud dengan buta pada ayat tersebut adalah bukanlah buta mata, akan tetapi
buta hati. Hal ini kemudian didukung dengan penjelaasan ayat lainnya. Yakni Q.S.
Al Hajj : 46. pada ayat ini dijelaskan dengan tegas ”bukanlah matanya yang buta,
akan tetapi yang buta ialah buta hati. Terkait dengan tafsir Al Qur’an dengan
pendekatan Ra’yu ini tidak luput dari adanya kelebihan dan kekurangan. Adapun
kelebihannya adalah sebagai berikut :
b) .Contoh tafsir bir-ra’yi, dari tafsir Jalalain Surat Al-Fatihah:
ِ ‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن ال َّر ِح‬
‫يم‬ ْ ِ‫ب‬
‫ مالك لجميع الحمد‬: ‫جملة خبرية قصد بها الثناء على هللا بمضمونها على أنه تعالى‬ ‫الحمد هلل‬
‫أي مالك جميع‬ ‫رب العالمين‬ ‫من الخلق آو مستحق ألن يحمدوه وهللا علم على المعبود بحق‬
‫الخلق من اإلنس والجن والمالئكة والدواب وغيرهم وكل منها يطلق عليه عالم يقال عالم‬
‫اإلنس وعالم الجن إلى غير ذلك وغلب في جمعه بالياء والنون أولي العلم على غيرهم وهو‬
‫من العالمة ألنه عالمة على موجده‬
Artinya:
(Segala puji bagi Allah) Lafal ayat ini merupakan kalimat berita, dimaksud
sebagai ungkapan pujian kepada Allah berikut pengertian yang terkandung di
dalamnya, yaitu bahwa Allah Taala adalah yang memiliki semua pujian yang
diungkapkan oleh semua hamba-Nya. Atau makna yang dimaksud ialah bahwa
Allah Taala itu adalah Zat yang harus mereka puji. Lafal Allah merupakan nama
bagi Zat yang berhak untuk disembah. (Tuhan semesta alam) artinya Allah
adalah yang memiliki pujian semua makhluk-Nya, yaitu terdiri dari manusia, jin,
malaikat, hewan-hewan melata dan lain-lainnya. Masing-masing mereka disebut
alam. Oleh karenanya ada alam manusia, alam jin dan lain sebagainya. Lafal 'al-
`aalamiin' merupakan bentuk jamak dari lafal '`aalam', yaitu dengan memakai
huruf ya dan huruf nun untuk menekankan makhluk berakal/berilmu atas yang
lainnya. Kata 'aalam berasal dari kata `alaamah (tanda) mengingat ia adalah
tanda bagi adanya yang menciptakannya
‫أي ذي الرحمة وهي إرادة الخير ألهله‬ ‫الرحمن الرحيم‬
(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) yaitu yang mempunyai rahmat.
Rahmat ialah menghendaki kebaikan bagi orang yang menerimanya.
‫أي الجزاء وهو يوم القيامة وخص بالذكر ألنه ال ملك ظاهرا فيه ألحد إال هلل‬ ‫مالك يوم الدين‬
‫تعالى بدليل { لمن الملك اليوم ؟ هلل } ومن قرأ مالك فمعناه مالك األمر كله في يوم القيامة أو‬
‫هو موصوف بذلك دائما كغافر الذنب فصح وقوعه صفة لمعرفة‬
(Yang menguasai hari pembalasan) di hari kiamat kelak. Lafal 'yaumuddiin'
disebutkan secara khusus, karena di hari itu tiada seorang pun yang mempunyai
kekuasaan, kecuali hanya Allah Taala semata, sesuai dengan firman Allah Taala
yang menyatakan, "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini (hari kiamat)?
Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan." (Q.S. Al-Mukmin 16)
Bagi orang yang membacanya 'maaliki' maknanya menjadi "Dia Yang memiliki
semua perkara di hari kiamat". Atau Dia adalah Zat yang memiliki sifat ini secara
kekal, perihalnya sama dengan sifat-sifat-Nya yang lain, yaitu seperti 'ghaafiruz
dzanbi' (Yang mengampuni dosa-dosa). Dengan demikian maka lafal 'maaliki
yaumiddiin' ini sah menjadi sifat bagi Allah, karena sudah ma`rifah (dikenal).
‫أي نخصك بالعبادة من توحيد وغيره ونطلب المعونة على العبادة‬ ‫إياك نعبد وإياك نستعين‬
‫وغيرها‬
(Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami
memohon pertolongan) Artinya kami beribadah hanya kepada-Mu, seperti
mengesakan dan lain-lainnya, dan kami memohon pertolongan hanya kepada-Mu
dalam menghadapi semua hamba-Mu dan lain-lainnya.
‫أي أرشدنا إليه ويبدل منه‬ ‫اهدنا الصراط المستقيم‬
(Tunjukilah kami ke jalan yang lurus) Artinya bimbinglah kami ke jalan yang
lurus, kemudian dijelaskan pada ayat berikutnya, yaitu:
‫وهم‬ ‫غَ ْي ِر المغضوب َعلَ ْي ِه ْم‬ ‫بالهداية ويبدل من الذين بصلته‬ ‫ص َراطَ الذين أَ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم‬
ِ
‫وهم النصارى ونكتة البدل إفادة أن المهتدين ليسوا يهوداً وال‬ ‫الضالين‬ ‫وغير‬ َ‫ َوال‬ ‫اليهود‬
‫ وإليه المرجع والمآب وصلى هللا على سيدنا محمد وعلى آله‬،‫نصارى وهللا أعلم بالصواب‬
‫ وال حول وال قوة إال باهلل‬،‫ وحسبنا هللا ونعم الوكيل‬،‫وصحبه وسلم تسليما كثيرا دائما أبدا‬
‫العلي العظيم‬
(Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka), yaitu
melalui petunjuk dan hidayah-Mu. Kemudian diperjelas lagi maknanya oleh ayat
berikut: (Bukan (jalan) mereka yang dimurkai) Yang dimaksud adalah orang-orang
Yahudi. (Dan bukan pula) dan selain (mereka yang sesat.) Yang dimaksud adalah
orang-orang Kristen. Faedah adanya penjelasan tersebut tadi mempunyai
pengertian bahwa orang-orang yang mendapat hidayah itu bukanlah orang-orang
Yahudi dan bukan pula orang-orang Kristen. Hanya Allahlah Yang Maha
Mengetahui dan hanya kepada-Nyalah dikembalikan segala sesuatu. Semoga
selawat dan salam-Nya dicurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
beserta keluarga dan para sahabatnya, selawat dan salam yang banyak untuk
selamanya. Cukuplah bagi kita Allah sebagai penolong dan Dialah sebaik-baik
penolong. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan hanya berkat pertolongan
Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.

c).Karya-karya Kitab Tafsir bir-ra’yi :


1).Tafsir Abdurrahman bin Kaisan al-Asam
2).Tafsir Abu ‘Ali al-Juba’i
3).Tafsir Abdul Jabbar
4).Tafsir az-Zamakhsyari, al-Kasyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa “uyanil
Aqawil fi Wujuhit Ta’wil
5).Tafsir Fakhruddin ar-Razi, Mafatihul Ghaib
6).Tafsir an-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqaiqut Ta’wil
7).Tafsir al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’ani Tanzil
8).Tafsir Abu Hayyan, al-Bahrul Muhit
9).Tafsir al-Baidlawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil
10).Tafsir al-Jalalain, jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir bil ma'tsur diartikan sebagai tafsir yang dilakukan dengan jalan riwayat,
yakni tafsir al-Qur'an dengan al-Qur'an, hadits, pendapat sahabat, atau tabi'in.
Tafsir bir ra'yi didefinisikan sebagai upaya menyingkap isi kandungan al-Qur'an
dengan ijtihad yang dilakukan dengan mengapresiasi eksistensi akal. Dalam tafsir
bil ma’tsur, penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an atau haidts dan sahabat tidak
ada beda pendapat tentang kevalidannya di kalangan ulama’, namun tafsir para
tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama' berpendapat,
tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat. Ada
pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran
dengan pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama
dengan mufassir yang hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab.

B. Saran
Penulis sependapat dengan argumen yang mengatakan hadis bil ma’tsur
derajatnya lebih tinggi dari pada hadis bir ra’yi karena hadis bil ma’tsur ini lebih
mengedepankan riwayat dan tidak mengedepankan akal.
    Dalam menyikapi pendapat yang mengatakan tafsir bil ma’tsur para tabi’in ada
yang kurang setuju, penulis kira hal itu perlu di kaji dan di teliti lebih dalam,
karena penulis beranggapan tentunya para tabi’in tidak serta menerta menafsrikan
al-Qur’an jika tidak ada dasar yang kuat dan tentunya juga mengacu kepada
pendahulunya yakni sahabat, karena dalam masa tabi’in ini juga masih bisa
menjumpai masa-masa sahabat.

Daftar Pustaka                                                                       
1. Nashruddin Baidan, Wawasan baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005)
2. Abdul Qadir Muhamad Shaleh, At-Tafsir Wa Al-Mufassirun Fi Ash Al-Hadits,
( Beirut : Dar Al-Ma'rifah, 1424H/ 2003 M, Cet. Ke-1
3. Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Humaniora, 2007)
4. Al- Farmawi, abd Havy, Al Bidayah fi at-tafsir al-Maudhu’I, Maktabah Al-
jumhuriyah, Mesir.
5. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005)

Anda mungkin juga menyukai