Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

ONIKOMIKOSIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Disusun oleh:
Rike Rizqilah
119810045

Pembimbing:
dr. Sri Windayati Hapsoro , Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN


KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO
SEMARANG FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA
GUNUNG JATI CIREBON
2021
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN

REFERAT
ONIKOMIKOSIS

Referat ini diajukan untuk memenuhi persyaratan


dalam Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Adhyatma, MPH
Tugurejo Semarang

Disusun Oleh:
Rike Rizqilah
119810045

Semarang, Februari 2021


Pembimbing:

dr. Sri Windayati Hapsoro , Sp.KK

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan referat yang berjudul
“Onikomikosis”. Penulisan referat ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu tugas Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
di Rumah Sakit Umum Daerah Tegurejo Semarang. Kami menyadari sangatlah
sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai dengan terselesaikannya referat
ini. Bersama ini kami menyampaikan terimakasih yang sebesar- besarnya serta
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.

2. dr. Sri Windayati Hapsoro., Sp.KK, dr. Irma Yasmin., Sp.KK, dr. Agnes
Sri Widajati., Sp.KK, selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan
laporan kasus ini.

3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,


dukungan moral maupun material.

4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, Februari 2021

Rike Rizqilah
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN.........................i


KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I..............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi...............................................................................................5
2.2 Definisi......................................................................................................................7
2.3 Etiologi......................................................................................................................7
2.4 Epidemiologi ............................................................................................................8
2.5 Faktor Resiko............................................................................................................9
2.6 Patogenesis................................................................................................................10
2.7 Gejala Klinis.............................................................................................................11
2.8 Penegakan Diagnosis................................................................................................15
2.9 Tatalaksana...............................................................................................................18
2.10 Komplikasi..............................................................................................................22
2.11 Pencegahan.............................................................................................................22
2.12 Prognosis.................................................................................................................24
BAB III...........................................................................................................................26
KESIMPULAN.............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
Onikomikosis berasal dari bahasa Yunani, dari kata “onyx” yang berarti
kuku dan “mykes” yang berarti jamur. Isitilah onikomikosis digunakan untuk
semua infeksi jamur pada kuku. Penyakit ini dapat disebabkan oleh jamur
dermatofita, ragi, atau kapang.1 Sedangkan tinea unguium istilah untuk infeksi
kuku akibat dermatofita.2,3 Prevalensi onikomikosis berbeda- beda antar negara di
dunia. Negara Barat melaporkan prevalensinya sekitar 2-18% dari populasi dan
negara tropis Asia melaporkan prevalensinya sebesar 8,1%. Di Indonesia,
prevalensinya menunjukkan angka yang lebih rendah, yaitu 3,5-4,7% diantara
kasus dermatomikosis.3
Secara umum, penyebab onikomikosis yang sering ditemukan adalah
dermatofita Trichophyton rubrum (T.rubrum) dan Trichophyton mentagrophytes
(T.mentagrophytes) sekitar 80-90% kasus.4 Di Indonesia, penyebab yang banyak
dilaporkan adalah Candida spp., T.rubrum dan T.mentagrophytes.3
Banyak faktor risiko yang berperan dalam onikomikosis, antara lain usia,
jenis kelamin, genetik, faktor lingkungan yaitu iklim panas, lembab, sering
menggunakan sepatu tertutup, berjalan tanpa menggunakan alas kaki, trauma
berulang pada kuku, hiperhidrosis, dan penggunaan pemotong kuku secara
bersama., aktivitas olahraga, imunodefisiensi, diabetes mellitus dan riwayat
infeksi dermatofita pada lokasi lain.3

4
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Anatomi dan Fisiologi
A. Anatomi
Kuku merupakan salah satu organ kulit tambahan yang
mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung-ujung jari tangan
dan kaki, gunanya selain membantu jari-jari untuk memegang juga
digunakan sebagai cermin kecantikan. Lempeng kuku terbentuk dari sel-
sel keratin yang mempunyai dua sisi berhubungan dengan udara luar dan
4
sisi lainnya tidak.

Gambar 1.1 Anatomi Kuku

1. Matriks Kuku
Merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.
2. Kutikel (cuticle) 
Merupakan penghubung dua permukaan epitel dari lipatan kulit
proximal. Melindungi struktur dasar kuku (matrix germinatif) dari
iritasi, alergi, bakteri/jamur patogen.
3. Lipatan kuku lateral
Menutupi sisi lateral lempeng kuku

4. Lunula
Dasar dari lipatan proximal. Merupakan bagian lempeng kuku
yang berwarna putih di dekat akar kuku berbentuk bulan
sabit,sering tertutup oleh kulit.

5
5. Dasar kuku (nail bed )
Terdiri dari bagian epidermal dan mendasari dermis yang
berhubungan dengan periosteum dari distal phalanx. Normal
berwarna merah muda karena vaskularisasi yang nampak melalui
lempeng kuku yang translusen.
6. Hiponikium
Ruang di bawah kuku yang bebas, memisahkan lempeng kuku dan
dasar kuku pada ujung distal.
7. Lempeng kuku (nail plate) 
Sebagai proteksi yang keras. Statis dan dengan kuat menempel
pada dasar kuku. Dikelilingi tiga sisi lipatan kuku. Terbentuk dari
tiga lapiasn horisontal: lamina dorsal tipis, lamina intermedit
tebal, lapisan ventral dari dasar kuku. Kerasnya lempeng kuku
karena high sulfur matrix protein.5
8. Sisi Bebas

6
B. Fisiologi
Matriks merupakan pusat pertumbuhan kuku. Kuku tangan tumbuh
lebih cepat dari kuku kaki, yaitu sepanjang 2-3 mm perbulan, sedangkan
kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6
bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk
satu kuku kaki. Beberapa faktor dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
kuku dan meliputi genetik, usia (laju pertumbuhan melambat selama
dekade ketiga kehidupan), dan cuaca (laju pertumbuhan meningkat selama
masa-masa yang lebih hangat dalam tahun). Kecepatan pertumbuhan kuku
menurun pada penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia
1
lanjut.

2.2. Definisi
Istilah onikomikosis saat ini digunakan untuk menunjukkan semua infeksi jamur
pada kuku, sedangkan tinea unguium digunakan untuk mendeskripsikan infeksi
dermatofita pada kuku jari kaki atau tangan.
2.3. Etiologi

Terdapat tiga kelompok jamur yang menyebabkan


onikomikosis, yaitu: dermatofita, nondermatofita, dan yeast.
Dermatofita paling sering menyebabkan onikomikosis (90% pada
kuku jari kaki dan sedikitnya 50% pada infeksi kuku jari tangan).
Studi di Inggris menemukan 85 –9  0% infeksi kuku
disebabkan oleh dermatofita dan 5% akibat mould
nondermatofita.3
Moulds non-dermatofita menyebabkan 1,5-6% onikomikosis.
Infeksi Candida menyebabkan 5 – 10% dari semua kasus
onikomicosis.3

7
2
Tabel. Kelompok jamur yang menyebabkan onikomikosis
Dermatofita Nondermatofita
Yeast

Trichophyton rubrum Acremonium Candida albicans


Trichophyton mentagrophytes sp. Candida parapsilosis
Epidermophyton floccosum  Fusarium sp.
Microsporum canis   Scopulariopsis
brevicaulis

2.4 Epidemiologi
Perkembangan baru-baru ini infeksi jamur di Amerika Serikat dapat
dilacak ke imigrasi dermatofita besar, terutama Trichophyton rubrum, dari
Afrika Barat dan Asia Tenggara ke Amerika Utara dan Eropa. Insiden
onikomikosis telah dilaporkan 2-13% di multicenter North
America.Sebuah survei di Kanada menunjukkan prevalensi 6,5%
onikomikosis. Onikomikosis mempengaruhi setengah dari semua
gangguan kuku, dan onikomikosis adalah penyakit kuku yang paling
umum pada orang dewasa. Kuku kaki jauh lebih mungkin terinfeksi
daripada kuku. 30 % pasien dengan infeksi jamur kulit juga memiliki
onikomikosis. Insiden onikomikosis semakin meningkat, karena faktor-
faktor seperti diabetes, imunosupresi, dan peningkatan umur. Studi di
Kerajaan Inggris, Spanyol, dan Finlandia menemukan tingkat prevalensi
onikomikosis meningkat menjadi 3-8%. 2
Onikomikosis mempengaruhi orang dari semua ras. Onikomikosis
mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Namun, infeksi
Candida lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-
laki. Penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa adalah 30 kali lebih
mungkin untuk memiliki onikomikosis daripada anak-anak. Onikomikosis

8
telah dilaporkan terjadi pada 2,6% anak-anak muda dari 18 tahun, tetapi
2
sebanyak 90% dari orang tua. Jamur bisa diperoleh melalui hubungan
dengan orang yang terinfeksi atau berhubungan dengan permukaan seperti
lantai kamar mandi dimana jamur tersebut ada. Orang yang lebih tua,
orang yang menderita diabetes, dan orang yang sedikit sirkulasi pada
2,3
kakinya yang terutama mudah terinfeksi jamur.

2.5 Faktor Resiko


Pengetahuan tentang faktor resiko onikomikosis adalah hal yang
penting, diketahui bahwa pasien dengan psoriasis diabetes dan
immunosupression lebih rentan terhadap onikomikosis. Onikomikosis juga
meningkat seiring dengan usia dan kebanyakan studi telah menunjukkan
prevalensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan wanita. Selain itu juga
kegiatan olahraga dapat meningkatkan resiko onikomikosis; misalnya,
perenang. Kontak dengan sumber infeksi dan trauma langsung pada kuku
misalnya menggigit kuku juga meningkatkan risiko onikomikosis. 5
Dalam sebuah penelitian menemukan beberapa laporan pasien
dengan gangguan atopik dan onikomikosis yaitu dengan pengobatan
onikomikosis tanda-tanda dan gejala gangguan atopik telah menghilang.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam kasus- kasus tertentu, pasien dapat
memiliki gangguan reaktif sebagai akibat dari infeksi jamur. Selain itu
pasien dengan asma, urtikaria dan angioedema lebih cenderung
2.6 Patogenesis

Patogenesis onikomikosis tergantung pada subtipe klinis.


Dalam onikomikosis subungual distal dan lateral, bentuk yang
paling umum dari onikomikosis, jamur menyebar dari plantar kulit
dan menyerang melalui hiponikium kuku. Peradangan yang terjadi
pada bagian kuku ini menyebabkan tanda-tanda fisik onikomikosis
subungual distal dan lateral yang khas. Onikomikosis superfisial
putih jarang terjadi, disebabkan oleh invasi langsung dari permukaan

9
lempeng kuku. Pada onikomikosis subungual proksimal jamur
menembus melalui matriks kuku-kuku  proksimal dan menginvasi
sebagian lempeng kuku proksimal dalam. Endonyx onikomikosis
adalah varian dari onikomikosis subungual distal dan lateral di
mana jamur menginfeksi melalui kulit dan langsung menyerang
lempeng kuku.3,4
Invasi kuku oleh Candida tidak umum terjadi karena jamur
membutuhkan respon imun yang menurun sebagai faktor
predisposisi untuk dapat menembus kuku. Meskipun Candida sering
terdapat pada lipat kuku proksimal atau ruang subungual pada pasien
dengan paronikia kronis atau onikolisis, pada pasien infeksi Candida
hanya terjadi sekunder. Pada mukokutan kandidiasis kronis, jamur
menginfeksi lempeng kuku ( nail plate) dan akhirnya lempeng kuku
proksimal dan lateral lipatan kuku.2

2.7. Gejala Klinis


Onikomikosis biasanya asimtomatik, karena itu, pasien
biasanya pertama kali hadir untuk alasan kecantikan fisik tanpa
keluhan. Ketika penyakit berkembang, onikomikosis dapat mengganggu
aktivitas berdiri, berjalan, dan berolahraga. Pasien dapat mengeluh
parestesia, nyeri, ketidaknyamanan, dan kehilangan ketangkasan. Mereka
juga dapat melaporkan kehilangan harga diri dan kurangnya interaksi
sosial. Anamnesis yang cermat dapat mengungkapkan banyak faktor-
faktor risiko lingkungan dan pekerjaan.2
Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk yang tidak normal tetapi
tidak gatal atau terasa sakit sekali. Infeksi ringan hanya memberikan
sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan gejala. Pada infeksi yang
lebih berat, kuku tampak keputihan, menebal dan terlepas dari dasar kuku.
Biasanya sisa-sisa peradangan terkumpul dibawah ujung kuku.4 Pada

10
onikomikosis yang disebabkan dermatofita, yakni tinea unguium,
gambaran tersering adalah distrofi dan debris pada kuku subungual distal.
Sedangkan yang disebabkan kandida sering didahului oleh paronikia atau
peradangan jaringan sekeliling kuku yang kronik akibat pekerjaan
basah atau iritasi kronik.1

Ada empat jenis onikomikosis yang dibedakan berdasarkan


gambaran klinis dan juga menandai rute invasi jamur :

a. Onikomikosis subungual distal dan lateral (OSDL)

Gambar 1.3 Onikomikosis subungual distal dan lateral :


hiperkeratosis subungual, onikolisis dan alur
Onikomikosis subungual distal dan lateral adalah bentuk
yang paling umum dari tinea unguium, biasanya disebabkan oleh
Trichophyton rubrum. Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral.
Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa
2,3
kuku yang hancur. Jamur menyerang dasar kuku di bawah lempeng
kuku melalui hiponikium dan bergerak ke arah proksimal. Kulit telapak
kaki dan tangan merupakan lokasi infeksi primer. Invasi juga dapat
dimulai dari lateral. 5 Dalam onikomikosis subungual distal dan lateral,
kuku menunjukkan hiperkeratosis subungual dan onikolisis,

11
yang biasanya berwarna kuning-putih. Coretan kuning dan atau daerah
onikolitik kuning di bagian tengah lempeng kuku yang umumnya
diamati.2,3

b. Onikomikosis superfisial putih (OSPT)

Gambar 1.4 Onikomikosis superfisial putih


Disebabkan oleh invasi jamur ke lapisan superfisial lempeng
2,3
kuku yang membentuk "pulau-pulau putih" di lempeng. Terjadi bila
jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng kuku.  5 Kuku
menjadi kasar dan runtuh dengan mudah. Jumlahnya hanya 10 % dari
kasus onikomikosis. 2,3 Penyebab tersering adalah T. mentagrophytes.5

c. Onikomikosis subungual proksimal (OSP)


Gambar 1.5 Onikomikosis subungual proksimal:

12
leukonikia proksimal
Infeksi dimulai dari lipatan kuku proksimal melalui kutikula dan
masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak ke arah
distal.5  Muncul daerah leukonikia di lempeng kuku proksimal
yang bergerak distal dengan pertumbuhan kuku. Ini adalah bentuk
umum tinea unguium pada orang sehat tapi ditemukan lebih
banyak pada
d. pasien immunocompromised. 2,3

Gambar 1.6 Onikomikosis kandida pada pasien dengan


kandidiasis mukokutaneous kronis. Onikomikosis total dan
paronikia.

Spesies Candida menyerang kuku biasanya terjadi pada orang yang


sering membenamkan tangan mereka di dalam air. Dapat terjadi
pada pasien immunocompromised, dan pada orang dengan kandidiasis
mukokutan kronis. 2,3 Infeksi dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu
: (1) Dimulai sebagai paronikia yang kemudian menginvasi matriks
kuku sehingga memberikan gambaran klinis depresi transversal kuku
sehingga kuku menjadi cekung, kasar, dan akhirnya distrofi. (2) Pada
kandidiasis mukokutan kronis, kandida langsung menginvasi lempeng
kuku sehingga baru pada stadium lanjut tampak sebagai

13
pembengkakan lipat kuku proksimal dan lateral yang
membentuk gambaran  pseudoclubbing atau chicken drumstick.  (3)
Invasi pada kuku yang telah onikolisis, terutama pada tangan, tampak
sebagai hiperkeratosis subungual dengan massa abu-abu kekuningan
di bawahnya.4 Pada keadaan lanjut keempat tipe tersebut akan
menunjukkan gambaran distrofik total.5 Baran (1998) menambahkan 1
tipe lagi yakni onikomikosis endoniks, yang merupakan invasi
langsung pada permukaan kuku sekaligus penetrasi ke lapisan dalam
kuku, yang ditandai pelepasan lamelar. Umumnya disebabkan
organisme yang menyebabkan tinea kapitis endotriks.5
2.8. Penegakan Diagnosis
Untuk mendiagnosis Onikomikosis selain dari gejala klinis
juga dapat menggunakan pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan
histopatologi.6
Oleh karena onikomikosis bertanggung jawab besar pada
distropi kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat
membantu sebelum memberikan pengobatan anti jamur.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan KOH,
hisopatologi, dan kultur jamur.7
Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan
diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah
dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan
jamur diperlukan bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit,
rambut dan kuku. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan
dikumpulkan terlebih dahulu di tempat kelainan dan dibersihkan
dengan spiritus 70% lalu untuk kuku bahan diambil dari
permukaan kuku yang sakit dan dipotong sedalam-dalamnya
sehingga mengenai seluruh tebal kuku.

14
a. Pemeriksaan mikroskopi langsung
Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan Kalium hidroksida
(KOH) adalah murah dan mudah dilaksanakan, namun memiliki
keterbatasan. Pemeriksaan ini hanya berfungsi sebagai penyaring
ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan spesies
penyebabnya.
Sebelum diperiksa dibawah mikroskop, spesimen dilunakkan
dan dijernihkan dalam larutan KOH 20-30% . Dimetil sulfoksida
(DMSO) 40 % juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku. Larutan
KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan
diatasnya. Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan
diatas api Bunsen untuk mempercepat proses penghancuran keratin
sekaligus menghilangkan gelembung udara pada objek glass. Lalu
diamati dibawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen
jamur seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas
menggunakan tinta parker biru, Chlorazol black E.  Tinta
parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan.
Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni
hifa atau arthospora jamur. Terdapatnya sejumlah besar filamen
dalam lempeng kuku, terutama bila berupa arthospora memiliki
arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan
filamen disertai ragi didalam nail bed   memberi petunjuk
onikomikosis oleh Candida sp. Terdapatnya filamen-filamen
tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran,  bentuk
dan arah di dalam nail bed   yang sama memberi kesan
infeksi campuran beberapa jamur patogen.5

15
b. Kultur

Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil


pemeriksaan mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur,
spesies jamur patogen dapat identifikasi. Kegagalan pertumbuhan
jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi
topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak
pada bahan kuku dibanding kulit karena kebanyakan bahan diambil
dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua dan mati. Oleh
karena itu dianjurkan untuk mengikut sertakan bahan kulit atau
potongan kuku untuk pembiakan jamur pada medium. Spesimen
yang dikumpulkan dicawan petri diambil dengan sengkelit yang
telah disterilkan diatas api Bunsen. Kemudian bahan kuku ditanam
pada dua media, media I : terdiri dari media yang mengandung
antibiotik dan anti jamur ( Mycobitotic/mycocel), media II: yang
tidak mengandung antibiotik dan anti jamur PDA (Potato
Dextrose Agar)  /SDA (Sabouraud’s Dextrose Agar).
Media diinokulasikan dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada
suhu 24°- 28°C selama 4-6 minggu. Koloni dermatofita akan
tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat
dalam seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan
setelah 3-6 minggu.5

c. Histopatologi 

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan


mikroskopi langsung dan kultur meragukan. Bila ditemukan hifa
diagnosis banding dapat disingkirkan. Dengan pemeriksaan
histopatologi dapat ditentukan apakah jamur tersebut invasif pada
lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu kedalaman
penetrasi jamur dapat dilihat.5

16
Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh
melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan
potongan kuku. Bahan pemeriksaan histopatologi dapat langsung
dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu dalam larutan
formalin 10 % semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik.
Kemudian blok  parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10
μ dengan menggunakan mikrotom dan dilakukan pewarnaan PAS,
dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan menggunakan
mikroskop.5
2.9. Tatalaksana
Pengobatan tergantung jenis klinis, jamur penyebab, jumlah kuku yang
terinfeksi, dan tingkat keparahan keterlibatan kuku. Pengobatan sistemik selalu
diperlukan pada pengobatan subtipe OSP (Onikomikosis Subungual Proksimal)
dan subtipe OSD (Onikomikosis Subungual Distal) yang melibatkan daerah
lunula. OSPT (Onikomikosis Superfisial Putih) dan OSD (Onikomikosis
Subungual Distal) yang terbatas pada distal kuku dapat diobati dengan agen
topikal. Kombinasi pengobatan sistemik dan topikal akan meningkatkan
kesembuhan. Tingkat kekambuhan tetap tinggi, bahkan dengan obat-obat baru,
sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.6
Medikamentosa
a. Antijamur Topikal
Struktur keras keratin dan kompak kuku menghalangi difusi obat
topikal ke dalam dan melalui lempeng kuku. Konsentrasi obat topikal
dapat berkurang 1000 kali dari luar ke dalam.8 Penggunaan agen topikal
harus dibatasi pada kasus-kasus yang melibatkan kurang dari setengah
lempeng kuku distal atau jika tidak dapat mentoleransi pengobatan
sistemik. Agen yang tersedia termasuk amorolfine, ciclopirox, tioconazole,
dan efinaconazole. 6
 Amorolfine
Amorolfine termasuk obat antijamur golongan morpholine
sintetis dengan spektrum fungisida yang luas. Obat ini

17
menghambat enzim delta 14 reduktase dan delta 8 dan delta 7
isomerase dalam jalur biosintesis ergosterol dan bersifat fungisida
terhadap C. albicans dan T. mentagrophytes. Obat ini dioleskan
pada kuku yang terkena sekali atau dua kali seminggu selama 6-12
bulan. Amorolfine telah terbukti efektif pada sekitar 50% kasus
infeksi jamur kuku distal. Efek samping lacquer amorolfine jarang
dan terbatas, berupa rasa terbakar, pruritus, dan eritema.
 Ciclopirox
Ciclopirox merupakan turunan hydroxypyridone dengan
aktivitas antijamur spektrum luas terhadap T. rubrum, S.
brevicaulis, dan Candida spesies. Obat dioleskan pada kuku sekali
sehari selama 48 minggu. Ciclopirox sekali sehari terbukti lebih
efektif daripada plasebo (34% ciclopirox vs 10% plasebo).10
Durasi pengobatan yang dianjurkan adalah hingga 24 minggu
untuk kuku tangan dan sampai 48 minggu untuk kuku kaki. Tidak
ada uji klinik yang membandingkan amorolfine dengan ciclopirox
untuk onikomikosis. Efek samping yang sering adalah eritema
periungual dan lipat kuku.
 Tioconazole
Tioconazole adalah antijamur imidazole, tersedia sebagai larutan
28%. Dalam sebuah studi terbuka atas 27 pasien onikomikosis,
kesembuhan klinik dan mikologi dicapai pada 22% pasien.12 Efek
samping yang sering adalah dermatitis kontak alergi.
 Eficonazole
Eficonazole 10% adalah obat antijamur golongan triazole. Obat ini
diaplikasikan sekali sehari pada kuku. Sebuah uji klinik barubaru
ini menunjukkan bahwa eficonazole menghasilkan tingkat
kesembuhan mikologi mendekati 50% dan kesembuhan klinik
mencapai 15% setelah 48 minggu aplikasi.6

18
b. Pengobatan Sistemik

Obat sistemik utama yang diindikasikan dan secara luas digunakan


untuk pengobatan onikomikosis adalah terbinafine dan itraconazole.
Griseofulvin juga diindikasikan, tetapi lebih jarang digunakan.
 Griseofulvin
Griseofulvin adalah obat fungistatik lemah, bertindak
menghambat sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis
dinding sel jamur. Pada orang dewasa, dosis yang dianjurkan
adalah 500-1000 mg per hari selama 6-9 bulan untuk infeksi kuku
tangan dan 12-18 bulan untuk infeksi kuku kaki.15 Sebaiknya
dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk meningkatkan
penyerapan dan bioavailabilitas. Tingkat kesembuhan mikologi
untuk infeksi kuku hanya 30-40%. Efek samping antara lain mual
dan ruam kulit pada 8-15% pasien.16 Uji klinik yang
membandingkan terapi griseofulvin dengan terbinafine dan
itraconazole menunjukkan bahwa tingkat kesembuhan griseofulvin
lebih rendah dari terbinafine dan itraconazole. Griseofulvin
memiliki beberapa keterbatasan termasuk kesembuhan lebih
rendah, durasi pengobatan panjang, risiko interaksi obat yang lebih
besar dibandingkan obat antijamur yang lebih baru. Oleh karena
itu, griseofulvin tidak lagi menjadi pilihan kecuali obat lain tidak
tersedia atau kontraindikasi.7
 Terbinafine
Terbinafine bekerja menghambat enzim squalene epoxidase yang
penting untuk biosintesis ergosterol, komponen integral dinding sel
jamur. Lebih dari 70% terbinafine diserap setelah pemberian oral,
dan tidak terpengaruh asupan makanan. Terbinafine dimetabolisme
sebagian besar melalui ginjal dan diekskresikan dalam urin.
Terbinafine sangat lipofilik, sehingga terdistribusi dengan baik di
kulit dan kuku. Pengobatan biasanya dengan dosis 250 mg per hari

19
selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan 12 bulan
untuk infeksi jamur kuku kaki.18 Terbinafine memiliki efek
fungisida yang luas dan kuat terhadap dermatofita, terutama T.
rubrum dan T. mentagrophytes, tetapi memiliki aktivitas
fungistatik rendah terhadap spesies Candida dibandingkan
golongan azole. 19 Sebuah penelitian surveilans postmarketing
mengungkapkan bahwa efek samping yang paling umum adalah
gastrointestinal (4 - 9%) seperti mual, diare, atau gangguan rasa,
dan dermatologis (2 - 3%) seperti ruam, pruritus, urtikaria, atau
eksim.8
 Itraconazole
Itraconazole aktif terhadap berbagai jamur termasuk ragi dan
dermatofita.18 Mekanisme kerja itraconazole sama dengan
antijamur azole lainnya, yaitu menghambat mediasi sitokrom P450
oksidase untuk sintesis ergosterol, yang diperlukan untuk dinding
sel jamur.20 Itraconazole diserap optimal pada pemberian bersama
makanan dan pH asam. Obat ini sangat lipofilik dan dimetabolisme
di hati oleh sitokrom P450 3A4, yang meningkatkan risiko
interaksi dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini.
Seperti terbinafine, obat ini dikonsumsi sekali sehari (200 mg per
dosis) selama 6 bulan untuk infeksi jamur kuku tangan dan selama
9 bulan untuk infeksi jamur kuku kaki.8
NON MEDIKAMENTOSA
a. Terapi Bedah
Avulsi kuku dapat mengurangi massa jamur dan meningkatkan
penetrasi terapi antijamur sehingga menjadi pilihan bagi lesi yang resisten
terhadap antijmaur topikal dan sistemik.20 Avulsi kuku dengan tindakan
bedah dapat dipertimbangkan bila kelainan hanya pada 1-2 kuku, terdapat
kontra indikasi terhadap obat sistemik, dan telah resisten terhadap obat.
Tindakan bedah ini sebaiknya tetap dikombinasi dengan obat antijamur
sistemik.9

20
b. Laser
Onikomikosis banyak terjadi pada pasien dengan beberapa
penyakit sistemik lain yang sulit diberi obat antijamur sistemik jangka
panjang. Terapi laser merupakan salah satu pilihan terapi.
Terapi laser sejak tahun 2010 diteliti baik secara in vitro maupun in
vivo. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui beberapa
jenis laser untuk onikomikosis, di antaranya: PinPointeTM FootLaserTM
(PinPointe USA, Inc.), Cutera GenesisPlusTM (Cutera, Inc.), Q-ClearTM
(Light Age, Inc.), CoolTouch VARIATM (CoolTouch, Inc.), dan JOULE
ClearSenseTM (Sciton, Inc.).11-15 Laser mempunyai efek bakterisidal.
Energi yang disalurkan menyebabkan hipertermia lokal, destruksi
mikroorganisme patogen, dan stimulasi proses penyembuhan.21 Energi
laser bekerja melalui mekanisme denaturasi molekul, baik total maupun
parsial pada organisme patogen. Energi laser menghasilkan reaksi
fotobiologi atau fotokimia yang merusak sel patogen atau melalui
mekanisme yang memicu respons imun yang menyerang organisme
patogen. 9
Mekanisme kerja laser pada onikomikosis belum diketahui dengan
pasti. Diduga berdasarkan prinsip fototermolisis selektif. Absorpsi laser
tidak sama antara infeksi jamur dan jaringan sekitarnya, menyebabkan
konversi energi tersebut menjadi energi panas atau mekanik. Hasil
penelitian menunjukkan laser dapat memberikan “perbaikan sementara
pada kasus onikomikosis”.
Laser belum dikatakan sebagai terapi onikomikosis serta masih
sedikit penelitian mengenai peran laser pada onikomikosis. Laser yang
banyak digunakan pada penelitian onikomikosis antara lain Nd:YAG,
titanium safir (Ti:Sapphire), dan laser diode. Energi laser dapat diberikan
secara terpulsasi untuk menghasilkan energi yang lebih besar dalam waktu
lebih singkat. Durasi pulsasi mulai dari milidetik (10-3 detik) sampai
femtodetik (10-15 detik) telah dipelajari penggunaannya pada kasus
onikomikosis.9

21
2.9. Komplikasi
Perlukaan kulit di sekitar kuku yang sakit memudahkan kolonisasi
mikroorganisme sehingga meningkatkan risiko infeksi. Komplikasi pada
lansia dan  penderita diabetes yang pernah dilaporkan dianataranya
selulitis, osteomyelitis, sepsis, dan nekrosis jaringan.10

2.10. Pencegahan

Meskipun dengan terapi optimal, 1 dari 5 pasien onikomikosis


tidak dapat sembuh. Kegagalan ini karena diagnosis inakurat, kesalahan
identifikasi pathogen, adanya kelainan lain, sifat kuku, adanya inoculum
jamur kuat atau resistensi obat, imunokompromais, diabetes mellitus
atau penyakit vaskular perifer.

Pencegahan rekurensi dan relaps dilakukan dengan cara: 12

Selalu memakai sepatu pelindung, menghindari paparan ulang,


menghindari telanjang kaki di tempat umum.

 Menghindari penggunaan gunting kuku bersamaan dengan


orang lain.

 Jamur juga bisa dihilangkan dengan menaruh kapur barus


dalam sepatu dan kemudian ditutup dengan plastik yang
terikat erat minimal 3 hari.

 Karena onikomikosis dan tinea pedis menular, semua


anggota keluarga yang terinfeksi juga harus dirawat di saat
yang sama untuk menghindari infeksi ulang.

 Manikur dan pedikur sering menyebabkan berbagai


masalah kuku sehingga kebersihan alat-alatnya harus

22
dijaga.

 Menjaga kaki tetap dingin dan kering.

 Memakai antijamur topikal dan sistemik secara teratur


sesuai indikasi.

 Mengganti sepatu yang lama.

 Memakai bubuk atau spray antijamur yang mengandung


miconazole, clotrimazole atau tolnaftate ke dalam sepatu 1
minggu sekali dan memakai kaus kaki.

 Mengikuti protokol pengobatan.15

2.10 Prognosis

Tanpa terapi yang efektif, onikomikosis tidak dapat sembuh secara


spontan. Keterlibatan yang progresif dari beberapa kuku adalah biasa.
Onikomikosis subungual distal/lateral menetap setelah terapi tinea pedis
dan sering menyebabkan episode berulang dermatofita epidermal pada
kaki, pangkal paha, dan lokasi lain. Tinea pedis dan/atau onikomikosis
subungual distal/lateral merupakan awal untuk infeksi bakteri berulang (
S. aureus, group A streptococcus), khususnya sellulitis pada tungkai
bawah.16
Prevalensi pada penderita diabetes diperkirakan 33%;
onikomikosis subungual distal/lateral memberikan kontribusi
terhadap keparahan masalah kaki: infeksi bakteri superfisial,
ulserasasi, selulitis, osteomielitis, nekrosis, amputasi. Diabetes
membutuhkan intervensi dini dan harus diskrining reguler oleh
dermatologis. HIV yang tidak diobati dikaitkan dengan peningkatan
dermatofita. Tingkat relaps jangka panjang dengan terapi oral terbaru

23
seperti terbinafin, atau itarconazole dilaporkan 15-21% 2 tahun
setelah terapi berhasil. Penyebab kambuh atau reinfeksi: reinfeksi,
inkompetensi imulogis, trauma terus menerus, penyebab tidak
diketahui. Kultur mikologi dapat positif tanpa gejala klinis yang
jelas. Kebersihan kaki dan kuku sangat penting: sabun benzoyl
peroxide pada saat mandi dan preparat antijamur atau
ethanol/isopropyl gel .16

BAB III

24
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Onikomikosis adalah satu kelainan kuku yang disebabkan oleh


infeksi  jamur dematofita, ragi ( yeasts) dan kapang (moulds). Tinea
unguium istilah khusus untuk kelainan kuku akibat infeksi dermatofita.

Etiologi yang paling sering pada tinea unguium


terutama Trichophyton rubrum dan Trichophyton mentagrophytes  var.
interdigitable. Onikomikosis primer disebabkan oleh karena infeksi
jamur pada kuku yang sehat. Probabilitas infeksi terjadi karena suplai
vaskuler yang rusak, post trauma, atau gangguang persarafan. Sedangkan
onikomikosis sekunder biasanya terjadi setelah tinea pedis, tinea manum,
tinea corporis atau tinea capitis.

Keluhan utama berupa kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, dan


rapuh, dapat dimulai dari arah distal (perimarginal) atau proksimal.
Terdapat  beberapa tipe tinea unguium: onikomikosis subungual
distal/lateral, onikomikosis subungual proksimal, onikomikosis superfisial
putih, onikomikosis endoniks, onikomikosis distrofik total, onikomikosis
kandida.

Onikomikosis memerlukan pemeriksaan laboratorium sebelum


memulai terapi, karena waktu terapi yang lama, mahal, dan dosis memiliki
resiko. Pemeriksaan laboratorium berupa mikroskopi langsung, kultur
jamur, dan pemeriksaan histopatologi. Onikomikosis (tinea unguium)
dapat didiagnosis dari gejala yang tampak dan pemeriksaan lanoratorium.

DAFTAR PUSTAKA

25
1. Skin and Nail: Barrier Function, Structure, and Anatomy
Considerations for Drug Delivery. 2009. Particle Sciences
Drug Development Service. Volume
3.AvailableFrom:http://www.particlesciences.com/docs/technical_brie
fs/TB_3.pdf (diakses 2 Agustus 2015)

2. Kaur et al. Onychomycosis – Epidemiology, Diagnosis and


Management. Indian Journal of Medical Microbiology.
2008; 26(2): 108-16
3. Ameen et al. British Association of Dermatologists’
guidelines for  the management of onychomycosis 2014.
British Journal of Dermatology (2014) 171, pp937 – 958
4. Sigurgeirsson & Steingrímsson. Risk factors associated with
onychomycosis. European Academy of Dermatology and
Venereology. JEADV (2004) 18, 48 – 51
5. Knenneth, et al. 2013. Update on Onichomycosis: Efective
Strategis for Diagnosis and Treatment. Seminars in
Cutaneous Medicine and Surgery. Available
http://www.edermatologynews.com/fileadmin/content_pdf/san/scm
s_pdf/CMS_ Onychomycosis_Spple_vs12.pdf

6. Grover C, Khurana A. Onychomycosis: Newer insights in


pathogenesis and diagnosis. Indian J Dermatol Venereol
Leprol [serial online] 2012;78:263-70. Available from:
http://www.ijdvl.com/text.asp?2012/78/3/263/95440
(diakses 2 Agustus 2015)

26
7. Lowell, et al. 2012. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 8 th Edition. New York: McGraw-Hill Companies Tosti.
2014. Onychomycosis. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1105828

8. Tosti. 2014. Onychomycosis. Available at


http://emedicine.medscape.com/article/1105828
9. Rich, et al. Diagnosis, Clinical Implications, and
Complications of Onychomycosis.Update on
Onychomycosis: Effective Strategies for Diagnosis and
Treatment. Supplement 1. 2013: 32; 2S
10. Singal A, Khanna D. Onychomycosis: Diagnosis and
management. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial
online] 2011 [cited 2015 Aug 6];77:659-72. Available from:
http://www.ijdvl.com/text.asp?2011/77/6/659/86475
11. Dyanne et al. Onychomycosis: Current Trends in Diagnosis
and Treatment. American Family Physician (2013) 88:11
12. Bianca & Aurora. Onychomycosis: A Review. Journal of
Fungi 2015, 1 pp 30- 43
13. Ahmed et al. Pulse dose of oral itraconazole is effective in
the treatment of onychomycosis. Journal of Pakistan
Association of Dermatologists 2011; 21 (4): 276-280.
14. Bristow. The effectiveness of lasers in the treatment of
onychomycosis: a systematic review. Bristow Journal of
Foot and Ankle Research 2014, 7:34
15. Westerberg. Onychomycosis: current trends in diagnosis

27
and treatment. Am Fam Physician. 2013 Dec 1;88(11):762-
770
16. Sigurgeirsson B. Prognostic factors for cure following
treatment of onychomycosis. J Eur Acad Dermatol Venereol
2010;24:679-84.

28

Anda mungkin juga menyukai