Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan

kondisi sosial ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000

kematian pertahun karena trauma. 25 % diantaranya karena trauma torak

langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak langsung atau

penyerta. Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam

kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif

untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi).

Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada

akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan

udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling

sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat

trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.

Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru

sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal

sebagai pneumotoraks artifisial. Kemajuan teknik maupun peralatan

kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-

kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB,

TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura,
ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya

pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik).

 
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Anatomi Fisiologi

1. Sistem pernafasan

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung O2 ke dalam tubuh ( inspirasi ) serta menghembuskan udara

yang banyak yang mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari

tubuh ( ekspirasi ).

Dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara O2 dan CO2. O2 ditarik

dari udara masuk ke dalam darah dan CO 2 akan dikeluarkan dari darah

secara osmose.

Organ-organ pernapasan, yaitu :

a. Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang

dipisahkan oleh sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang

berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk

lubang hidung. Fungsi hidung, bekerja sebagai saluran udara pernapasan.

b. Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan

makanan terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.


c. Laring

Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara

terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan

masuk ke dalam trakea di bawahnya.

d. Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang

terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda ( C ).

Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang

disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar.

e. Bronkus

Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada

ketinggian vertebra thorakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur

serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama.

f. Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan

endotel.

2. Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling mempengaruhi

yaitu jantung (untuk memompa), pembuluh darah (mengedarkan atau

mengalirkan) dan darah (menyimpan dan mengatur). Interaksi antara

ketiganya akan mempertahankan keseimbangan dinamis oksigen dalam sel-

sel.
Jantung adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke paru-

paru untuk pertukaran gas-gas.

Gangguan aliran dalam jantung mengakibatkan oksigenasi tidak

adekuat, darah dalam arteri dan vena tercampur yang mengakibatkan perfusi

sel-sel berkurang.

3. Sistem Muskuloskeletal

Tulang dada menjadi tonggak dinding depan daripada toraks (rongga

dada), bentuknya gepeng dan sedikit melebar yang terdiri atas 3 bagian :

a) Manubrium Sterni , bagian tulang dada sebelah atas yang membentuk

persendian dengan tulang selangka dan tulang iga.

b) Korpus Sterni, bagian yang terbesar dari tulang dada dan membentuk

persendian dengan tulang-tulang iga.

c) Prosessus Xipoid, bagian ujung dari tulang dada dan pada bayi masih

berbentuk tulang rawan.

Tulang iga ada 12 pasang, kiri dan kanan, bagian depan berhubungan

dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang

berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan

persendian. Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat

bergerak kembang-kempis menurut irama pernapasan.

B. Defenisi

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat

gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2010).


Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax,

baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 2008).

Trauma thorax adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh

benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-

paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul

yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler,

2001)

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang

dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum

thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat

menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Hematotorax adalah tedapatnya

darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan

manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan

jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada

dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan.

C. Etiologi

1. Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke

mediastinum/daerah jantung.

2. Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik

atau spontan
3. Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka

rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP,

ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995)

D. Patofisiologi

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang

berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang

melayang. Di dalam rongga dada terdapat paru-paru yang berfungsi dalam

sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan, maka akan

terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara

(tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan

pergeseran mediastinum dan kompresi paru kontralateral demikian juga

penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru. Pneumothorak

tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan

tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada

rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps.

Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akibatnya paru-

paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi

terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup

kemungkinan akan terjadi syok.


E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

2. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

3. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

4. Dyspnea, takipnea

5. Takikardi

6. Tekanan darah menurun.

7. Gelisah dan agitasi


8. Kemungkinan cyanosis.

9. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

10. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

F. Klasifikasi

Trauma thorak klasifikasikan menjadi :

1. Trauma tembus (tajam)

a. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat

penyebab trauma

b. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru

c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi2.

Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang

dikenakan secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau

atau projectile, misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan

stretching dan crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang

sama dengan bahan yang tembus pada jaringan.

Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ

yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera

tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk, diantarafaktor

lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke jaringan

tubuhyang terpenetrasi.

Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata,

seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta densitas dari jaringan

tubuh yang terpenetrasi. Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih


kecil karena iatermasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk

yang disebabkan oleh pisausebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi.

Luka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat ditoleransi, walaupun

tusukan tersebut pada daerah jantung, biasanya dapatdiselamatkan dengan

penanganan medis yang maksimal.

Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya

bisa mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil

dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan

berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti

pisau, cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan

struktur yang berdekatan dengan laluan peluru.

Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan

menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat

keluar peluru mempunyaI diameter 20-30 kali dari diameter peluru.

2. Trauma tumpul

a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.

b. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau

blastinjuries.

c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru

d. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi

e. Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-

kiralebih dari 90% trauma thoraks.

Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:


a. transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks.

b. deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika

terjadinya impak.

Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat

menyebabkan luka robek dan kerusakan dari jaringan lunak dan tulang

seperti tulang iga. Cedera thoraks dengantekanan yang kuat dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan

ruptur dari organ organ yang berisi cairan atau gas.

G. Komplikasi

1. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam

memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan

dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: pembengkakan kaki, krepitasi.

2. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong

tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung

darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan

denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat

penekanan pada jantung.

3. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi

keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong

mediastinim menekan paru sisi lain.

4. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura

yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih

mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan syok.

Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga

pleura maka terjadi tanda – tanda :

a. Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun

bisa terjadi dypsnea.

b. Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

c. Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

d. Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

5. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian

tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi

keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang

berlawanan)

6. Hemopneumothorak yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

2. Pemeriksaan Diagnostik

1. Radiologi : foto thorax (AP).

2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.


3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

4. Hemoglobin : mungkin menurun.

5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.

6. Pa O2 normal / menurun.

7. Saturasi O2 menurun (biasanya).

8. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

3. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konservatif

a. Pemberian analgetik

b. Pemasangan plak/plester

c. Jika perlu antibiotika

d. Fisiotherapy

Penatalaksanaan secara operatif/invasif

a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).

b. Pemasangan alat bantu nafas.

c. Pemasangan drain.

d. Aspirasi (thoracosintesis).

e. Operasi (bedah thoraxis)

Penatalaksanaan secara tindakan untuk menstabilkan dada:

a. Miring pasien pada daerah yang terkena.

b. Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena

c. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif,

didasarkan pada kriteria sebagai berikut:


i. Gejala contusio paru

ii. Syok atau cedera kepala berat.

iii. Fraktur delapan atau lebih tulang iga.

iv. Umur diatas 65 tahun.

v. Riwayat penyakit paru-paru kronis.

d. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak

mengancam.

e. Oksigen tambahan.

BAB III

ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian

Primary Survey

1. Airway (A)

Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah

darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.


2. Breathing (B)

Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension

pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas

pendek, napas dangkal.

3. Circulation (C)

Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi

4. Disability (D)

Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

5. Eksposure (E)

Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab

trauma pada dinding dada

SECONDARY SURVEY

Head to toe (H)

Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :

1. Daerah kepala dan leher : mukosa pucat,

konjungtiva pucat, DVJ (Distensi Vena Jugularis)

2. Daerah dada :

Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat

jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.

Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan

Perkusi : adanya hipersonor

Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang terjadi

penurunan bising napas.


3. Daerah abdomen : herniasi organ abdomen

4. Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan

penurunan nadi femoralis

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 2010). Pengkajian pasien dengan trauma thoraks

meliput :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat

2. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical

berpindah,tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ

3. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah

4. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

5. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,

tajamdan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,

kemungkinanmenyebar ke leher, bahu dan abdomen.Tanda : berhati-hati

pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah

6. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit

parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,

keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea 

peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ;fremitus

menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;kulit 

pucat,  sianosis,  berkeringat,  krepitasi  subkutan  ;  mental

ansietas,bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan

positif keamanan. Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk

kkeganasan

7. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala  :  riwayat  factor  risiko  keluarga,  TBC,  kanker  ;  adanya   bedah

intratorakal/biopsy paru

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal

karena akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan

penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainage.

C. Intervensi

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan

trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :


Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi

paru yang tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat

tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak

mungkin.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau

perubahan tanda-tanda vital.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin

keamanan.

4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau

kolaps paru-paru.

5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri deNgan

menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

6. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :

7. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

8. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang

ditentukan.
9. Observasi gelembung udara botol penempung.

10. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak

terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage.

Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

 Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan

peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan

keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

1. Menunjukkan batuk yang efektif.

2. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.

3. Klien nyaman.

Intervensi :

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat

penumpukan sekret di sal. pernapasan.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma

mekanik terpasang bullow drainage.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

1. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


2. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

3. Pantau peningkatan suhu tubuh.

4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa

kering dan steril, gunakan plester kertas.

5.  Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

6. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

7. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya  benturan

baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan

abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax


akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ

bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat

terjadi  beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax,

Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.

B. Saran

Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan

sistem pernafasan trauma toraks hendaknya mengetahui terlebih dahulu

gambaran keadaan pasien dan rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk

penanganan yang lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :

Jakarta.Boedihartono, 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.


Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth

Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC :

Jakarta. Amjmed.org

Anda mungkin juga menyukai