Anda di halaman 1dari 9

16).

Analisis penatalaksanaan gagal jantung akut, onset baru, dan kronis

#Tx Gagal jantung akut

 Tindakan pertama:
Posisi duduk (lebih menguntungkan).
Oksigenisasi: NRM 15 L/menit.
Oksimetri (monitor), EKG, IV line
lab, AGD, Rontgen thorax bila memungkinkan
Obat-obatan lini pertama
Nitrat : Nitrogliserin atau ISDN sublingual, IV
Furosemid 0,5-1 mg/kgBB IV
Morfin sulfat : 2-4 mg IV
Beri ventilasi tekanan positif bila perlu

 Tindakan lini kedua


Bila tindakan lini pertama tidak berhasil
Bila tekanan darah normal/tinggi
Nitrogliserin IV 10-20 µg/menit dosis max 200 µg/menit
Bila tekanan darah turun
Dopamin 2-20 µg/kgBB/menit IV
Dobutamin 2-20 µg/kgBB/menit IV

 Tindakan lini ketiga


Bila tindakan 2 tidak berhasil
Monitor dan tindakan invasif
Arterial Line, CVP atau Swan Ganz
IABP, PCI atau bedah pintas koroner

#Tatalaksana non farmakologis


 Latihan fisik & rehabilitasi
Istirahat bila GJ klas IV
Latihan 4 jam/minggu selama 4-6 bulan (klas I-III)
Latihan fisik memperbaiki kapasitas latihan max / submaximal
Latihan fisik mengurangi aktivasi saraf simpatis
Latihan fisik memperlambat progresi disfungsi ventrikel kiri

 Intervensi psikologik & perilaku


Latihan relaksasi, meditasi, menurunkan stress dan Perubahan pola hidup lebih teratur, baik

 Edukasi pasien dan strategi mandiri


Pengaturan BB, asupan garam, Hindari cairan berlebihan, Menghentikan kebiasaan buruk
(merokok, minum alkohol), Meningkatkan kepatuhan berobat, Edukasi agar pasien
memahami penyakitnya

#Tx Medikamentosa (umum)

-Loop diuretics
-Potassium sparing diuretics
-ACE inhibitor (or ARB if not tolerated)
-Beta blockers
-Ivabradine
-Nitrate
-Digoxin
Gagal jantung akut :
Loop diuretik
Beta agonis
Inhibitor fosfodiesterase
Vasodilator

Gagal jantung kronis :


Loop diuretik dan spironolakton
Beta bloker
ACE Inh

17). Menganalisis penatalaksanaan terapi farmakologis gagal jantung kronik akibat disfungsi
sistolik dan disfungsi diastolik serta terapi farmakologis tambahan
terapi pada gagal jantung diastolik meliputi:
- mengontrol hipertensi (dengan obat antihipertensi golongan penghambat ACE atau ARB)
- menurunkan denyut jantung (mempertahankan irama jantung tetap normal/sinus, dengan
obat penyekat beta)
- Menormalkan kontraksi atrium (pada kasus atrial fibrilasi). Pasien dengan gangguan irama
jantung (atrial fibrilasi) sebaiknya diberikan antikoagulan untuk mencegah emboli jantung
dan obat digitalis. 
- mengurangi tekanan vena dan edema (pembengkakan) pada tubuh yaitu dengan pemberian
diuretik, aldosterone antagonist dan mengurangi asupan air serta garam
- pencegehan iskemia (revaskularisasi, pemberian obat simvastatin atau aspirin bila
penyebabnya penyakit jantung koroner)
- intervensi gaya hidup:
1. diet rendah garam 2 gram (setengah sendok teh) pada gagal jantung ringan dan 1 gram pada
gagal jantung berat. Jumlah cairan 1.5 liter per hari pada gagal jantung ringan dan 1 liter per
hari pada gagal jantung berat.
2. berhenti merokok dan alkohol
3. Aktivitas fisik rutin, misalnya berjalan kaki 3-5 kali per minggu selama 20-30menit 
4. Istirahat atau tirah baring pada gagal jantung akut dan eksaserbasi akut (kambuh)

gagal jantung sistolik simtomatik

1. Pemberian ACEI direkomendasikan, bagi semua pasien dengan EF ≤ 40%, untuk


menurunkan risiko hospitalisasi akibat gagal jantung dan kematian dini 2. Pemberian
penyekat β, setelah pemberian ACEI atau ARB pada semua pasien dengan EF ≤ 40% untuk
menurunkan risiko hosipitalisasi akibat gagal jantung dan kematian prematur 3. MRA
direkomendasikan bagi semua pasien dengan gejala gagal jantung yang persisten dan EF≤ 35,
walaupun sudah diberikan dengan ACEI dan penyekat β

Obat lain untuk Gagal JantungZ


A. Diuretik
- Furosemide :
↓kongesti pulmonary & edema berat pada payah jantung akut/kronis
Dosis: 20-40 mg
Efek Samping:
Hipokalemi
Metabolik Alkalosis
Ototoksisitas
Hiperurisemia
Hipomagnesia
- Thiazide (hydrochorothiazide) :
payah jantung kronis ringan
- Spironolactone & eplerenone :
Tx jangka panjang ↓mortalitas
B. Angiotensin Antagonis
- Captopril
- ↓ morbiditas & mortalitas payah jantung kronis
- ↓ sekresi aldosterone, retensi garam dan air dan retensi vaskuler

Indikasi: Semua pasien Gagal Jantung


Kontaindikasi: Riwayat angioneurotic edema

C. Antagonis adrenoseptor β1
- Dobutamine, dopamin : payah jantung akut
- Tidak dapat digunakan untuk payah jantung kronis karena terjadi terjadi toleransi
- Tidak dapat diberikan peroral
- Mempunyai efek aritmogenik

D. Antagonis β-adrenoseptor
- β bloker ( carvedilol, labetalol,metoprolol)
- ↓progresifitas payah jantung kronis

Indikasi: Memperbaiki harapan hidup penderita gagal jantung


Kontraindikasi:
Denyut jantung < 60x/menit
Bradikardi
Hipoperfusi perifer
Asma
COPD

E. Inhibitor fosfodiesterase
- Amrinone, milirone ( jarang digunakan )
- Theophylline ( sering digunakan )
- ↑cAMP dengan menginhibisi rusaknya fosfodiesterase → ↑kalsium intraseluler
jantung
- Vasodilatasi

F. Vasodilator
- Nitroprusside / nitroglycerin : payah jantung akut parah dengan kongesti
- ISDN (Dosis mulai 5 mg po)
- Efek :
↓ukuran jantung, memperbaiki efisiensi sehingga terjadi penyesuaian venous return dan
penurunan tahanan terhadap ejeksi ventrikel.
Menurunkan mortalitas
Memperbaiki kualitas hidup
Efek Samping: Hipotensi ortostatik

Natriuretic peptide nesitiride : vasodilatasi , mempunyai efek natriuretik


Pemberian secara infus
Tx : payah jantung akut
ES : toksik renal

18). Jelaskan Obat yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung: Konsep mekanisme
kerja obat tertentu (Digoxin, Captopril, Furosemid, Isosorbid Dinitrat)

 Digoxin
Farmakologi digoxin sebagai antiaritmia yang bekerja melalui tiga proses: peningkatan kadar
kalsium intraselular, reduksi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, serta
mempengaruhi aktivitas listrik jantung.

Farmakodinamik

Digoxin adalah glikosida jantung yang digunakan untuk tata laksana gagal jantung, aritmia
supraventrikuler dan mengontrol laju ventrikel pada fibrilasi atrial kronis [7].

Peningkatan Kontraktilitas Miosit Jantung melalui Peningkatan Kadar Kalsium Intraselular

Farmakodinamik digoxin adalah melalui menghambat enzim Na-K-ATPase sehingga


meningkatkan jumlah natrium di dalam sel. Natrium calcium exchanger kemudian mencoba
untuk mengeluarkan natrium dan membawa masuk kalsium. Konsentrasi tinggi kalsium di
dalam sel dapat mengaktivasikan protein contractile seperti aktin dan myosin, sehingga
meningkatkan inotropi dan automaticity dan mengurangi kecepatan konduksi [7,8].

Inhibisi Konduksi Atrioventrikular

Digoxin juga menghambat beberapa konduksi atrioventrikular yang melindungi ventrikel dari
rangsangan berlebih saat atrium sedang mengalami aritmia.

Reduksi Reuptake Katekolamin

Digoxin mengurangi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, sehingga pembuluh darah
lebih sensitif terhadap katekolamin endogen atau eksogen [8].

Mempengaruhi Aktivitas Listrik Jantung

Digoxin juga mempengaruhi aktivitas listrik jantung dalam meningkatkan kemiringan (slope)
depolarisasi fase 4, memendekkan waktu action potential dan mengurangi potential diastolik
maksimal [7].

Efek Digoxin dengan Konsentrasi yang Lebih Tinggi

Pada konsentrasi digoxin yang lebih tinggi, digoxin dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
melalui penghambatan enzim Na-K-ATPase [8,9]. Aktivitas nervus vagus meningkat
sehingga mengurangi laju sinoatrial dan mengurangi kecepatan konduksi atrioventrikular [9].
Stimulasi area postrema juga menyebabkan mual dan muntah, serta gangguan penglihatan
warna. Hal ini merupakan gejala dari toksisitas digoksin.

Farmakokinetik

Farmakokinetik digoxin berupa aspek absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasinya.

Absorbsi

Onset awal digoxin dicapai dalam 0,5-2 jam untuk sediaan oral dan 5-30 menit untuk sediaan
intravena. Efek maksimal tercapai dalam 2-6 jam untuk sediaan oral dan 1,5-4 jam untuk
sediaan intravena.[8]

Distribusi
Bioavailabilitas digoxin tablet sebesar 60-80%. 20-25% digoxin akan terikat oleh protein.
Waktu paruh digoxin selama 3,5-5 hari.[7,8]

Metabolisme

Metabolisme digoxin terjadi di hepar yang menghasilkan metabolit akhir 3 b-digoxigenin dan
3-keto-digoxigenin [7].

Eliminasi

Sekitar 50-70% dosis digoxin akan diekskresikan melalui urin.

 Captopril
Farmakodinamik

SRAA adalah suatu mekanisme homeostatik, untuk meregulasi keseimbangan hemodinamik,


air, dan elektrolit. Kerja captopril, secara kompetitif dengan SRAA adalah dengan:

Menginhibisi enzim angiotensin converting, suatu hidrolase karboksi peptidildipeptida.


Karenanya, mencegah konversi ACE I ke ACE II. Sehingga menurunkan kadar angiotensin II,
suatu vasokonstriktor yang aktif. Akibatnya, sebagai umpan balik, akan meningkatkan
aktivitas renin dalam plasma darah

Menurunkan sekresi aldosteron, sehingga terjadi peningkatan kalium dalam jumlah sedikit
dalam serum darah dan penurunan natrium dan volume cairan intravaskular
Menginhibisi deaktivasi bradikinin, sehingga kadarnya meningkat, dan  memberikan efek
vasodilatasi
Dengan demikian proses kerja obat captopril, secara keseluruhan akan menurunkan resistensi
vaskular, yaitu arterial di perifer, secara sistemik.

Farmakokinetik

Farmakokinetik captopril adalah onset kerja cepat dan masa kerja yang singkat.

Absorpsi

Captopril diabsorpsi cepat sekitar 60‒75% pada perut kosong. Makanan akan mengurangi
bioavailabilitas obat sekitar 24% hingga 30%.

Dalam satu jam, dosis tunggal 100 mg captopril per oral, akan mencapai konsentrasi puncak
dalam darah sekitar 800 ng/mL. Penurunan tekanan darah akan terjadi, biasanya maksimal
sekitar 60‒90 menit setelah menelan dosis individu obat ini.

Lama kerja obat berhubungan dengan dosis yang diberikan. Penurunan tekanan darah dapat
progresif. Untuk mencapai efek terapeutik yang maksimal, maka obat perlu dikonsumsi
selama beberapa minggu. Karenanya, edukasikan kepada pasien untuk mengonsumsi obat
dengan tidak terinterupsi, atau menghentikan terapi, tanpa rekomendasi dokter.

Distribusi
Captopril didistribusikan ke dalam air susu ibu dengan konsentrasi sekitar 1% dari
konsentrasi obat dalam darah maternal. Uji coba pada hewan menunjukkan captopril secara
cepat didistribusikan pada hampir semua jaringan tubuh, kecuali susunan saraf pusat.
Captopril terikat pada plasma protein, terutama albumin, sekitar 25‒30%.

Metabolisme

Metabolisme captopril terjadi di hepar. Metabolit captopril berupa disulfida. Mayoritas


metabolit adalah dimers dari captopril disulfida. Metabolit-metabolit tersebut menjalani
proses interkonversi yang reversibel. Sekitar setengah dari dosis captopril yang diabsorpsi,
secara cepat akan dimetabolisir, terutama menjadi disulfida captopril-sistein, dan dimer
sulfida. Diperkirakan bahwa obat lebih dimetabolisir secara ekstensif pada pasien dengan
fungsi ginjal yang rusak, daripada pasien dengan fungsi renal yang normal.

Waktu paruh biologis terjadi < 2 jam pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal. Waktu
paruh captopril dan metabolitnya berhubungan dengan creatinine clearance. Waktu paruh
meningkat sekitar 20‒40 jam pada pasien dengan creatinine clearance <20 mL/menit. Dapat
lebih lama sekitar 6,5 hari pada pasien dengan anuria.

Eliminasi

Captopril dan metabolitnya diekskresikan ke urine. Lebih daripada 95% dosis obat yang
diabsorpsi, akan diekskresikan ke urine dalam waktu 24 jam, pada pasien dengan fungsi ginjal
yang normal.

Sekitar 40‒50% dari obat yang diekskresikan ke urine berupa captopril yang tidak berubah.
Sisanya sebagai dimers dari captopril disulfida dan disulfida captopril sistein.

Sekitar 20% dari dosis obat tunggal ditemukan pada feses dalam waktu 5 hari, yang berupa
obat yang tidak diabsoprsi. Obat captopril dapat dieliminasi melalui hemodialisa pada orang
dewasa. Namun, belum diketahui apakah obat ini dapat dieliminasi melalui proses tersebut
pada neonatus, atau anak .

 Furosemide
Farmakodinamik

Farmakodinamik furosemide terjadi pada segmen tebal pars asendens lengkung henle.

Mekanisme Kerja

Furosemide bekerja pada bagian segmen tebal pars asendens lengkung henle dengan
menghambat kotransporter Na+/K+/Cl- (disebut NKCC2) pada membran luminal tubulus.
Kerja NKCC2 mereabsorpsi ketiga elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Paska reabsorpsi
via NKCC2, kadar ion  K+ berlebihan di dalam sel sehingga ion kalium berdifusi kembali ke
lumen tubular. Hal ini memicu reabsorpsi kation (Mg2+, Ca2+) ke dalam cairan interstisial
via jalur paraselular. Akibatnya pemberian furosemide akan menghambat reabsorpsi natrium,
kalium, dan klorida.

Selain meningkatkan ekskresi NaCl, obat ini juga meningkatkan ekskresi magnesium dan
kalsium. Penurunan reabsorpsi tersebut akan meningkatkan konsentrasi zat terlarut yang
dihantarkan ke bagian distal nefron serta penurunan osmolaritas interstisium medula ginjal.
Penurunan osmolaritas medulla ginjal mengakibatkan reabsorpsi cairan pada duktus
koligentes menurun serta memicu penurunan absorpsi air dari pars desenden ansa henle. Pada
akhirnya tak hanya ekskresi ion-ion tersebut yang meningkat tetapi eksresi air dalam urin juga
meningkat. [1]

Furosemide juga meningkatkan kadar prostaglandin E2 yang berperan pada inhibisi


reabsorbsi Na+ dan transport air pada tubulus kolektivus yang dimediasi oleh ADH [1]

Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik furosemide dengan onset kerja 5-60 menit, dan didistribusikan dalam


tubuh berikatan dengan albumin.

Absorbsi

Bioavailabilitas furosemide pada saluran cerna 50%, dengan rentang 10-100%. Onset diuresis


terjadi sekitar 5 menit apabila diberikan secara intravena, 30 menit apabila diberikan secara
intramuskular, dan 30-60 menit apabila diberikan per oral. Pada edema paru, perbaikan gejala
dapat terlihat pada 15-20 menit.

Efek puncak furosemide yang diberikan per oral terjadi setelah 1-2 jam. Durasi kerja
furosemide adalah 2 jam apabila diberikan intravena, dan 6-8 jam pada pemberian per oral.
[2,5,11]

Distribusi

Furosemide berikatan dengan protein 99% (albumin). Kemudian menuju tubulus proksimal
dan disekresikan melalui organic transporter lalu bekerja pada kotransporter Na+/K+/Cl- .

Pada pasien neonatus, distribusi 1,5-6 kali lebih besar dibandingkan pasien dewasa. [10]

Metabolisme

Metabolisme di hepar minimal, kurang lebih 10%. Metabolit berupa glucuronide (2-amino-4-
chloro-5-sulfamoylanthranilic acid)

Eliminasi

Furosemide diekskresikan di urin dalam 24 jam, 50% dalam bentuk furosemide dan sisanya
diubah menjadi glucoronide. Sebagian kecil juga diekskresikan di feses.

Waktu paruh furosemide bervariasi, pada pasien tanpa gangguan ginjal, jantung, atau hati
sekitar 1,5-2 jam. Pada penderita gangguan ginjal 2,8 jam, penyakit hati 2,5 jam, dan pasien
gagal jantung 2,7 jam. Pada neonatus, waktu paruh 6-20 kali lebih lama dibandingkan pasien
dewasa.

 Isosorbid dinitrat
Secara farmakologi, mekanisme aksi Isosorbide dinitrate (ISDN) yang paling utama adalah
relaksasi otot polos vaskular dan sebagai akibatnya dilatasi arteri serta vena perifer.
Farmakokinetiknya sangat dipengaruhi oleh rute pemberian.

Farmakodinamik
ISDN dikonversi menjadi nitrit oksida (NO), suatu komponen intermediate radikal bebas
yang dapat mengaktifkan enzim guanilat siklase terhadap reseptor atrial natriuretik peptide A.
Obat ini akan menstimulasi sintesis siklik guanosin 3,5-monofosfat (cGMP), yang kemudian
akan mengaktivasi fosforilasi protein kinase-dependent serial pada sel-sel otot polos. Hasil
akhir dari proses biokimia tersebut adalah defosforilasi miosin light-chain serat otot polos.
Selanjutnya, pengeluaran ion-ion kalsium akan merelaksasikan sel-sel otot polos, sehingga
terjadi dilatasi yang bersifat dose-dependent pada jaringan arteri dan vena. Dengan demikian,
terjadi peningkatan sirkulasi aliran darah pada daerah yang iskemik.

Dilatasi pada vena akan meningkatkan pooling darah perifer, dan menurunkan venous return
ke jantung. Karenanya, menurunkan tekanan ventrikel kiri pada fase end-diastolic dan
tekanan kapiler paru. Proses tersebut juga akan menghasilkan:

Penurunan preload dan afterload


Penurunan oxygen-demand otot jantung
Perbaikan perfusi miokardium
Perbaikan sirkulasi kolateral jantung koroner
Penurunan tekanan darah
Peningkatan denyut jantung
Bradikardia paradoksal yang intermiten [1,9]
Farmakokinetik

Farmakokinetik dari ISDN, meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi, sangat
dipengaruhi oleh rute pemberian.

Absorpsi

Pemberian ISDN per oral dosis 5 mg diabsorpsi dengan cepat dan baik pada saluran
pencernaan, dan tidak tergantung adanya makanan. Walaupun demikian, sediaan sublingual
dapat bekerja lebih cepat dan efektif daripada sediaan oral .

Bioavailabilitas sediaan ISDN per oral sangat bervariasi, yaitu pada kisaran 10─90%, dengan
rata-rata 25% per oral. Bioavailabilitas akan meningkat secara progresif pada penggunaan
obat jangka Panjang.

Konsentrasi puncak dalam serum terjadi dalam 1 jam setelah dicerna. Dan tablet oral
extended-release memiliki efektivitas 8─10 jam.

Distribusi

VSS (distribusi volume pada keadaan tetap) ISDN adalah 2─4 L/kg BB/menit. Kerja obat per
oral adalah moderat hingga long-acting, sedangkan kerja obat sublingual adalah rapid-acting
serta berakhir dalam jangka waktu pendek.

Metabolisme

Secara ekstensif di hepar, ISDN dirubah menjadi metabolit yang terkonjugasi. Hasilnya
adalah terdapat dua metabolit aktif secara biologis yaitu 2-isosorbide mononitrate (2-ISMN)
dan 5-isosorbide mononitrate (5-ISMN).

Waktu paruh biologis

Dalam waktu 5 jam, 5-ISMN akan dibersihkan dalam serum, dan diubah menjadi 5-
mononitrat glukuronidase dan sorbitol. Sedangkan untuk 2-ISMN akan dibersihkan dalam
waktu 2 jam dalam serum, yang diperkirakan menjalani alur metbolisme yang mirip dengan
5-ISMN

Eliminasi

ISDN dikeluarkan dari tubuh melalui dua cara yaitu sekitar 80─99% di urine dan <1%di
feses.

Pada metabolit 2-ISMN, terjadi denitrasi clearance sebesar 15─25%, dan sekitar 75-85%
untuk 5─ISMN. [9-14]

Anda mungkin juga menyukai