Kolelitiasis
Oleh:
Preseptor:
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
2
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.1,2
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi
orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). 1 Di
Negara Asia prevalensi kolelitiasis berkisar antara 3% sampai 10%. Berdasarkan data
terakhir prevalensi kolelitiasis di Negara Jepang sekitar 3,2 %, China 10,7%, India
Utara 7,1%, dan Taiwan 5,0%.Angka kejadian kolelitiasis dan penyakit saluran
empedu di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain di Asia
Tenggara.Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 didapatkan
101 kasus kolelitiasis yang dirawat.3,4
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika
Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita.2,3
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu
empedu tidak mempunyai keluhan.2 seringkali merupakan penemuan insidental pada
saat pemeriksaan Ultrasonography (USG). Kolelitiasis biasanya menimbulkan gejala
dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus yaitu
menimbulkan rasa nyeri pada perut bagian atas (nyeri bilier).5
Sebelum dikembangkannya beberapa modalitas diagnosa seperti ultrasound
(US), pasien kolelitiasis sering salah terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis
berulang. Dalam sebuah penelitian di Jakarta dari 74 pasien dengan kolelitiasis, 60%
diantaranya terdiagnosis sebagai gastritis atau hepatitis berulang. Jika tidak ditangani
dengan baik batu kandung empedu dapat menyebabkan berbagai komplikasi, oleh
karena itu harus dapat didiagnosis secara cepat dan tepat.
3
1.4 Metode Penulisan
Grand case ini ditulis setelah melakukan pemeriksaan pasien dan tinjauan
pustaka yang ada merujuk kepada berbagai literatur.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Kantung empedu atau Vesica fellea merupakan organ yang berbentuk seperti
buah pir, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm.
Secara anatomi, Kandung empedu terletak dalam sebuah lekukan di sebelah
permukaan bawah hati, sampai dipinggiran depannya. Kandung empedu diliputi
oleh peritonium kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan
bawah hati, diantara lobus dekstra dan lobus quadratus kiri.11
Batas:
Kandung empedu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian basal (fundus)
bagian badan (corpus) dan bagian leher (collum). Fundus berbentuk bulat,
berujung buntu pada kandung empedu dan sedikit memanjang di atas tepi hati.
Corpus adalah bagian terbesar dari kandung empedu. Collum adalah bagian sempit
dari kandung empedu yang terletak anatara corpus dan duktus sistikus.terdiri atas
tiga pembungkus, yaitu di sebelah luar pembungkus serosa peritonial, di sebelah
tengah jaringan berotot tak bergaris dan di sebelah dalam membran mukosa yang
bersambungan dengan lapisan saluran empedu. Membran mukosanya memuat sel
epitel silinder yang mengeluarkan secret musin dan cepat mengabsorbsi air dan
elektrolit, tetapi tidak garam empedu atau pigmen, sehingga empedu menjadi
pekat.11
Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus kemudian bersatu
dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam kandung empedu. Empedu
mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari kandung empedu oleh aksi
kolesistokinin, suatu hormon yang dihasilkan dalam membran mukosa dari bagian
atas usus halus tempat masuknya lemak. Kolesistokinin menyebabkan kontrasi
otot kandung empedu. Pada waktu bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu
mengalir kedalam duktus sistikus dan duktus koledukus.11
Saluran-saluran empedu terdiri dari:
Duktus Hepatikum
Duktus atau saluran hepatikum kanan dan kiri akan membentuk duktus
hepatikum komunis atau (common hepatic duct) bersebelahan dengan vena
porta hepatika.
Pembuluh darah arteri kandung empedu, yaitu: artery sistic (cystic artery),
cabang dari arteri hepatika kanan. Vena sistis (cystic vein) mengalirkan darah
langsung ke vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena juga berjalan
antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju nodus limfatik
sistik (cystik lymph node) yang terletak dekat collum kandung empedu.
Selanjutnya berjalan melalui nodus limfatik hepatikum (hepatic lymph node)
sepanjang perjalanan arteri hepatika menuju nodus limfatik seliak.11
Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang
simpatis melewati pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8
dan T9. Rangsang dari hepar, kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju
serat aferen simpatis melewati nervus splanchnic memediasi nyeri kolik bilier.
Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat kolinergik pada kandung
empedu, duktus biliaris dan hepar.11
Gambar 2.3 Perdarahan kandung empedu11
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan
supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang
telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu.
Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu, dan infeksi kandung empedu.9 Berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu empedu, diantaranya:
1. Eksresi garam empedu
1. Usia
2. Jenis kelamin
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga
mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan
kandung empedu.4,8
4. Makanan
2.7 Patofisiologi
Supersaturasi kolesterol
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hepar. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk
dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.7,9
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala pada fase tenang. Kadang
teraba hepar dan sklera ikterik. Perlu diketahui bila kadar bilirubin darah
kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran
empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.2
2.8.3 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan radiologi
c. Kolesistografi
2.9 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
b. Analgetik
Nyeri bilier pada pasien dapat diberikan analgesik, diantaranya,
meperidine yang merupakan analgesik golongan narkotik, atau non-
steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID) seperti ketorolak (IV atau IM)
dan ibuprofen (PO).19 Obat lini kedua yang dapat digunakan adalah
antispasmodik (antikolinergik) seperti hyosine (scopolamine) walaupun
diketahui efektivitas lini kedua lebih rendah dari NSAID.
2. Operatif
a. Laparoscopycholecystectomy
b. Open cholecystectomy
2.10 Komplikasi
1. Kolesistitis
2. Kolangitis
2.11 Prognosis
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn. Z
Umur : 59 tahun
ANAMNESIS
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 09 Desember 2019
melalui Poli Bedah
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit
Nyeri perut kanan atas sejak 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
menjalar ke punggung dan bahu kanan. Nyeri dirasakan hilang timbul.
Nyeri pada awalnya dirasakan pasien di ulu hati, kemudian nyeri dirasakan
di perut kanan atas, menjalar ke punggung dan bahu kanan pasien. Nyeri
bisa menetap hingga setengah jam. Nyeri dirasakan saat setelah makan,
sehingga pasien sering kehilangan nafsu makan. Saat ini keluhan nyeri
perut sudah berkurang.
Pasien belum pernah menderita keluhan nyeri perut seperti ini sebelumnya.
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
Pasien bekerja sebagai petani. Pasien sudah tidak merokok sejak 2 tahun ini, dulu
merokok 1 bungkus sehari sejak SMA. Pasien suka makan makanan berlemak.
PEMERIKSAAN FISIK
Nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,60C
Skala nyeri :5
BB : 51 kg
TB : 163 cm
Kepala : Normocephal
Perkusi : Sonor
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : supel, nyeri tekan (+) nyeri lepas(-) Murphy sign (+),
hepar teraba tiga jari di bawah arkus kosta dekstra, dua jari
bawah prosesus xypoideus pinggir tajam, permukaan rata,
lien tidak teraba, shifting dullness (+)
Perkusi : Hipertimpani
Diagnosis Kerja
Diagnosis Banding
-
RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan rontgen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb 9,9 gr/dL
Ht 30%
Kesan: Kolestasis ekstra dan intrahepatal ec. Susp. Tumor Caput Pancreas
+ Kolelithiasis multipel
DIAGNOSIS
Rencana Terapi
IVFD Ringer Lactat 22 tpm
Laparoscopic Common Bile Duct Exploration setelah kondisi KU membaik
Injeksi Kalnex 3 x 1
Injeksi Vit. K 3 x 1
Transfusi PRC 250cc
Prognosis
DISKUSI
Pasien laki-laki berusia 56 tahun masuk melalui Poli Bedah RSUP M Djamil
dengan keluhan utama nyeri pada perut kanan atas sejak 4 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri yang dirasakan hilang-timbul dan menjalar ke punggung dan bahu.
Nyeri dapat menetap hingga setengah jam. Nyeri seperti ini disebut dengan nyeri
kolik. Nyeri kolik merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga
yang biasanya disebabkan oleh hambatan pasase pada rongga tersebut, seperti
obstruksi usus, batu ureter, batu empedu, atau peningkatan tekanan intraluminar.
Nyeri timbul akibat hipoksia jaringan dinding saluran, dan bersifat hilang timbul
karena kontraksi yang terjadi memiliki jeda. Pasien merasakan nyeri pada bagian
kanan atas abdomen, tempat yang khas untuk nyeri kolik bilier. Ini terjadi saat batu
menyumbat duktus bilier.
Pasien juga mengeluhkan kembung, mual, dan mengeluhkan bahwa kulit
terlihat kuning. Batu empedu bisa lewat dari kantong empedu ke saluran kistik, lalu ke
CBD secara spontan. Lebih jarang, batu terbentuk di pembuluh bilier intrahepatik,
disebut hepatolitiasis primer, dan dapat menyebabkan koledocholitiasis. Batu yang
terlalu besar untuk melewati ampula Vater tetap berada di saluran empedu umum
distal, menyebabkan jaundice obstruktif yang dapat menyebabkan pankreatitis,
hepatitis, atau kolangitis. Dokter harus menilai pasien dengan melakukan riwayat fisik
dan anamnesis menyeluruh, termasuk menanyakan tentang onset, waktu, dan tingkat
keparahan nyeri perut pasien, di samping kejadian sebelumnya dari nyeri yang serupa.
Seringkali, pasien dengan koledokolitiasis akan mengeluhkan riwayat episode nyeri
epigastrik atau kuadran kanan atas atau nyeri epigastrik. Tinjauan menyeluruh dari
sistem tubuh pasien akan mengungkapkan bahwa pasien mungkin telah melihat mata
atau kulitnya menguning, mengalami pruritus, dan mungkin mual atau muntah. Harus
diberikan perhatian untuk adanya hipertermia, diaforesis, ikterus, ikterus skleral,
takikardia, hipotensi, takipnea, atau nyeri tekan perut kuadran kanan atas pada kasus
koledokolitiasis.
Pasien mengalami hiperbilirubinemia dengan kadar bilirubin total 9,1 mg/dl.
Pada pasien dengan cholelithiasis, total bilirubin lebih dari 3 hingga 4 mg / dL sangat
terkait dengan choledocholithiasis.
Ultrasonografi abdomen mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan
maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dalam kebanyakan kasus, USG
akan menunjukkan saluran empedu umum yang melebar (lebih dari 6 mm) dan batu
dalam CBD.
Pada pasien direncanakan akan dilakukan ERCP. Jika obstruksi bilier dicurigai,
ERCP dan sphincterotomy diperlukan untuk menghilangkan batu. Tingkat
keberhasilan melebihi 90%. Sebanyak 7% pasien mengalami komplikasi jangka
pendek (misalnya perdarahan, pankreatitis, infeksi). Komplikasi jangka panjang
(misalnya, rekurensi batu, fibrosis dan penyempitan saluran berikutnya) lebih sering
terjadi. Kolesistektomi laparoskopi, yang tidak cocok untuk kolangiografi operatif
atau eksplorasi saluran umum, dapat dilakukan secara elektif setelah ERCP dan
sphincterotomy. Mortalitas dan morbiditas setelah kolesistektomi terbuka dengan
eksplorasi saluran umum lebih tinggi. Pada pasien berisiko tinggi komplikasi dengan
kolesistektomi, sfingterotomi saja merupakan alternatif.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien adalah kolangitis. Perlu
diperhatikan ada tidaknya Charchot Triad dan Reynolds Pentads pada perkembangan
penyakit pasien. Gejala umum diantaranya demam yang terjadi pada 90 % pasien,
nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas pada 70 % pasien, nyeri
bersifat hilang timbul dan ikterus. Kesemuanya itu adalah gejala klasik, yang dikenal
sebagai Charcot triad, terdapat pada sekitar dua pertiga dari pasien. Penyakit dapat
berkembang dengan terjadinya septikemia dan disorientasi, yang dikenal sebagai
Reynolds pentad (demam, ikterik, nyeri kuadran kanan atas, syok septik, dan
perubahan status mental). Namun, gejala mungkin tidak khas, dengan sedikit demam,
ikterik,dan atau nyeri. Hal ini terjadi paling sering pada orang tua, yang mungkin
memiliki gejala biasa-biasa saja sampai mereka jatuh ke dalam septikemia.
DAFTAR PUSTAKA