Anda di halaman 1dari 7

Aryani Vadilla – 11811001107

UAS – Tata Kelola Perusahaan MNJ 53

Kasus 3

1. Analisa kasus diatas, dan sebutkan apa yang menjadi pemicu kasus tersebut?
Kasus
2. Mengapa kasus korupsi di Indonesia tidak juga mereda? Apa yang menjadi
masalahnya?

Birokrasi di Indonesia memiliki ciri-ciri campuran antara birokrasi feodal yang


merupakan warisan dari pemerintahan kerajaan dan birokrasi rasional yang
diperkenalkan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda.

Max Weber dalam Economic and Society: An Outline of Interpretive Sociology (1978)
menyebut perpaduan ini sebagai "Birokrasi Patrimonial."

Seorang pemimpin dalam birokrasi bertipe patrimonial punya kecenderungan untuk


menganggap kekuasaan politik sebagai bagian dari milik pribadi, sehingga dalam
penggunaannya banyak melakukan diskresi (kebebasan mengambil keputusan sendiri).

Pemahaman atau persepsi pemimpin terhadap kekuasaan akan mempengaruhi perilaku


kepemimpinannya, jelas Weber.

Namun, alasan utama penyebab korupsi yakni faktor individual. Syed Hussein Alatas
lewat Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer (1996)
menegaskan korupsi di Indonesia bukanlah akibat buruknya implementasi undang-
undang dan peraturan.

Melainkan faktor-faktor yang ada di luar struktur pemerintahan, dalam hal ini yaitu
individu-individu. Jika orang-orang korup menguasai pemerintahan apapun jabatannya,
maka dipastikan struktur tersebut niscaya akan tercemar.

Alasan Kenapa Korupsi Masih Terus Terjadi di Indonesia (2)

Foto: pexels.com

Budaya korupsi bermula dari perilaku sederhana yang lalu berkembang. Seperti hal nya
penyakit kanker, korupsi menyebar dan menjerat seluruh organ masyarakat, maka
pemberantasan korupsi harus dimulai dengan reformasi sosial dan mental seluruh
komponen masyarakat.

Menurut data dari Indonesian Corruption Watch (ICW), peringkat pertama pelaku
korupsi di Indonesia menurut ICW berasal dari kalangan birokrasi.

Umumnya melakukan tindakan korupsi berupa pemerasan, memanipulasi tender,


menganggarkan kegiatan fiktif, hingga korupsi kecil-kecilan seperti memanipulasi uang
transportasi, hotel dan uang saku.Penyakit tersebut bisa dihentikan dari mulai diri
sendiri. Caranya adalah dengan menghentikan perilaku korupsi sekecil apapun. Salah
satunya adalah perilaku suap atau menyogok yang ternyata sering juga dilakukan oleh
rakyat biasa.

Sehingga seperti yang dikatakan Syed Hussein, apabila orang-orang yang terbiasa
melakukan praktek suap atau menyogok, kedepannya menduduki pemerintahan, maka
akan mencemari struktur lembaganya. Selain itu kebiasaan berbohong dan manipulasi
juga yang menjadi cikal-bakal korupsi level tinggi yang merugikan negara.

3. Bagaimana implementasi CG di perusahaan ini?

Dari adanya kasus korupsi akibat penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat dikaitkan
dengan Good Corporate Governance (GCG) yang tercantum pada Peraturan Menteri
Negara BUMN. Rekomendasi yang diberikan meliputi 5 prinsip, yaitu :

 Transparansi (Transparency)

Dalam prinsip transparansi, perusahaan dituntut untuk menerapkan keterbukaan


dalam proses pengambilan keputusan dengan menyampaikan berbagai informasi
material dan relevan mengenai perusahaan. Hasil penyelidikan BPK
menyatakan adanya tindakan pemalsuan laporan keuangan sejak tahun 2006, hal
ini melanggar prinsip transparansi pada GCG. Bahkan pada tahun 2017,
perusahaan mencatatkan laba sebesar Rp 360,6 miliar, dan hal tersebut
merupakan hasil rekayasa akuntansi. Bukan hanya itu, keterlambatan PT AJS
dalam menyampaikan laporan keuangan 2018 jelas telah melanggar aturan pada
pasal 8 Peraturan OJK Nomor 55/POJK.05/2017, yang menuliskan bahwa
laporan tahunan perusahaan asuransi harus disampaikan paling lambat 30 April
pada tahun berikutnya. Tetapi, PT AJS baru memberikan laporan keuangannya
pada awal tahun 2020. Dengan begitu, seperti yang dikatakan Toto Pranoto
selaku pengamat BUMN bahwa adanya keterlambatan laporan keuangan telah
menjadi faktor yang akan memperburuk reputasi perusahaan dan melanggar
prinsip transparansi pada GCG, karena para pemangku kepentingan, salah
satunya nasabah tidak dapat mengambil tindakan sesuai dengan informasi
keadaan perusahaan.

 Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas menuntut akan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan


pertanggungjawaban struktur organisasi, sehingga pengelolaannya dapat
terlaksana secara efektif. Jaksa Agung telah menetapkan 13 manajer investasi
sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT AJS, karena ikut serta dalam
proses pengelolaan investasi yang dilakukan oleh enam terdakwa lainnya. Para
terdakwa bersama (13 manajer investasi) terbukti membentuk produk reksadana
khusus untuk PT AJS agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi
underlying dapat dikendalikan oleh para terdakwa. Dalam audit BPK
disebutkan, kerugian negara dari kerjasama investasi ini sekitar Rp12 triliun
lebih. Sebagai manajer investasi, seharusnya dapat mengambil keputusan secara
objektif untuk menghasilkan dana bagi nasabah dan bagi operasional
perusahaan. Sebaliknya, para manajer tersebut menyalahgunakan kekuasaan
yang dimiliki untuk mengambil keputusan yang tidak sejalan dengan tugas
jabatannya.

 Pertanggungjawaban (Responsibility)

Prinsip pertanggungjawaban merupakan prinsip kesesuaian dalam pengelolaan


perusahaan terhadap perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat.
Produk “JS Saving Plan” yang dikeluarkan PT AJS pada 2013 dinilai menyalahi
UU Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, karena menurut Kodrat Muis selaku
konsultan perbankan, manajemen, dan investasi yang menjadi saksi ahli dalam
persidangan mengatakan bahwa istilah saving plan tidak dikenal dalam dunia
asuransi, karena produk ini memberi imbal hasil pasti. Sedangkan produk
asuransi yang memadukan produk investasi, disebut unit link. Korporasi yang
sehat salah satunya ditandai dengan sirkulasi keuangan yang baik, yang dapat
dicapai dengan pengelolaan perusahaan yang baik.

 Kemandirian (Independency)

Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola tanpa


campur tangan dan kepentingan serta tekanan dari pihak yang tidak sesuai
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Wujud kemandirian
yang dilakukan PT AJS yaitu memberikan sponsor selama empat tahun sejak
2014 untuk klub sepak bola Manchester City, dengan biaya hingga Rp 38 miliar.
Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, mengungkapkan bahwa
alasan PT AJS memberi sponsor adalah klub sepak bola tersebut memiliki
jutaan penggemar di Indonesia, dan diharapkan dapat menarik minat masyarakat
untuk mendaftarkan asuransinya di Jiwasraya. Dengan alasan tersebut,
memperlihatkan bahwa PT AJS berusaha untuk mengambil keputusan yang
mandiri guna memperbaiki keadaan ekonomi perusahaannya. Sayangnya,
bentuk kemandirian tersebut bukan pilihan yang tepat karena keadaan PT AJS
yang sudah lama kurang baik sejak 2006 akibat gagal bayar klaim nasabah
justru menambah beban utang PT AJS menumpuk.

 Kewajaran (Fairness)

Setiap stakeholder tentu mendapatkan keadilan dan kesetaraan di dalam


pemenuhan hak-haknya berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang
berlaku. Berawal dari terkenalnya Jiwasraya dengan "JS Saving Plan" sebagai
produk unggulannya karena menawarkan bunga yang sangat tinggi melebihi
kewajaran produk serupa. Akibat produk tersebut, kini PT. AJS menanggung
utang mencapai Rp 16,7 triliun terhadap 17.370 pemegang polis. Utang yang
sudah sangat menggunung membuat keuangan PT AJS berantakan. Akibatnya
PT. AJS kesulitan mengembalikan utang-utang kepada para nasabah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perusahaan ini tidak memenuhi perjanjian dalam
pemenuhan hak-hak stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya permasalahan keuangan yang


terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya membuktikan bahwa tata kelola perusahaan dalam
penerapan prinsip Good Corporate Governance belum sesuai dengan Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:PER-01/MBU/2011. PT Asuransi Jiwasraya
perlu membangun kembali kepercayaan para nasabah dengan membayar utang-utang
terdahulu. Setelah itu, perusahaan dapat melakukan restrukturisasi sesuai prinsip Good
Corporate Governance. Dengan adanya GCG yang melekat dan dapat menjadi budaya
organisasi PT AJS, maka implementasinya akan terlaksana dengan mudah. Kepatuhan
atas regulasi yang ada dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mencegah
timbulnya berbagai masalah.

4. Apakah terjadinya korupsi akibat dari implementasi CG yang lemah, mengapa?


Ya, implementasi CG yang lemah menjadi penyebab utama kasus korupsi yang terjadi
di Jiwasraya. Pengawasan yang buruk, proses yang tidak transparan, dewan-dewan
direksi yang berani melakukan manipulasi, kebijakan yang tidak jelas, dan aturan yang
bisa dimanipulasi merupakan penyebab utama dari kasus korupsi di Jiwasraya. Jika
adanya pengawasan yang ketat, kecil kemungkinan bagi para koruptur ingin melakukan
korupsi. Mereka akan takut untuk melakukan hal itu. Proses yang cenderung tidak
transparan kepada publik membuat publik tidak tau jika perusahaan yang berada
dibawah kendali pemerintah itu berada dalam kondisi yang buruk.

Dewan-dewan direksi yang mempunyai backing-an kuat sangat berani melakukan


korupsi karena mereka yakin hukuman yang mereka terima ketika tertangkap tangan
tidak akan besar. Aturan-aturan hukum yang cenderung tajam kebawah semakin
membuat posisi mereka berada diatas angin.
5. Bagaimana caranya perusahaan tersebut diatas dapat bertahan, sampai kasusnya
terbongkar ke publik?

Perusahaan Jiwasraya dapat bertahan dengan kerugian yang dihadapinya karena adanya
kasus besar-besaran karena adanya manipulasi laporan keuangan yang dibuatnya agar
perusahaan mereka terlihat baik-baik saja. Selain itu, ditengah kasusnya yang sedang
menguap ke publik dengan banyaknya berita tentang adanya defisit diperusahaan
tersebut, Jiwasraya malah menggelontorkan sponsor untuk Club Manchester City. Hal
ini tentunya membuat perhatian masyarakat lengah terhadap kasus manipulasi yang ada
dan mengalihkan perhatiannya kepada club Manchester City. Dengan menjadi sponsor
untuk club Manchester City, maka tentunya banyak masyarakat yang beranggapan
bahwa keuangan Jiwasraya dikondisi yang baik-baik saja.
Kasus 4
1. Analisa kasus tersebut berdasarkan mengapa hal ini terjadi ?

2. Apakah kejadian ini ada kaitannya dengan implementasi CG?


3. Apakah BOD perusahaan sudah melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik?
Mengapa?
4. Bagaimana peran internal auditor dalam kasus ini?
5. Mengapa kasus seperti ini sering terjadi di BUMN? Apakah kasus ini
juga terjadi di perusahaan swasta?

Anda mungkin juga menyukai