Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA

ASPEK-ASPEK PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN


MASA ORDE LAMA, ORDE BARU, REFORMASI

DISUSUN OLEH :

NAMA : DESCY KUSUMA WARDHANI


NIM : 01031381823118
MK : PEREKONOMIAN INDONESIA B

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PERTUMBUHAN EKONOMI
I. PADA MASA ORDE LAMA (1945 - 1968)
a. Pertumbuhan ekonomi masa orde lama
INDONESIA mengalami tiga fase perekonomian di era Presiden Soekarno.
Fase pertama yakni penataan ekonomi pasca-kemerdekaan, kemudian fase
memperkuat pilar ekonomi, serta fase krisis yang mengakibatkan inflasi. Pada awal
pemerintahan Soekarno, PDB per kapita Indonesia sebesar Rp 5.523.863.
Pada 1961, Badan Pusat Statistik mengukur pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74%.
Setahun berikutnya masih sama, ekonomi Indonesia tumbuh 5,74 %. Lalu, pada 1963,
pertumbuhannya minus 2,24 %. Angka minus pertumbuhan ekonomi tersebut dipicu
biaya politik yang tinggi. Akibatnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) defisit minus Rp 1.565,6 miliar. Inflasi melambung atau hiperinflasi sampai
600% hingga 1965. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat
kembali ke angka positif pada 1964, yaitu sebesar 3,53%. Setahun kemudian, 1965,
angka itu masih positif meski turun menjadi 1,08 %. Terakhir di era Presiden
Soekarno, 1966, ekonomi Indonesia tumbuh 2,79%.  

b. Sistem ekonomi masa orde lama


Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950) Keadaan ekonomi keuangan pada
masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan: - Inflasi yang sangat
tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang.
Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga
1. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negri RI.
2. Kas negara kosong.
3. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi,
antara lain.
a) Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946. Upaya menembus
blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke
Singapura dan Malaysia.
b) Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang
mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang,
serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
c) Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
d) Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948. yaitu dengan
mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e) Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan denganı beberapa
petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan
perekonomian akan membaik

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957) Masa ini disebut masa liberal, karena
dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teoriteori mazhab klasik yang
menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan
belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada
akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru
merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara
lain :
a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950,
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan
pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan
impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi
impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-
perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan
ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang
cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951
lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha nonpribumi diwajibkan memberikan latihan-
latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi
bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
d. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-
Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
Setiap Kabinet yang berkuasa harus disponsori oleh Parlemen, jika tidak
mandat yang diberikan harus dikembalikan kepada Presiden. Kemudian kabinet baru
dibentuk untuk menggantikan kabinet berikutnya dan mengarahkan urusan negara.
Kabinet, yang telah berkuasa sejak diperkenalkannya sistem pemerintahan demokratis
liberal, adalah Kabinet Natsir (1950-1951), Kabinet Sukiman-Suvirjo (1951-1952),
Kabinet Wilopo (1952-1953), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955). Kabinet
Burhanuddin Harahap (1955-1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956-1957) dan
Kabinet Djuanda (1957-1959). Karena itu, fitur mendasar dari sistem pemerintahan
ini adalah bahwa kabinet sering berubah.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli
1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi
Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan
persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain:
1. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi
25.000 dibekukan.
2. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962
harga barang-barang naik 400%.
3. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp
1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat
uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali
lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini
malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena
pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak
proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat
politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga
salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan system demokrasi terpimpin yang
bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik,
ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

II. PADA MASA ORDE BARU (1967 – 1998)


a. Pertumbuhan ekonomi masa orde baru
 Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa
Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan
Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai
Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan,
buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi.
Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era
Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat,
Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat. Perekonomian
pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sektor dan
pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat
dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga
melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia
memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari
masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-
perusahaan multinasional (Mochtar 1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi
keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga
tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar
kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan
rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur
ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain
dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi
internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia.       
Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh
Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran
dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit
bahkan akhirnya menjadi begitu kuat. Sayangnya, kekuatan ekonomi itu didapatkan
dari bantuan asing yang suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari
Amerika Serikat maupun Jepang cukup berperan besar dalam perbaikan ekonomi di
Indonesia. Begitupun dengan IMF yang dinilai sangat bermanfaat dalam
memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing (Mas’oed, 1989:84).
Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh dengan
prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian
dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara
penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri di
pasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan
ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar.
Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk
menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.

b. Sistem ekonomi masa orde baru


Orde baru memiliki perhatian kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Orde baru menjalin kerjasama
dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Sebelum melakukan
pembangunan Repelita, dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik
serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran kebijakan terutama untuk
menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan
menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami
stagnasi pada Orde Lama. Penyusunan rencana Pelita secara bertahap dengan target-
target yang jelas sangat dihargai oleh negaranegara Barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru:
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi
dalamskala besar, yang pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling
tepat dan efektif untuk menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan
kerja dan defisit neraca pembayaran. Terjadi perubahan struktural dalam
perekonomian Indonesia selama masa Orde Baru jika dilihat dari perubahan pangsa
PDB (Produk Domestik Bruto), terutama dari sektor industri. Kontribusi sektor
industri sekitar 8% (1960) menjadi 12% (1983). Hal ini menunjukkan terjadinya
proses industrialisasi atau transformasi ekonomi dari negara agraris menuju
semiindustri. Proses pembangunan dan perubahan ekonomi semakin cepat pada paruh
dekade 80-an, di mana pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi di sektor
moneter maupun riil dengan tujuan utama meningkatkan ekspor nonmigas dan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta berkelanjutan. Deregulasi menyebabkan
terjadinya pergeseran dari semula tersentralisasi menjadi desentralisasi dan peranan
sektor swasta semakin besar. Pada level meso (tengah) dan mikro, pembangunan tidak
terlalu berhasil : jumlah kemiskinan tinggi, kesenjangan ekonomi meningkat di akhir
90-an. Secara umum dalam Orde Baru terjadi perubahan orientasi kebijakan ekonomi
yang semula bersifat tertutup di Orde Lama menjadi terbuka pada Orde Baru
Perkembangan ekonomi masa Orde Baru lebih baik dari Orde Lama
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Kemauan Politik yang kuat dari pemerintah untuk melakukan pembangunan atau
melakukan perubahan kondisi ekonomi.
2. Stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik daripada masa Orde Lama.
Pemerintah Orde Baru berhasil menekan inflasi. Mereka juga berhasil
menyatukan bangsa dan kelompok masyarakat serta meyakinkan mereka bahwa
pembangunan ekonomi dan sosial adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan
masyarakat di Indonesia dapat meningkat.
3. Sumber daya manusia yang lebih baik. SDM di masa ORBA memiliki
kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan
kebijakan-kebijakan yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara
baik.
4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat
membantu khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, PMA dan
transfer teknologi serta ilmu pengetahuan.
5. Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik. Selain terjadi oil boom
(tingkat produksi minyak dan harganya yang meningkat), juga kondisi ekonomi
dan politik dunia pada era ORBA khususnya setelah perang dingin berakhir, jauh
lebih baik daripada semasa ORLA.
Tahun 1966-1968 merupakan tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Segala macam
upaya dilakukan mulai dari menurunkan inflasi dan menstabilkan harga.
Kerhasilannya menstabilakan inflasi berdampak positif terhadap stabilitas politik saat
itu. Maka kemudian berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang mulai terjamin
dengan adanya IGGI. Sejak masa itu yaitu pada tahun 1969, Indonesia memulai
menata kehidupan ekonomi secara lebih terarah dan fokus terhadap prioritas
pembangunan. Sehingga dibentuklah Rencana Pembangunan Lima Tahun yang kita
kenal pada saat itu sebgai REPELITA. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa
REPELITA:
1. Repelita I (1 April 1969 hingga 31 Maret 1974)
•  Titik Berat Repelita I: Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan  untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian,
karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
•   Sasaran Repelita I: Pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
•  Tujuan Repelita I: Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
•   Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-
16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut
Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk barang
Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengerusakan dan pembakaran
barang-barang buatan Jepang.
2. Repelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
•  Titik Berat Repelita II: Pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi
tahap selanjutnya.
•  Sasaran Repelita II: Tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
•  Tujuan Repelita II: Meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali
dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
• Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7%
per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada
akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita
II, inflasi turun menjadi 9,5%.
3. Repelita III (1 April 1979 hingga 31 Maret 1984)
•  Titik Berat Repelita III: Pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang selanjutnya.
Menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Pertumbuhan
perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang belum juga berakhir.
Sementara itu nampak ada kecenderungan harga minyak yang semakin menurun
khususnya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Menghadapi ekonomi dunia yang
tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan
pemerintah, baik dari penggalakan ekspor mapun pajak-pajak dalam negeri.
4. Repelita IV (1 April 1984 hingga 31 Maret 1989)
•   Titik Berat Repelita IV: Pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha
menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin industri sendiri seperti industri ringan yang akan terus dikembangkan
dalm repelita-repelita selanjutnya meletakkan landasan yanag kuat bagi tahap
selanjutnya.
• Tujuan Repelita IV: Menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
• Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian
Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga
kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5. Repelita V (1 April 1989 hingga 31 Maret 1994)
 •  Menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.
Pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan
dengan menekankan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Ketiga unsur
Trilogi Pembangunan tersebut saling mengait dan perlu dikembangkan secara selaras,
terpadu, dan saling memperkuat. Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun
1988: pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rajyat
yang makin merata dan adil; kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pemangunan berikutnya.
6.  Repelita VI (1 April 1994 hingga 31 Maret 1999.)
•    Titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya.
•    Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan. Pembangunan
nasional Indonesia dari pelita ke pelita berikutnya terus mengalami peningkatan
keberhasilan pembangunan.
•    Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang
mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

III. Pada era REFORMASI 1998-Sekarang


a. Presiden B.J.Habibie
Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht Thailand terhadap dolar AS
mengalami goncangan hebat akibat para investor asing mengambil keputusan ‘jual’
karena mereka para investor asing tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian
negara tersebut, paling tidak untuk jangka pendek. Pemerintah Thailand meminta
bantuan IMF. Pengumuman itu mendepresiasikan nilai baht sekitar 15% hingga 20%
hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 baht per dolar AS. Apa yang terjadi di
Thailand akhirnya merebet ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya. Rupiah
Indonesia mulai merendah sekitar pada bulan Juli 1997, dari Rp2.500,- menjadi
Rp2.950,- per dolar AS. Nilai rupiah dalam dolar mulai tertekan terus dan pada
tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai rekor terendah, yakni Rp2.682,- per dolar
AS sebelum akhirnya ditutup Rp2.655,- per dolar AS. Pada tahun 1998, antara bulan
Januaru-Februari sempat menembus Rp11.000,- per dolar AS dan pada bulan Maret
nilai rupiah mencapai Rp10.550; untuk satu dolar AS.
Keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisi memiliki
karakteristik sebagai berikut:
•    Kegoncangan terhadap rupiah terjadi pada pertengahan 1997, pada saat itu dari
Rp2.500,- menjadi Rp2.650,- per dollar AS. Sejak masa itu keadaan rupiah menjadi
tidak stabil.
•    Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah dan menjadi krisis ekonomi yang
kemudian memunculkan krisis politik terbesar sepanjang sejarah Indonesia.
•    Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Habibie disebut pemerintahan
reformasi. Namun, ternyata pemerintahan baru ini tidak jauh berbeda dengan
sebelumnya, sehingga kalangan masyarakat lebih suka menyebutnya sebagai masa
transisi karena KKN semakin menjadi, banyak kerusuhan. Yang dilakukan habibie
untuk memperbaiki perekonomian indonesia :
1. Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih
fokus mengurusi perekonomian.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independent berdasarkan UU No. 30
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia didukung oleh 3 (tiga) pilar
yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank Indonesia yaitu :
•    Menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
•    Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
•    Mengatur dan mengawasi Bank
2.  Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya.
Banyaknya utang perusahaan swasta yang jatuh tempo dan tak mampu membayarnya
dan pada akhirnya pemerintah mengambil alih bank-bank yang bermasalah dengan
tujuan menjaga kestabilan ekonomi Indonesia yang pada masa itu masih rapuh.
3. Menaikan nilai tukar rupiah
Selama lima bulan pertama tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS
berfluktuasi. Selama triwulan pertama, nilai tukar rupiah rata-rata mencapai sekitar
Rp9.200,- dan selanjutnya menurun menjadi sekitar Rp8.000,- dalam bulan April
hingga pertengahan Mei. Nilai tukar rupiah cenderung di atas Rp10.000,- sejak
minggu ketiga bulan Mei. Kecenderungan meningkatnya nilai tukar rupiah sejak
bulan Mei 1998 terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. nilai tukar
rupiah menguat hingga Rp6.500,- per dollar AS di akhir masa pemerintahnnya.
4. Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.

b. Presiden Abdurahman wahid


Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai
mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju
inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri
juga sudah mulai stabil. Hubungan pemerintah di bawah pimpinan Abdurahman
Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen
UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah
(kebebasan daerah untuk pinjam uang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang
terus tertunda.
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor
asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia. Makin rumitnya
persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih
banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan
saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun,
belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari
keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru
harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya
di mata masyarakat.

c. Presiden Megawati Soekarnoputri


Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi
antara lain:
1. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar
Rp116,3 triliun.
2. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1%. Namun
kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing.
3. Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal
keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk
menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
d. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
  Pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kebijakan yang dilakukan
adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia atau menaikkan harga Bahan Bahan
Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi
bantuan tersebut di berhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang
membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan
yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan SBY dalam
perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus bank century yang sampai saat
ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya Rp93 miliar untuk
menyelesaikan kasus bank century ini.     Kondisi perekonomian pada masa
pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia
pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia (BI)
memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5%-6% pada 2010
dan meningkat menjadi 6%-6,5% pada 2011. Dengan demikian, prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Sementara itu, pemulihan ekonomi
global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian
Indonesia. Kinerja ekspor non-migas Indonesia yang pada triwulan IV – 2009
mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17% dan masih berlanjut
pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia
adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi
dan pengurangan utang negara. Masalah-masalah besar lain pun masih tetap ada.
Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan
masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas
ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis
kemiskinan.
e.  PRESIDEN JOKOWIDODO
PADA masa pemerintahannya, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi
merombak struktur APBN dengan lebih mendorong investasi, pembangunan
infrastruktur, dan melakukan efisiensi agar Indonesia lebih berdaya saing.Namun,
grafik pertumbuhan ekonomi Indonesia selama empat tahun masa pemerintahan
Jokowi terus berada di bawah pertumbuhan pada era SBY. Pada 2015, perekonomian
Indonesia kembali terlihat rapuh. Rupiah terus menerus melemah terhadap dollar AS.
Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 4,88 persen. “Defisit semakin melebar karena
impor kita cenderung naik atau ekspor kita yang cenderung turun," kata Lana.
Di era Jokowi kata Lana, arah perekonomian Indonesia tak terlihat jelas.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) seolah hanya sebagai
dokumen tanpa pengawasan dalam implementasinya. 
Dalam kondisi itu, tak diketahui sejauh mana RPJMN terealisasi. Ini tidak seperti
repelita yang lebih fokus dan pengawasannya dilakukan dengan baik sehingga bisa
dijaga. 
Pada 2016, ekonomi Indonesia mulai terdongkrak tumbuh 5,03 persen.
Dilanjutkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,17. Berdasarkan
asumsi makro dalam APBN 2018, pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomis
2018 secara keseluruhan mencapai 5,4 persen. Namun, pertumbuhan ekonomi di
kuartal I-2018 ternyata tak cukup menggembirakan, hanya 5,06 persen.
Sementara pada kuartal II-2018, ekonomi tumbuh 5,27 persen dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Hanya ada sedikit perbaikan dibandingkan kuartal
sebelumnya.BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-
2018 sebesar 5,17 persen, malah melambat lagi dibandingkan kuartal sebelumnya.
Untuk kuartal IV-2018, pertumbuhan ekonomi diprediksi meleset dari asumsi APBN.
Bank Indonesia, misalnya, memprediksi pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan
pada 2018 akan berada di batas bawah 5 persen. Namun, fakta mendapati, ekonomi
Indonesia pada 2018 tumbuh 5,17 persen. Ini menjadi pertumbuhan ekonomi tertinggi
di era Jokowi. Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama dengan porsi
5,08 persen.
Pada 2018, investasi menyumbang porsi 6,01 persen bagi pertumbuhan
ekonomi, ekspor 4,33 persen, konsumsi pemerintahan 4,56 persen, konsumsi lembaga
non-rumah tangga927 dollar AS memakai kurs saat itu. 
Tahun pemilu, 2019, Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5,02 persen.
Perang dagang AS-China, tensi geopolitik Timur Tengah, dan harga komoditas yang
fluktuatif dituding sebagai penyebab penurunan kinerja ekonomi ini dibanding
capaian pada 2018. Konsumsi rumah tangga memberi andil 2,73 persen pada kinerja
ekonomi 2019, sementara investasi menyumbang 1,47 persen. PDB Indonesia pada
2019 tercatat Rp 59,1 juta atau setara 4.175 dollar AS memakai kurs saat itu. 10,79
persen, dan impor 7,10 persen. Total PDB pada 2018 tercatat Rp 56 juta atau 3.

Perbandingan perekonomian indonesia :


Orde Lama :
1. Sektor Pertanian masih menjadi sektor yang dominan dalam perekonomian
Indonesia baik masa penjajahan maupun masa Orde Lama.
2. Perekonomian berjalan lambat, karena berbagai fatktor seperti adanya politik
mercusuar, pergantian cabinet yang terlalu sering, dan terjadi pergolakan politik.
3. Kepemimpinan Suekarno anti bantuan asing dan berdaulat ke dalam.
4. Untuk membangun ekonomi,sangat diperlukan stabilitas politik yang bagus dan
kinerja pemerintah  yang terfokus.
5. Kebijakan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi sistem politik negara
tersebut. Terlihat pada masa demokrasi terpimpin, ketika pollitik kita cenderung
kea rah sosialis, ekonomi kita juga bergeser ke arah ekonomi sosialis.
6. Pada masa Orde Lama, kebijakan membuka diri untuk masuknya modal asing
cenderung menaikkan perekonomian, dan kebijakan menutup modal asing
cenderung menurunkan perekonomian.

Orde Baru :
1) Pemerintahan Orde Baru diawali dengan kondisi ekonomi peninggalan Orde
Lama yangkurang bagus yaitu adanya inflasi yang tinggi dan stabilitas nasional
yang terganggu.
2) Kepemimpinan Sueharto pro terhadap bantuan asing dan berdaulat keluar.
3) Pemerintah Orde Baru mengambil kebijakan stabilisasi dan rehabilitasi
perekonomidengan menekan inflasi dan mengendalikannya serta memperbaiki
sendi perekonomiandengan memperbaiki kemampuan berproduksi.
4) Pemerintahan Orde Baru juga berfokus pada stabilitas politik agar
pembangunanekonomi tidak terganggu.
5) Pembangunan membutuhkan modal sehingga pemerintah Orde Baru mengambil
kebijakan untuk membuka diri dengan negara-negara Barat agar investor bisa
masukdan hasilnya pembangunan ekonomi secara makro bisa dikatakan berhasil.
6) Ada beberapa peristiwa terkait ekonomi pada masa Orde Baru,yaitu kenaikan
harga minyak dunia pada tahun 1974 dan tahun 1980, resesi ekonomi dunai tahun
1984 pencapain swasembada pangan dan terjadinya overheating ekonomi pada
awal tahun 1990-an.
7) Perekonomian Indonesia secara umum mengalami transformasi struktural dimana
porsi sektor perekonomian terhadap GDP mulai menurun dan porsi sektor
industri manufaktur meningkat.
8) Perekonomian Indonesia pada tahun 1970-an masih tergantung pada ekspor
migas,dan setelah terjadi resesi ekonomi, pemerintah mengambil kebijakan untuk
memperkuat sektor non-migas dengan melakukan deregulasi dalam bidang
ekonomi.
9) Pada awal tahun 1990-an,ekonomi Indonesia mengalami overheating,
perkembangan permintaan tidak diimbangi dengan barang/jasa yang menjadi
awal mula terjadinya krisis moneter tahiun 1998 dan mengakhiri pemerintahan
Orde Baru.
Reformasi :
1. Perekonomian indonesia ditandai dengan krisis monoter yang berlanjut menjadi
krisis ekonomi.
2. pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998
dimana inflasi sudah diperhitungkan, namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu
sekitar 100%.
3. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, namun
pada tahun 1999 terjadi perbedaan pertumbuhan kondisi ekonomi Indonesia.
4. Pada pemerintahan Habibie terjadi berbagai macam kebijakan ekonomi yang
berdampak pendapatan modal dari lMF, untuk perekonomian indinesia. Habibie
juga melonggarkannya untuk mengendalikan stabilitas politik.
5. Selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan tingkat country
risk Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi ditunjukkan oleh beberapa
indikator ekonomi. Seperti pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan yang
menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang negatif dan rendahnya kepercayaan
pelaku bisnis terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
6. Tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya
perekonomian Indonesia bagi investor dan karena tingginya suku bunga deposito.
7. Pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan
kontroversial, yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
8. Pada tahun 2010 hingga sekarang, perekonomian Indonesia sangat stabil dan
tumbuh pesat. Terdapat peningkatan kinerja perekonomian yang didorong
oleh pertumbuhan sektor jasa dan ekspor neto.

Anda mungkin juga menyukai