Anda di halaman 1dari 176

KUMPULAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN
SEBAGI DASAR PELESTARIAN
NILAI K2KS

KEMENTERIAN SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN


DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL
DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL DAN
PENANGGULANGAN KEMISKINAN
KEMENTERIAN SOSIAL RI
TAHUN 2013
Daftar Isi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 PRPS Tahun 1964


Tentang Pemberian Penghargaan/tunjangan Kepada Perintis
Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan.....................................................1

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2009


Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan . ..............................7

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2010


Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009
Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan...............................32

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1984


Tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.........62

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 79/huk/1994


Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Di Bidang
Kesejahteraan Sosial Kepada Daerah Tingkat II......................................64

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 5/huk/1996


Tentang Petunjuk Sementara Pemakaman Jenazah Warga Sipil Di
Taman Makam Pahlawan.........................................................................75

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 12/huk/1996


Tentang Prosedur Permohonan Penetapan Sebagai Perintis
Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan...................................................82

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 22/huk/1997


Tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan
Dan Kepeloporan ....................................................................................87

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 53/huk/1998


Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penetapan Perintis
Pergerakan Kebangsaan/kemerdekaan Indonesia..................................95

Keputusan Menteri Sosial Republk Indonesia Nomor : 55/huk/1998


Tentang Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi..................................................101


Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 71/huk/2003
Tentang Pedoman Pembinaan Pejuang Dan Kejuangan....................... 110

Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 36/huk/2004


Tentang Pedoman Penganugerahan Tanda Kehormatan
Satyalancana Kebaktian Sosial.............................................................. 113

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 15 Tahun 2012


Tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional..................................... 116

Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial


Nomor : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Ziarah Wisata Di Taman Makam Pahlawan (Tmp) Dan
Makam Pahlawan Nasional (Mpn).........................................................125

Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial


Nomor : 37/DIR/KPTS/VII/98 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Napak Tilas Rute Perjuangan Pahlawan................................................145

Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial


Nomor : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Mempercantik Taman Makam Pahlawan/makam
Pahlawan Nasional.................................................................................152

Keputusan Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial


Nomor : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan
(Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi)...............................................159

Lembaran-negara Republik Indonesia...................................................175

ii
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 PRPS TAHUN 1964
TENTANG
PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PERINTIS
PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

UMUM

Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ini adalah


hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang dipelopori oleh para Perintis
Pergerakan Kebangsaan / Kemerdekaan sejak bertahun-tahun dengan
mempertaruhkan segenap jiwa raga, harta benda sehingga tidak sedikit
dari mereka itu gugur dan menderita menghadapi kekuatan Pemerintah
Penjajahan.

Karena itu sudah sewajarnya jika Pemerintah memberikan


penghargaan dan tunjangan kepada mereka atas jasa-jasanya dan
pengorbanannya dimasa yang lampau. Untuk itu Pemerintah telah
mengeluarkan berturut-turut Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1958.
Peraturan Presiden No. 20 Tahun 1960 dan Peraturan Presiden No. 15
Tahun 1961.

Meskipun demikian oleh Pemerintah hal tersebut belum dirasakan


sesuai dengan peraturan-peraturan tersebut lebih ditujukan semata-
mata kepada para Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang
menderita kesukaran hidup demikian pula besarnya tunjangan janda yang
diberikan berbatas sekali.

Berhubung dengan itu Pemerintah memutuskan untuk


mengeluarkan Peraturan yang lebih sesuai dengan pemberian
penghargaan yang lebih besar kepada segenap Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan baik sipil maupun bekas anggota angkatannn
bersenjata selama hidupnya tanpa melihat kepada penghidupannya.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 : a. Cukup jelas


b. Yang dimaksud dengan “Hukuman” adalah yang
dijatuhkan dengan putusan pengadilan colonial,
termasuk pula pembuangan ke Digul / atau
tempat-tempat lainnya.
c. Yang dimaksud dengan “anggota angkatan
bersenjata” ialah mereka yang dijaman
penjajahan tergabung didalam suatu kesatuan
Bersenjata Kolonial dan melawan Pemerintah
Kolonial, misalnya Pemberontakann Kapal VII
dan PETA Blitar.
d. Dengan ayat ini dimaksudkan merek ayang
sekurang-kurangnya menjabat Pengurus
Cabang sesuatu Partai Politik, aktif selama 20
tahun terhitung mundur dari tanggal 17 Agustus
1945. dengan pengertian bahwa selama 20
tahun itu boleh juga adakalanya mereka di
dalam keadaan non aktif untuk sementara, akan
tetapi kemudian segera aktif kembali dan setelah
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus
1945 tidak ternoda terhadap Negara.
Pasal 2 : Ayat 1 : Cukup jelas.
Ayat 2 : Cukup jelas.
Ayat 3 : Semula besarnya tunjangan bulanan Rp.
300,- sampai Rp. 750,- dengan peraturan
Presiden ini besarnya tunjangan itu dinaikkan
hingga Rp. 500 sampai Rp. 1.250,- mulai
tanggal 1 Mei 1963. Tunjangan-tunjangan
yang telah terlebih dahulu diberikan, perlu
dinaikkan juga sehingga sesuai dengan
jumlah yang baru itu, mulai tanggal 1 Mei
1963.
Ayat 4 : Cukup jelas


Pasal 3 : Bilamana pada waktu meninggal Perintis
Kemerdekaan itu tidak ada jandanya, maka
tunjangannya sekaligus itu diberikan kepad aahli
warisnya/anaknya.
Dengan ahli waris di sini dimaksudkan seseorang
anggota keluarganya yang mengurus penguburannya.
Tunjangan tersebut dapat dibayarkan tanpa
memerlukan suatu keputusan dari Menteri Sosial.

Pasal 4 : Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi, atas


permintaannya dapat diberikan tunjangan separoh
dari jumlah yang diberikan kepada suaminya
tunjangan itu diberikan dengan keputusan Menteri
Sosial. Kepada janda ini tidak diberikan tunjangan
tiga bulan sekaligus apabila ia kelak meninggal
dunia.
Pasal 5 : Cukup jelas
Pasal 6 : Cukup jelas
Pasal 7 : Kepada mereka dapat diberikan tunjangan berupa
uang mulai sejauh-jauhnya tanggal 1 mei 1963.
Pasal 8 : Cukup jelas
Pasal 9 : Cukup jelas

C. Pendukung Kegiatan Pemeliharaan



Untuk terciptanya pemeliharaan TMP/MPN sebagai mana yang
diharapkan, perlu adanya dukungan personil/petugas yang terampil.

Pembagian tugas bagi personil yang diperlukan baik di TMP/MPN


Tingkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/Kotamadya diatur sbb. :
1. Koordinator, bertugas memberikan bimbingan, pengarahan dan
memantau seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh para petugas
sesuai bidang tugas masing-masing.
2. Administrator, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi
pemakaman, pelaksanaan upacara-upacara kenegaraan dan
upacara ziarah.
3. Pustakawan, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi
perpustakaan yaitu mengenai pengadaan buku-buku, riwayat
perjuangan para pahlawan, leaflet, booklet dsb, serta mendaftar/
mendata para pengunjung perpustakaan.


4. Juru ketik, bertugas sebagai tenaga pengetik.
5. Petugas pemelihara makam dan petugas pemakaman, bertugas
memeHhara keasrian TMP/MPN dan bertugas melaksanakan
pemakaman.
6. Petugas keamanan, bertugas sebagai penjaga keamanan agar
keadaan TMP/ MPN seialu terpelihara dan aman dari gangguan-
gangguan hewan atau orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.

Petugas keamanan dapat merangkap sebagai juru kunci dari TMP/
MPN yang bersangkutan. Dalam kondisi jumlah tenaga yang terbatas
maka dimungkinkan seorang petugas merangkap 2 (dua) pekerjaan,
sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara terencana dan
berkesinambungan.

D. Peran Serta Masyarakat


Kegiatan mempercantik TMP/MPN dititik beratkan kepada peran serta
masyarakat, antara lain dari: Generasi Muda, Pelajar dan Mahasiswa,
Organisasi Kepemudaan, Organisasi Masyarakai. Organisasi Wanita,
Kesatuan-Kesatuan ABR1, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta,
Instansi Pemerintah dan lain-lain. Peran serta masyarakat dapat
diwujudkan dalam bentuk kerja bakti yang dilaksanakan di TMP/MPN
dan dapat pula dalam bentuk pemberian dan maupun. surnbang saran
yang bermanfaat.

E. Penghargaan
Penghargaan dapat diberikan kepada masyarakat yang paling banyak
peran settanya dalam rangka melaksanakan kegiatan mempercantik
TMP/MPN. Kriteria dan bentuk penghargaan akan diatur kemudian.

F. Pembiayaan
1. Biaya untuk kegiatan mempercantik TMP/MPN dibebankan kepada
angaran Rutin dan Pembangunan.
2. Dari peran serta masyarakat, berupa sumbangan dalam bentuk dana
atau berupa bahan bangunan dan atau peralatan.

G. Pelaporan
1. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari
pelaksanaan kegiatan mempercantik TMP/MPN perlu adanya
pemantauan dan evaluasi.


2. Hasilnya dilaporkan oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial kepada
Departemen Sosial RI, Cq. Direktorat Urusan Kepahlawanan dan
Perintis Kemerdekaan pada setiap akhir tahun.
3. Bentuk dan materi laporan sesuai dengan formulir berikut ini.

LAPORAN KEGIATAN MEMPERCANTIK TMP/MPM

NAMA TMP/MPN : ………………….…………………………


KABUPATEN/KOTA MADYA : …………………………………………….
PROPINSI : …………………………………………….
TAHUN : …………………………………………….

Pokok-
Waktu & Jumlah
No pokok Dana Bahan Keterangan
Pelaksana Tenaga
Kegiatan

A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH


DEPARTEMEN SOSIAL
PROPINSI ………………………………………..
KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

(………………………………..)
NIP : ………………………….

III. Penutup
Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik TMP/MPN
dibuat untuk dipergunakan sebagai pedoman.

Jakarta, 14 Agustus 1998


DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Drs. IGN. SETYONO


NIP. : 170007179


Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth;
1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat / Taskim RI.
2. Menteri Sosial RI.
3. Menteri Dalam negeri RI.
4. Menteri Hankam/Panglima ABRI
5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
6. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan di Jakarta.
7. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial.
8. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
9. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Departemen Sosial.
10. Direktur urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan Departemen
Sosial.
11. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Provinsi Seluruh
Indonesia.
12. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Badan Litbang
Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.
13. Bagian Tatalaksana dan Perundang-Undangan Direktorat Jenderal
Bina Kesejahteraan Sosial.
14. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum pada Biro Hukum
Departemen Sosial.


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2009
TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak memajukan,


memperjuangkan, dan memperoleh kesempatan
yang sama dalani membangim masyarakat,
bangsa, dan negara sehingga patut
mendapatkan penghargaan atas jasa-jasa
yang telah didarmabaktikan bagi kejayaan dan
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa penghargaan atas jasa-jasa yang


diberikan oleh negara dalam bentuk gelar, tanda
jasa, dan tanda kehormatan untuk menumbuhkan
kebanggaan, sikap keteladanan, semangat
kejuangan, dan motivasi untuk meningkatkan
darmabakti kepada bangsa dan negara;

c. bahwa pengaturan tentang pemberian gelar,


tanda jasa, dan tanda kehormatan masih
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana


dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c perlu membentuk Undang-Undang tentang
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan;


Mengingat : Pasal 15, Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG GELAR, TANDA
JASA, TANDA KEHORMATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada
seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan,
pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa
dan negara.
2. Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden
kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam
mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang
bermanfaat besar bagi bangsa dan negara.
3. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan
Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau
organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap
bangsa dan negara.
4. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara
Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di
wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa
dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan
kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa
bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik
Indonesia.
5. Medali adalah tanda jasa berbentuk persegi lima.
6. Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang.
7. Satyalancana adalah tanda kehormatan di bawah bintang berbentuk
bundar.


8. Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan
patra.
9. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan adalah dewan
yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
10. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesekretariatan negara.
12. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
13. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat
NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara
dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
14. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah
alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
15. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri
adalah alat negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri.
16. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia.
17. Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara asing.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan berdasarkan asas:
a. kebangsaan;
b. kemanusiaan;
c. kerakyatan;
d. keadilan;
e. keteladanan;


f. kehati-hatian;
g. keobjektifan;
h. keterbukaan;
i. kesetaraan; dan
j. timbal balik.

Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan dengan tujuan:


a. Menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau
organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalani
berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara;
b. Menumbuhkembangkan seniangat kepahlawanan, kepatriotan, dan
kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan
negara; dan
c. Menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan
mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa
dan negara.

BAB III
JENIS GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Gelar

Pasal 4
(1) Gelar berupa Pahlawan Nasional.
(2) Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/
atau Tanda Kehormatan.

Bagian Kedua
Tanda Jasa

Pasal 5
(1) Tanda Jasa berupa Medali.
(2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Medali Kepeloporan;
b. Medali Kejayaan; dan
c. Medali Perdamaian.
(3) Medali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki derajat
sama.

10
Bagian Ketiga
Tanda Kehormatan

Pasal 6
(1) Tanda Kehormatan berupa:
a. Bintang;
b. Satyalancana; dan
c. Samkaryanugraha.
(2) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b diberikan kepada perseorangan.
(3) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberikan kepada kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi.

Pasal 7
(1) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer.
(2) Tanda Kehormatan Bintang sipil terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia;
b. Bintang Mahaputera;
c. Bintang Jasa;
d. Bintang Kemanusiaan;
e. Bintang Penegak Demokrasi;
f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan
g. Bintang Bhayangkara.
(3) Tanda Kehormatan Bintang militer terdiri atas:
a. Bintang Gerilya;
b. Bintang Sakti;
c. Bintang Dharma;
d. Bintang Yudha Dharma;
e. Bintang Kartika Eka Pakgi;
f. Bintang Jalasena; dan
g. Bintang Swa Bhuwana Paksa.

Pasal 8
(1) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Bintang berkelas; dan
b. Bintang tanpa kelas.
(2) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:

11
a. Bintang Republik Indonesia terdiri atas 5 (lima) kelas:
1. Bintang Republik Indonesia Adipurna;
2. Bintang Republik Indonesia Adipradana;
3. Bintang Republik Indonesia Utama;
4. Bintang Republik Indonesia Pratama; dan
5. Bintang Republik Indonesia Nararya.

b. Bintang Mahaputera terdiri atas 5 (lima) kelas:


1. Bintang Mahaputera Adipurna;
2. Bintang Mahaputera Adipradana;
3. Bintang Mahaputera Utama;
4. Bintang Mahaputera Pratama; dan
5. Bintang Mahaputera Nararya.

c. Bintang Jasa terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Jasa Utama;
2. Bintang Jasa Pratama; dan
3. Bintang Jasa Nararya.

d. Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Penegak Demokrasi Utama;
2. Bintang Penegak Demokrasi Pratama; dan
3. Bintang Penegak Demokrasi Nararya.

e. Bintang Bhayangkara terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Bhayangkara Utama;
2. Bintang Bhayangkara Pratama; dan
3. Bintang Bhayangkara Nararya.

f. Bintang Yudha Dharma terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Yudha Dharma Utama;
2. Bintang Yudha Dharma Pratama; dan
3. Bintang Yudha Dharma Nararya.

g. Bintang Kartika Eka Pakci terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama;
2. Bintang Kartika Eka Pakci Pratarna; dan
3. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya.

12
h. Bintang Jalasena terdiri atas 3 (tiga) kelas:
1. Bintang Jalasena Utama;
2. Bintang Jalasena Pratarna; dan
3. Bintang Jalasena Nararya.

i. Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas 3 (tiga) kelas:


1. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama;
2. Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratarna; dan
3. Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya.
(3) Tanda Kehormatan Bintang sebagaimana dimaksud pada ay at (1)
huruf b terdiri atas:
a. Bintang Kemanusiaan;
b. Bintang Budaya Parama Dharma;
c. Bintang Gerilya;
d. Bintang Sakti; dan
e. Bintang Dharma.

Pasal 9
Derajat atau tingkat Bintang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a adalah sebagai berikut:
a. Bintang Republik Indonesia Adipurna;
b. Bintang Republik Indonesia Adipradana;
c. Bintang Republik Indonesia Utama;
d. Bintang Republik Indonesia Pratarna;
e. Bintang Republik Indonesia Nararya;
f. Bintang Mahaputera Adipurna;
g. Bintang Mahaputera Adipradana;
h. Bintang Mahaputera Utama;
i. Bintang Mahaputera Pratarna;
j. Bintang Mahaputera Nararya;
k. Bintang Jasa Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak
Demokrasi Utama, Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya,
Bintang Sakti, dan Bintang Dharma;
1. Bintang Jasa Pratama dan Bintang Penegak Demokrasi Pratama;
m. Bintang Jasa Nararya dan Bintang Penegak Demokrasi Nararya;
n. Bintang Yudha Dharma Utania;
o. Bintang Bhayangkara Utama, Bintang Kartika Eka Pakci Utama,
Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama;
p. Bintang Yudha Dharma Pratama;
q. Bintang Bhayangkara Pratama, Bintang Kartika Eka Pakci Pratama,
Bintang Jalasena Pratama, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa
Pratama;

13
r. Bintang Yudha Dharma Nararya; dan
s. Bintang Bhayangkara Nararya, Bintang Kartika Eka Pakci Nararya,
Bintang Jalasena Nararya, dan Bintang Swa Bhuwana Paksa
Nararya.

Pasal 10
(1) Presiden Republik Indonesia sebagai pemberi Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Kehormatan merupakan pemilik pertama seluruh Tanda
Kehormatan Bintang yang terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia Adipurna;
b. Bintang Mahaputera Adipurna;
c. Bintang Jasa Utama;
d. Bintang Kemanusiaan;
e. Bintang Penegak Demokrasi Utama;
f. Bintang Budaya Parama Dharma;
g. Bintang Bhayangkara Utama;
h. Bintang Gerilya;
i. Bintang Sakti;
j. Bintang Dharma;
k. Bintang Yudha Dharma Utama;
1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama;
m. Bintang Jalasena Utama; dan
n. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama.
(2) Wakil Presiden Republik Indonesia mendapat Tanda Kehormatan
Bintang yang terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia Adipradana;
b. Bintang Mahaputera Adipurna;
c. Bintang Jasa Utama;
d. Bintang Kemanusiaan;
e. Bintang Penegak Demokrasi Utama;
f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan
g. Bintang Bhayangkara Utama.

Pasal 11
(1) Tanda Kehormatan Satyalancana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1) huruf b terdiri atas Tanda Kehormatan Satyalancana
sipil dan Tanda Kehormatan Satyalancana militer.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Kehormatan Satyalancana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

14
Pasal 12
(1) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri atas Tanda Kehormatan
Samkaryanugraha sipil dan Tanda Kehormatan Samkaryanugraha
militer.
(2) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha sipil terdiri atas: a. Parasamya
Purnakarya Nugraha; dan b. Nugraha Sakanti.
(3) Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer tetap disebut S amkary
anugraha.
(4) Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki
derajat sama.

Pasal 13
(1) Tanda Kehormatan Bintang dipakai berdasarkan urutan derajat atau
tingkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Tanda Jasa Medali dipakai di bawah Bintang Republik Indonesia dan
Bintang Mahaputera, sejajar dengan Tanda Kehormatan Bintang Jasa
Utama, Bintang Kemanusiaan, Bintang Penegak Demokrasi Utama,
Bintang Budaya Parama Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Sakti, dan
Bintang Dharma.
(3) Tanda Kehormatan Satyalancana dipakai di bawah Tanda Kehormatan
Bintang dan Tanda Jasa Medali.

Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, ukuran, kriteria, dan tata cara
pemakaian Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12, dan
Pasal 13 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
DEWAN GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

Pasal 15
(1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk untuk
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(2) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibukota
negara.

15
Pasal 16
(1) Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan terdiri atas 7 (tujuh)
orang anggota yang berasal dari unsur:
a. akademisi sebanyak 2 (dua) orang;
b. militer dan/atau berlatar belakang militer sebanyak 2 (dua) orang;
dan
c. tokoh masyarakat yang pernah mendapatkan Tanda Jasa dan/
atau Tanda Kehormatan sebanyak 3 (tiga) orang.
(2) Calon anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan
oleh Menteri.
(3) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang
ketua dan seorang wakil ketua sekaligus merangkap sebagai
anggota.
(4) Anggota Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden.
(5) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai masa
jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali
masa jabatan.

Pasal 17
Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota Dewan Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan:
a. WNI;
b. sehat jasmani dan rohani;
c. memiliki integritas moral dan keteladanan;
d. berkelakuan baik;
e. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun;
f. berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun; g. berpendidikan
paling rendah SI (strata satu); dan
h. mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan.

16
Pasal 18
(1) Tugas dan kewajiban Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan meliputi:
a. meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan, serta memberikan
pertimbangan mengenai pemberian Gelar;
b. meneliti, membahas, dan memverifikasi usulan, serta memberikan
pertimbangan mengenai pemberian dan pencabutan Tanda Jasa
dan Tanda Kehormatan; dan
c. merencanakan dan menetapkan kebijakan mengenai pembinaan
kepahlawanan.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Dewan Gelar, Tanda
Jasa dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh menteri yang terkait.

Pasal 19
(1) Pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
di daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai tugas
pembantuan.
(2) Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. menerima dan mengajukan usulan pemberian Gelar;
b. menerima dan mengajukan usulan pemberian dan pencabutan
Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan
c. melaksanakan dan membina kepahlawanan di daerah; dan
d. mengelola dan memelihara taman makam pahlawan nasional di
daerah.

Pasal 20
Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Dewan Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan dibebankan pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN).

Pasal 21
(1) Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di
bawah koordinasi Menteri.
(3) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin
oleh seorang sekretaris dari unsur pegawai negeri yang diangkat oleh
Presiden atas usul Menteri.
(4) Sekretariat Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
paling sedikit 3 (tiga) unsur.

17
Pasal 22
Presiden dapat memberhentikan ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebelum masa jabatannya
berakhir karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal
20 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB V
TATA CARA PENGAJUAN GELAR, TANDA JASA, DAN
TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Syarat-Syarat Memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan

Pasal 24
Untuk memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus
memenuhi syarat:
a. umum; dan
b. khusus.

Pasal 25
Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a terdiri atas:
a. WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi
wilayah NKRI;
b. memiliki integritas moral dan keteladanan;
c. berjasa terhadap bangsa dan negara;
d. berkelakuan baik;
e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun.

18
Pasal 26
Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Gelar diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia dan yang
semasa hidupnya:
a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau
perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai,
merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;
c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir
sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat
menunjang pembangunan bangsa dan negara;
e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/
atau
g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan
berdampak nasional.

Pasal 27
(1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Medali Kepeloporan terdiri atas:
a. berjasa dan berprestasi luar biasa dalam merintis, mengembangkan,
dan memajukan pendidikan, perekonomian, sosial, seni, budaya,
agama, hukum, kesehatan, pertanian, kelautan, lingkungan, dan/
atau bidang lain;
b. berjasa luar biasa dalam penemuan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan/atau
c. berjasa luar biasa menciptakan karya besar dalam bidang
pembangunan.
(2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Medali Kejayaan yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa dalam
mengharumkan nama bangsa dan negara di bidang pendidikan, ilmu
pengetahuan, teknologi, olahraga, seni, budaya, agama, dan/atau
bidang lain.
(3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Medali Perdamaian yaitu berjasa dan berprestasi luar biasa
dalam mengembangkan dan memajukan perdamaian, diplomasi,
persahabatan, dan persaudaraan.

19
Pasal 28
(1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Bin tang Republik Indonesia terdiri atas:
a. berjasa sangat luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi
keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan bangsa dan negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di berbagai bidang sangat
berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan
internasional.
(2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Bin tang Mahaputera terdiri atas:
a. berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi
kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, politik,
ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
beberapa bidang lain yang besar manfaatnya bagi bangsa dan
negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional dan
internasional.
(3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Bin tang Jasa terdiri atas:
a. berjasa besar di suatu bidang atau peristiwa tertentu yang
bermanfaat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kebesaran
bangsa dan negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang sosial, ekonomi,
ilmu pengetahuan, teknologi, dan beberapa bidang lain yang
bermanfaat bagi bangsa dan negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Bin tang Kemanusiaan terdiri atas:
a. berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya
nilai-nilai peri-kemanusiaan dan peri-keadilan bangsa dan
negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang hak asasi manusia
(HAM), hukum, pelayanan publik, dan kemanusiaan berguna
bagi bangsa dan negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(5) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas:
a. berjasa besar di suatu bidang yang bermanfaat bagi tegaknya
prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan pembangunan
hukum nasional;

20
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang demokrasi, politik, dan
legislasi berguna bagi bangsa dan negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(6) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Budaya Parama Dharma terdiri atas:
a. berjasa besar dalam meningkatkan, memajukan dan membina
kebudayaan bangsa dan negara;
b. pengabdian dan pengorbanannya di bidang kebudayaan, baik
kesenian, nilai-nilai tradisional, dan kearifan lokal bermanfaat
bagi bangsa dan negara; dan/atau
c. darmabakti dan jasanya diakui secara luas di tingkat nasional.
(7) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Bhayangkara terdiri atas:
a. anggota Polri yang berjasa besar dengan keberanian, kebijaksanaan
dan ketabahan luar biasa melampaui panggilan kewajiban yang
disumbangkan untuk kemajuan dan pengembangan kepolisian;
b. tidak pernah cacat selama bertugas di kepolisian; atau
c. WNI bukan anggota Polri yang berjasa besar terhadap kemajuan
dan pengembangan kepolisian.
(8) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Gerilya yaitu setiap WNI yang berjuang mempertahankan
kedaulatan NKRI dari agresi negara asing dengan cara bergerilya.
(9) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Sakti terdiri atas:
a. anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan ketabahan tekad
melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan
tugas operasi militer tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b. WNI bukan anggota TNI yang menunjukkan keberanian dan
ketabahan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban
dalam pelaksanaan tugas operas! militer.
(10) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Dharma yaitu anggota TNI atau WNI bukan anggota TNI
yang menyumbangkan jasa bakti dengan melebihi dan melampaui
panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas militer sehingga
memberikan keuntungan luar biasa untuk kemajuan TNI.
(11) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Yudha Dharma terdiri atas:
a. anggota TNI yang mendarmabaktikan diri melebihi dan melampaui
panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugas pembinaan dan
pengembangan sehingga memberikan keuntungan luar biasa
untuk kemajuan, perkembangan, dan terwujudnya integrasi TNI;

21
b. pegawai negeri sipil Kementerian Pertahanan atau TNI yang
dalam tugasnya menghasilkan karya yang benar-benar dirasakan
manfaatnya oleh pemerintah dan NKRI dalam rangka perwujudan
dan pembinaan untuk keutuhan dan kesempurnaan TNI; atau
c. WNI bukan anggota TNI atau pegawai negeri sipil TNI yang
berjasa besar dalam bidang pembangunan TNI dengan hasil
yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh pemerintah dan
NKRI.
(12) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Kartika Eka Pakgi terdiri atas:
a. anggota TNI Angkatan Darat yang di bidang tugas kemiliteran
menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa
melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan
TNI Angkatan Darat tanpa merugikan vtugas pokoknya; atau
b. WNI yang bukan anggota TNI Angkatan Darat yang berjasa luar
biasa untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Darat.
(13) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Jalasena terdiri atas:
a. anggota TNI Angkatan Laut yang di bidang tugas kemiliteran
menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa
melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan
TNI Angkatan Laut tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b. WNI bukan anggota TNI Angkatan Laut yang berjasa luar biasa
untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Laut.
(14) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Bintang Swa Bhuwana Paksa terdiri atas:
a. anggota TNI Angkatan Udara yang di bidang tugas kemiliteran
menunjukkan kemampuan, kebijaksanaan, dan jasa luar biasa
melebihi panggilan kewajiban untuk kemajuan dan pembangunan
TNI Angkatan Udara tanpa merugikan tugas pokoknya; atau
b. WNI bukan anggota TNI Angkatan Udara yang berjasa luar biasa
untuk kemajuan dan pembangunan TNI Angkatan Udara.

Pasal 29
(1) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b
untuk Parasamya Purnakarya Nugraha yaitu institusi pemerintah
atau organisasi yang menunjukkan karya tertinggi pelaksanaan
pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
(2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Nugraha Sakanti yaitu kesatuan di lingkungan kepolisian yang telah

22
berjasa di bidang tugas kepolisian yang bermanfaat bagi kepentingan
bangsa dan negara.
(3) Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b untuk
Samkaryanugraha yaitu kesatuan di lingkungan TNI yang telah
berjasa dalam suatu operasi militer dan pembangunan dalam rangka
mempertahankan kelangsungan hidup negara dan bangsa.

Bagian Kedua
Tata Cara Pengajuan

Pasal 30
(1) Usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditujukan
kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan.
(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perseorangan,
lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,
Pemerintah Daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat.
(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi riwayat hidup
diri atau keterangan mengenai kesatuan, institusi pemerintah, atau
organisasi, riwayat perjuangan, jasa serta tugas negara yang dilakukan
calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan usul sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Tata Cara Verifikasi

Pasal 31
(1) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) diverifikasi oleh
Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima
Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

23
Bagian Keempat
Tata Cara Pemberian

Pasal 32
(1) Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(2) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
pada hari besar nasional atau pada hari ulang tahun masing-
masing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah
nonkementerian.
(3) Pemberian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disematkan oleh
Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan
Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 33
(1) Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan
berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Gelar dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer;
c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara;
d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/
atau
e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada
ahli warisnya.
(3) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih
hidup dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/
atau
c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.

24
(4) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah
meninggal dunia dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer; c. pemakaman
atau sebutan lain dengan biaya negara;
d. pemakaman di taman makam pahlawan nasional; dan/
atau
e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada
ahli warisnya.
(5) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d dan ay at (4) huruf d diberikan kepada penerima Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Bintang.
(6) Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya
untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia,
dan Bintang Mahaputera.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghormatan dan penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 34
(1) Ahli waris penerima Gelar berkewajiban:
a. menjaga nama baik pahlawan dan jasa yang telah diberikan
kepada bangsa dan negara;
b. menjaga dan melestarikan perjuangan, karya, dan nilai
kepahlawanan; dan
c. menumbuhkan dan membina semangat kepahlawanan.
(2) Ahli waris penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
berkewajiban:
a. menjaga nama baik dan jasa penerima Tanda Jasa dan Tanda
Kehormatan; dan
b. menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda
Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
(3) Penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang masih hidup
berkewajiban:
a. menjaga nama baik diri dan jasa yang telah diberikan kepada
bangsa dan negara;
b. menjaga dan memelihara simbol dan/atau lencana Tanda Jasa
dan/atau Tanda Kehormatan; dan

25
c. memberikan keteladanan dan menumbuhkan semangat
masyarakat untuk berjuang dan berbakti kepada bangsa dan
negara.

BAB VII
PENCABUTAN TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN

Pasal 35
Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan yang
telah diberikan apabila penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan tidak
lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b,
huruf e, dan huruf f.

Pasal 36
(1) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diusulkan
oleh perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/
atau kelompok masyarakat.
(2) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan disertai alasan dan bukti pencabutan.
(3) Usul pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteliti,
dibahas, dan diverifikasi oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda
Kehormatan dengan mempertimbangkan keterangan dari penerima
Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pencabutan Tanda Jasa
dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN
DARI NEGARA LAIN

Pasal 37
(1) WNI dapat menerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan
dari negara lain.
(2) Penerimaan Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haras diberitahukan kepada
Presiden.

26
BAB IX
TANDA JASA DAN TANDA KEHORMATAN BAGI WNA

Pasal 38
(1) Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada
WNA.
(2) WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi:
a. kesetaraan hubungan tirnbal balik kenegaraan; dan/
atau
b. berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia.
(3) Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. Medali Kepeloporan;
b. Medali Kejayaan;
c. Medali Perdamaian;
d. Bintang Republik Indonesia;
e. Bintang Mahaputera;
f. Bintang Jasa;
g. Bintang Kemanusiaan;
h. Bintang Penegak Demokrasi;
i. Bintang Bhayangkara;
j. Bintang Yudha Dharma;
k. Bintang Kartika Eka Pakci; 1. Bintang Jalasena; dan/atau m.
Bintang Swa Bhuwana Paksa.
(4) WNA yang menerima Tanda Jasa atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menerima hak protokol dalam
acara resmi dan acara kenegaraan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Tanda Jasa dan Tanda
Kehormatan kepada WNA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39
(1) Setiap Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang telah
diberikan sebelum Undang-Undang ini tetap berlaku.
(2) Sebelum ketentuan mengenai bentuk, ukuran, tata cara pemakaian
Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan diatur berdasarkan
Undang-Undang ini, ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ada dinyatakan tetap berlaku.

27
Pasal 40
(1) Pada saat berlakunya undang-undang ini, paling lambat 6 (enam)
bulan, Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sudah
terbentuk.
(2) Sebelum Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk,
Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan
Pembina Pahlawan tetap dapat melaksanakan tugasnya.
(3) Setelah Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dibentuk,
Dewan Tanda-Tanda Kehormatan Republik Indonesia dan Badan
Pembina Pahlawan dinyatakan dibubarkan.

Pasal 41
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini harus
sudah ditetapkan paling larnbat 12 (dua belas) bulan sejak diundangkannya
Undang-Undang ini.

BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 42
(1) Penghormatan negara terhadap perjuangan, pengorbanan, dan jasa
derni keagungan bangsa dan negara yang dilakukan oleh Veteran
Republik Indonesia diakui dan dilestarikan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Veteran Republik Indonesia diatur
dengan undang-undang tersendiri.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 43
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka:
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1954 tentang Tanda Kehormatan
Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 85);
2. Undang-Undang Nomor 65 Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-
Tanda Kehormatan Bintang Sakti dan Bintang Dharma (Memori
penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1650)
sebagaimana diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun
1958 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 65
Tahun 1958 tentang Pemberian Tanda-Tanda Kehormatan Bintang

28
Sakti dan Bintang Dharma (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor
153), sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1806);
3. Undang-Undang Nomor 70 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-
Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1958 tentang Tanda-Tanda
Penghargaan untuk Anggota Angkatan Perang (Lembaran Negara
Tahun 1958 Nomor 41), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan
dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1657);
4. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959 tentang Ketentuan-
Ketentuan Umum Mengenai Tanda-Tanda Kehormatan (Penjelasan
dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 1789);
5. Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Republik Indonesia (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 1790);
6. Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Mahaputera (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1791);
7. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-
Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1958 tentang Penggantian Peraturan
tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 1949, (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 154),
sebagai Undang-Undang (Memori penjelasan dalam Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1807); sebagaimana diberlakukan dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1964 (Lembaran
Negara Tahun 1964 No. 1) tentang Perubahan dan Tambahan Undang-
Undang No. 21 Tahun 1959 (Lembaran Negara Tahun 1959 No. 65)
tentang Penetapan menjadi Undang-Undang, Undang-undang Darurat
No. 7 Tahun 1958 (Lembaran Negara Tahun 1958 No. 154) tentang
Penggantian Peraturan tentang Bintang Gerilya sebagai termaktub
dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1949, menjadi Undang-
Undang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2667);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-
Undang Darurat Nomor 2 Tahun 1959 tentang Pemberian Tanda
Kehormatan Bintang Garuda (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor
19), sebagai Undang-Undang (Memori Penjelasan dalam Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1811);
9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1961 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Bhayangkara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2290);

29
10. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Jasa (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor
2575);
11. Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan
Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran Negara
R.I. Tahun 1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara R.I. Nomor
2685);
12. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Jalasena (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2866);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1968 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1968
(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2858) Tanda Kehormatan Bintang Kartika Eka Pakci
menjadi Undang-Undang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2876);
14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1968 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Swa Bhuwana Paksa (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2878);
15. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1971 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang
Tanda Kehormatan Bintang Yudha Dharma menjadi Undang-Undang
(Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 2979);
16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1972 tentang Perobahan dan
Tambahan Ketentuan Mengenai Beberapa Jenis Tanda Kehormatan
Republik Indonesia yang Berbentuk Bintang dan tentang Urutan
Derajat/Tingkat Jenis Tanda Kehormatan Republik Indonesia yang
berbentuk Bintang (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2990); dan
17. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1980 tentang Tanda Kehormatan
Bintang Budaya Parama Dharma (Penjelasan dalam Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3173); dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.

30
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 18 Juni 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Juni 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009
NOMOR 94

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan

31
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2010
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2009
TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat


(2), Pasal 14, Pasal 30 ayat (4), Pasal 31 ayat (3),
Pasal 32 ayat (4), Pasal 33 ayat (7), Pasal 36 ayat
(4), dan Pasal 38 ayat (5) Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan
Tanda Kehormatan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Kehormatan;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5023);

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2009
TENTANG GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA
KEHORMATAN.

32
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada
seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan,
pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa
dan negara.
2. Tanda Jasa adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden
kepada seseorang yang berjasa dan berprestasi luar biasa dalam
mengembangkan dan memajukan suatu bidang tertentu yang
bermanfaat besar bagi bangsa dan negara.
3. Tanda Kehormatan adalah penghargaan negara yang diberikan
Presiden kepada seseorang, kesatuan, institusi pemerintah, atau
organisasi atas darmabakti dan kesetiaan yang luar biasa terhadap
bangsa dan negara.
4. Medali adalah tanda jasa berbentuk persegi lima.
5. Bintang adalah tanda kehormatan tertinggi berbentuk bintang.
6. Satyalancana adalah tanda kehormatan di bawah bintang berbentuk bundar.
7. Samkaryanugraha adalah tanda kehormatan berbentuk ular-ular dan patra.
8. Patra adalah kelengkapan dari Tanda Kehormatan berupa
Samkaryanugraha dan Tanda Kehormatan berupa Bintang berpita
selempang atau berpita kalung yang bentuk dan ukurannya lebih
besar daripada bintang.
9. Miniatur adalah kelengkapan dari bintang, medali, dan satyalancana
yang bentuk dan ukurannya lebih kecil.
10. Piagam adalah surat resmi yang berisi pernyataan dan peneguhan
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan yang
ditandatangani oleh Presiden.
11. Taman Makam Pahlawan Nasional adalah taman makam pahlawan
nasional yang berada di provinsi dan kabupaten/kota di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
12. Taman Makam Pahlawan Nasional Utama adalah Taman Makam
Pahlawan Nasional yang terletak di ibukota negara.
13. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang selanjutnya
disebut Dewan adalah dewan yang bertugas memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian Gelar, Tanda Jasa,
dan Tanda Kehormatan.
14. Presiden adalah Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

33
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesekretariatan negara.
16. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
17. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI adalah
alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya
berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
18. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Polri
adalah alat negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
keamanan dalam negeri.
19. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara Indonesia.
20. Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara asing.
21. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan atau harta
pusaka yaitu istri/suami yang dinikahi secara sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan anak kandung yang
sah.
22. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah pegawai
sebagaimana dimaksud dalarn Undang-Undang tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
23. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat yang selanjutnya
disingkat TP2GP adalah tirn yang bertugas memberikan pertimbangan
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar.
24. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah yang selanjutnya disingkat
TP2GD adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada
gubernur, bupati/walikota dalam meneliti dan mengkaji usulan
pemberian Gelar.

34
BAB II
GELAR, TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Gelar

Pasal 2
(1) Gelar berupa Pahlawan Nasional.
(2) Gelar diberikan dalam bentuk plakat dan piagam.
(3) Bentuk, warna, ukuran plakat dan piagam sebagaimana dimaksud
pada ay at (2) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.

Bagian Kedua
Tanda Jasa

Pasal 3
(1) Tanda Jasa berupa Medali.
(2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Medali Kepeloporan;
b. Medali Kejayaan; dan
c. Medali Perdamaian.
(3) Bentuk, warna, dan ukuran benda Tanda Jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) beserta alat kelengkapannya tercantum
dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah
ini.

Bagian Ketiga
Tanda Kehormatan

Pasal 4
Tanda Kehormatan berupa:
a. Bintang;
b. Satyalancana; dan
c. Samkaryanugraha.

35
Paragraf 1
Tanda Kehormatan Berupa Bintang

Pasal 5
(1) Tanda Kehormatan berupa Bintang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a terdiri atas Bintang sipil dan Bintang militer.
(2) Tanda Kehormatan berupa Bintang sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia;
b. Bintang Mahaputera;
c. Bintang Jasa;
d. Bintang Kemanusiaan;
e. Bintang Penegak Demokrasi;
f. Bintang Budaya Parama Dharma; dan
g. Bintang Bhayangkara.
(3) Tanda Kehormatan berupa Bintang militer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. Bintang Gerilya;
b. Bintang Sakti;
c. Bintang Dharma;
d. Bintang Yudha Dharma;
e. Bintang Kartika Eka Pakci;
f. Bintang Jalasena; dan
g. Bintang Swa Bhuwana Paksa.

Pasal 6
(1) Tanda Kehormatan berupa Bintang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) terdiri atas:
a. Bintang berkelas; dan
b. Bintang tanpa kelas.
(2) Tanda Kehormatan berupa Bintang berkelas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Bintang Republik Indonesia yang terdiri atas 5 (lima) kelas,
yakni:
1. Bintang Republik Indonesia Adipurna;
2. Bintang Republik Indonesia Adipradana;
3. Bintang Republik Indonesia Utama;
4. Bintang Republik Indonesia Pratama; dan
5. Bintang Republik Indonesia Nararya.

36
b. Bintang Mahaputera yang terdiri atas 5 (lima) kelas, yakni:
1. Bintang Mahaputera Adipurna;
2. Bintang Mahaputera Adipradana;
3. Bintang Mahaputera Utama;
4. Bintang Mahaputera Pratama; dan
5. Bintang Mahaputera Nararya.
c. Bintang Jasa yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni:
1. Bintang Jasa Utama;
2. Bintang Jasa Pratama; dan
3. Bintang Jasa Nararya.
d. Bintang Penegak Demokrasi yang terdiri atas 3 (tiga) kelas,
yakni:
1. Bintang Penegak Demokrasi Utama;
2. Bintang Penegak Demokrasi Pratama; dan
3. Bintang Penegak Demokrasi Nararya.
e. Bintang Bhayangkara yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni:
1. Bintang Bhayangkara Utama;
2. Bintang Bhayangkara Pratama; dan
3. Bintang Bhayangkara Nararya.
f. Bintang Yudha Dharma yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni:
1. Bintang Yudha Dharma Utama;
2. Bintang Yudha Dharma Pratama; dan
3. Bintang Yudha Dharma Nararya.
g. Bintang Kartika Eka Pakci yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni:
1. Bintang Kartika Eka Pakci Utama;
2. Bintang Kartika Eka Pakci Pratama; dan
3. Bintang Kartika Eka Pakci Nararya.
h. Bintang Jalasena yang terdiri atas 3 (tiga) kelas, yakni:
1. Bintang Jalasena Utama;
2. Bintang Jalasena Pratama; dan
3. Bintang Jalasena Nararya.
i. Bintang Swa Bhuwana Paksa yang terdiri atas 3 (tiga) kelas,
yakni:
1. Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama;
2. Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama; dan
3. Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya.
(3) Tanda Kehormatan berupa Bintang tanpa kelas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Bintang Kemanusiaan;
b. Bintang Budaya Parama Dharma;
c. Bintang Gerilya;

37
d. Bintang Sakti; dan
e. Bintang Dharma.

Paragraf 2
Tanda Kehormatan Berupa Satyalancana

Pasal 7
(1) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas Satyalancana sipil dan Satyalancana
militer.
(2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. Satyalancana Perintis Kemerdekaan;
b. Satyalancana Pembangunan;
c. Satyalancana Wira Karya;
d. Satyalancana Kebaktian Sosial;
e. Satyalancana Kebudayaan;
f. Satyalancana Pendidikan;
g. Satyalancana Karya Satya;
h. Satyalancana Dharma Olahraga;
i. Satyalancana Dharma Pemuda;
j. Satyalancana Kepariwisataan;
k. Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha;
1. Satyalancana Pengabdian;
m. Satyalancana Bhakti Pendidikan;
n. Satyalancana Jana Utama;
o. Satyalancana Ksatria Bhayangkara;
p. Satyalancana Karya Bhakti;
q. Satyalancana Operasi Kepolisian;
r. Satyalancana Bhakti Buana;
s. Satyalancana Bhakti Nusa; dan
t. Satyalancana Bhakti Purna.
(3) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana militer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Satyalancana Bhakti;
b. Satyalancana Teladan;
c. Satyalancana Kesetiaan;
d. Satyalancana Santi Dharma;
e. Satyalancana Dwidya Sistha;
f. Satyalancana Dharma Nusa;
g. Satyalancana Dharma Bantala;

38
h. Satyalancana Dharma Samudra;
i. Satyalancana Dharma Dirgantara;
j. Satyalancana Wira Nusa;
k. Satyalancana Wira Dharma;
1. Satyalancana Wira Siaga; dan
m. Satyalancana Ksatria Yudha.

Paragraf 3
Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha

Pasal 8
(1) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c terdiri atas Tanda Kehormatan Samkaryanugraha
sipil dan Tanda Kehormatan Samkaryanugraha militer.
(2) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Parasamya Purnakarya Nugraha; dan
b. Nugraha Sakanti.
(3) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha militer sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah Samkaryanugraha.

Pasal 9
Bentuk, warna, dan ukuran benda Tanda Kehormatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 beserta alat
kelengkapannya tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah
ini.

BAB III
PERSYARATAN PENERIMA GELAR, TANDA JASA,
DAN TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Penerima Gelar

Pasal 10
(1) Gelar dapat diberikan kepada seseorang.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh Gelar sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

39
Bagian Kedua
Persyaratan Penerima Tanda Jasa

Pasal 11
(1) Tanda Jasa dapat diberikan kepada seseorang.
(2) Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Jasa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Persyaratan Penerima Tanda Kehormatan

Pasal 12
Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada seseorang, kesatuan, institusi
pemerintah, atau organisasi.

Pasal 13
Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Bintang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14
Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Satyalancana
terdiri atas:
a. Syarat umum; dan
b. Syarat khusus.

Pasal 15
Syarat umum untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Satyalancana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Perintis
Kemerdekaan adalah menjadi pendiri atau pemimpin pergerakan yang
mengakibatkan kesadaran kebangsaan dan/atau giat dan aktif bekerja ke
arah itu dan karenanya mendapatkan hukuman dari pemerintah kolonial
atau terus-menerus menentang secara aktif penjajahan kolonial satu sama
lain dengan syarat bahwa mereka kemudian tidak menentang Republik
Indonesia.

40
Pasal 17
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pembangunan
adalah berjasa terhadap negara dan masyarakat dalam lapangan
pembangunan negara pada umumnya atau dalam lapangan pembangunan
sesuatu bidang tertentu pada khususnya.

Pasal 18
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Karya adalah
berjasa dalam memberikan darma baktinya yang besar kepada negara
dan bangsa Indonesia sehingga dapat dijadikan teladan bagi orang lain.

Pasal 19
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebaktian Sosial
adalah berjasa dalam lapangan perikemanusiaan pada umumnya atau
dalam suatu bidang perikemanusiaan pada khususnya.

Pasal 20
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebudayaan
adalah berjasa dalam bidang kebudayaan.

Pasal 21
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pendidikan
adalah:
a. pendidik dan tenaga kependidikan pada jalur pendidikan formal dan
pendidikan non formal.
b. pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada huruf
a adalah yang melaksanakan tugas:
1. paling singkat 30 (tiga puluh) hari secara terus-menerus atau
selama 90 (sembilan puluh) hari secara tidak terus-menerus,
atau gugur/tewas di daerah yang mengalami bencana alam dan
bencana sosial;
2. paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus atau selama
6 (enam) tahun secara tidak terus-menerus di daerah terpencil
dan/atau daerah terbelakang;
3. paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus atau selama
8 (delapan) tahun secara tidak terus-menerus, di daerah dengan
kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan
dengan negara lain; atau
4. paling singkat 8 (delapan) tahun secara terus-menerus dan
berprestasi luar biasa di bidang pendidikan sesuai dengan
bidang tugasnya masing-masing yang diakui oleh masyarakat,
pemerintah, badan/lembaga baik nasional maupun internasional.

41
Pasal 22
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya
adalah PNS yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
dan pemerintah serta dengan penuh pengabdian, kejujuran, kecakapan,
dan disiplin secara terus-menerus paling singkat 10 (sepuluh) tahun, 20
(dua puluh) tahun, atau 30 (tiga puluh) tahun, dengan ketentuan:
a. dalam masa bekerja secara terus-menerus, PNS yang bersangkutan
tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau yang tidak pernah
mengambil cuti di luar tanggungan negara;
b. penghitungan masa kerja bagi PNS yang pernah dijatuhi hukuman
disiplin sedang atau berat dimulai sejak diterbitkannya surat keputusan
telah menjalankan hukuman disiplin atau kembali bekerja di instansi;
c. penghitungan masa kerja dihitung sejak PNS diangkat menjadi calon
PNS.

Pasal 23
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Olahraga
adalah:
a. olahragawan perorangan/beregu yang telah berprestasi meraih medali
dalam olimpiade (olympic game) dan/atau kejuaraan dunia cabang
khusus; atau
b. pelatih yang telah melahirkan olahragawan berprestasi meraih medali
dalam olimpiade (olympic game) dan/atau kejuaraan dunia cabang
khusus.

Pasal 24
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Pemuda
adalah pemuda yang:
a. berprestasi berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun
dan menunjukkan prestasi luar biasa dan/atau telah menunjukkan
jasa yang sangat besar dalam peningkatan pemberdayaan dan
pengembangan kepemudaan; atau
b. pernah mendapat penghargaan atas prestasinya minimal pada tingkat
nasional.

Pasal 25
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kepariwisataan
adalah berjasa besar atau berprestasi luar biasa dalam meningkatkan
pembangunan, kepeloporan dan pengabdian di bidang kepariwisataan

42
yang dapat dibuktikan dengan fakta yang konkret lebih dari 5 (lima) tahun
secara terus-menerus.

Pasal 26
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti
Praja Nugraha adalah berjasa besar atau berprestasi kinerja sangat tinggi
dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan hasil evaluasi
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 27
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pengabdian
adalah anggota Polri yang dalam melaksanakan tugas pokok dengan
menunjukkan etika profesi secara terus-menerus selama 8 (delapan)
tahun, 16 (enam belas) tahun, 24 (dua puluh empat) tahun, atau 32 (tiga
puluh dua) tahun sehingga dapat dijadikan teladan bagi anggota Polri
yang lain.

Pasal 28
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Pendidikan
adalah:
a. anggota Polri yang menjadi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
di lembaga pendidikan kepolisian yang bertugas paling singkat 2
(dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak
terus-menerus;
b. anggota Polri yang ditugaskan untuk menjadi tenaga pendidik di luar
lembaga pendidikan kepolisian paling singkat 2 (dua) tahun secara
terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus; atau
c. WNI bukan anggota Polri dan WNA yang oleh karena keahliannya
menjadi tenaga pendidik dan/atau kerjasama di bidang ilmu kepolisian
paling singkat 1 (satu) tahun secara terus-menerus atau 2 (dua) tahun
secara tidak terus-menerus.

Pasal 29
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Jana Utama
adalah:
a. anggota Polri yang dalam waktu paling singkat 8 (delapan) tahun telah
melaksanakan tugas pokok dalam rangka mewujudkan keamanan
dalam negeri dengan menunjukkan etika profesi dan kinerja yang baik
serta berdampak bagi kemajuan organisasi Polri; atau
b. WNI bukan anggota Polri yang aktif turut serta membantu Polri di
segala bidang dalam menjalankan fungsi kepolisian yang berdampak
bagi kemajuan organisasi Polri.

43
Pasal 30
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria
Bhayangkara adalah anggota Polri yang berjasa dalam melaksanakan
tugas kepolisian baik bidang operasional maupun bidang pembinaan dan
memenuhi syarat-syarat profesionalisme dan etika profesi yang berdampak
terhadap kemajuan Polri.

Pasal 31
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti
adalah:
a. anggota Polri yang aktif turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang
menghasilkan karya nyata dan patut dikenang yang berdampak pada
kemajuan dan pembangunan Polri; atau
b. WNI bukan anggota Polri dan WNA yang aktif turut serta dalam
membantu tugas-tugas kepolisian di segala bidang yang menghasilkan
karya nyata dan patut dikenang untuk kemajuan dan pembangunan
Polri.

Pasal 32
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Operasi Kepolisian
adalah anggota Polri yang:
a. telah melaksanakan tugas pengungkapan kasus menonjol yang
berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta
mendapat perhatian dunia internasional; atau
b. gugur, tewas, dan/atau cacat permanen dalam melaksanakan tugas
operasi kepolisian.

Pasal 33
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Buana
adalah anggota Polri yang telah melaksanakan tugas kepolisian
internasional di luar negeri dengan menunjukkan disiplin dan tanggung
jawab, dengan ketentuan:
a. paling singkat 2(dua) bulan secara terus-menerus atau 6 (enam) bulan
secara tidak terus-menerus dalam penugasan misi perdamaian;
b. paling singkat 2 (dua) tahun yang melaksanakan penugasan misi
kepolisian; atau
c. gugur/meninggal dunia di luar negeri bukan karena akibat tindakan
sendiri.

44
Pasal 34
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Nusa
adalah anggota Polri yang telah melaksanakan tugas pokok di perbatasan
dan/atau daerah terpencil wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dengan ketentuan paling singkat 1 (satu) tahun secara terus-menerus atau
2 (dua) tahun secara tidak terus-menerus, dengan menunjukkan etika
profesi.

Pasal 35
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Purna adalah
anggota Polri yang telah mendarmabaktikan diri, dengan ketentuan :
a. telah memiliki Tanda Kehormatan berupa Satyalancana
Pengabdian 32 (tiga puluh dua) tahun; atau
b. telah melaksanakan tugas secara terus-menerus paling singkat
32 (tiga puluh dua) tahun dengan menunjukkan etika profesi.

Pasal 36
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti adalah:
a. prajurit TNI yang telah berjasa luar biasa menjadi pembela bangsa
dan kedaulatan rakyat dalam melaksanakan tugas militer sehingga
mendapat luka-luka sebagai akibat langsung tindakan musuh dan di
luar kesalahannya yang memerlukan perawatan kedokteran; atau
b. WNI bukan prajurit TNI yang bertugas operas! bersama-sama TNI
dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a.

Pasal 37
(1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan
adalah berjasa dalam usaha menjadi pembela bangsa dan kedaulatan
negara:
a. dalam waktu perang dan operas! militer paling singkat 1 (satu)
tahun secara terus- menerus; atau
b. di luar keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a paling
singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus menjalankan
tugas, sehingga menjadi teladan dalam memelihara sifat-sifat
keprajuritan bagi prajurit lain.
(2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali.

Pasal 38
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan adalah
prajurit TNI yang berjasa luar biasa menunjukkan kesetiaannya kepada
TNI, bangsa dan negara, dengan ketentuan:

45
a. telah melakukan tugas dinas ketentaraan selama 8 (delapan) tahun,
16 (enam belas) tahun, 24 (dua puluh empat) tahun, atau 32 (tiga
puluh dua) tahun penuh secara terus-menerus; dan
b. setia dengan bekerja bersungguh-sungguh tanpa cacat.

Pasal 39
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Santi Dharma
adalah:
a. prajurit TNI yang telah selesai melaksanakan tugas internasional
sebagai kontingen Garuda atau military observer;
b. anggota TNI yang dalam melaksanakan tugas menunjukkan disiplin,
taat pada pimpinan serta berkelakuan baik dan dalam jangka waktu
mana:
1. ditempatkan dalam tugas luar negeri mulai misi/kontingen Garuda/
military observer yang bersangkutan sampai ditariknya kembali
ke Indonesia;
2. selama 2 (dua) bulan secara terus-menerus dalam penugasan
luar negeri dalam misi/kontingen Garuda/ military observer; atau
3. gugur/meninggal dunia bukan karena akibat tindakan sendiri
dalam pelaksanaan tugas internasional di luar negeri dalam misi/
kontingen Garuda/ military observer.
c. WNI bukan prajurit TNI yang memenuhi syarat dan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b.

Pasal 40
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dwidya
Sistha adalah:
a. prajurit TNI dan WNI bukan prajurit TNI berjasa di dalam kemajuan
dan pertumbuhan TNI yang karena jabatannya selaku guru/instruktur
pada lembaga pendidikan TNI telah menunjukkan kesetiaannya,
prestasi kerja, serta berkelakuan baik paling singkat 2 (dua) tahun
secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus
atau 3 (tiga) angkatan secara terus-menerus atau berjumlah 4 (empat)
angkatan secara tidak terus-menerus;
b. WNA yang pernah menjadi guru/instruktur di lingkungan TNI dan
dinyatakan berjasa di bidang pendidikan, pertumbuhan dan pembinaan
TNI; atau
c. prajurit TNI yang bertugas pada lembaga-lembaga pendidikan/dinas/
satuan yang fungsinya menyelenggarakan pendidikan.

46
Pasal 41
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Nusa
adalah prajurit TNI, anggota Polri, dan PNS yang berjasa di dalam
melaksanakan tugas operasi pemulihan keamanan, serta WNI lainnya
yang telah berjasa dalam membantu operasi pemulihan keamanan di
daerah bergejolak dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dengan ketentuan:
a. paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terus-
menerus;
b. paling singkat 120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus;
atau
c. gugur/tewas akibat penugasannya.

Pasal 42
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Bantala
adalah prajurit TNI Angkatan Darat yang telah mendarmabaktikan diri
kepada TNI Angkatan Darat secara paripurna dengan ketentuan:
a. telah memiliki Tanda Kehormatan Satyalancana Kesetiaan 24 (dua
puluh empat) tahun;
b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau
c. gugur/tewas.

Pasal 43
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Samudra
adalah prajurit TNI Angkatan Laut yang telah mendarmabaktikan diri
kepada TNI Angkatan Laut secara paripurna dengan ketentuan:
a. telah memiliki Tanda Kehormatan Satyalancana Kesetiaan 24 (dua
puluh empat) tahun;
b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau
c. gugur/tewas.

Pasal 44
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Dirgantara
adalah prajurit TNI Angkatan Udara yang telah mendarmabaktikan diri
kepada TNI Angkatan Udara secara paripurna dengan ketentuan:
a. telah memiliki Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan
24 (dua puluh empat) tahun;
b. bertugas paling singkat 30 (tiga puluh) tahun; atau
c. gugur/tewas.

47
Pasal 45
(1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa
adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri
untuk pengamanan pulau terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia
paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terus-menerus atau
120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus dalam 1
(satu) kali penugasan.
(2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali.

Pasal 46
(1) Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma
adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri
untuk pengamanan perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia
paling singkat 90 (sembilan puluh) hari secara terus-menerus atau
120 (seratus dua puluh) hari secara tidak terus-menerus dalam 1
(satu) kali penugasan.
(2) Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 2 (dua) kali.

Pasal 47
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Siaga
adalah prajurit TNI yang telah bertugas dan mendarmabaktikan diri untuk
pengamanan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia dengan
ketentuan:
a. Perwira Tinggi paling singkat 1 (satu) tahun;
b. Perwira Menengah/Perwira Pertama paling singkat 2 (dua) tahun
secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak terus-menerus;
atau
c. Bintara/Tamtama paling singkat 3 (tiga) tahun secara terus-menerus
atau 4 (empat) tahun secara tidak terus-menerus.

Pasal 48
Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Yudha
adalah prajurit TNI yang telah:
a. menunjukkan pengabdian, kecakapan, dan kedisiplinan dalarn
melaksanakan tugas khusus di kesatuan khusus selama paling singkat
2 (dua) tahun secara terus-menerus atau 3 (tiga) tahun secara tidak
terus-menerus; atau

48
b. berjasa luar biasa dalam melaksanakan tugas khusus pada kesatuan
khusus, baik latihan-latihan maupun tugas khusus beresiko tinggi yang
dapat mengakibatkan gangguan kejiwaan, kecacatan fisik, ataupun
kematian.

Pasal 49
Syarat-syarat untuk memperoleh Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan persyaratan untuk
memperoleh Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diatur oleh
menteri/pimpinan lembaga negara/pimpinan lembaga pemerintah non
kementerian/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN USUL GELAR, TANDA JASA, DAN
TANDA KEHORMATAN

Pasal 51
(1) Setiap orang, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, atau kelompok
masyarakat dapat mengajukan usul pemberian Gelar, Tanda Jasa,
dan/atau Tanda Kehormatan.
(2) Usul permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
harus dilengkapi:
a. riwayat hidup diri atau keterangan mengenai kesatuan, institusi
pemerintah, atau organisasi, riwayat perjuangan, jasa serta tugas
negara yang dilakukan calon penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/
atau Tanda Kehormatan; dan
b. surat rekomendasi dari menteri, pimpinan lembaga negara,
pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait, gubernur,
dan/atau bupati/walikota di tempat calon penerima dan pengusul
Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan.

Pasal 52
(1) Permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 diajukan melalui bupati/walikota atau gubernur kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial.

49
(2) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial mengajukan permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan.

Pasal 53
(1) Permohonan usul pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 diajukan melalui bupati/
walikota atau gubernur kepada menteri, pimpinan lembaga negara,
dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(2) Menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian terkait mengajukan permohonan usul
pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan.

Pasal 54
(1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar,
gubernur dan bupati/walikota dibantu oleh TP2GD.
(2) TP2GD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan
oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) TP2GD bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13
(tiga belas) orang yang terdiri dari unsur praktisi, akademisi, pakar,
sejarawan, dan instansi terkait.
(4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GD,
disampaikan kepada gubernur dan/atau bupati/walikota sebagai
bahan pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi.

Pasal 55
(1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial dibantu oleh TP2GP.
(2) TP2GP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial.
(3) TP2GP bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13
(tiga belas) orang yang terdiri dari unsur praktisi, akademisi, pakar,
sejarawan, dan instansi terkait.
(4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GP,
disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang sosial sebagai bahan pertimbangan untuk
menerbitkan rekomendasi.

50
BAB V
TATA CARA VERIFIKASI USUL GELAR, TANDA JASA,
DAN TANDA KEHORMATAN

Pasal 56
(1) Dewan sebelum mengajukan pengusulan kepada Presiden melakukan
verifikasi atas permohonan usul Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda
Kehormatan.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
meneliti dan mengkaji keabsahan dan kelayakan calon penerima
Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan.
(3) Dalam melakukan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Dewan berkoordinasi dengan menteri, pimpinan lembaga negara,
dan/atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
(4) Menteri, pimpinan lembaga negara, dan/atau pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
wajib memberikan data, dokumen, dan/atau keterangan lainnya yang
diperlukan atau diminta oleh Dewan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan verifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan.

Pasal 57
(1) Dalam hal Dewan menilai usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/
atau Tanda Kehormatan memenuhi persyaratan, maka usul tersebut
disampaikan kepada Presiden sebagai bahan pertimbangan
pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan.
(2) Dalam hal Dewan menilai usul Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda
Kehormatan tidak memenuhi persyaratan, maka usul pemberian
Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan dikembalikan oleh
Dewan kepada pengusul.
(3) Pengusul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mengajukan
kembali usulannya pada tahun berikutnya.

51
BAB VI
TATA CARA PEMBERIAN GELAR, TANDA JASA,
DAN TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 58
(1) Dewan memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden
terhadap usul pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
(2) Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemberian Gelar

Pasal 59
(1) Gelar diberikan kepada ahli waris Pahlawan Nasional.
(2) Pemberian Gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan oleh
Presiden kepada ahli waris pada acara peringatan hari pahlawan.
(3) Dalam hal ahli waris tidak ada, Gelar diserahkan oleh Presiden kepada
pengusul.
(4) Pemberian Gelar dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/
atau Tanda Kehormatan.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberian Tanda Jasa Bagi WNI

Pasal 60
(1) Tanda Jasa diberikan pada seseorang.
(2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada hari
besar nasional, atau ulang tahun masing-masing lembaga negara,
kementerian, dan lembaga pemerintah nonkementerian.
(3) Pemberian Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) disematkan oleh Presiden atau pejabat yang ditunjuk kepada
penerima.
(4) Pemberian Tanda Jasa dapat dilakukan secara anumerta.
Bagian Keempat Tata Cara Pemberian Tanda Kehormatan Bagi WNI

52
Pasal 61
(1) Tanda Kehormatan berupa Bintang dan Tanda Kehormatan berupa
Satyalancana diberikan kepada seseorang.
(2) Tanda Kehormatan berupa Samkaryanugraha diberikan kepada
kesatuan, institusi pemerintah atau organisasi.

Pasal 62
(1) Pemberian Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia,
Bintang Mahaputera, Bintang Jasa, Bintang Kemanusiaan, Bintang
Penegak Demokrasi, dan Bintang Budaya Parama Dharma dilakukan
pada peringatan hari-hari besar nasional.
(2) Pemberian Tanda Kehormatan selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan pada peringatan hari ulang tahun masing-
masing lembaga negara, kementerian, dan lembaga pemerintah
nonkementerian.
(3) Pemberian Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disematkan oleh Presiden dan/atau pejabat yang ditunjuk
kepada penerima.
(4) Pemberian Tanda Kehormatan dapat dilakukan secara anumerta.

Bagian Kelima
Tata Cara Pemberian Tanda Jasa dan/atau
Tanda Kehormatan Bagi WNA

Pasal 63
(1) Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan dapat diberikan kepada
WNA.
(2) Tanda Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Medali Kepeloporan;
b. Medali Kejayaan; dan
c. Medali Perdamaian.
(3) Tanda Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. Bintang Republik Indonesia;
b. Bintang Mahaputera;
c. Bintang Jasa;
d. Bintang Kemanusiaan;
e. Bintang Penegak Demokrasi;
f. Bintang Bhayangkara;
g. Bintang Yudha Dharma;
h. Bintang Kartika Eka Pakci;

53
i. Bintang Jalasena; dan/atau
j. Bintang Swa Bhuwana Paksa.
(4) WNA yang menerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi:
a. kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan; dan/atau
b. berjasa besar pada bangsa dan negara Indonesia.
(5) WNA yang dapat diberikan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berdasarkan atas
kesetaraan hubungan timbal balik kenegaraan yaitu:
a. Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan;
b. Kepala Kepolisian; dan/atau
c. Panglima atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata.

BAB VII
TATA CARA PEMAKAIAN TANDA JASA DAN
TANDA KEHORMATAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 64
Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan berupa Bintang dan berupa
Satyalancana dipakai pada pakaian resmi saat upacara hari besar nasional
atau upacara besar lainnya dan pakaian dinas harian.

Bagian Kedua
Tata Cara Pemakaian Tanda Jasa

Pasal 65
Tanda Jasa dipakai dengan cara dikalungkan pada leher sehingga
medalinya tepat terletak ditengah dada pada pakaian resmi.

Bagian Ketiga
Tata Cara Pemakaian Tanda Kehormatan
Pasal 66 Tanda Kehormatan berupa Bintang dipakai dengan cara:
a. diselempangkan dari pundak kanan ke pinggang kiri sehingga
bintangnya terletak tepat di pinggang kiri;
b. dikalungkan pada leher sehingga bintangnya tepat terletak di tengah-
tengah dada pada pakaian resmi; dan/atau
c. digantungkan di dada sebelah kiri di atas saku baju atau pakaian
resmi.

54
Pasal 67
Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara
diselempangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a adalah:
a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Adipurna;
b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia
Adipradana;
c. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Utama;
d. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Pratama;
e. Tanda Kehormatan berupa Bintang Republik Indonesia Nararya;
f. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Adipurna; dan
g. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Adipradana.

Pasal 68
Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara dikalungkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b adalah:
a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Utama;
b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Pratama;
c. Tanda Kehormatan berupa Bintang Mahaputera Nararya;
d. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Utama;
e. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Pratama;
f. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jasa Nararya;
g. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Utama;
h. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Pratama;
i. Tanda Kehormatan berupa Bintang Penegak Demokrasi Nararya;
j. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Utama;
k. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Utama;
1. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Pratama;
m. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Utama;
n. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Utama;
o. Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama;
p. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kemanusiaan;
q. Tanda Kehormatan berupa Bintang Budaya Parama Dharma;
r. Tanda Kehormatan berupa Bintang Gerilya;
s. Tanda Kehormatan berupa Bintang Sakti; dan
t. Tanda Kehormatan berupa Bintang Dharma.

Pasal 69
Tanda Kehormatan berupa Bintang yang dipakai dengan cara digantungkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c adalah:
a. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Pratama;
b. Tanda Kehormatan berupa Bintang Bhayangkara Nararya;

55
c. Tanda Kehormatan berupa Bintang Yudha Dharma Nararya;
d. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Pratama;
e. Tanda Kehormatan berupa Bintang Kartika Eka Pakci Nararya;
f. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Pratama;
g. Tanda Kehormatan berupa Bintang Jalasena Nararya;
h. Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Pratama; dan
i. Tanda Kehormatan berupa Bintang Swa Bhuwana Paksa Nararya.

Pasal 70
Tanda Kehormatan berupa Satyalancana dipakai dengan cara
digantungkan:
a. di dada sebelah kiri di atas saku baju atau pakaian resmi;
b. secara lengkap pada dada sebelah kiri di atas saku dimulai dari
sebelah kancing baju berjajar dari kanan kekiri pada pakaian dinas
upacara; atau
c. di dada sebelah kiri di atas saku dimulai dari sebelah kancing baju
berjajar dari kanan kekiri pada pakaian dinas sehari-hari.

Pasal 71
Tanda Kehormatan berupa Satyalancana yang dipakai dengan cara
digantungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a adalah:
a. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Perintis Kemerdekaan;
b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pembangunan;
c. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Karya;
d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebaktian Sosial;
e. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kebudayaan;
f. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pendidikan;
g. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya;
h. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Olahraga;
i. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Pemuda;
j. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kepariwisataan; dan
k. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha.

Pasal 72
Tanda Kehormatan berupa Satyalancana yang dipakai dengan cara
digantungkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b dan huruf
c adalah:
a. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Pengabdian;
b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Jana Utama;
c. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Bhayangkara;
d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Bhakti;

56
e. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Pendidikan;
f. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Buana;
g. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Nusa;
h. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti Purna;
i. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Operasi Kepolisian;
j. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Bhakti;
k Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Teladan;
1. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Kesetiaan;
m Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Santi Dharma;
n. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dwidya Sistha;
o. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Nusa;
p. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Bantala;
q. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Dirgantara;
r. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Dharma Samudra;
s. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Nusa;
t. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Dharma;
u. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Wira Siaga; dan
v. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Ksatria Yudha.

Pasal 73
Tanda Kehormatan berupa Parasamya Purnakarya Nugraha, Nugraha
Sakanti, dan Samkaryanugraha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ditempatkan pada tempat yang utama di gedung atau kantor.

Pasal 74
Dalam hal Tanda Kehormatan berupa Bintang dilengkapi dengan Patra,
pemakaian Patra di dada sebelah kiri pada saku baju di bawah kancing
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. apabila Patra berjumlah sama dengan atau kurang dari 4 (empat) buah:
1. 1 (satu) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku.
2. 2 (dua) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku dari atas ke
bawah mulai dari yang lebih tinggi derajatnya.
3. 3 (tiga) Patra ditempatkan di tengah-tengah saku yang tertinggi
derajatnya di bawahnya sebelah kanan lebih rendah, kemudian
yang terendah di bawahnya sebelah kiri.
4 4 (empat) Patra ditempatkan menyilang 4 (empat) yaitu 3 (tiga)
Patra dan keempat di bawah tengah-tengah.
b. Patra yang kelima dan seterusnya di dada sebelah kanan dan disusun
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan diatur menurut keserasian.
c. Patra yang sederajat, ditempatkan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b secara kronologis dengan catatan Patra dari
angkatannya sendiri di tengah-tengah saku.

57
Pasal 75
(1) Dalam hal Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dilengkapi dengan
Miniatur, pemakaian Miniatur pada lidah baju atau pakaian resmi.
(2) Pemakaian Miniatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
hanya 1 (satu) deretan berjajar atau berhimpit dari kanan ke kiri
dengan ukuran panjang tidak melebihi 13 (tiga belas) cm.

Pasal 76
Dalam hal Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan dilengkapi dengan pita
harian, pemakaian pita harian pada dada kiri 1 (satu) cm di atas saku
dan disusun berjajar dari kanan ke kiri pakaian resmi atau pakaian dinas
harian, dengan ketentuan:
a. apabila pita harian berjumlah sama dengan atau kurang dari 15 (lima
belas) buah:
1. penyusunan tiap-tiap deretan sebanyak 3 (tiga) buah.
2. deretan teratas dapat kurang dari 3 (tiga) buah pita tergantung
pada jumlah pita yang dimiliki.
b. apabila pita harian berjumlah sama dengan atau lebih dari 16 (enam
belas) buah:
1. penyusunan tiap-tiap deretan sebanyak 4 (empat) buah.
2. deretan teratas dapat kurang dari 4 (empat) buah pita tergantung
pada jumlah pita yang dimiliki.
c. deretan-deretan tersusun dari bawah ke atas dengan jumlah antara 1
(satu) deretan dengan yang lainnya adalah 1 (satu) mm.

Pasal 77
(1) Dalam hal WNI memiliki Tanda Kehormatan dari negara asing, maka
Tanda Kehormatan tersebut dipakai bersama dengan paling sedikit
2 (dua) Tanda Kehormatan yang diterima dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2) Tanda Kehormatan yang diterima dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Tanda Kehormatan dari negara asing dipakai dengan
urutan:
a. Tanda Kehormatan berupa Bintang;
b. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana;
c. Tanda Kehormatan berupa Bintang dari negara asing; dan
d. Tanda Kehormatan berupa Satyalancana dari negara asing.

58
BAB VIII
PENGHORMATAN DAN PENGHARGAAN PENERIMA GELAR,
TANDA JASA, DAN TANDA KEHORMATAN

Pasal 78
(1) Setiap penerima Gelar, Tanda Jasa, dan/atau Tanda Kehormatan
berhak atas penghormatan dan penghargaan dari negara.
(2) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Gelar dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer;
c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara;
d. pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional; dan/atau
e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada ahli warisnya.
(3) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang masih
hidup dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa;
b. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala; dan/atau
c. hak protokol dalam acara resmi dan acara kenegaraan.
(4) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk penerima Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang telah
meninggal dunia dapat berupa:
a. pengangkatan atau kenaikan pangkat secara anumerta;
b. pemakaman dengan upacara kebesaran militer;
c. pemakaman atau sebutan lain dengan biaya negara;
d. pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional; dan/atau
e. pemberian sejumlah uang sekaligus atau berkala kepada
ahli warisnya.
(5) Penghormatan dan penghargaan berupa hak pemakaman di Taman
Makam Pahlawan Nasional Utama diberikan hanya untuk penerima
Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, dan Bintang
Mahaputera.
(6) Penghormatan dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, ayat (3) huruf a dan huruf c, dan ayat (4) huruf a bagi
penerima Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghorrnatan dan penghargaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, ayat (3) huruf b, ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,
dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Presiden.

59
BAB IX
TATA CARA PENCABUTAN TANDA JASA DAN
TANDA KEHORMATAN

Pasal 79
(1) Dalarn hal penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan tidak
lagi memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Presiden berhak mencabut Tanda Jasa dan/
atau Tanda Kehormatan yang telah diberikan.
(2) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(3) Pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setelah mendapat
pertimbangan Dewan.

Pasal 80
(1) Presiden dapat mencabut Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
atas usul perseorangan, lembaga negara, kementerian, lembaga
pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, organisasi, dan/
atau kelompok masyarakat.
(2) Permohonan pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pengusul
kepada Presiden melalui Dewan disertai alasan dan bukti
pencabutan.
(3) Usul pencabutan Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu diteliti, dibahas,
dan diverifikasi oleh Dewan dengan mempertimbangkan keterangan
dari penerima Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
(4) Dalam melakukan penelitian dan pengkajian usulan pencabutan Tanda
Jasa dan/atau Tanda Kehormatan, Dewan meminta pertimbangan
dari menteri, pimpinan lembaga negara, atau pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian terkait.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 81
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
pemerintah dan peraturan pelaksanaannya yang mengatur mengenai
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

60
Pasal 82
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010


NOMOR 43

Salinan sesuai dengan aslinya


SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan

61
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 1984
TENTANG
PENGELOLAAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL KALIBATA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa dengan selesainya pembangunan Tainan


Makam Pahlawan Nasional Kalibata, diperlukan
langkah-langkah pengelolaan Taman Makam
Pahlawan Nasional tersebut;
b. Bahwa sehubungan dengan telah dibentuknya
Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis
Kemerdekaan padaDepartemen Sosial, maka
dipandang perlu untuk menetapkan Departemen
Sosial sebagai pengelola Taman Makam
Pahlawan Nasional Kalibata.
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945;
2. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 1964 tentang
Penetapan, Penghargaan dan Pembinaan
teihadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun
1964 No. 92, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2685);
3. Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1974
tentang Susunan Organisasi Departemen
sebagairnana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 49
Tahun 1983.

MEMUTUSKAN :
Dengan mencabut Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1976 ;

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PENGELOLAAN TAMAN MAKAM
PAHLAWAN NASIONAL KALIBATA.

62
Pasal 1
Taman Makam Pahlawan Kalibata adalah Taman Makan Pahlawan
Nasional

Pasal 2
Pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dilakukan oleh
Departemen Sosial.

Pasal 3
Biaya untuk pengelolaan Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata
dibebankan kepada anggaran Departemen Sosial.

Pasal 4
Penyelenggaraan upacara di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata
yang menggunakan tata upacara militer dikoordinasikan oleh Komando
Garnizun Ibukota.

Pasal 5
Pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Presiden ini diatur oleh Menteri Sosial
setelah mengadakan konsultasi dengan Menteri Pertahanan Keamanan.

Pasal 6
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 27 Pebruari 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO

Salinan sesuai dengan aslinya.

Sekretariat Kabinet RI
Kepala Biro Hukum dan Perundang-Undangan

ttd.
Bambang Kesowo, SH. LL.M.

63
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 79/HUK/1994
TENTANG
PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN
DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KEPADA
DAERAH TINGKAT II

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan proyek


percontohan pada Daerah bagaimana dimaksud
dalam Keputusan Menten Dalam Negeri
Nomor 105 Tahun 1994, dipandang perlu untuk
menyerahkan sebagian urusan pemerintahan
di Bidang Kesejahteraan Sosial kepada Daerah
Tingkat II;

b. bahwa untuk maksud tersebut, dipandang perlu


untuk menetapkan Keputusan Menteri Sosial RI
Penyerahan Sebagmn Urusan Pemerintahan di
Bidang Kesejahteraan Sosial kepada Daerah
Tingkat II.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang


Pokok-pokok Pemerintah di Daerah (Lembaran
Negara RI Tahun 1974 Nomor 38 Tambahan
Lembaran Negara RI No. 3037);

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang


Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974)
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomo 3039;

64
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988
tentang Koordinasi Kegaitan Instansi Vertikal
di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988
Nomor 10, TAmbahan LEmbaran Negara RI
Nomor 3373);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1992
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah
dengan Titik Berat pada Daerah Tingkat II
(Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 77,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3487);
5. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984
tentang Susunan Organisasi Departemen;
7 Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993
tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan
VI;
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15 Tahun
1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial.
9. Keputusan Menteri Sosial RI. Nomor 16
Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi
dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten/
Kotamadya;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 105
Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Proyek
Percontohan Otonomi Daerah pada Daerah
Tingkat II.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK


INDONESIA TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN
URUSAN PEME-RINTAHAN DI BIDANG
KESEJAHTERAAN SOSIAL KEPADA DAERAH
TINGKAT II.

65
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :


1. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dibidang
kesejahteraan sosial.
2. Panti Sosial adalah Unit Pelaksana Teknis yang memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial.
3. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses refungsionalisasi dan
pengembangan untuk memungkinkan penyandang masalah sosial
mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan
masyarakat
4. Anak yang mempunyai masalah adalah anak yang antara lain sudah
tidak mempunyai orang tua dan terlantar, anak terlantar, anak yang
tidak mampu, dan anak yang mengalami masalah kelakuan.
5. Gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai
dengan norma kehidupan yang layak, serta tidak mempunyai tempat
tinggal dan pekeijaan yang tetap.
6 Pengemis adalah orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-ininta dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan
belas kasihan dari orang lain.
7. Tuna Susila adalah orang yang mempunyai mata pencaharian dengan
menawarkan dan/atau mengadakan hubungan kelamin baik dengan
lavvan jersis maupun salu jenis dengan tujuan mendapatkan imbalan
jasa, materi, tanpa ada ikatan perkawinan yang sah.
8. Jompo adalah orang yang berhubungan dengan lanjutnya usia, tidak
mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok
bagi hidupnya sehari-hari.
9. Bekas Narapidana adalah orang yang telah selesai menjalani masa
pidana.
10. Bekas Anak Negara adalah anak yang telah selesai menjalani
Keputusan Pengadilan.
11. Bantuan Sosial adalah bantuan yang sifatnya tidak tetap yang
diberikan kepada penyandang masalah sosial dengan maksud agar
mereka dapat meningkatkan kehidupannya secara wajar.
12. Bantuan Pertama bagi korban bencana adalah bantuan yang berupa :
- kesehatan
- evakuasi (sebelum dan sesudah terjadinya bencana).
- penampungan sementara
- permakanan
- pengembalian ke tempat asal.

66
13. Makam Pahlawan Nasional adalah suatu tempat di luar Taman Makam
Pahlawan dimana Jenazah Pahlawan dimakamkan.
14. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang
diperuntukkar bagi pemakaman para pahlawan serta pejuang sesuai
dengan syarat-syarat yang ditentukan.
15. Pembinaan teknis adalah suatu upaya mengarahkan dan
mengembangkan program/ kegiatan dibidang kesejahteraan sosial
yang diserahkan kepada Daerah Tingkat H yang meliputi pendataan,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi “dan pelaporan,
serta pembinaan lanjut.
16. Daerah Tingkat II adalah 26 (dua puluh enam) Daerah Tingkat II
percontohan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan
ini.

Pasal 2
Dengan tidak mengurangi tugas, wewenang dan tanggung jawab Menteri,
kepada Daerah Tingkat II diserahkan sebagian urusan pemerintahan
dibidang kesejahteraan sosial sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
dalam keputusan ini.

BAB III
JENIS URUSAN YANG DISERAHKAN

Pasal 3
(1) Jenis urusan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada
Daerah Tingkat II meliputi :
a. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka pelayanan
kesejahteraan sosial bagi anak yang mempunyai masalah.
b. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka rehabilitasi sosial
bagi gelandangan dan pengemis.
c. Penyelenggaraan Panti Sosial bagi para jompo.
d. Penyelenggaraan Panti Sosial dalam rangka rehabilitasi sosial
tuna susila.
e. Penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan
bekas anak negara.
f. Pemberian bantuan pertama bagi korban bencana.
g. Pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayah Daerah
Tingkat II yang bersangkutan.
h. Pemberian bantuan Sosial bagi orang terlantar di wilayah Daerah
Tingkat II yang bersangkutan.

67
i. Pemelihaiaan Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan
kecuaii yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat Nasional.

(2) Penyerahan penyelenggaraan Panti Sosial sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) tidak termasuk penyelenggaraan panti-panti
percontohan.

BAB III
TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 4
Dalam penyelenggaraan urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1), Pemerintah Daerah Tingkat II mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyelenggarakan Panti Sosial milik Pemerintah yang terdiri dari :
1. Panti Sosial bagi anak yang mempunyai masalah;
2. Panti Sosial bagi gelandangan dan pengemis;
3. Panti Sosial bagi para jompo;
4. Panti Sosial bagi bekas tuna susila.

b. Menyelengarakan bimbingan operasional terhadap Panti Sosial


Swasta;
c. Menyelenggarakan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana dan
bekas anak negara;
d. Menyelenggarakan pemberian bantuan pertama bagi korban
bencana;
e. Menyelenggarakan pemberian ijin pengumpulan sumbangan di
wilayah Daerah Tingkat II yang bersangkutan;
f. Menyelenggarakan pemberian bantuan bagi orang terlantar di W’ilayah
Daerah Tingkat II yang bersangkutan;
g. Menyelenggarakan pemeliharaan Makam Pahlawan dan Taman
Makam Pahlawan kecuali yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat
Nasional.

Pasal 5
Umuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4,
Pemerintah Daerah mempunyai :
a. Wewenang yang meliputi :
1. Mengelola Panti Sosial yang diserahkan dan mendirikan/
membangun Panti Sosial baru sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

68
2. Memberikan rekomendasi terhadap pendirian Panti Sosial baru
yang diselenggarakan oleh swasta.
3. Melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial bagi bekas narapidana
dan bekas anak negara.
4. Memberikan bantuan pertama bagi korban bencana.
5. Mengeluarkan Keputusan pemberian/penolakan ijin pengumpulan
sumbangan
6. Memberikan bantuan kepada orang terlantar.
7. Memelihara Makam Pahlawan dan Taman Makam Pahlawan
kecuali yang berstatus Tingkat Propinsi dan Tingkat Nasional.

b. Tanggung Jawab yang meliputi :


1. Terselenggaranya dengan baik panti sosial.
2. Terselenggaranya dengan baik rehabilitasi sosial bagi bekas
narapidana dan bekas anak negara.
3. Terselenggaranya dengan baik pemberian bantuan pertama bagi
korban bencana.
4. Terlaksananya dengan baik pengumpulan sumbangan.
5. Terlaksananya dengan baik pemberian bantuan bagi orang
terlantar.
6. Terpeliharanya dengan baik Makam Pahlawan dan Taman Makam
Pahlawan kecuali yang berstatus Tmgkat Propinsi dan Tingkat
Nasional.

BAB IV
ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN
Pasal 6

Untuk menyelenggarakan urusan dibidang kesejahteraan sosial yang


diserahkan, pada Daerah Tingkat II dibentuk Dinas Sosial Tingkat II sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7
Pegawai Departemen Sosial yang bertugas di Kantor Departemen Sosial
Kabupaten Daerah Tingkat II, Pegawai Panti, Pegawai Makam Pahlawan
dan Taman Makam Pahlawan dialihkan statusnya menjadi pegawai yang
diperbantukan dan/atau dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat
II.

69
BAB V
ANGGARAN DAN KEKAYAAN

Pasal 8
Anggaran yang tersedia bagi penyelenggaraan urusan dibidang
kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada daerah sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Keputusan ini, dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah
Tingkat II yang bersangkutan.

Pasal 9
Kekayaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan urusan dibidang
kesejahteraan sosial yang diserahkan, dilimpahkan menjadi kekayaan
Pemerintah Daerah Tingkat II yang menerima penyerahan tugas-tugas
tersebut.

Pasal 10
Pelaksanaan penyerahan anggaran dan kekayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 9, dilakukan sesuai dengan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

BAB VI
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 11
1) Menteri menetapkan kebijaksanaan dan menyelenggarakan
pembinaan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan urusan
pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang telah diserahkan
kepada Daerah Tingkat II.
(2) Pembinaan teknis dan tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam ketentuan tersendiri.

Pasal 12
Gubernur Kepala Daerah Tmgkat I menyelenggarakan pembinaan
operasional pelaksanaan urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada
Daerah Tmgkat II.

Pasal 13
Pemerintah Daerah Tingkat II dalam menyelenggarakan urusan
Pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan, berpedoman
pada kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri.

70
Pasal 14
Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan urusan pemerintahan
dibidang kesejahteraan sosial yang diserahkan kepada Daerah Tmgkat
II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, disampaikan secara berkala
kepada Menteri, Menteri Dalam Negeri dan Gubemur Kepala Daerah
Tingakt I.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyerahan urusan
pemerintahan dibidang kesejahteraan sosial yang sudah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan keputusan ini.

Pasal 16
Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Kantor Departemen Sosial yang
ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam lampiran II Keputusan
ini, dinyatakan dialihkan. menjadi Dinas Sosial Tingkat II sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Keputusan ini diatur dengan
Keputusan tersendiri.

Pasal 18
Keputusan ini mulai berlaku tanggal I April 1995.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 26 Desember 1994

MENTERI SOSIAL RI.,

ltd.

Dra. INTEN SOEWENO

71
Tembusan Yth. :
1. Menteri Keuangan RI.
2. Menteri Dalam Negeri RI.
3. Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI.
4. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
5. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial.
6. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
7. Para Kepala Biro, Direktur, Inspektur, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan,
dan Kepala Pusat di Lingkungan Departemen Sosial.
8. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial seluruh Indonesia.
9. Para Bupati Kepala Daerah Tingkat II dan Kepala Kantor Departemen
Sosiai vang bersangkutan.
10. Para Kepala Bagian Tata Laksana dan perundang-undangan pada
Direktorat Jenderal.
11. Bagian Perpustakaan dan Kerja Sama Penelitian Departemen
Sosial.
12. Sub Bagian Dokumentasi Hukum pada Biro Hukum dan Organisasi.

72
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 79/HUK/1994
TANGGAL : 26 DESEMBER 1994
TENTANG : DAFTAR KABUPATEN YANG MENDAPAT
PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

No Propinsi Kabupaten Ket

1. Daerah Istimewa Aceh Aceh Utara


2 Sumatera Utara Simalungun
3 Sumatera Barat Tanah DAtar
4 Riau Kampar
5 Jambi Batang Hari
6 Sumatera Selatan Muara Enim
7 Lampung Lampung Tengah
8 Bengkulu Bengkulu Selatan
9 Jawa Barat Bandung
10 Jawa Tengah Banyumas
11 D.I. Yogyakarta Sleman
12 Jawa Timur Sidoarjo
13 Kalimantan Selatan Tanah Laut
14 Kalimantan Barat Sambas
15 Kalimantan Tengah Kota Waringin Timur
16 Kalimantan Timur Kutai
17 Sulawesi Utara Minahasa
18 Sulawesi Tengah Donggala
19 Sulawesi Selatan Gowa
20 Sulawesi Tenggara Kendari
21 Bali Badung
22 Nusa Tenggara Barat Lombok Tengah
23 Nusa Tenggara Timur Timor TEngah
24 Maluku Selatan
25 Irian Jaya Maluku Tengah
26 Timor Timur Sorong
Aileu
Jakarta, 26 Desember 1994
MENTERI SOSIAL RI
Ttd

DRA. INTEN SOEWENO

73
LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 79/HUK/1994
TANGGAL : 26 DESEMBER 1994
TENTANG : DAFTAR KANTOR DEPARTEMEN SOSIAL KABUPATEN
YANG DIALIHKAN MENJADI DINAS SOSIAL TINGKAT II

No Propinsi Kabupaten Ket.


1. Sumatera Barat Tanah Datar
2 Riau Kampar
3 Jambi Batang hari
4 Kalimantan Barat Sambas
5 Kalimantan Tengah Kota Waringin Timur
6 Kalimantan Timur Kutai
7 Sulawesi Utara Minahasa
8 Sulawesi Tengah Donggala
9 Sulawesi Selatan Gowa
10 Sulawesi Tenggara Kendari
11 Bali Badung
12 Nusa Tenggara Barat Lombok Tengah
13 Nusa Tenggara Timur Timor Tengah Selatan
14 Maluku Maluku Tengah

Jakarta, 26 Desember 1994


MENTERI SOSIAL RI

Ttd.

DRA. INTEN SOEWENO

74
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 5/HUK/1996
TENTANG
PETUNJUK SEMENTARA PEMAKAMAN JENAZAH WARGA SIPIL
DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Keputusan Presiden


Nomor 13 Tahun 1984 dan Keputusan Menteri
Pertahanan dan Keamanan/Panglima Angkatan
Bersenjata Nomor SKEP/B/337/V/1972,
Pengelolaan Taman Makain Pahlawan menjadi
wewenang dan tanggung jawab Menteri Sosial;
b. bahwa untuk melaksanakan pengelolaan,
khususnya yang berkaitan dengan tertib
pemakaman Jenazah Warga Sipil di Taman
Makam Pahlawan, dipandang perlu menetapkan
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
tentang Pemakaman Jenazah Warga Sipil di
Taman Makam Pahlawan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959
tentang Ketentuan-ketentuan Umum iriengenai
Tanda-tanda Kehormatan (Lembaran Negara
RI Tahun 1959 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 1798);
2. Undang-Undang Nomor 5 Drt Tahun 1959 tentang
Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia
(Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1790);
3. Undang-Undang Nomor 6 Drt Tahun 1959
tentang Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra
(Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1807);

75
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1959 tentang
Tanda Kehormatan Bintang Gerilya (Lembaran
Negara RI Tahun 1959 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 1807);
5. Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964
tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan
terhadap Pahlawan (Lembaran Negara RI Tahun
1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 2685);
6. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;
7. Keputusan Presiden RI Nomor 13 Tahun 1984
tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan
Nasional Kalibata;
8. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984
tentang Susunan Organisasi Departemen Jo
Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995;
9. Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993
tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI;
10. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan/
Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia Nomor Skep/B.337/V/1972 tentang
Pembinaan dan Pemeliharaan Taman Makam
Pahlawan;
11. Keputusan Pangiima Angkatan Bersenjata
Nomor Kep/03/TW1989 tentang Petunjuk
(Sementara) Pemamakan Jenazah Anggota
ABRI/ Purnawirawan di Taman Makam Pahlawan
dan Taman Makam Bahagia.
12. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/
HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial.

Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Badan Pembina Pahlawan


Pusat tanggal 21 Juli 1994 bahwa perlu adanya
ketentuan bagi Warga Sipil untuk dapat dimakamkan
di Taman Makam Pahlawan.

76
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PETUNJUK SEMENTARA
PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH WARGA
SIPIL DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN.

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a. Warga Sipil adalah Warga Negara Indonesia yang bukan prajurit
ABRI dan Purnawirawan.
b. Pahlawan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang diangkat
sebagai Pahlawan berdasarkan Keputusan Presiden.
c. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang
diperuntukan bagi pemakaman para Pahlawan serta Pejuang sesuai
dengan syarat-syarat yang ditentukan.

BAB II
SYARAT-SYARAT
WARGA SIPIL UNTUK DAPAT DIMAKAMKAN
DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN

Pasal 2
Warga Sipil berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan apabila
memenuhi syarat-syarat berikut :
a. telah meninggal dunia
b. telah diangkat sebagai Pahlawan dengan Keputusan Presiden, atau
c. memiliki salah satu atau lebih tanda-tanda kehormatan tersebut di
bawah ini :
1) Bintang Republik Indonesia;
2) Bintang Mahaputra;
3) Bintang Gerilya;
4) Bintang-bir.tang lainnya yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan berhak dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan

77
Pasal 3
(1) Warga sipil selain yang ditentukan dalam Pasal 2 huruf b dan huruf c
sesuai dengan jasa-jasanya dapat diusulkan kepada Presiden untuk
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
(2) Usul sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan melalui
Menteri Sosial.

BAB III
PROSEDUR PERMOHONAN UNTUK DIMAKAMKAN
DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN

Pasal 4
(1) Permohonan untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dilakukan
oleh keluarga atau oleh Pimpinan Instansi/Lembaga/Organisasinya,
dan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial
Propinsi setcmpat dan atau kepada Kepala Kantor Departemen
Sosial/Kepala Dinas Sosial Tingkat II setempat, sesuai dengan lingkup
keberadaan Taman Makam Pahlawan.
(2) Khusus untuk DKI Jakarta permohonan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditujukan kepada Menteri Sosial RI melalui Direktur
Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dilampirkan
bukti-bukti yang diperlukan.
(4) Menteri Sosial, Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi
atau Kepala Kantor Departemen Sosial Kabupaten/Kotamadya
atau Kepala Dinas Sosial Daerah Tingkat II sesuai dengan lingkup
kewenangannya menyetujui atau menolak permohonan dimaksud
apabila dipandang memenuhi persyaratan/tidak memenuhi
persyaratan.
(5) Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
dituangkan dalam bentuk Keputusan.

Pasal 5
Penetapan warga sipil yang berhak dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
hanya dapat ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

78
BAB IV
TEMPAT DAN UPACARA PEMAKAMAN

Pasal 6
(1) Warga Sipil yang telah ditetapkan untuk dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal
5 dimakamkan di Taman Makam Pahlawan terdekat dengan tempat
tinggal/domisili terakhir.
(2) Menyimpang dari ketentuan sebagimana dimaksud dalam ayat (1),
atas permintaan atau persetujuan keluarganya dapat dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan di tempat ia meninggal.

Pasal 7
(1) Pelaksanaan Pemakaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dilakukan dengan upacara resmi/kedinasan.
(2) Upacara resmi/kedinasan sebagaimana dimaksud ayat (1), selama
dan sepanjang belum ada ketentuannya, dilaksanakan berdasaikan
ketentuan/prosedur yang ditetapkan oleh Panglima ABRI.

Pasal 8
Ketentuan upacara resmi/kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7, juga berlaku bagi mereka yang telah ditetapkan untuk dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan, tetapi atas permintaan keluarga almarhum atau
wasiat almarhutn tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

BAB V
BIAYA PEMAKAMAN

Pasal 9
(1) Biaya Pemakaman Warga Sipil di Taman Makam Pahlawan dibebankan
kepada anggaran Departemen Sosial.
(2) Bagi Daerah Tmgkat II yang telah menyelenggarakan Urusan
Kepahlawanan berdasarkan Penyerahan Urusan, pembiayaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran
Daerah Tmgkat n yang bersangkutan.
(3) Besamya biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sesuai
dengan pagu yang tersedia/ditetapkan.

79
BAB VI
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 10
Hak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dan Upacara
Pemakaman resmi/ kedinasan sebagaimana dimaksud dalam Bab n dan
Bab IV hapus/hilang, apabila yang bersangkutan :
a. Terkena salah satu sanksi yang mengakibatkan pencabutan tanda-
tanda jasa kenegaraan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Meninggal dunia sebagai akibat dan perbuatan yang melanggar
susila, disiplin dan perbuatan-perbuatan yang memalukan/merusak
nama baik Bangsa dan Negara.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan
dengan teknis pelaksanaanya diatur lebih Ianjut oleh Direktur Jenderal
Bina Kesejahteraan Sosial atas nama Menteri Sosial.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta


Pada tanggal : 22Januari 1996

MENTERI SOSIAL RI,

ttd.

DRA. INTEN SOEWENO


80
Salinan keputusan ini disampaikan kepada Yth.:
1. Bapak Presiden RI.
2. Bapak Wakil Presiden RI.
3. Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (Bapeka).
4. Para menteri Kabinet Pembangunan VI.
5. PanglimaABRI.
6. Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
7. Kepala Staf TNI Angkatan Laut.
8. Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
9. Kepala Kepolisian RI.
10. Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan RI.
11. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, seluruh Indonesia.
12. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal
dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan
Departemen Sosial RI.
13. Kepala Kantor Perbendaharaan Negara dan Kas Negara di Jakarta.
14. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di seluruh Indonesia.
15. Kepala Biro Hukum Departemen Sosial RI.
16. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Tata Usaha, Departemen
Sosial RI,
17. Kepala Bagian dan Tata Laksana dan Perpustakaan, Departemen
Sosial RI
18. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Ditjen
Binkesos
19. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum, Departemen
Sosial RI.
20. Yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan.

81
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 12 / HUK / 1996
TENTANG
PROSEDUR PERMOHONAN PENETAPAN SEBAGAI PERINTIS
PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa berdasarkan data permohonan untuk


mendapatkan pengakuan sebagai perintis
pergerakan kebangsaan/kemerdekaan yang
masuk ke Departemen Sosial, setelah diadakan
telaahan ternyata masih terdapat mereka yang
dikategorikan sebagai perintis pergerakan
kebangsaan/kemerdekaan;

b. bahwa atas dasar ketentuan tersebut pada


huruf a dan terutama dalam rangka memberikan
penghargaan kepada para perintis pergerakan
kebangsaan/ kemerdekaan yang berkaitan
dengan kembalinya Irian Jaya dan integrasi Timor
Timur ke dalam Wilayah Republik Indonesia
dipandang perlu meninjau kembali keputusan
Menteri Sosial RI Nomor 19/HUK/1987 tentang
Penghentian Permohonan Sebagai Perintis
Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan;

c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dan


dalam rangka tertib Administrasi, dipandang
perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosia!
RI tentang Prosedur Permohonan Penetapan
Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan:

82
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964
tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan
Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan:
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1 974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok. Kesejahteraan
Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen;
5. Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1984
tentang Susunan Organisasi Departemen Jo
Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993
tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan
VI;
7. Keputusan Presiden RI Nomor 411/M Tahun 1994
tentang Badan pertimbangan Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan;
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 16 Tahun
1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor
Departemen Sosial Kabupaten/Kotamadya;
9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/HUK/1995
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Sosial;

MEMUTUSKA N :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL RI TENTANG


PROSEDUR PERMOHONAN PENETAPAN
SEBAGAI PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/
KEMERDEKAAN.

83
Pasal 1

Yang dimaksud dengan Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan


adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor
5 Prps Tahun 1964 tentang pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada
Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan;

Pasal 2

Permohonan untuk mendapat penetapan sebagai Perintis Pergerakan


Kebangsaan/Kemerdekaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
diajukan secara tertulis kepada Menteri Sosial melalui Kepala Kantor
Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat.

Pasal 3

(1) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,


dilampirkan dengan data dan persyaratan administrasi secara
lengkap.
(2) Data dan persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan
Sosial.

Pasal 4

(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setelah menerima


permohonan penetapan sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan segera mengadakan penelaahan atas persyaratan
administrasi yang dilampirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
(2) Apabila berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), ternyata permohonan yang diajukan tidak/belum lengkap
persyaratan administrasinya Kepala Kantor Wilayah Departemen
Sosial Propinsi segera mengembalikan permohonan dimaksud
kepada pemohon untuk dilengkapi persyaratannya.
(3) Apabila berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ternyata permohonan yang diajukan, telah memenuhi
persyaratan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi
segera meneruskan permohonan dimaksud kepada Menteri Sosial.
(4) Menteri Sosial sebelum memutuskan menerima atau menolak
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlebih dahulu
mendengar pendapat dari Badan Pertimbangan Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan.

84
Pasal 5

(1) Bagi yang permohonannya diterima, maka penetapan sebagai perintis


pergerakan kebangsaan/kemerdekaan dituangkan dalam Keputusan
Menteri Sosial.
(2) Bagi permohonannya ditolak, Menteri Sosiai memberitahukan kepada
yang bersangkutan dengan disertai alasan-alasan penolakan.
(3) Keputusan penetapan sebagai perintis dan pemberitahuan penoiakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan aval (2.) disampaikan
kepada yang bersangkutan dengan tembusan disampaikan kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, kepaia Kantor wiiayah Departemen
Sosial Propinsi dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
setempat.

Pasal 6

Bagi mereka yang telah ditetapkan sebagai perintis pergerakan


kebangsaan/kemerdekaari berhak mendapatkan penghargaan dan/atau
tunjangan dan/atau kemudahan-kemudahan lainnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7

(1) Untuk memudahkan pemberian pelayanan. kepada perintis pergerakan


kebangsaan/kemerdekaan diberikan kartu tanda pengenal perintis
pergerakan kebangsaan/kemerdekaan.
(2) Bentuk dan tata cara penggunaan tanda pengenal sebagimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Keputusan Menteri Sosial
tersendiri.

Pasal 8

Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan
dengan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Bina Kesejahteraan Sosial.

Pasal 9

(1) Dengan ditetapkannya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Sosial


RI Nomor 19/HUK/1987 dinyatakan tidak berlaku.

85
(2) Keputusan ini berlaku pula bagi para pejuang kebangsaan/
kemerdekaan yang berkaitan dengan kembalinya Man Jaya dan
Integrasi Timor Timur ke Indonesia.

Pasal 10

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Maret 1996
MENTERI SOSIAL RI

ttd.

DRA. INTEN SOEWENO

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth. :


1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan(BEPEKA).
2. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) u/p Komisi VIII.
3. Menteri Negara Sekretaris Negara.
4. Menteri Pertahanan dan Keamanan.
5. Menteri Dalam Negeri.
6. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
7. Menteri Keuangan.
8. Menteri Kesehatan.
9. Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN)
10. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh Indonesia.
11. Sekretaris Jenderal Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan
Kepala Badan Utbang Kesejahteraan Sosial Departemen sosial. ;
12. Kepala Biro Hukum, Kepala Biro Keuangan, Direktur Urusan
Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan dan para Sekretaris Itjen/
Ditjsn/Badan di Lingkungan Departemen sosial.
13. Direktur Utama PT. Taspen (Persero).
14. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di propinsi seluruh
Indonesia.
15 Kepala Cabang Utama PT. Taspen (Persero) di seluruh Indonesia.
16. Kepala Cabang PT.Taspen (Persero) di seluruh Indonesia.
17. Kepala Unit PT. Taspen (Persero) di selumh Indonesia.
18. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial.
19. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial.
20. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen
Sosial.

86
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 22/HUK/1997
TENTANG
PEMBINAAN NILAI KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN
DAN KEPELOPORAN

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa sehubungan dengan terjadinya


pergeseran tata nilai sebagai akibat arus
globalisasi, dan informasi, sehingga pemahaman
dan penghayatan terhadap nilai kepahlawanan,
keperintisan dan kepeloporan cenderung semakin
melemah, dan oleh karena itu perlu diupayakan
peningkatan pelaksanaan pembinaan terhadap
nilai-nilai dimaksud secara terus menerus dan
berkesinambungan.
b. bahwa untuk maksud tersebut dan sesuai dengan
arahan Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), serta dalam rangka melaksanakan
Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964,
dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri
Sosial tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan,
Keperintisan dan Kepeloporan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Prps Tahun 1964
tentang pemberian Penghargaan/Tunjangan
kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan (Lembaran Negara RI Tahun
1964 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 2685);

87
2. 2. Undang-undang Nomor 33 Prps Tahun
1964 tentang Penetapan Penghargaan dan
Pembinaan terhadap Pahlawan (Lembaran
Negara RI Tahun 1964 Nomor 19, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 2636);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor
53), Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3039);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1966
tentang Peraturan Pemberian Penghargaann
dan Jaminan Sosial kepada Para Warakawuri
Beserta Yatim Piatu yang ditinggalkan Gugur
(Lembaran Negara RI Tahun 1966 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2800);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1985
tentang Pemberian Tunjangan Kepada
6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen;
7. Keputusann Presiden Nomor 13 Tahun 1981
tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan
Nasional Kalibata;
8. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984
tentang Susunan Organisasi Departemen jo
Keputusan Presiden RI Nomor 2 Tahun 1995;
9. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993
tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan
VI;
10. Keputusan Menteri Sosial Nomor 16 Tahun 1984
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Departemen Sosial di Propinsi dan Kantor
Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya;
11. Keputusan Menteri Sosial Nomor : 33/HUK/1982
tentang Ziarah di Taman Makam Pahlawan /
Makam Pahlawan Nasional.

88
12. Keputusan Menteri Sosial Nomor 27/HUK/1995
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Sosial;
13. Keputusan Menteri Sosial Nomor 5/HUK/1996
tentang Petunjuk Sementara Pemakaman
Jenazah Warga Sipil di Taman Makam
Pahlawan;
14. Keputusan Menteri Sosial Nomor ; 23/HUK/1996
tentang Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan
Sosial;
15. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan
Nomor SKEP/B/337/V/1972 tentang Pembinaan
dan Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan;
16. Keputusan Panglima ABRI Nomor KEP/03/
IV/1989 tentang Petunjuk (sementara)
Pemakaman Anggota ABRI/Purnawirawan di
Taman Makam pahlawan dan Taman Pahlawan
Bahagia

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK
INDONESIA TENTANG PEMBINAAN NILAI
KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN DAN
KEPELOPORAN

BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan
adalah suatu proses kegiatan untuk menghayati, mengamalkan,
mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisannn
dan kepeloporannn di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
terutama di kalangann generasi muda demi kesinambungan
perjuangan bangsa.
2. Nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan adalah suatu sikap
dan semangat perjuangan dari para pahlawan, perintis kemerdekaan
dan pelopor menunjukkan prestasi yang dapat diteladani, mempunyai

89
keberanian luar biasa dan tindakan tanpa pamrih, baik secara pribadi
atau golongan, serta memiliki moral dan perilaku yang mengandung
suri tauladann bagi bangsanya. Nilai tersebut dijiwai oleh sikap dan
perilaku :
a. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Cinta Bangsa dan Tanah Air.
c. Rela Berkorban.
d. Tidak kenal menyerah;
e. Percaya pada kemampuan sendiri.

3. Pelopor adalah warga Negara Republik Indonesia yang telah


melakukan karya nyata yang sangat bermanfaat dan dapat dijadikan
contoh/suri tauladann bagi orangl ain, masyarakat, bangsa dan Negara
dalam penghayatan, pengamalan pembangunan dan pelestarian nilai
kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan di dalam kehidupann
berbangsa dan bernegara, terutama di kalangan generasi muda demi
kesinambungan perjuangan bangsa.
4. Perintis Kemerdekaan adalah Warga Negara Republik Indonesia
yang telah berjuang mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan, dan telah ditetapkan / disahkan sebagai
Perintis Kemerdekaan dengan Keputusan Menteri Sosial.
5. Pahlawan adalah Pahlawan Nasional yaitu gelar yang diberikan oleh
Pemerintah Republik Indonesia kepada seseorang warga Negara
Indonesia yang semasa hidupnya melakukan tindak kepahlawanan
dan berjasa sangat luar biasa bagi kepentingan bangsa dan Negara.
6. Taman Makam Pahlawan adalah suatu tempat/lokasi yang memenuhi
persyaratan yang diperuntukkan bagi pemakaman para Pahlawan
serta Pejuang sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan.
7. Makam Pahlawan Nasional adalah suatu tempat di luar Taman Makam
Pahlawan dimana jenazah Pahlawan Nasional dimakamkan.

BAB II
TUJUAN DAN SASARAN

Pasal 2
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan bertujuan
agar terhayati, teramalkan, terkembang dan terlestarikannya nilai-nilai
dimaksud dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Pasal 3
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisann dan Kepeloporan antara
lain ditujukan kepada :

90
a. Keluarga Pahlawan Nasional;
b. Pelopor, Perintis Kemerdekaan dan Keluarganya;
c. Tamannn Makam Pahlawan, Makam Pahlawan Nasional dan
Makam Perintis Kemerdekaan.
d. Perseorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan / organisasi
social;
e. Masyarakat.

BAB III
PE LAK SANAAN

Pasal 4
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan,
diselenggarakan melalui kegiatan antara lain :
a. Pemberian tunjangan dan kemudahan kepada keluarga Pahlawan
Nasional, Perintis Kemerdekaan dan janda/dudanya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
b. Penyelenggaraan penyuluhan dan bimbingan serta sarasehan yang
berkaitan dengan pahlawan dan kepahlawanan.
c. Ziarah wisata ke Taman Makam Pahlawan dan Makam Pahlawan
Nasional.
d. Penyusunan / penulisan dan penyebarluasan selebaran, brosur /
buku-buku tentang kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan
serta penyelenggaraann pameran pembangunan.
e. Penelitian dan pembahasan usulan calon Pahlawan Nasional;
f. Pemberian bantuan perbaikan rumah Perintis Kemerdekaan;
g. Penyelenggaraan peringatannnn hari pahlawan dan napak tilas;
h. Pembuatan film kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan;
i. Pemeliharaan Taman Makam Pahlawan dan Makam Pahlawan
Nasional;
j. Pemugutan Taman Makam Pahlawan, Makam Pahlawan Nasional
dan Makam Perintis Kemerdekaan;
k. Pemindahan makam pejuang/pahlawan ke dalam Taman Makam
Pahlawan;
l. Pembangunan Taman Makam Pahlawan baru.

Pasal 5
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diatur lebih
lanjut oleh Direktur Jenderal yang secara fungsional menangani urusan
pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan.

91
BAB IV
KOORDINASI

Pasal 6
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan secara
fungsional dilaksanakan oleh Departemen Sosial.

Pasal 7
Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6. Departemen Sosial berkoordinasi dengan unit intern terkait maupun
dengan instansi / lembaga lain yang terkait sesuai dengan lingkup tugas,
dan fungsinya masing-masing.

BAB V
PERAN MASYARAKAT

Pasal 8
Masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepeloporan.

Pasal 9
(1) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan
dalam bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal. 4
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangannn dan kebijaksanaann
Menteri Sosial.

Pasal 10
(1) Masyarakat yang berperan dalam pembinaan nilai kepahlawanan,
keperintisan dan kepeloporan dapat diberikan penghargaan.
(2) Bentuk dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Keputusan Menteri Sosial tersendiri.

92
BAB VI
KETENTUAN KHUSUS

Pasal 11
(1) Pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan di
Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II dikordinasikan oleh Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati / Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(2) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya. Kepala
Daerah Tingkat II sebagaimana dimaksud ayat (1) masing-masing
bertindak selaku Ketua Badan Pembina Pahlawan Daerah.

Pasal 12
Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi sesuai dengan tugas
dan fungsinya melaksanakan pembinaan nilai kepahlawanan, keperintisan
dan kepeloporan di Propinsi yang bersangkutan.

BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 13
Segala ketentuan yang ada yang berkaitan dengan pembinaan nilai
kepahlawanan, keperintisan dan kepeloporan tetap berlaku selama dan
sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini.

Pasal 14
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal di tetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 13 Mei 1997
MENTERI SOSIAL RI,

Ttd.

Dra. INTEN SOEWENO

93
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth;
1. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI.
2. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departement Sosial.
3. para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh
Indonesia.
4. Para Pejabat Eselon II Pusat dan Daerah di lingkungan Departemen
Sosial.
5. Para Bupati/Walikotamadya Kepala DAerah Tingkat II di seluruh
Indonesia.
6. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perpustakaan Badan Litbang
Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.
7. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen
Sosial.
8. Kepala Bagian Tata Laksana dan Perundang-Undangan Direktorat
Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.

94
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 53 / HUK / 1998
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI PENETAPAN PERINTIS
PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN INDONESIA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk penetapan Perintis Pergerakan


Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia
sebagaimana di maksud dalam Undang-undang
Nomor 5 Prps Tahun 1965 tentang Pemberian
Penghargaan/ Tunjangan kepada Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dan
Keputusan Menteri Sosial Nomor 12/HUK/1996,
perlu adanya kriteria yang jelas dan rinci
b. bahwa untuk maksud tersebut dipandang perlu
menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai
penetapan Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan Indonesia dalam Keputusan
Menteri Sosial;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964
tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan
Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1985 tentang Pemberian Tunjangan Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan:
4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok organisasi Departemen;

95
5. Keputusan Presiden RI Nomor 411/M Tahun
1994 tentars Eadan Pertimbangan Pergerakan
Kebangsaan/ Kemerdekaan:
6. Keputusan Presiden Rl Nomor 61 Tahun 1998
tentang Kedudukan, Tugas. Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen;
7. Keputusan Presiden RI Nomor 122/M Tahun
1998 untang Pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan
8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 16 tahun
1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Departemen Sosial di Propinsi dan kantor
Departemen Sosial Kabupatea/Kotamadya;
9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 27/
HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial;
10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 12/
HUK/1996 tentang Prosedur Permohonan
Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan.

M E M U T U S K A N:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK
INDONESIA TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN
MENGENAI PENETAPAN PERINTIS PERGERAKAN
KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN INDONESIA.

96
BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :


1. Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan Indonesia adalah
mereka yang memenuhi Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 tentang Pemberian
Penghargaan/ Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan, dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Sosial,
untuk selanjutnya dalam Keputusan ini disebut Perintis.
2. Organisasi Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Indonesia di Irian
Java adalah :
a) Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang berdiri tahun
1946 di Serui dan di Sorong.
b) Persatuan Masyarakai Indonesia Irian (PME) yang berdiri tahin
1950 di Merauke.
c) Untuk Pembebasan Irian (UPI) yang berdiri tahun 1958 di
Merauke.
d) Persatuan Semangat pemuda 1945 (PRPS ‘45) yang berdiri
tahun 1947 di Biak.
e) Partai Indonesia Merdeka (PIM) yang berdiri tahun 1947 di Biak.
f) Tentara Tjadangan Tjendrawasih (TTT) yang berdiri tahun 1947
di Biak.
g) Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri tahun 1939 di
Jayapura.
h) Komite Indonesia Merdeka (PIM) yang berdiri tahun 1945 di
Jayapura.
i) Persatuan Indonesia Merdeka (PIM) yang bcrdiri tan in- :95Q di
Jayapura.
j) Pasukan Gerilya Pemuda Irian Barat (PGPIB) yang berdiri tahun
1956 di Jayapura,
k) Persatuan Organisasi Gerakan Irian (POGI) yang berdiri tahun
1958 di Jayapura.

97
l) Persatuan Pemuda Indonesia (PPl) yang berdiri tahun 1947 di
Sorong.
m) Gerakan Permida Indonesia Irian (GPII) yang berdiri tahun 1954
di Sorong.
n) Organisasi Pemuda Irian’ (OPI) yang berdiri tahun 1958 di
Sorong.
o) Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang berdiri tahun 1947 di Fak-
Fak.

BAB II
PROSEDUR DAN KRITERIA
Pasal 2

Permohonan penetapan sebagai Perintis diajukan oleh yang bersangkutan


atau keluarganya berdasarkan ketentuan sebagimana ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Sosial Nomor I2/HUK71996 tentang Prosedur
Permohonan Penetapan Sebagai Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan dan Petunjuk Pelaksanaannya.

Pasal 3

Yang dapat mengajukan, permohonan untuk ditetapkan sebagai perintis,


adalah seseorang yang tidak menentang Negara Republik Indonesia, dan
memenuhi kriteria sebagi berikut :

a. Umum
1. Mereka yang menjadi pemimpin pergerakan yang membangkitkan
kesadaran kebangsaan/kemerdekaan; dan/ atau
2. Mereka yang pemah mendapat hukurnan dari pemerintah
Kolonial karena giat dan aktif dalam pergerakan kebangsaan/
kemerdekaan; dan/atau
3. Anggota-anggota Angkatan Bersenjata dalam ikatan kesatuan
secara teratur, yang gugur atau yang mendapat hukuman
sekurang-kurangnya tiga bulan karena berjuang melawan
Pemerintah Kolonial; dan/atau
4. Mereka yang terus menerus secara aktif menentang Pemerintah
Kolonial sampai saat ProkJamasi Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.

98
b. Khusus
Untuk para Perintis dari irian Jaya dan Timor Timur, disamping harus
memenuhi salah satu kriteria umum, jug.a harus memenuhi kriteria
khusus sebagai berikut :
1. Untuk Irian Jaya adalah :
a) Untuk Pimpinan Organisasi Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan Indonesia di Irian Jaya yang secara de facto
masih dikuasai penjajah sebelum dicanangkannya Trikora
tanggal 19 Desember 1961.
b) Aktivis/anggota Organisasi Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan Indonesia di Irian Jaya yang secara de facto
masih dikuasai penjajah sebelum dicanangkannya Trikora
tanggal 19 Desember 1961.

2. Untuk Timor Timur adalah pelaku pemberontakan rakyat Timor


Timur terhadap Portugal tahun 1959.

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP

Pasal 4

Semua Keputusan Menteri Sosial yang berkaitan dengan penetapan


Perintis yang dikeluarkan sebelum ditetapkannya Keputusan ini dinyatakan
tetap berlaku.

Pasal 5
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 1998
MENTERI SOSIAL RI

Ttd.

Prof.DR. Yustika S. Baharsjah,Msc

99
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
2. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Pengentasan Kemiskinan.
3. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA).
4. Menteri Negara Sekretaris Negara.
5. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI.
6. Menteri Dalam Negeri.
7. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
8. Menteri Keuangan.
9. Menteri Kesehatan.
10. Kepala Badan Administrasi kepegawaian Negara (BAKN).
11. Sekretaris Militer Presiden.
12. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan RI.
13. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal dan
Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di lingkungan Departemen
Sosial.
14. Para Gubemur Kepala Daerah Tingkat I di Propinsi seluruh Indonesia.
15. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis
Kemerdekaan Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di lingkungan Departemen
Sosial.
16. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di propir.si seluruh
Indonesia.
17. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat
Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.
18. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial.
19. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen
Sosial.

100
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLK INDONESIA


NOMOR : 55 / HUK / 1998
TENTANG
PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN/
KEMERDEKAAN DENGAN UPACARA RESMI
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Perintis Pergerakan Kebangsaan/


Kemerdekaan yang (elah mendarma baktikan
jiwa dan raganya untuk berdirinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia, perlu diberikan
penghargaan sebagaimana di tetapkan dalam
Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964;
b. bahwa untuk mengenang jasa dan pengabdian
para Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan yang telah meninggal dunia.
dipandang perlu memberikan penghargaan
dengan menyelenggarakan pemakaman
jenazahnya dengan upacara resmi;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964
tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan
Kepada Perintis Pergerakan kebangsaan/
kemerdekaan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1959 tentang Tanda Kehormatan Satya
Lencana Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1984 tentang Pemberian Tunjangan Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan;
4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1974
tentang Pckok-pokok Organisasi Departemen

101
5. Keputusan Fresiden RI Nomor 61 Tahun 1998
tentang Kedudukan Tugas, Susunan Organisasi
Dan Tata Kerja Departemen;
6. Keputasan Presiden RI Nomor 122/M Tahun
1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi
Pembangunan;
7. Keputusan Menteri Sosial RI Nomcr 27/
HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial;
8. Keputusan Menteri sosial RI Nomor 16/
HUK/1984 tentang Organisasi Dan Tata Kerja
Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi
dan Kantor Departemen Sosial Kabupaten/
Kotamadya;
9. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 5/HUK/1996
tentang Petunjuk Sementara Pemakaman
Jenazah Warga Sipil di Taman Makam
Pahlawan;
10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 15/
HUK/1996 tentang Kartu Pengenal Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan;
11. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/HUK/1997
tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan,
Keperintisan dan Kepeloporan;
Memperhatikan : Pendapat Badan Pertimbangan Perintis Pergerakan
Kebangsaan/ Kemerdekaan yang disampaikan pada
rapat tanggal 2 Juni 1998

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL RI TENTANG
PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN
KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN DENGAN
UPACARA RESMI

102
BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Perintis Kemerdekaan adalah Perintis pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan yaitu mereka yang rnemenuhi ketentuan Pasal I
Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun 1964 dan telah ditetapkan
sebagai Perintis Kemerdekaan dengan Keputusan Menteri Sosial.
2. Upacara Pemakaman Secara Militer adalah upacara pemakaman
yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan prosedur yang ditepakan
oleh Panglima ABRI.
3. Pemakaman dengan Upacara Resmi yang untuk selanjutnya disebut
Upacara Pemakaman adalah pemakaman khusus bagi Perintis
Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan dengan suatu upacara
sesuai dengan Keputusan Menteri Sosial.
4. Makam Blok Khusus adalah tempat pemakaman umum di luar
Taman Makarn Pahlawan, yang diperuntukkan khusus bagi Perintis
Kemerdekaan.

BAB II
SYARAT DAN PROSEDUR

Pasal 2
Perintis Kemerdekaan berhak dimakamkan dengan Upacara resmi,
apabila :
a. Telah ditetapkan sebagai Perintis Kemerdekaan berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial;
b. Tidak memenuhi syarat-s’yarat untuk dimakamkan di Taman Makam
Pahiawan sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri
Sosial RI Nomor 5/HUK/ 1996;
c. Tidak memenuhi persyaratan untuk dimakamkan dengan upacara
secara militer sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan
Panglima Angkatan Bersenjata Nomor Skep/612/X/1985;

Pasal 3
(1) Apabila Perintis Kemerdekaan meninggal dunia, ahli wans atau
keluarga atau organisasi keperintisan tersebut dapat mengajukan
permohonan untuk dimakamkan dengan upacara resmi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan :

103
a. Foto copy Keputusan Menteri Sosial tentang Penetapan yang
bersangkutan sebagai Perintis Kemerdekaan dan/atau tanda
pengenal sebagai Perintis Kemerdekaan
b. Foto copy surat kematian dari Instansi yang berwenang.

(3) Permohonan sebagimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) ditujukan
kepada :
a. Bagi yang berdomisili di Ibu Kota Propinsi dan DKI Jakarta pada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat.
b. Bagi yang berdomisili di Wilayah Kotamadya/Kabupaten ditujukan
pada Kepala Kantor Departemen Sosial Kabupaten/ Kotamadya/
Kepala Dinas Sosial Tingkat II setempat .
c. Bagi yang bertempal tinggal di daerah tetpencil ditujukan pada
Camat dan/atau Kepala Desa setempat.

(4) Bagi mereka yang menurut keyakinan agamanya hams dimakamkan


dengan segera, permohonan dapat diajukan secara lisan dengan
disenai bukti-bukti yang cukup.

Pasal 4
Kepala Kantor Instansi Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(3) setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3, segera memberi Keputusan yang berisi persetujuan atau penolakan.

BAB III
TEMPAT DAN PELAKSANAAN PEMAKAMAN

Pasal 5
(1) Perintis Kemerdekaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dimakamkan dengan upacara resmi di blok
khusus.
(2) Apabila tidak tersedia blok khusus sebagimana dimaksud pada
ayat (1), pemakaman Perintis Kemerdekaan dengan upacara
resmi dilaksanakan di tempat pemakaman umum atau pemakaman
keluarga,

Pasal 6
Pemakaman dengan upacara resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 dilaksanakan oleh Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi setempat
berdasarkan tata upacara pemakaman sebagaimana dimaksud dalam
lampiran Keputusan ini.

104
Pasal 7
Pelaksanaan pemakaman dengan upacara resmi harus memperhatikan
dan/atau tidak boleh bertentangan dengan agama yang dianut almarhum/
almarhumah.

BAB IV
B IAYA

Pasal 8
Biaya upacara resmi pemakaman dibebankan kepada anggaran
Departemen Sosial.

Pasal 9
Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, ditetapkan sesuai
dengan pagu yang tersedia.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan ini sepanjang yang berkaitan
dengan teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal
Bina Kesejahteraan Sosial.

Pasal 11
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 19 Agustus 1998
MENTERJ SOSIAL RI

ttd.

Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BARARSJAH, MSc

105
Salinan. Keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Negara Koordinator Bidang Politik dan Keamanan.
2. Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan
Pengentasan Kemiskinan.
3. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI.
4. Menteri Negara Sekretaris Negara.
5. Menteri Dalam Negeri.
6. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal
dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan
Departemen Sosial.
7. Para Gubernur Kepala Daerah Tmgkat I di Propinsi seluruh
Indonesia.
8. Sekretaris Milker Presiden.
9. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis
Kemerdekaan, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan
Departemen Sosial.
10. Para Kepaia Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi seluruh
Indonesia.
11. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat
Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.
12. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaan Departemen Sosial.
13. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen
Sosial.

106
LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 55/HUK/1998
TANGGAL : 19 Agustus 1998
TENTANG : PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS PERGERAKAN
KEBANGSAAN / KEMERDEKAAN DENGAN
UPACARA RESMI.

A. Petugas Upacara
1) Di Tingkat Pusat
a) Pembina Upacara
Direktur Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial atau pejabat
yang mewakilinya bertindak sebagai Pembina Upacara
apabiia Perintis adalah :
- Mantan Anggota Badan Pertimbangan Perintis
Kemerdekaan.
b) Pemimpin Upacara
adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial OKI
Jakarta atau Pejabat yang mewakilinya.
c) Pengatur Upacara
adalah Kepala Bidang Bina Kesejahteraan Sosial, Kantor
Wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta atau pejabat yang
mewakili.
d) Pembawa Acara
Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen
Sosial DKI Jakarta.
e) Pembaca Riwayat Hidup
Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen
Sosial DKI Jakarta.
f) Pembaca Do’a
Petugas yang ditunjuk dari Kantor Wilayah Departemen
Sosia! DKI Jakarta.

2) Di Tingkat Daerah.
a) Pembina Upacara
- Pembina Upacara ditetapkan oleh Kepala Kantor
Wilayah Departemen Sosial Propinsi.
- Apabila Perintis yang meninggal adalah mantan pegawai
suatu Instansi. Pembina Upacara adalah Pimpinan
Instansi yang bersangkutan.

107
- Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi dapat
mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Kantor
Departemen Sosial/Kepala Dinas Sosial Tingkat II untuk
menetapkan Pembina Upacara.

b) Pemimpin Upacara
Ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial
atau Kepala Kantor Departemen Sosia! Tingkat II dengan
mengacu kepada Pembina Upacara.

c) Pengatur Upacara, Pembawa Upacara, Pembaca Riwavat


Hidup dan Pembaca Do’a dilaksanakan oleh Petugas yang
ditunjuk dari kantor Wilayah Departemen Sosial/Kantor Dinas
Sosial Tingkat II.

B. Pokok-pokok Tata Urut Upacara Pemakaman.


1) Pelaksanaan Upacara Pemakaman dilakukan dengan pokok-
pokok kegiatan sebagai berikut :
a) Pendahuluan
b) Acara Pokok
(1) Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara
(2) Pembacaan Riwayat Hidup almarhum/almarhumah.
(3) Pembacaan Appel Persada oleh Pembina Upacara.
(4) Persiapan penurunan peti jenazah/jenazah.
(5) Penghormatan kepada jenazah dipimpin oleh Pembina
Upacara.
(6) Pembacaan do”a.
(7) Penaburan bunga oleh keluarga.
(8) Penimbunan tanah oleh keluarga.
(9) Peletakan karangan bunga.
(10) Sambutan-sambutan.
(11) Penghormatan terakhir kepada arwah almarhum/
almarhumah dipimpin oleh Pembina Upacara.
(12) Penyerahan bendera Merah Putih kepada keluarga oleh
Pembina upacara.
c) Penutup.
Laporan Pemimpin Upacara kepada Pembina Upacara
bahwa Upacara Pemakaman selesai.

2) Kegiatan lebih lanjut akan dirinci melalui Keputusan Direktur


Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial.

108
C. Kelengkapan Upacara
1) Bendera Merah Putih untuk menutupi Jenazah.
2) Bunga Tabur.
3) Pakaian.
a) di Tingkat Pusat
- Petugas Upacara PSH
(b) di Tingkat Daerah
- Pembina/Pemimpin Upacara : PSH
- Petugas lainnya : bebas dan rapi

Jakarta, 19 Agustus 1998


MENTERI SOSIAL RJ,
ttd.

Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BAHARSJAH, MSc

109
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 71/HUK/2003
TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN PEJUANG DAN KEJUANGAN
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menegakkan,


mempertahankan dan mengisi kemerdekaan,
nilai-nilai kejuangan bangsa perlu dilestarikan
untuk dijadikan suri tauladan bagi generasi
penerus;
b. bahwa untuk penetapan pejuang dan pembinaan
terhadap nilai-nilai kejuangan bangsa tersebut
perlu adanya aturan/pedoman terhadap kriteria
dan persyaratannya dalam rangka menyamakan
persepsi;
c. bahwa untuk tercapainya maksud tersebut,
dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri
Sosial RI tentang Pedoman Pembinaan Pejuang
dan Kejuangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959
tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai
Tanda-tanda Kehormatan;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1963 tentang
Tanda Kehormatan Bintang Jasa;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1964
tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan
Kepada Perintis Kemerdekaan Kebangsaan/
Kemerdekaan (Lembaran Negara Tahun 1964
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2636);

110
4. Undang-Undang Nomor 33 Prps Tahun 1964
tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan
Terhadap Pahlawan (Lembaran Negara Tahun
1964 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2747);

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang


Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
3039);

6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang


Bela Negara;
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3839);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun


2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;
9. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M Tahun
2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong-
Royong;
10. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen;

11. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2001


tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Departemen;
12. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/HUK/1997
tentang Pembinaan Nilai-nilai Kepahlawanan,
Keperintisan dan Kepeloporan;
13. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 06/
HUK/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial.

111
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERTAMA : Pedoman Pembinaan Pejuang dan Kejuangan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini.
KEDUA : Pedoman Pembinaan Pejuang dan Kejuangan
sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA,
merupakan Pedoman pembinaan terhadap pejuang
serta Pelestarian Nilai-nilai Kejuangan sebagai
sarana penghormatan dan penghargaan kepada
para pejuang yang telah berjasa kepada bangsa dan
negara.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal, 18 September 2003

MENTERI SOSIAL RI,

H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE.

Tembusan disampaikan kepada Yth :


1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
2. Menteri Dalam Negeri.
3. Departemen/Instansi terkait.
4. Para Gubernur Propinsi di seluruh wilayah Indonesia.
5. Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial.
6. Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Sosial.
7. Kepala Bagian Organisasi, Hukum dan Humas Ditjen Pemberdayaan
Sosial.
8. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Dokumentasi Biro Kepegawaian
dan Hukum.

112
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 36/HUK/2004
TENTANG
PEDOMAN PENGANUGERAHAN TANDA KEHORMATAN
SATYALANCANA KEBAKTIAN SOSIAL

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa agar Penganugerahan Tanda Kehormatan


Satyalancana Kebaktian Sosial dapat
dilaksanakan sesuai peraturan perundangan
yang berlaku maka perlu adanya pedoman
pelaksanaan Penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial
termasuk bidang kesejahteraan sosial;
b. bahwa untuk itu dipandang perlu menetapkan
Keputusan Menteri Sosial RI tentang Pedoman
Penganugerahan Tanda Kehormatan
Satyalancana Kebaktian Sosial.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Drt Tahun 1959
tentang Ketentuan-ketentuan Umum Mengenai
Tanda-tanda Kehonnatan (Lembaran Negara
RI Tahun 1959 Nomor 4 Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 1789);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara RI Tahun 1974 Nor
54, Lembaran Negara RI Nomor 3039);
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI
Nomor 6 Tahun 1999);

113
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1959
tentang Tanda Kehormatan Satyaiancana
Kebaktian Sosial (Lembaran Negara RI Tahun
1959 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
RI Nomor 1997);
5. Keputusan Presiden RI Nomor 228/M Tahun
2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong
Royong;
6. Keputusan Presiden RI Nomor 102 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susuann Organisasi dan Tata
Kerja Departemen;
7. Keputusan Presiden RI Nomor 109 Tahun 2001
tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Departemen;
8. Keputusan Menteri Sosial Nomor 109 Tahun
2001 tentang Unit Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial RI.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Pertama : Pedoman Penganugerahan Tanda Kehormatan
Satyalancana Kebaktian Sosial sebagaimana
tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Kedua : Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan guna
terlaksananya Penganugerahan Tanda Kehormatan
Satyalancana Kebaktian Sosial.
Ketiga : Semuapembiayaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan Penganugerahan Tanda
Kehormatan Satyalancana Kebaktian Sosial
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/ Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah
atau sumber-sumber lain.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

114
Ditetapkan di Jakarta
pada tangal 30 Juni 2004
MENTERI SOSIAL RI.

H. BACHTIAR CHAMSYAH, SE.

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :


1. Presiden RI.
2 Wakil Presiden RI.
3. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI.
4 Para Menteri Kabinet Gotong Royong.
5. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Sosial RI.
6. Para Gubernur di seluruh Indonesia.
7. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Departemen Sosial RI.
8. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia.
9. Para Kepala Instansi/Dinas Sosial Kabupaten/Kota di seluruh
Indonesia.
10. Kepala Bagian Bantuan Hukum dan Dokumentasi pada Biro
Kepegawaian dan Hukum Departemen Sosial RI.

115
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR


15 TAHUN 2012 TENTANG
PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : bahwa untuk metaksanakan ketentuan mengenai


pengusulan pemberian Gelar sesuai dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009
tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang
Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4967);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang
Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5023);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan
Tanda Kehormatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5115);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012,
tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5294);

116
5. Keputusaii Presiden Nomor 84/P Tahun 2009
tentang Pembentukan Kafainet Indonesia
Bersatu II;
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara yang telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 91 Tahun 2011.;
7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Sosial;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG
PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Sosial ini yang dimaksud dengan :
1. Gelar adalah penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada
seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan,
pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa
dan negara.
2. Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara
Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di
wilayab yang sekarang menjadi wiiayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa
dan Negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan
kcpahlawanan atau mcnghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa
bagi pcmbangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik
Indonesia.

117
3. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima warisan atau harta
pusaka yaitu istri/suami yang dinikahi secara sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan anak kandung yang
sah.
4. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat yang selanjutnya
disingkat TP2GP adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial dalam meneliti dan mengkaji usulan pemberian Gelar.
5. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah yang selanjutnya disingkat
TP2GD adalah tim yang bertugas memberikan pertimbangan kepada
gubernur, bupati/walikota dalam meneliti dan mengkaji usulan
pemberian Gelar.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang sosial.
7. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.

Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi :
a. persyaratan pengajuan usul Gelar Pahlawan Nasional;
b. prosedur pengusulan Gelar Pablawan Nasional; dan
c. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pahlawan.

BAB II
PERSYARATAN PENGAJUAN USUL
GELAR PAHLAWAN NASIONAL

Pasal 3
Untuk memperoleh Gelar haras niemenuhi syarat:
a. umum; dan
b. khusus.

Pasal 4
Syarat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, yaitu :
a. warga negara Indonesia atau sescorang yang berjuang di wilayah yang
sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. memiliki integritas moral dan keteladanan;
c. berjasa terhadap bangsa dan negara;
d. berkelakuan baik;
e. setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan

118
f. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkaL 5 (lima)
tahun.

Pasal 5
Syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, yaitu :
a. pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau
perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai,
merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa;
b. tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan;
c. melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir
sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya;
d. pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat
menunjang pembangunan bangsa dan negara;
e. pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa;
f. memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan
g. melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan
berdampak nasional.

Pasal 6
(1) Untuk mernenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 pengusul harus melampirkan
kelengkapan adrninistrasi yang meliputi:
a. daftar riwayat hidup;
b. uraian perjuangan;
c. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.; dan
d. biografi calon Pahlawan Nasional,
(2) Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu
diuji dan dipublikasikan oleh pengusul kepada masyarakat melalui
seminar, diskusi atau sarasehan;
(3) Hasil pengujian dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dijadikan risalah hasil seminar, diskusi atau sarasehan yang
disertai materi seminar, dan harus dilampirkan sebagai kelengkapan
administrasi.

119
Pasal 7
Selain kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
dapat juga melampirkan data-data pendukung yang meliputi:
a. foto-foto/gambar dokumentasi yang menjadi perjuangan calon
Pahlawan Nasional yang bersangkutan;
b. telah diabadikan namanya melalui sarana monumental sehingga
dikenal masyarakat, misalnya digunakan sebagai sarana jalan,
bangunan, dan sarana umum lainnya
c. daftar bukti tanda kehormatan yang pernah diterima/diperoleh : dan/
atau
d. catatan pandangan/pendapat orang dan tokoh masyarakat tentang
Pahlawan Nasional yang bersangkutan.

Pasal 8
(1) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (2) dilakukan dengan ketentuan, dihadiri :
a. sejarawan, cendikiawan, pemuka agama, organisasi masyarakat,
dan pihak-pihak lain yang berkompeten; dan
b. narasumber yang melibatkan tokoh-tokoh nasional, dan pihak-
pihak yang berkompeten.
(2) Seminar, diskusi atau sarasehan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan pada tingkat provinsi dan apabila diperlukan dapat
dilakukan pada tingkat nasional.

Pasal 9
Kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan
Pasal 7, disertai dengan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar
dari bupati/walikota dan gubernur secara berjenjang yang berkoordinasi
dengan dinas/instansi sosial setempat.

Pasal 10
Dalam memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, gubernur atau bupati/walikota mengajukan usul pemberian Gelar
berdasarkan pertimbangan TP2GD.

120
BAB III
PROSEDUR PENGUSULAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL

Pasal 11
(1) Setiap orang, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah
non kementerian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok
masyarakat dapat mengajukan usul pemberian Gelar.
(2) Usulan segaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan pengajukan usul Gelar Pahlawan Nasional.

Pasal 12
(1) Permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 diajukan secara berjenjang melalui bupati/walikota dan
gubernur kepada Menteri.
(2) Menteri mengajukan permohonan usul pemberian Gelar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden melalui Dewan Gelar, Tanda
Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Pasal 13
(1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional
ditolak berdasarkan pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan
kepada pengusul disertai alasan penolakan.
(2) Pengusul dapat mengajukan kembali permohonan pengusulan Gelar
dari awal paling singkat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhiuing
sejak penolakan dan hanya diberikan kesempatan 1 (satu) kali.

Pasal 14
(1) Dalam hal permohonan usulan pemberian Gelar Pahlawan Nasional
ditunda karena kurang lengkapnya persyaratan berdasarkan
pertimbangan TP2GP, Menteri memberitahukan kepada pengusul
disertai alasan penundaan,
(2) Pengusul harus nielengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk diajukan kembali kepada Menteri.

121
BAB IV
TIM PENELITI DAN PENGKAJI GELAR PAHLAWAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 15
(1) Dalam memberikan rekomendasi pengajuan usul pemberian Gelar,
Menteri dibantu oleh TP2GP.
(2) TP2GP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan
oleh Menteri.
(3) TP2GP bersifat independen yang beranggotakan paling banyak 13
(tiga belas) orang yang terdiri atas unsur praktisi, akademisi, pakar,
sejarawan, dan instansi terkait.
(4) Hasil penelitian dan pengkajian yang dilakukan oleh TP2GP,
disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pertimbangan untuk
menerbitkan rekomendasi.

Bagian
Kedua Kedudukan dan Susunan Organisasi

Pasal 16
TP2GP berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.

Pasal 17
(1) TP2GP mempunyai paling banyak 13 (tiga belas) orang anggota yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Susunan keanggotaan TP2GP terdiri atas :
a. merangkap anggota;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. Anggota.
(3) Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris dipilih dari dan oleh anggota
TP2GP untuk masa jabatan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Sebelum Ketua, Wakil Ketua, dan Sekretaris TP2GP terpilih
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), rapat pemilihan dipimpin oleh
anggota TP2GP yang tertua usianya.

Pasal 18
Menteri dapat membentuk Tim Teknis untuk mendukung pelaksanaan
tugas TP2GP.

122
Pasal 19
Menteri dapat memberhentikan keanggotaan TP2GP sebelum masa
jabatannya berakhir karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri secara tertulis;
c. tidak dapat melaksanakan tugas karena berhalangan tetap; dan
d. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pindana
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 20
Tugas TP2GP meliputi :
a. menyelenggarakan sidang-sidang penelitian dan pembahasan atas
usulan Calon Pahlawan Nasional;
b. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka
pengusulan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional;
c. memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai kepahlawanan;
d. menyusun indikator penilaian calon Pahlawan Nasional; dan
e. dalam hal diperlukan TP2GP dapat melakukan uji petik terhadap calon
Pahlawan Nasional yang diusulkan.

Pasal 21
(1) Dalam melaksanakan tugasnya TP2GP dibantu oleh sekretariat.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
unit kerja di lingkungan Kementerian Sosial.
(3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara fungsional
dijabat oleh pimpinan unit kerja yang menangani urusan kepahlawanan,
yang ditetapkan oleh Menteri.
(4) Sekretariat mempunyai tugas memberikan dukungan teknis,
operasional, dan administrasi kepada TP2GP.
(5) Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya, TP2GP dapat membuat
tata tertib yang disepakati bersama.

Pasal 22
(1) Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
dapat membentuk TP2GD.
(2) Pembentukan TP2GD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati/Walikota dengan
mengacu pada Peraturan Menteri ini.

123
Pasal 23
(1) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GP dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas TP2GD bebankan
pada anggaran pendapatan dan belanja daerah.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 24
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
padatanggal 12 Juli 2012

MENTERI SOSIAL
REPUBLIK INDONESIA,

SALIM SEGAF AL JUFRI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012


NOMOR : 724

124
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN ZIARAH WISATA
DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN (TMP) DAN MAKAM
PAHLAWAN NASIONAL (MPN)

DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan pelaksanaan


Pembinaan Pelestarian dan penyebar luasan Nilai
Kepeloporan, Keperincian dan kepahlawanan
dipandang perlu menetapkan keputusan Direktur
Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaannya;

Mengingat : 1. Undang-Undang No. 33 Prps Tahun 1964 tentang


Penetapan Penghargaan dan Pembinaan
terhadap Pahlawan.
2. Undang-Undang No. 6 Tahun 1974, tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan
Sosial;
3. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun
1993, Sektor Kesejahteraann Sosial;
4. Keputusan Presiden RI No. 13 Tahun 1984,
tentang Pengelolaan Taman Makam Pahlawan
Nasional Kalibata.
5. Keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan
Angkatan Bersenjata No. Skep/B/337/V/1972,
tentang Pembinaan dan Pemeliharaan TMP;
6. Keputusan Menteri Sosial RI, No. 15 Tahun
1983, tentang struktur Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial.

125
7. Keputusan Menteri Sosial RI No. 16 tahun 1984
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya
8. Instruksi bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
P dan K dan Menteri Sosial No. 11 Tahun 1975,
No. 6/U/1975, No./HUK 3-1-26/56, tentang
Ziarah ke TMP/MP serta Museum-museum ABRI
maupun Sipil bagi Pelajar dan Pramuka.
9. Keputusan Menteri Sosial RI No. 33/HUK/1992,
tentang Ketentuan Ziarah di TMP/MPN.

10. Surat Dirjen Bina Kesejahteraan Sosial No.


1240/DIR/V/84, perihal Petunjuk Ziarah di TMP/
MPN

MEMUTUSKAN:
PERTAMA : Menetapkan Petunjuk Pelaksanaan Ziarah Wisata di
TMP dan MPN, sebagaimana tersebut dalam lampiran
Keputusan ini.
KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial
berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan
dan pengawasan atas pelaksanaan keputusann ini
diwilayahnya masing-masing

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan


dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 19 Juni 1995

DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

TTD.

Drs. IGN. SETYOKO

126
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth;
1. Para Menteri Kabinet Pembangunan VI
2. Ketua BAPENAS.
3. Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Departemen
Kehakiman.
4. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan di Jakarta.
5. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial.
6. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia.
7. Para Sekretaris ITJEN/DITJEN/Badan di Lingkungan Departemen
Sosial.
8. Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan
Departemen Sosial.
9. Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi Sosial.
10. Bagian Perpustakaan dan Kerjasama Penelitian Departemen Sosial.
11. Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal
Bina Kesejahteraan Sosial.

127
LAMPIRAN :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA


KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 27/DIR/KPTS/BKS/VI/95
TANGGAL ; 28 JUNI 1995

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN ZIARAH WISATA


DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN (TMP)
DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL (MPN)

ISI

I. PETUNJUK PENYELENGGARAANN ZIARAH WISATA DI TAMAN


MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL.

II. RENCANA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA


ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM
PAHLAWAN NASIONAL.

III. TATA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA


ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN DAN MAKAM
PAHLAWAN NASIONAL.

128
PETUNJUK PENYELENGGARAAN
ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN
DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL

A. DASAR HUKUM
1. Buku Repelita VI Bidang Kesejahteraan Sosial.
2. Keputusan PANGAB No. SKEP/612/X/1985 tentang Pengesahan
Peraturan Tata Upacara Militer / Angkatan Bersenjata (TUM AB).
3. Keputusan PANGAB Nomor : KEP 03/IV/1989 tentang Petunjuk
(Sementara) Pemakaman Jenazah anggota ABRI/Purnawirawann
di TMP dan TMB.
4. Keputusan Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 tentang Ketentuan
Ziarah di TMP/MPN.

B. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan :
1. Ziarah adalah kunjungan kelompok/ rombongan ke TMP tanpa
upacara militer sebagaimana yang diatur dalam Keputusan
Menteri Sosial RI No. 33/HUK/1992 Bab II pasal 2b, Pasal 6,
Pasal 11 1b dan 2b.
2. Wisata adalah kunjungan ke TMP/MPN dengan melihat,
memperhatikan dan mempelajari komponen fisik TMP/MPN
serta mengetahui fungsi TMP/MPN dan memperhatikan riwayat
perjuangan para Pahlawan/Pejuang.
3. TMP/MPN adalah sebagaimana tercantum dalam Keputusan
Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 Bab I Pasal I.
4. Ziarah Wisata adalah dua kegiatan yang dipadukan dengan
maksud agar generasi muda pelaku ziarah wisata mengerti
segala sesuatu tentang TMP/MPN dengan tujuan terhayatinya
nilai Kepeloporan, Keperintisan dan Kepahlawanan.

C. JENIS DAN TATA CARA PENGAJUAN ZIARAH WISATA


1. Aspek Ziarah Wisata terdiri dari :
a. Ziarah, berintikan kegiatan upacara dan Tabur Bunga
pada makam yang ditentukan dengan titik berat aspek
penghormatan dan kehidmatan.
b. Wisata, berintikan kegiatan mengetahui, melihat dan
memperhatikan komponen fisik TMP/MPN, fungsi TMP/
MPN, mengetahui riwayat perjuangan Pahlawan/pejuang

129
yang dimakamkan dengan titik berat aspek pengenalan
dan penghayatan nilai Kepeloporan, Keperintisan dan
Kepahlawanan.
2. Tata Cara Pengajuan Ziarah Wisata
a. Ziarah Wisata dilakukan setelah pimpinan rombongan
menyampaikan maksudnya secara tertulis sekurang-
kurangnya 1 (satu) minggu sebelum dilaksanakan.
b. Penyampaian Permohonan tersebut di atas dilakukan :
1) Ditingkat Pusat, disampaikan kepada Direktur Urusan
Kepahlawanann dan Perintis Kemerdekaan, Departemen
Sosial RI.
2) Di Tingkat Daerah, disampaikan kepada Kepala Kantor
Wilayah Departemen Sosial Setempat/Kepala Kantor
Departemen Sosial Kabupaten / Kotamadya atau Kepala
Dinas Sosial Kabupaten / Kotamadya setempat.

D. KELENGKAPAN UPACARA ZIARAH WISATA


1. Kelengkapan Upacara Ziarah (tanpa Upacara Militer) adalah
sebagai berikut :
a. Pembina Upacara
b. Pendamping Pembina Upacara.
c. Pemimpin Upacara
d. Pengatur Upacara.
e. Pembawa Acara
f. Peserta Upacara
g. Bunga Tabur
h. Buku Tamu

2. Kelengkapan Wisata adalah sebagai berikut :


a. Penceramah umum tentang TMP/MPN
b. Pemandu Wisata
c. Juru Penerang riwayat hidup Pahlawan/Pejuang
d. Pemimpin rombongan
e. Peserta
f. Booklet yang memuat tentang TMP/MPN, riwayat perjuangan
Pahlawan/Pejuang.

3. Tata Cara Pelaksanaan Upacara Ziarah Wisata :


Ziarah
1) Penyiapan Kelengkapan Upacara Ziarah.
2) Pembina Upacara tiba di tempat upacara.

130
3) Penghormatan dipintu gerang menghadap ke Tugu/
Monumen.
4) Laporan Pemimpin Upacara.
5) Penghormatan kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh
Pemimpin Upacara.
6) Mengheningkan cipta dipimpin Pembina Upacara.
7) Penghormatan terakhir dipimpin oleh Pemimpin Upacara.
8) Tabur Bunga.
9) Pengisian Buku Tamu
10) Tanya Jawab tentang Materi Ceramah.

WISATA
12) Penjelasan Riwayat Hidup Pahlawan / Pejuang
(disesuaikan).
13) Peninjauan keliling, pengenalan komponen fisik/fungsi TMP/
MPN, dengan disertai penjelasan (disesuaikan).
14) Peninjauan Perpustakaan (disesuaikan).

E. TERTIB PELAKSANAAN UPACARA ZIARAH WISATA


Para peserta diwajibkan mematuhi ketentuan sebagaimana Keputusan
Menteri Sosial No. 33/HUK/1992 Bab III, Pasal 10 dan 11 dan Bab IV
Pasal 15, 16 dan 17.

F. PENUTUP
Hal-hal yang tidak ditentukan dalam petunjuk ini supaya berpedoman
pada ketentuan yang berlaku.

131
RENCANA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN
DALAM RANGKA ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN
DAN MAKAM PAHLAWAN NASIONAL

I. PERSIAPAN
A. Izin Ziarah Wisata
B. Koordinasi Rencana Upacara Ziarah
1. Hari : ………………………………………………
2. Tanggal : ………………………………………………
3. Pukul : ………………………………………………
4. Tempat : ………………………………………………

II. ZIARAH
A. PEJABAT UPACARA
1. Pembina Upacara : ……………………….........
2. Pendamping Pembina Upacara : ……………………….........
3. Pengatur Upacara : ……………………............
4. Pemimpin Upacara : ……………………….........
5. Cadangan Pemimpin Upacara : ……………………............
6. Pembawa Acara : ………………………….....
7. Cadangan Pembawa Acara : ……………………............

B. PESERTA UPACARA
Jumlah Peserta Upacara :……………………………………orang
Barisan/Regu :
a. ……………………………………………………………………..
b. ……………………………………………………………………..
c. ……………………………………………………………………..
d. ……………………………………………………………………..

C. PENDUKUNG UPACARA
1. Petugas Sound System : ……….……………..
2. Petugas Penyiapan Lapangan : …………….........…..
3. Pembawa Tabur Bunga : ……………..………..
4. Petugas Ruang Buku Tamu : …….......…..………..
5. Petugas Penyiapan Peralatan Wisata : ……..................……
6. Petugas Keamanan : ……………………....

132
D. PAKAIAN
1. Pejabat Upacara
a. Pembina Upacara : PSL/PSH/Seragam Organisasi
b. Pemimpin Upacara : PSL/PSH/Seragam Organisasi
c. Pengatur Upacara : Seragam Berdasi
d. Pembawa Acara : Seragam Berdasi

2. Peserta Upacara
a. Seragam Sekolah
b. Seragam Organisasi
c. Bebas Rapi

III. URUTAN UPACARA ZIARAH :


1. Acara Persiapan
a. Persiapan barisan upacara
b. Pemimpin Upacara memasuki tempat upacara.
c. Pemimpin Upacara mengambil alih Pimpinan.

2. Acara Pendahuluan
a. Pembina Upacara tiba di TMP/MPN
b. Laporan Pengatur Upacara
c. Pembina Upacara dtiba di tempat upacara.

3. Acara Pokok
a. Laporan Pemimpin Upacara
b. Penghormatan kepada Arwah Pahlawan dipimpin oleh
Pemimpin Upacara.
c. Mengheningkan Cipta dipimpin oleh Pembina Upacara.
d. Penghormatan terakir kepada Arwah Pahlawan dipimpin
oleh Pemimpin Upacara.
e. Laporan Pemimpin Upacara.

4. Tabur Bunga
a. Seluruh peserta melaksanakan tabor bunga dilanjutkan
kegiatan wisata.
b. Pembina Upacara didampingi pengamping Pembina upacara
menuju tempat yang telah ditentukan, menunggu kegiatan
Wisata.

133
IV. WISATA
A. Peserta Wisata
Peserta wisata : Peserta Ziarah Rombongan

B. PEMANDU WISATA
Pemandu Wisata Petugas dari TMP/MPN
1. Kelompok A : 1)……………………………….
2)………………………………

2. Kelompok B : 1)……………………………….
2)……………………………….

3. Kelompok C : 1)……………………………….
2)……………………………….

4. Dst. : 1)……………………………….
2)……………………………….

C. URUTAN KEGIATAN WISATA


1. Penjelasan secara umum oleh Pimpinan TMP/MPN atau
petugas yang ditunjuk pada tempat yang sudah ditentukan.
2. Tanya jawab tentang materi yang disampaikan.
3. Penjelasan secara singkat sejarah perjuangan oleh ahli waris
pada makam yang dituju.
4. Peninjauan keliling, pengenalan komponen fisik TMP/MPN
yang dipandu oleh pemandu wisata.

D. AKHIR KEGIATAN WISATA


1. Selesai peninjauan keliling, Peserta Wisata dan Pemandu
Wisata berkumpul di depan Ruang Buku Tamu.
2. Pembina Upacara didampingi Pendamping Pembina Upacara
mengisi Buku Tamu.

V. PENUTUP
Kegiatan Ziarah Wisata Selesai.
1. Pembina Upacara didampingi Pendamping Pembina Upacara
melakukan penghormatan kepada arwah Pahlawan di pintu
gerbang.

134
2. Laporan Pengatur Upacara .
3. Setelah Pembina Upacara meninggalkan TMP/MPN, para Peserta
Ziarah wisata memberikan penghormatan di pintu gerbang.

……………………..19…….

PIMPINAN TAMAN MAKAM PAHLAWAN /


MAKAM PAHLAWAN NASIONAL

………………………..
NIP……………………

135
TATA UPACARA ZIARAH ROMBONGAN DALAM RANGKA
ZIARAH WISATA DI TAMAN MAKAM PAHLAWAN/MAKAM
PAHLAWAN NASIONAL

Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat : Taman Makam Pahlawan…………………..
Makam Pahlawan Nasional………………..

Uraian Pembawa Ket.


No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

136
1. …... Persiapan Upacara Ziarah - Peserta Upacara (masing- Pemimpin barisan/Pemimpin
Peserta Rombongan dalam masing regu/kelompok barisan) Kelompok menempatkan diri
Upacara rangka Ziarah Wisata memasuki tempat upacara disamping kanan pasukan.
Memasuki segera dimulai. menempati tempat yang telah
Tempat ditentukan dipimpin oleh pimpinan
Upacara. regu/kelompok masing-masing.
- Api abadi dinyatakan.
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

2. …... Pendamping- Pendamping- - Para pendamping / guru peserta Pengatur upacara mengatur
pendamping pendamping/para rombongan menempatkan diri danmembersilahkan para
(Guru-guru guru peserta ziarah ditempat yang telah ditentukan. pendamping
peserta mengambil tempat. /para guru.
Ziarah)
Untuk menempati tempat yang
Yang telah ditentukan. telah ditentukan.

Menempatkan
diri ditempat
yang sudah

137
ditentukan.

3. …... Pemimpin Pemimpin Upacara - Para Pemimpin Barisan/Kelompok


Upacara memasuki tempat menyiapkan barisannya.
Memasuki upacara. - Pemimpin upacara memasuki
tempat tempat upacara dan mengambil Perintah Pemimpin
upacara alih pimpinan. Upacara : “Pemimpin Saya Ambil
- Pasukan diistirahatkan Pemimpin Alih”
Upacara balik kanan selanjutnya
istirahat ditempat.
Aba-aba Pemimpin UPacara :
Istirahat di Tempat Gerak”
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

…………
4. …... (Kep. Sekolah/ Disambut dan dijemput oleh
Yayasan/ pengatur upacara/pimpinan TMP /
Organisasi MPN selaku Pendamping Pembina
Upacara TMP / MPN memasuki
Tiba di TMP TMP / MPN.
/ MPN
5. …... Laporan - Sebelum melewati Pintu Gerbang Didahului dengan penghormatannn
Pengatur TMP / MPN ….. (Kep. Sekolah/ perorangan.
Upacara / Yayasan / Pimpinan Organisasi) Bunyi laporan Pengatur Upacara
Pimpinan TMP selaku Pembina Upacara Menerima / Pimpinan TMP/ MPN “Lapor
/ MPN. Laporan dari Pengatur Upacara / Upacara Ziarah Rombongan

138
Pimpinan TMP / MPN. Dalam Rangka Ziarah Wisata Siap
Dimulai”
Pembina Upacara didampingi
pendamping Pembina Upacara Tanda ditutup dengan
di pintu gerbang berhenti penghormatan.
sejenak untuk menyampaikan
penghormatan perorangann
kepada arwah para pahlawann
dengan menghadap monument
selanjutnya menuju Plaza Upacara.
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

6. …... (Kep. Sekolah, (Kep. Sekolah. Pimp. - Pemimpin Upacara Aba-aba Pemimpin upacara “Siaap
Pimpinan Yayasan/Organisasi - Menyiapkan barisannya. …. Gerak”.
Yayasan / Selaku Pembina
Organisasi Upacara tiba di tempat
Tiba ditempat upacara
upacara

139
7. …... Pokok : Laporan Pemimpin Pemimpin Upacara maju Bunyi laporan Pemimpin Upacara
Laporan Upacara kepada menghadap Pembina Upacara “Lapor Upacara Ziarah Rombongan
Pemimpin Pembina Upacara diawali dengan penghormatan Dalam rangka Ziarah Wisata di
Upacara perorangan dan memberikan TMP / MPN…..
kepada laporan tanpa ditutup dengan
Pembina penghormatan perorangan kembali
Upacara. ketempat semula.
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

8. …... Penghormatan Penghormatan kepada Pemimpin Upacara memberi aba- - Aba-aba Pemimpin Upacara :
Kepada Arwah Arwah Pahlawan di- aba penghormatan Seluruh peserta Kepada Arwah Pahlawan HOrmat
Pahlawan pimpin oleh Pemimpin ziarah Rombongan menyampaikan Gerak.
Upacara penghormatan Penghormatan
selesai. - Aba-aba Pemimpin Upacara :
Tegaak Gerak.

9. …... Meng Mengheningkan Cipta Pembina Upacara memberikan - Aba-aba Pembina Upacara :
heningkan dipimpin oleh Pembina Aba-aba “Mengheningkan Cipta” “Mengheningkan Cipta Mulai….”
Cipta UPacara.
Lagu Mengheningkan Cipta dengan - Semua peserta upacara

140
cassett menundukkan kepala.
Mengheningkan cipta selesai
setelah lagu mengheningkan cipta
selesai. - Aba-aba Pembina Upacara
“Selesai”

10 …... Penghormatan Penghormatan terakhir Pemimpin Upacara memberi aba- - Aba-aba Pemimpin Upacara “
terakhir kepada Arwah Pahlawan aba, Penghormatan. Kepala Arwah Pahlawan Hormaat
kepada Arwah dipimpin oleh Pemimpin … Gerak”
Pahlawan UPaara
- Aba-aba Pemimpin Upacara :
Penghormatan terakhir selesai. Tegaak …. Gerak”
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

11. …... Laporan Laporan Pemimpin Pemimpin UPacara maju Bunyi laporan pemimpin Upacara
Pemimpin UPacara dan Kepada menghadap Pembina : “Upacara telah dilaksanakan,
Upacara Pembina Upacara. UPacara tanpa diawali dengan Laporan selesai.
penghormatan perorangan,
memberikan laporan ditutup
dengan penghormatan perorangan.
……
12. Tabur Tabur Bunga oleh Tabur Bunga dilaksanakan di awali Bunyi laporan Pemimpin UPacara :
Bunga dan Pembina Upacara diikuti oleh Pembina Upacara terutama “Upacara telah dilaksanakan,.
Waisata oleh seluruh peserta kepada makam yang dituju, maka Laporan Selesai.
upacara di lanjutkan para Pahlawan Nasional lainnya.

141
dengan kegiatan wisata Setelah Tabur Bunga, dilanjutkan
di TMP / MPN dengan kegiatan Wisata, para
peserta ziarah berkumpul ditempat
yang telah ditentukan.
Pelaksanaan Wisata didahului
dengan penjelasan secara umum
oleh Pimpinan TMP/MPN atau
petugas yang ditunjuk tentang
maksud dan tujuan ziarah wisata di
serta sejarah singkat TMP/MPN.
Peninjauan keliling pengenalan
komponen fisik / fungsi TMP/MPN
dan perpustakaan. Didampingi oleh
pemandu Wisata TMP/MPN.
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

13 ………. Pengisian Pengisian buku tamu Selesai mengadakan peninjauan


Buku Tamu oleh Pembina Upacara keliling para peserta Ziarah Wisata
berkumpul di tempat yang sudah
disediakan, menunggu Pembina
Upacara menandatangani buku
tamu didampingi pendamping.
Pembina UPacara

Selesai pengisian buku tamu,


Pembina Upacara didampingi
pendamping Pembina Upacara

142
melakukan penghormatan kepada
arwah pahlawan di pintu gerbang
menghadap monument. Yang diisi dalam buku tamu :
Nama :………
Pangkat :………
Jabatan :………
Dalam rang :……….
Juml.Peserta :……..
Uraian Pembawa Ket.
No. Jam Acara Kegiatan
Acara Pelaksanaan

14. ……….. Penutup Pengatur UPacara memberikan Tanpa diawali penghormatan


Laporan Laporan kepada Pembina perorangan Bunyi laporan pengatur
Pengatur Upacara bahwa kegiatan Ziarah upacara / Pimpinan TMP/MPN :
Upacara Wisata sudah selesai, selanjutnya
Pembina UPacara meninggalkan “UPacara Ziarah dan Kegiatan
TMP/MPN. Wisata di TMP / MPN……………….
……………………..
…………………….. telah
dilaksanakan,.

Laporan Selesai” ditutup dengan

143
Kelengkapan Upacara penghormatan.
meninggalkan tempat.

Mengetahui, ………., ……….,……………


Pimpinan Taman Makam Pahlawan Mengetahui,
Makam Pahlawan Nasional Pembina Upacara, Pengatur Upacara

…………………....................……. ………………............…. ……………………………


NIP……………………...........…… NIP……………………. NIP……………....……….
KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN SOSIAL
PROPINSI :……………………………………
Jln. …………………… No……………… Tlp…………….

IZIN
ZIARAH WISATA
Nomor :………………

Berdasarkan Surat Permohonan :


Nama :
Nomor :
Tanggal :
Alamat :

Diberikan izin mengadakan Ziarah Wisata di Taman Makam Pahlawan …


……..……………………………………………………………………………...
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Jumlah Peserta :

Guna mempersiapkan pelaksanaan Ziarah tersebut diharapkan Saudara


menghubungi Pimpinan Taman Makam Pahlawan………………………......
……………………………………………………………………………………..
dan para peserta agar mematuhi ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan
yang berlaku.

Demikian agar menjadi maklum.

……………………………………
A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH
DEPARTEMEN SOSIAL
PROPINSI ……………………..
KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Tembusan kepada Yth;


1. Petugas TMP…………….
2. Pertinggal.

NIP…………………………

144
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 37/DIR/KPTS/VII/98
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN NAPAK TILAS
RUTE PERJUANGAN PAHLAWAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Menimbang : Bahwa dalam rangka peningkataan upaya


memasyarakatan Gerakan Nasional Pelestarian dan
Pengamalan Nilai Kepahlawanan (GN-PPNK) melalui
kegiatan Napak Tilas Rute Perjuangan Pahlawan
dipandang perlu menetapkan Keputusan Direktur
Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaannya.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 33 Prs Tahun 1946


tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan
Terhadap Pahlawan;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974, tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial;

3. Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun


1998, sektor Kesejahteraan Sosial;

4. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 27/


HUK/1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Sosial;
5. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 23/HUK/1996
tentang Dasar Pembangunan Kesejahteraan
Sosial;
6. Keputusan Manteri Sosial RI Nomor 22/HUK/27
tentang Pembinaan Nilai Kepahlawanan
Keperintisan dan Kepeloporan;

145
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Napak Tilas Rute Perjuangan
Pahlawan sebagaimana tersebut dalam Lampiran
Keputusan ini.
KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial
berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan
dan pemantauan atas pelaksanaan keputusan ini di
wilayahnya masing-rnasing.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalain penetapannya akan dibetulkan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 3 Juli 1998
DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJANTERAAN SOSIAL
ttd.
DRS, IGN. SETYOKO

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.


1. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
2. Menteri Sosia) RI.
3. Menteri Dalam Negeri RJ
4. Menteri Pertahanan dan Keamanan RI
5. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
6. Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen Sosial
7. Para Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan Dep. Sosial.
8. Para Gubemur Kepala Daerah Tingkat I Seluruh Indonesia.
9. Direktur Urusan Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan.
10. Kepala Kantor Wilayah Dep. Sosial di Propinsi Seluruh Indonesia.
11. Kepala Bagian Perpustakaan dan Kerjasama Penelitian Dep. Sosial.
12. Bagian Tata Laksana dan Perundang-undangan Direktorat Jenderal
Bina Kesejahteran Sosial
13. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum. Biro Hukum
Departemen Sosial RI.

146
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA
KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 37 KPTS/BKS/VII/98
TANGGAL : 3 JULI 1998
TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN NAPAK
TILAS TENTANG RUTE
PERJUANGAN PAHLAWAN

A. DASAR HUKUM
1. UU No. 33 Prps tahun 1946 tentang Penetapan Penghargaan
dan Pembinaan terhadap Pahlawan.
2. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor : 22/HUK/1997 tentang
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kepoloran

B. KEPENGERTIAN
1. Napak tilas adalah menuruti jejak kembali (jalan yang pernah
dilalui bekas pejuang indonesia).
2. Rute perjuangan adalah jalur perjalanan yang dilalui oleh para
pejuang dalam rangka perjuangan merintis, merebut, membela
dan mempertahankanKemerdekaan RI yang dapat memotivasi
upaya pelestarian Nilai Kepahlawanan,Keperintisan dan
Kepeloporan.
3. Napak Tilas rute perjungan adalah perjalanan menuruti/menapaki
atau menelusuri kembali jejak jalur/rute yang pernah dilalui,
disinggahi para Palawan, Perintis dan Pejuang, atau tempat-
tempat bersejarah dalam rangka perjuangan merintis.merebut
membela dan mempertahankan Kemerdekaan RI.

C. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud
a. Menelusuri bekas rute perjalanan atau tempat yang dilalui/
disinggahi para Pahlawan, Perintis, Pejuang ketika melakukan
perjuangan/pertempuran atau tempat-tempat bersejarah
sehingga para peserta meghayati dan mensuri-tauldan
semangat juang para Pahlawan. Perintis dan Pejuang
b. Menyebarluaskan Nilai KKK kepada Masyarakat di sepanjang
rute yang dilalui.
2. Tujuan.
Terhayati dan teramalkannnya jiwa dan semangat juang bangsa
sehingga Nilai KKK tersebut dihayati. diteladani dan diamalkan
dalam peri kehidupan sehari-hari sesuai dengan tuntunan dan
perkembangan zaman.

147
D. SASARAN
Sasaran dan kegiatan Napak Tilas rute perjuangan adalali :
1. Perorangan : Pelaku Sejarah, Pemuka Masyarakai, Pemuka
Agama, Saksi Sejarah dan lain-lain.
2. Orsanisasi : Organisasi Pemuda. Pelajar, Pramuka.
Mahasiswa. Orgasanisasi Wanita. Organisasi
Profesi. Organisasi Sosiai, Masyarakat dan
Organisasi Cendikiawan.
3. Insransi Pemerintah Pusat dan Daerah.
4. Perusahaan Swasta, BUMN/BUMD, dan lain-!ain.

E. KOMPONEN KEGIATAN.
Komponen kegiatan pokok yang dilakasanakan daam Napak Tipas
antara lain :
1. Perjalanan menelusuri bekas rule perjalanan atau tempat-tempat
di mana para Pahlawan, Perintis Kemerdekaan danPejuang
melakukan perjuangan/pertempuran
2. Mengunjungi tempat-tempat bersejarah.
3. Dialog atau temu Wicara dengan tokoh pejuang dan masyarakat
setempat tentang Nilai KKK.
4. Bhakti Sosial kepada Keluarga Pahlawan, Periniis, Pejuang dan
masyarakat setempat, aksi donor darah, perbaikan/pembangunan
sarana sosial dan sebagainya.

F. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Persiapan
Sebelum pelaksanaan kegiatan Napak tilas terlebih dahulu
dilakukan langkah-Iangkah persiapan yaitu penjajagan ke
lapangan guna merencanakan jenis-jenisi kegiatan yang akan
dilaksanakan sesuai situasi dan kondisi setempat.

2. Pelaksanaan
a. Pelaksuna
Pelaksanaan Napak Tilas adalah Panitia yang dibentuk
oleh insiansi Pemerimah/Swasta. Organisasi Sosial
kemasyarakatan atau oleh masyarakat

148
b. Peserta
Napak Tilas terdiri dari :
1). Peserta terbuka untuk umum antara lain : Pelajar,
Mahasiswa, Pramuka, Pelaku Sejarah, Pemuka
Masyarakat, Organisasi Sosial Kepemudaan, Organisasi
Sosial Kemasyarakatan.
2). Nara Sumber berasal dari pelaku Sejarah/Pelaksana
Pembangunan/Pemuda
3). Jumlah peserta disesuaikan dengan situasi dan kondisi
setempat.

3. Waktu
a. Waktu Pelaksanaan kegiatan Napak Tilas, adalah sepanjang
tahun antara lain dalam rangka peringatan HUT Instansi,
Organisasi, Perusahaan dan Hari-Hari Besar Nsional, Seperti
HUT RI, Hari Pahlawan.
b. Tempat Napak Tilas adalah di seluruh Wilayah Indonesia
baik pusat, Provinsi, Kabupaten, maupun Kecamatan

4. Biaya
Biaya pelaksanaan kegiatan Napak Tilas dapat dari anggaran
Instansi pemerintah,Swasta atau partisipasi/swadaya masyrakat
yang menyelenggarakan Tapak Tilas.

G. TATA CARA/PROSEDUR PELAKSANAAN


1. Panitia Pelaksanaan melapor/berkonsultasi kapada Departemen
Sosial/Kanwil Departemen Sosial/Kandepsos/Dinas atau Cabang
Dinas Sosial Tk II setempat untuk mendapatkan penjelasan
tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan Napak Tilas.
2. Instansi Sosial setempat memberikan petunjuk/penjelasan
mengenai :
a. Subtansi Nilai K-3 yang akan menjadi muatan dalam kegiatan
Napak Tilas.
b. alur rute perjungan atau tempat-tempat bersejarah yang
akan menjadi lokasi Napak Tilas
c. Tokoh-tokoh pejuang dan masyarakat yang akan menjdai
Nara Sumber.
3 Panitia Pelaksana menghubungi Instansi terkait seperti :
a. Instansi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan setempat
dalam kaitannya dengan pengikut sertaan para pelajar dalam
acara kegiatan Tapak Nipas.

149
b. Instansi Pemerintahan Daerah setempat dalam kaitannnya
dengan penetapan/pemilihan Napak Tipsi.
c. Insiansi Kepolisian Rl seteinpai dalam kaiianny;i denyan
peri?inan dan bantu;m pengamanan.
d. Insiansi Departmen Kesehatan seiempai dalam kaiuinnya
denaan biiniuan kesehatan

H. KOORDINASI
Untuk kelancarun pelaksanaan kejiaran N?pak Tilas, maka. In=!ansi
Sosial setempat periu proaktif mengadakan langkah-langkah
koordinasi dengan Insiansi dan pihak-pihak terkait sepeni Depdikbud,
Pemda, Depkes, Orsosmas setempat dan latn-lain.

I. PEMASYARAKATAN
Untuk memas; arakatkan kegiatafi Napak Tilas perlu dilakukan
langkah-lanekah aniara lain :
1. Publikasi meiaiui media massa cetak maupun elektronik serta
media lainnya untuk mempublikasikan Nilai KKK yang terkandung
dalam kegiatan Napak Tilas sehingga dihayati dan diteladani
serta diamalkan oleh masyarakat.
2. Peyebaran informasi tentang Napak Tilas melalui pendekatan-
pendekatan kepada instansi pemerinta/swasta, organisasi
kemasyarakatan sehingga kegiatan Napak Tilas diketahui dan
banyak diadakan.
3. Pembuatan dan penyebaran leaflet tetang jukJak Napak Tilas
kepada masyarakat.

J. PELAPORAN
1. Kamor Wilayah Depanemen Sosia) setempat melaksanakan
pemaniauan dr.n eialuasi terhadap pelaksanaan kegiaian Napak
Tilas di wilayah kerjanya.
2. Laporan hasil pemaniauan dan evaluasi dimaksud pada akhir
uihun anggaran disampaikan secara lertulis kepada DepaHemen
Sosial RI Cq. Direktorat Urusan Kepahlawanan dan Perintis
Kemerdekaan.
3. Bentuk dan materi laporan sebagaimana form di bawah ini :

150
Laporan Pelaksanaan
Kegiatan Sarasehan Kepahlawanan
Tahun 199 ........

Lokasi Dana
Panitia Jumlah Permasalah-
No Kegiatan APBND Ket.
Penyelenggara Peserta Partisipasi an
(Kabupaten) Depsos
01 02 03 04 05 06 07 08

K. PENUTUP
Demikian petunjuk pelaksanaan Sarasehan ini dibuat untuk
dipergunakan sebagaimana pedoman dan berlaku untuk umum.

Jakarta, 3 Juli 1998


DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
ttd.
DRS. IGN. SETYOKO
NIP. 170007179

151
KEPUTUSAN DIREKTUR
JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN MEMPERCANTIK
TAMAN MAKAM PAHLAWAN/MAKAM PAHLAWAN NASIONAL
DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Menimbang : bahwa dalam rangka peningkatan upaya


memasyarakatkan Gerakan NasionaJ Pelestarian
dan Pengamalan Nilaj Kepahlawanan (GN-PPNK)
melalui kegiatan mempercantik Taman Makam
Pahlawan/Makam Pahlawan Nasional dipandang
perlu menetapkan Keputusan Direktur JenderaJ
Bina Kesejahteraan Sosial tentang Petunjuk
Pelaksanaannya;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 33 PRPS Tahun


1964 tentang Penetapan Penghargaan dan
Pembinaan Terhadap Pahlawan;
2. Undang-Undans Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-keientuan Pokok Kesejahteraan
Sosial;
3 Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 27/HUK/1995 tentang Organisasi dan
Taa Kerja Departemen Sosial:
4. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 23/HUK/1996 tentang Pola Dasar
Pembangunan Kesejahteraan Sosial;
5. Keputusan Menteri Sosia] Republik Indonesia
Nomor 22/HUK/ 1997 tentang Pembinaan Nilai
Kepahlawanan. Keperintisan dan Kepeloporan.

152
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PEKTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik
Taman Makam Pahlawan/Makam Pahlawan Nasional
sebagaimana tersebut pada Lampiran Keputusan
ini.
KEDUA : Kepada Kantor Wilayah Departemen Sosial
berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan
dan pemantauan atas pelaksanaan Keputusan ini di
wilayah masing-masing.
KETIGA : Keputusan ini dimulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dalam penetapannya akan dibetulkan
sebagaimana mestinya,

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 14 Agustus 1998
DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

ttd

DRS. IGN. SETYOKO

153
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTLJR JENDERAL BINA
KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 45/DIR/KPTS/BKS/VIII/98
TANGGAL : 14 AGUSTUS 1998
TENTANG : PETUNJUK PELAKS AN AAN KEGIATA
MEMPERCANTIK TAMAN MAKAM
PAHLAWAN/ MAKAM PAHLAWAN
NASIONAL.

I. PENDAHULUAN
Salah satu bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap jasa-jasa
para Pahlawan dan Pejuang Kemerdekaan adalah mengupayakan
kegiatan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan yaitu dengan
melaksanakan pembinaan Taman Makam Pahlawan (TMP) dan
Makam Pahlawan Nasional (MPN) yang tersebar di seluruh Tanah Air.
Kondisi TMP/MPN belum semuanya memenuhi persyaratan baik dari
segi kelengkapnnya maupun dari segi kebersihan dan keindahannya.
Upaya mempercantik TMP/MPN agar lebih indah, megah, rapi dan
bersih merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut perlu dibuat petunjuk
pelaksanaan upaya mempercantik TMP/MPN agar dapat mencapai
sasarannya.
A. Dasar Hukum
1. Undang-undang Nomor 33 Prps tahun 1964, tentang
Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap
Pahlawan.
2. Peresmian Pencanangan GN-PPNK oleh Bapak Presiden
tanggal 23 Nopember 1995 di Surabaya.
3. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 22/Huk/1997 tentang
Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan
Kepeloporan.
B. Pengertian
1. Taman Makam Pahlawan (TMP) adalah suatu tempat
pemakaman para Pahlawan dan Pejuang yang memenuhi
syarat-syarat tertentu.
2. Makam Pahlawan Nasional (MPN) adalah suatu tempat
pemakaman para Pahlawan Nasional yang berada di luar
TMP.
3. Mempercantik TMP/MPN adalah suatu kegiatan untuk
mengupayakan agar TMP/MPN tampak terawat, indah dan
megah yaitu dengan cara merapikan, membersihkan dan

154
menata secara anistik setiap komponen yang ada di TMP/
MPN sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat.
sehingga tampak asri, cantik dan menarik.

C. Tujuan
Tujuan mempercantik TMP/MPM adalah untuk meningkatkan
kepedulian dan minat masyarakat agar turut serta memelihara
dan merawat TMP/MPM agar menjadi lebih indah, cantik dan
berwibawa serta dapat dibanggakan

D. Sasaran
Sasaran ditujukan kepada masyarakat luas, perorangan, keluarga,
kelompok, istansi dan organisasi

II. PELAKSANAAN
A. Pokok-Pokok Kegiatan
1. Meningkatkan perawatan, pencegahan kerusakan bangunan-
bangunan/komponen-komponen TMP/MPM
2. Memperbaiki dan melengkapi bangunan-bangunan/
komponen-komponen yang rusak
3. Membangun komponen-komponen yang belum ada
termasuk di dalamnya aksesibilitas bagi penyandang cacat
untuk berziarah dan mengikuti upacara
4. Menigkatkan kebersihan dan keasrian TMP/MPN
5. Mengadakan pameran tetap/berkala dengan memanfaatkan
Gedung Perpustakaan dalam menyajikan photo Pahlawan
Nasional dan materi lainnya yang bernuansa kepahlawanan

B. Komponen-komponen yang perlu dirawat dan dipelihara


adalah sebagai berikut
1. TMP meliputi komponen :
Pintu Gerbang, Monumen, Plaza Upacar, Ruang Kantor,
Ruang Persemayaman, Ruang Perpustakaan, Jalan Utama,
Jalan Petak Makam, Fasilitas jalan bagi penyandang cacat,
pagar Keliling, Tembok/Papan Nama, Tembok Abadi,
Pertamanan, Tiang Bendera, Halaman Parkir, Kijing dan
Nisan, Sound System, Rumah Petugas dan Instalasi Listrik,
Instalasi Air, dan Mesin Pemotong Rumput.

155
2. MPM meliputi komponen :
Cungkup/Bangunan Induk Makam, Kijing dan Nisan, Pintu
Gerbang, Pagar Keliling, Plaza Upacara, Kantor/Ruang
Tunggu, Tembok/Papan Nama, Tiang Bendera, Musholla,
Ruang Perpustakaan, Ruang Lesehan

C. Pendukung Kegiatan Pemeliharaan


Untuk terciptanya pemeliharaan TMP/MPN sebagai mana yang
diharapkan, perlu adanya dukungan personil/petugas yang
terampil. Pembagian tugas bagi personii yang diperlukan baik
di TMP/MPN Tmgkat Propinsi maupun Tingkat Kabupaten/
Kotamadya diatur sbb. :

1. Koordinator, bertugas memberikan bimbingan, pengarahan


dan memantau seluruii kegiatan yang dilaksanakan oleh
para petugas sesuai bidang tugas masing-masing.
2. Administrator, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi
pemakaman, pelaksanaan upacara-upacara kenegaraan
dan upacara ziarah.
3. Pustakawan, bertugas melaksanakan kegiatan administrasi
perpustakaan yaitu mengenai pengadaan buku-buku,
riwayat perjuangan para pahlawan, leaflet, booklet dsb, serta
mendaftar/mendata para pengunjung perpustakaan.
4. Juru ketik, bertugas sebagai tenaga pengetik.
5. Petugas pemelihara makam dan petugas pemakaman,
bertugas memelihara keasrian TMP/MPN dan bertugas
melaksanakan pemakaman.
6. Petugas keamanan, bertugas sebagai penjaga keamanan
agar keadaan TMP/ MPN selalu terpelihara dan aman dari
gangguan-gangguan hewan atau orang-orang yang tidak
bertanggung jawab.

Petugas keamanan dapat merangkap sebagai juru kunci dari


TMP/MPN yang bersangkutan. Dalam kondisi jumlah tenaga
yang terbatas maka danungkinkan seorang petugas merangkap 2
(dua) pekerjaan, sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan secara
terencana dan berkesinambungan.

156
D. Peran Serta Masyarakat
Kegiatan mempercaniik TMP/MPN dititik beratkan kepada peran
serta masyarakat, antara lain dari: Generasi Muda, Pelajar dan
Mahasiswa, Organisasi Kepemudaan, Organisasi Masyarakat.
Organisasi Wanita, Kesatuan-Kesatuan ABRI, BUMN, BUMD,
Perusahaan Swasta, Instansi Pemerintah dan lain-lain. Peran
serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk kerja bakti
yang dilaksanakan di TMP/MPN dan dapat pula dalam bentuk
pemberian dana maupun surnbang saran yang bermanfaat.

E. Penghargaan
Penghargaan dapat diberikan kapada masyarakat yang paling
banyak peran sertanya dalam rangka melaksanakan kegiatan
mempercantik TMP/MPN.Kreteria dan bentuk penghargaan akan
diatur kemudian.

F. Pembiayaan
1. Biaya untuk kegiatan mempercantik TMP/MPN dibebankan
kepda angaran Rutin dan Pembangunan
2. Dari peran serta masyarakat, berupa sumbangan dalam
bentuk dana atau berupa bahan bangunan dan atau
peralatan.

G. Pelaporan
1. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang dicapai
dari pelaksanaan kegiatan mempercantikan TMP/MPN perlu
adanya pemantauan dan evaluasi.
3. Hasilnya dilaporkan oleh Kantor Wilayah Departemen
Sosial kepada Departemen Sosial RI, Cq. Direktorat Urusan
Kepahlawanan dan Perintis Kemerdekaan pada setiap akhir
tahun.
3. Bentuk dan materi laporan sesuai dengan formulir berikut
ini.

157
LAPORAN KEGIATAN MEMPERCANTIK TMP/MPN

NAMA TMP/MPN : ..........................................................


KABUPATEN/KOTAMAD : ..........................................................
PROPINSI : ..........................................................
TAHUN : ..........................................................

Pokok-
Waktu Jumlah
No pokok Dana Bahan Keterangan
Pelaksanaan Tenaga
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7

A.n. KEPALA KANTOR WILAYAH


DEPARTEMEN SOSIAL
PROPINSI ...............................................................
KEPALA BIDANG BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

( ...................................................... )
NIP. : .......................................

III. P e n u t u p
Demikian Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Mempercantik TMP/MPN
dibuat untuk dipergunakan sebagai pedoman. *

Jakarta, 14 Agustus 1998


DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

DRS. IGN. SETYOKO


NIP. : 170007179
ttd.

Prof. DR. Ir. JUSTIKA S. BAHARSJAH, MSc

158
KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
NOMOR : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH PERINTIS
PERGERAKAN KEBANGSAAN (KEMERDEKAAN
DENGAN UPACARA RESMI
DIREKTUR JENDERAL BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL,

Mengingat : bahwa dalam rangka menciptakan suasana tertib dan


khidmat pada pelaksanaaan pemakaman jenazah
perintis pergerakan kebangsaan/ kemerdekaan
dengan upacara resmi, dipandang perlu ditetapkan
petunjuk pelaksanaan tentang hal dimaksud;

1. Undang-undang Nomor 5 Prps Tahun. 1964


tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan
Kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan;

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


28 Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan
Satyalancana Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan

3. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia


Nomor 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Sosial
di Prnpinsi dan Kantor Departemen Sosial
Kabupaten /Kotamadya;

4. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia


Nomor 27/HUK 1995 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Sosial;

159
5. Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 55/HUK’ 1998 lentang Pemakaman
Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaar,
Kemerdekaan dengan Upacara Resmi;
Menetapkan :
PERTAMA : Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis
pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Dengan
Upacara Resmi sebagaimana tersebut pada Lampiran
keputusan ini.

KEDUA : Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial,


berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan
dan pemantauan atas pelaksanaan Keputusan ini di
Wilayahnya.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Oktober 1998

DEREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL
ttd.

DRS. IGN. SETYOKQ


NIP. 170007179

160
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth :
1. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI.
2. Menteri Negara Sekretaris Negara.
3. Menteri Dalam Negeri.
4. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, para Direktur Jenderal
dan Kepala Badan Litbang Kesejahteraan Sosial di Lingkungan
Departemen Sosial.
5. Para Gubernur Kepaia Daerah Tingkat I di Propinsi seiuiuh
Indonesia.
6. Sekretaris Militer Presiden.
7. Kepala Biro Hukum, Direktur Urusan Kepahlavvanan dan Perintis
Kemerdekaan, Sekretaris Itjen/Ditjen/Badan di Lingkungan
Departemen Sosial.
8. Para Kepala Kantor Wilayah Departemen Sosial di Propinsi seluruh
Indonesia.
9. Para Kepala Kantor Departemen Sosial dan Kepala Dinas Sosial
seluruh Indonesia.
10. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perundang-undangan Direktorat
Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial.
11. Kepala Bagian Tatalaksana dan Perpustakaa/i Departemen Sosial.
12. Kepala Bagian Dokumentasi dan Informasi Hukum Departemen
Sosial.

161
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

NOMOR : 61/DIR/KPTS/BKS/X/1998
TANGGAL : 27 OKTOBER 1998
TENTANG : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMAKAMAN JENAZAH
PERINTIS PERGERAKAN KEBANGSAAN KEMERDEKAAN
DENGAN UPACARA RESMI

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan
Kebangsaan/ Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi sebagai
penghormatan kenegaraan secara khusus dipandang perlu
menciptakan suasana tertib dan khidmat.

Untuk menciptakan suasana tertib dan khidmat tersebut perlu


ditetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan Dengan Upacara Resmi
khususnya untuk pelaksanaan di Daerah.

Untuk menghormati jasa dan perjuangannya upacara pemakaman
bagi mereka yang wafat telah diatur berdasarkan ketentuan
sebagai berikut :
1. Bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang
memenuhi persyaratan untuk dimakamkan di TMP berhak
mendapatkan pemakaman secara militer berdasarkan
Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
5/HUK/1996 tentang Petunjuk Sementara Pemakaman
Jenazah Warga Sipil di Taman makam Pahlawan.
2. Bagi Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang
memenuhi persyaratan untuk dimakamkan di TMP tetapi
atas permintaan keluarga almarhum/almarhumah atau
wasiat almafhum/almarhumah tidak dimakamkan di TMP
tetap berhak mendapatkan pemakaman dengan upacara
pemakaman secara militer.
3. Bagi Perintis pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang
memenuhi persyaratan sesuai dengan SKEP PANGAB
Nomor SKEP/612/X/l985 tentang Tata Upacara Militer
Angkatan Bersenjata, dimakamkan di makam umum/ biasa,
dapat diberikan upacara pemakaman secara militer atas
keputusan Panglima Daerah atau setingkat keatas.

162
Sedangkan bagi mereka yang tiuak termasuk ketentuan point
1,2 dan 3 tersebut di atas diatur melalui Keputusan Menteri
Sosial Nomor 55/HUK/1998 tentang Pemakaman Jenazah
Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dengan
Upacara Resmi.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Maksud
Sebagai pedoman bagi Pelaksanaan Pemakaman Jenazah
Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kernerdekaan Dengan Upacara
Resmi khususnya di Daerah.
2. Tujuan
Terciptanya suasana tertib dan khidmat pada waktu Pelaksanaan
Pemakaman Jenazah Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan.

C. KEGIATAN PELAKSANAAN
1. Petugas Upacara
a. Pembina Upacara
1). Pembina Upacara dapat dijabat oleh Kepala Kantor
Wilayah Depanemen Sosial Propinsi atau meaunjuk
Pejabat Pemerintah lain di Imgkungan Kantor Wilayah
Departemen Sosial atau Pejabat Pemerintah Daerah
setempat.
2). Kepala Kantor Wilayah Depanemen Sosial Propinsi dapat
mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Kantor
Departemen Sosial Tingkat U7 Kepala Dinas Sosial
Tmgkat II untuk menetapkan Pembina Upacara.

3). Bagi daerah terpencil Kepala Kantor Departemen


Sosial Tingkat O/Kepala Dinas Sosial Tmgkat II dapat
mendelegasikan kewenangannya kepada Camat untuk
bertindak sebagai Pembina Upacara beserta perangkat
Kecamatan sebagai Petugas Upacara.

b. Pemimpin Upacara
Pemimpin Upacara dijabat oleh Pejabat setingkat lebih
rendah dan Pembina Upacara.

2. Tata Upacara Pemakaman


Tata Upacara pemakaman sebagaimana di bawah ini :

163
NO ACARA KEGIATAN KETERANGAN

I Persiapan - Seluruh petugas -Peserta upacara


Upacara siap di tempat disiapkan.
upacara.

II Pendahuluan - Jenazah tiba di tempat


pemakaman dalam
keranda yang ditutupi
bendera merah putih
pembawa acara
menyatakan bahwa
upacara siap dimulai.

III. Acara Pokok - Pemimpin Upacara Isi Laporan :


1. Laporan maju ke depan. “Lapor : Upacara
Pemimpin - Pemimpin Upacara Pemakaman Jenazah
Upacara kepada menyampaikan Alm/Almarhumah… siap
Pembina laporan dan setelah dimulai”
Upacara. dijawab oleh Pembina Pembina Upacara
Upacara, Pemimpin menjawab
Upacara kembali ke “Laksanakan”
tempat.

2. Pembacaan - Dibaca oleh Petugas - Teks terlampir.


Riwayat hidup yang ditunjuk
Almarhum

3. Pembacaan - Dibaca oleh Pembina


Appel Persada Upacara

4. Persiapan - Dilaksanakan oleh


Penurunan Peti petugas pemakaman.
Jenazah.

164
NO ACARA KEGIATAN KETERANGAN

5. Penghormatannn - Bendera Merah Putih Aba-aba :


Kepada Jenazah dilepas dari peti “Kepada Jenazah
jenazah dan dilipat Almarhum/ Almarhumah…
oleh petugas. “Hormat Gerak “ Tegak
- Peti Jenazah/Jenazah Gerak
diturunkan ke liang
lahat. Sesuai dengan agama
- Dilaksanakan oleh yang dianut Almarhumah /
Pemimpin Upacara. Almarhumah.

6. Pembacaan Doa - Dilaksanakan oleh Peserta Upacara


Petugas yang diistirahatkan.
ditunjuk.
Kalau ada

7. Penaburan Bunga - Oleh keluarga /


Handai Tolan
Peserta Upacara disiapkan
8 Penimbunan Liang - Oleh Pembina Aba-aba :
Lahat. Upacara dan Keluarga “Kepada arwah almarhum
dilanjutkan oleh / Almarhumah …. “Hormat
Petugas makam. Gerak”
“Tegak Gerak”
9. Peletakan
karangan bunga di
Pusara

10. Sambutan- Disampaikan oleh :


sambutan - Pembina Upacara
- Keluarga
- Dilaksanakan oleh
Pemimpin Upacara

Penghormatan
11. terakhir kepada
arwah almarhum/
almarhumah.

165
NO ACARA KEGIATAN KETERANGAN

12. Penyerahan - Dilaksanakan oleh


Bendera Merah Pembina Upacara.
Putih kepada
Keluarga.

13. Laporan - Pemimpin Upacara


Pemimpin menghadap
Upacara. Pembina Upacara
menyampaikan
laporan setelah
dijawab, kembali ke
tempat.

14. Penutup, Seluruh - Pemimpin Upacara Lapor : “Upacara


peserta upacara membubarkan Pemakaman telah
dibubarkan peserta upacara. dilaksanakan, laporan
Upacara selesai. Pembawa Acara selesai”.
mengumumkan
bahwa pemakaman
selesai.

3. Biaya Upacara Pemakaman


Biaya untuk upacara Pemakaman Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan dibebankan pada Anggaran Rutin
Kantor Wilayah Departemen Sosial Propinsi. Biaya lainnya seperti
biaya Transportasi keluar kota dan sebagainya menjadi tanggung
jawab Keluarga Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan.

II. PENUTUP
Demikian petunjuk Pelaksanaan Pemakaman Jenazah Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan dengan Upacara Resmi dibuat
untuk dipergunakan sebagai Panduan dalam pelaksanaannya.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 27 Oktober 1998
DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEJAHTERAAN SOSIAL

Ttd.

DRS. IGN. SETYONO


NIP. 170007179

166
LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No. 19,1964. PENGHARGAAN/TUNJANOAN KEPADA PER1NTIS


PERGERAKAN KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN.
PEMBERIAN. Undang-undang No. 5 /Prps.
Tahun 1964, tentang Pemberian penghargaan/
tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan/
Kemerdekaan. (Penjelasan dalam Tambahan
Lembaran-Negara No. 2636).

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : bahwa dipandang perlu untuk meninjau kembali
dan menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang
temaksud dalam Undang-undang No. 20 /Prps.
Tahun 1960 scbagaimana kemudian diubah dan
ditambah dengan Undang-undang No. 15 /Prps.
Tahun 1961 tentang Pemberian Penghargaan/
Tunjangan kepada Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan dengan keadaan
sekarang karena diantara mereka banyak yang
telah lanjut usianya dan hidup dalam keadaan
sukar, sehingga perlu di beri jaminan yang layak ;

Mengingat : Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Dasar;


Mendengar : Wakil Perdana Menteri II, Menteri Koordinator
Kompartemen Keuangan, Menteri Koordinator
Kompartemen Kesejahteraan, Menteri Koordinator
Kompartemen Hukum dan Dalam Negeri, Menteri
Sosial, Menteri Kehakiman, Menteri Urusan Bank
Sentral, Menteri Anggaran Negara dan Menteri /
Panglima Angkatan Kepolisian;

167
MEMUTUSKAN :
Dengan mencabut Undang-undang No. 20/Prps. Tahun 1960 dan No. 15/
Prps. Tahun 1961 tentang Pemberian Penghargaan/Tunjangan Kepada
perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan (Lembaran-lembaran
Negara Tahun 1960 No. 101 dan Tahun 1961 No. 279).

Menetapkan : Undang-undang tentang Pemberian Penghargaan /


Tunjangan kepada Perintis Pergerakan Kebangsaan
/ Kemerdekaan

Pasal 1
Yang dimaksud dengan Perintis Pergerakan Kebangsaan/ Kemerdekaan
dalam peraturan ini, selanjutnya disebut Perintis, ialah mereka yang
memenuhi ketentuan-ketentuan di bawah ini serta yang kemudian tidak
menentang Republik Indonesia:
a. mereka yang menjadi Pemimpin pergerakan yang membangkitkan
kesadaran kebangsaan/kemerdekaan, dan/atau
b. mereka yang pernah mendapat hukuinun dari Pemerintah Kolonial
karena giat dan aktif dalam pergerakan kebangsaan/kemerdekaan,
dan/atau
c. anggota-anggota Angkatan Bersenjata dalam ikatan kesatuan secara
teratur, yang gugur atau mendapat hukuman sekurung-kurangnya 3
bulan karena berjuang melawan Pemerintah Kolonial, dan/atau
d. mereka yang terus menerus secara aktif menentang Pemerintah
Kolonial sampai saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945.

Pasal 2
(1) Kepada seorang Perintis dapat diberikan tunjangan berupa uang
sebagai penghargaan Pemerintah untuk selama hidupnya, baik
atas permintaannya sendiri maupun atas permintaan pihak lain
dengan persetujuan pihak yang bersangkutan yang diajukan kepada
Menteri Sosial dengan perantaraan Menteri Dalam Negeri, sedang
bagi anggota-anggota bersenjata permohonan diajukan dengan
perantaraan Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/
Keamanan.
(2) Tunjangan tersebut diberikan oleh Menteri Sosial, setelah mendengar
pertimbangan dan nasehat dari Menteri Dalam Negeri atau Menteri
Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan.

168
(3) Besarnya tunjangan ditetapkan sedikit-dikitnya Rp 500,- dan
sebanyak-banyaknya Rp 1.250,- terhitung mulai tanggal satu dari
bulan berikut setelah diterimanya surat permohonan oleh instansi
yang berwenang.
(4) Tunjangan dihentikan jika temyata Perintis yang bersangkutan
menentang Pemerintah Rcpublik Indonesia yang sah.

Pasal 3
Jika seorang Perintis meninggal dunia kepada janda atau ahli warisnya
diberikan tunjangan sekaligus sebanyak tiga kali tunjangan termaksud
dalam pasal 2.

Pasal 4
Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi dapat diberikan tunjangan
separuh dari jumlah tunjangan yang diberikan kepada suaminya.

Pasal 5
Kepada Perintis yang telah meninggal dunia sebelum menerima
penghargaan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku atas
permintaan anaknya, dapat diberikan surat tanda penghargaan Perintis
secara anumerta.

Pasal 6
Dalam melaksanakan Undang-undang ini, Menteri Dalam Negeri,
Menteri Koordinator Kompartemen Pertahanan/Keamanan serta Menteri
Sosial dibantu oleh sebuah Badan Pertimbangan yang terdiri sebanyak-
banyaknya dari 7 orang anggota yang diangkat oleh Presiden atas usul
Menteri yang besangkutan.

Pasal 7
Kepada Perintis yang pada saat berlakunya Undang-undang ini telah
mendapat penghargaan dengan surat keputusan Menteri Sosial tanpa
uang, dapat diberikan tunjangan penghargaan dengan uang, kecuali bila
mereka nyata-nyata tidak menghendakinya.

Pasal 8
(1) Semua permohonan yang belum memperoleh keputusan berdasarkan
Undang-undang No. 20 /Prps. Tahun 1960 jo No. 15 /Prps. Tahun
1961 diselesaikan menurut Undang-undang tersebut sejauh-jauhnya
sampai tanggal 17 September 1960.
(2) Semua tunjangan yang telah diberikan kepada Perintis berdasarkan
peraturan-peraturan yang terdahulu disesuaikan dengan tunjangan
yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (3).

169
TAMBAHAN
LEMBARAN - NEGARA R.I.

No. 2636. PENGHARGAAN/TUNJANGAN KEPADA PERINTIS


PERGERAKAN KEBANGSAAN/ KEMERDEKAAN PEMBERIAN.
Penjelasan atas Undang-undang No 5/Prps. Tahun 1964,
tentang Pemberian penghargaan/tunjangan kepada Perintis
Pergerakan Kebangsaan; Kemerdekaan. (Penjelasan dalam
Tambahan Lembaran-Negara No. 2636).

PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG NO. 5/PRPS. TAHUN 1964
TENTANG
PEMBERIAN PENGHARGAAN/TUNJANGAN
KEPADA PERINTIS PERGERAKAN
KEBANGSAAN/KEMERDEKAAN

UMUM

Negara Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ini adalah hasil
perjuangan seluruh rakyat Indonesia yang dipelopori oleh para Perintis
Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan sejak bertahun-tahun dengan
mempertaruhkan segenap jiwa raga, harta dan benda sehingga tidal
sedikit dari niereka itu gugur dan menderita dalam menghadapi kekuatan
pemerintahan jajahan.

Karana itu sudah sewajarnyalah jika Pemerintah memberikan penghargaan


dan tunjangan kepada mereka atas jasa-jasa dan pengorbanannya dimasa
lampau. Untuk ini Pemerintah telah mengeluarkan berturut-turut Peraturan
Pemerintah No. 39 Tahun 1959. Peraturan Presiden No. 20 Tahun I960
dan Peraturan Presiden No. 15 Tahun 196I.

170
Meskipun demikian oleh Pemerintah hal tersebut belum dirasakan sesuai
karena Peraturan-peraturan tersebut lebih ditujukan semata-mata kepada
para Perintis pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan yang menderita
kesukaran hidup demikian pula besarnya tunjangan yang diberikan
terbatas sekali.

Berhubung dengan itu Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan


peraturan yang lebih sesuai dengan pemberian penghargaan yang lebih
besar kepada segenap Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan
baik sipil maupun bekas anggota Angkatan Bersenjata selama hidupnya
tanpa melihat keadaan penghidupannya.

PASAL DEMI PASAL.

Pasal 1
a. Cukup jelas.
b. Yang dimaksudkan dengan “hukuman” adalah yang dijatuhkan dengan
putusan pengadilan kolonial, termasuk pula pembangunan ke Digul/
atau tempat-tempat lain.
c. Yang dimaksudkan dengan “Anggota Angkatan Bersenjata” ialah
mereka yang dijaman penjajahan tergabung di dalam sesuatu
kesatuan Bersenjata Pemerintah Kolonial dan melawan Pemerintah
Kolonial, misalnya pemberontakan Kapal VII dan PETA di Blitar.
d. Dengan ayat ini dimaksudkan mereka yang sekurang-kurangnya
menjabat pengurus cabang sesuatu partai politik, aktif selama 20
tahun terhitung mundur dari tanggal 17 Agustus 1945, dengan
pengertian bahwa selama 20 tahun itu boleh juga adakalanya mereka
di dalam keadaan non-aktif untuk sementara, akan tetapi kemudian
segera aktif kembali dan setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945 tidak bernoda terhadap Negara.

Pasal 2

Ayat (1): cukup jelas.

Ayat (2): cukup jelas.

171
Ayat (3)
Semula besarnya tunjangan bulanan adalah Rp. 300,- sampai Rp. 750,-.
Dcngan Peraluran Presiden ini besarnya tunjangan itu dinaikkan liingga Rp.
500,- sampai Rp. 1.250,- mulai tanggal 1 Mei 1963. Tunjangan-tunjangan
yang telah terlebih dulu diberikan, perlu dinaikkan juga sehingga sestiai
dengan jumlah bam itu, mulai langgal 1 Mei 1963.

Ayat (4): cukup jelas.

Pasal 3
Bilamana pada waktu meninggal Perintis Kemerdekaan itu tidak ada
jandanya maka tunjangan sekaligus itu diberikan kepada ahli warisnya,
anaknya. Dengan ahli waris disini dimaksudkan seseorang anggota
keluarganya yang mengurus penguburannya. Tunjangan tersebut dapat
dibayarkan tanpa memerlukan suatu keputusan dari Menteri Sosial.

Pasal 4
Kepada janda Perintis yang tidak menikah lagi, atas pennintaannya dapat
diberikan tunjangan separuh dari jumlah tunjangan yang diberikan kepada
suaminya.Tunjangan ini diberikan dengan keputusan Menteri Sosial.
Kepada janda ini tidak diberikan tunjangan tiga blan sekaligus apabila ia
kelak meninggal dunia.

Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 6 Cukup jelas.

Pasal 7
Kepada mereka dapat diberikan tunjangan berupa uang mulai sejauh-
jauhnya ditanggal 1 Mei 1963.

Pasal 8 Cukupjelas.

Pasal 9 Cukup jelas.

172

Anda mungkin juga menyukai