Anda di halaman 1dari 33

Kegiatan Belajar- 3:

Praktik keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi

I. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah:


Setelah mempelajari materi Pengembangan Bahan Ajar ini, para mahasiswa diharapkan
mampu melaksanakan praktik keperawatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi
pada gangguan sistem kardiovaskuler dan pencernaan.

II. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah:


1. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan pemenuhan nutrisi pada gangguan
sistem kardiovaskuler dan pencernaan.
2. Melaksanakan prosedur operasional memasang infus dalam upaya memenuhi
kebutuhan nutrisi secara parenteral.
3. Melaksanakan prosedur operasional memberikan nutrisi melalui slang nasogastrik atau
Nasogastric tube (NGT).
4. Melaksanakan prosedur operasional pengambilan darah vena dan arteri.

III. Pokok-pokok Materi:


1. Menjelaskan dan mempraktikan prosedur pengkajian pada klien dengan gangguan
pemenuhan nutrisi pada gangguan sistem kardiovaskuler.
2. Menjelaskan dan mempraktikan prosedur operasional memasang infus dalam upaya
memenuhi kebutuhan nutrisi secara parenteral.
3. Menjelaskan dan mempraktikan prosedur operasional memberikan nutrisi melalui slang
nasogastric atau Nasogastric tube (NGT).
4. Menjelaskan dan mempraktikan prosedur operasional pengambilan darah vena dan
arteri.

60
IV. Uraian Materi.

1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam proses


pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat nutrisi
dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurang nutrisi dalam tubuh seperti
kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi yodium, defesiensi seng (Zn),
defesiensi vitamin A, defesiensi Thimin, defesiensi Kalium dan lain-lain yang dapat
menghambat proses tumbuh kembang anak. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada
bayi adan anak diharapkan anak dapat tumbuh dengan cepat sesuai dengan usia
tumbuh kembang dan dapat meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas(Aziz AH, 2005).
Selain itu kebutuhan nutrisi juga dapat membantu dalam aktivitas sehari-hari
karena nutrisi juga sebagai sumber tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam
tubuh, dan juga sebagai sumber zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Sebagai
sumber tenaga nutrisi dapat diperoleh dari karbohidrat sebanyak 50-55%, lemak
sebanyak 30-35% dan protein sebanyak 15%. Pemenuhan kebutuhan nutrisi harus
seimbang diantara zat gizi lain, mengingat banyak sekali yang kita temukan berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang seperti tidak suka
makan, tidak mau atau tidak mampu untuk makan padahal yang tidak disukai
makanan tersebut mengandung zat gizi yang seimbang, sehingga harapan dalam
pemenuhan gizi harus selaras, serasi dan seimbang tidak terlaksana, disamping itu
pada anak sakit dapat dijumpai masalah masukan nutrisi yang kurang sedangkan
kebutuhan dalam tubuh semakin meningkat sehingga akan membutuhkan makanan
tambahan seperti kalori, vitamin dan mineral (Behrman, dkk,1996).
Dukungan nutrisi merupakan suatu bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
manajemen holistik terutama untuk pasien yang sakit kritis oleh karena tindakan
bedah atau non bedah. Pada banyak kasus keadaan pasien memburuk atau bisa
meninggal yang bukan disebabkan oleh penyakit utama namun sebagai komplikasi
sekunder dari malnutrisi. Hal ini penting bagi para klinisi untuk memahami perubahan
metabolisme tubuh yang terjadi pada proses tersebut. Hal penting lain yang tidak bisa
dilupakan adalah bagaimana mendukung pasien dengan nutrisi yang baik. Nutrisi

61
enteral merupakan pilihan pertama untuk pasien, namun jika ada kontraindikasi, harus
selalu dipertimbangkan untuk menggunakan nutrisi parenteral .
Nutrisi seperti halnya oksigen dan cairan senantiasa dibutuhkan oleh tubuh.
Penderita yang tidak dapat makan atau tidak boleh makan harus tetap mendapat
masukan nutrisi melalui cara enteral (pipa nasogastrik) atau cara parenteral
(intravena). Nutrisi parenteral tidak menggantikan fungsi alamiah usus, karena itu
hanya merupakan jalan pintas sementara sampai usus berfungsi normal kembali.
Teknik nutrisi parenteral memang tidak mudah dan penuh liku-liku masaalah
biokimia dan fisiologi. Juga harga relatif mahal tetapi jika digunakan dengan benar
pada penderita yang tepat, pada akhirnya akan dapat dihemat lebih banyak biaya yang
semestinya keluar untuk antibiotik dan waktu tinggal dirumah sakit. Contoh kesalahan
yang masih banyak ditemukan di rumah sakit yaitu pemberian protein tanpa kalori
karbohidrat yang cukup dan pemberian cairan melalui vena perifer dimana
osmolaritas cairan tersebut lebih dari 900 m Osmol yang seharusnya melalui vena
sentral. Jika krisis katabolisme kecil sedang tubuh mempunyai cukup cadangan tidak
timbul masalah apapun.
Penderita dewasa mudah sehat dengan status gisi yang baik, dapat menjalani
pembedahan, puasa 5-7 hari setelah operasi sembuh dan pulang dengan selamat hanya
dengan kerugian penurunana berat badan. Tetapi pada kenyataannya lebih banyak
penderita yang kondisi awalnya sudah jelek (berat badan kurang, kadar albumin < 3,5
gr/dl), untuk penderita ini puasa puasa pasca bedah / pasca trauma 5-7 hari hanya
mendapat infus elektrolit sudah cukup untuk mencetuskan hipoalbuminemia,
hambatan penyenbuhan luka, penurunan daya tahan tubuh sehingga infeksi mudah
menyebar. Sehingga banyak diantara penderita pasca bedah laparotomi karena
perforasi ileum (typhus abdominalis), invaginasi, volvulus, atau hernia inkarserata
kemudian mengalami kebocoran jahitan usus yang menyebabkan peritonitis atau
enterofistula ke kulit . Dengan bantuan nutrisi yang baik penyulit-penyulit fatal ini
dapat dihindari.
Nutrisi parenteral (NP) adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Nutrisi
parenteral diberikan apabila usus tidak dipakai karena sesuatu hal, misalnya:
Malformasi Kongenital Intestinal, Enterokolitis Nekrotikans, dan Distres Respirasi

62
Berat. Nutrisi parsial parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak
dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan.
Tujuan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat
dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk memberikan nutrisi enteral
walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian
nutrisi parenteral pada setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke
nutrisi enteral secepat mungkin.
Indikasi Nutrisi Parenteral
1. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia
intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
2. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status
preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika,
diare berulang.
3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo
obstruksi dan skleroderma.
4. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan,
muntag terus-menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidrum

Komplikasi Pemberian Nutrisi Parenteral


Pusat-vena nutrisi parenteral dikaitkan dengan komplikasi mekanik, metabolik, dan
infeksi. Dua komplikasi tersebut jauh lebih umum ketika nutrisi parenteral tidak benar
diadministrasikan dan ketika arus standar praktek yang tidak diterapkan. Komplikasi
seperti pneumotoraks, perdarahan, dan pembentukan trombus dapat terjadi karena
masuknya pusat kateter vena, yang biasanya dilakukan sebagai komponen penting
perawatan biasa. Catheterrelated dan infeksi non-kateter yang berhubungan tidak
biasa dan berhubungan dengan hiperglikemia, penggunaan internal vena jugular- atau
femoralis-vena kateter vena sentral, penggunaan port infus nondedicated untuk
parenteral nutrition. Overfeeding (administrasi dekstrosa kelebihan, lemak, atau
kalori) dan sindrom refeeding (makan cepat pasien dengan gizi buruk yang sudah ada
sebelumnya) dapat menimbulkan berbagai komplikasi metabolik selama nutrisi
parenteral. Dipercepat meningkatkan karbohidrat tubuh penggunaan tiamin dan dapat
memicu gejala dan tanda-tanda tiamin deficiency.

63
Insulin memiliki efek antinatriuretic, yang bila digabungkan dengan peningkatan
natrium dan cairan asupan selama refeeding, dapat menyebabkan ekspansi cepat dari
volume cairan ekstraseluler di beberapa patients. Penurunan tingkat elektrolit darah
dapat menimbulkan aritmia jantung. Dalam langka kasus, tanggapan ini
mengakibatkan gagal jantung, terutama pada pasien dengan jantung yang telah ada
sebelumnya dysfunction. Efek metabolik lainnya dapat mencakup hypercapnia,
steatosis hati, neuromuskular disfungsi, dan imunologi cacat.
Cara Pemberian Nutrisi Parenteral
Berdasarkan cara pemberian nutrisi parenteral dibagi atas :
1. Nutrisi parenteral sentral (untuk nutrisi parenteral total) : merupakn pemberian
nutrisi melalui cairan infuse karena keadaan saluran pencernaan klien tidak dapat
digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah cairan yang mengandung asam
amino seperti Pan Amin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti intralipid.
2. Nutrisi parenteral perifer (untuk nutrisi parenteral persial) merupakan pemberin
sebagian kebutuhan nutrisi melalui intravena. Sebagian kebutuhan nutrisi harian
pasien dapat dipenuhi melalui enteral. Cairannya yang biasa digunakan dalam
bentk dekstrosa atau cairan asam amino.
3. Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui vena
antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugulais interna dan
eksterna dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui parifer dapat dilakukan
pada sebagian vena di daerah tangan dan kaki.

Jenis-jenis Nutrisi Parenteral


1. Lemak
Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama
asam linoleat) juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat
terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam
program nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam
lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala klinik
bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml
emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu.
Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% (1 kcal /ml ) dan
20 % (2 kcal/ml) dengan osmolalityas 270 -340 m Osmol/L sehingga dapat

64
diberikan  melalui perifer. Kontra indikasi  absolut infus emulsi lemak adalah
trigliserid 500 mg/l, Kolesterol 400 mg/l, sedangkan kontraindikasi relatif :
Trigeliserid 300 – 500 mg/l, Kolesterol 300 – 400 mg/l, ganggguan berat faal ginjal
dan hepar.

2. Karbohidrat

Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan
jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa, sorbitokl, maltose, xylitol. Tidak
seperti glukosa maka, bahwa maltosa, fruktosa, sarbitol dan xylitol untuk
menembus dinding sel tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak
memerlukan insulin untuk masuk sel, tetapi proses  intraselluler mutlak masih
memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk proses intrasel.
Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik.

Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :

1) Glukosa (Dektros ) : 6 gram/KgBB/Hari.

2) Fruktosa/Sarbitol    : 3 gram/KgBB/hari.

3) Xylitol/maltose       : 1,5 gram/KgBB/hari.

Jenis cairan infus sebagai nutrisi parenteral yang banyak mengandung karbohidrat
adalah :
1. MARTOS-10, dengan indikasi:
1. Suplai air dan karbohidrat secara parenteral pada penderita diabetik
2. Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi
berat, stres berat dan defisiensi protein
3. Dosis: 0,3 gr/kg BB/jam
4. Mengandung 400 kcal/L

2. AMIPAREN, dengan indikasi : stres metabolik berat, luka bakar, infeksi berat,
kwashiorkor, dan pasca operasi.
1. Total Parenteral Nutrition
2. Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit
3. Protein (asam amino)

Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak, tubuh masih
memerlukan asam amino untuk regenerasi sel, enzym dan visceral protein.

65
Pemberian protein/asam amino tidak untuk menjadi sumber energi Karena itu
pemberian protein/asam amino harus dilindungi kalori yang cukup, agar asam
amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi (glukoneogenesis). Jangan
memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.

Jenis cairan infus sebagai nutrisi parenteral yang banyak mengandung asam amino
adalah :

a. AMINOVEL-600, dengan indikasi :


1. Nutrisi tambahan pada gangguan saluran GI
2. Penderita GI yang dipuasakan
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca
operasi)
4. Stres metabolik sedang
5. Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

b. PAN-AMIN G, dengan indikasi : suplai asam amino pada hiponatremia dan


stres metabolik ringan, nitrisi dini pasca operasi, dan tifoid.

2. Pengkajian kebutuhan nutrisi


66
1. Anamnesis
a. Keluhan utama : Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien saat dilakukan
pengkajian
b. Riwayat kesehatan
o Riwayat makanan : meliputi informasi tentang pola makan, tipe makanan yang
dihindari atau yang disukai, dan jenis makanan.
o Kemampuan makan : kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, dan
kemampuan makan sendiri atau tanpa bantuan orang lain.
o Pengetahuan tentang nutrisi
o Nafsu makan dan jumlah asupan
o Tingkat aktivitas
o Konsumsi obat
c. Pemeriksaan fisik
o Rambut sehat, kuat dan tidak kering
o Mata tidak berwarna gelap, cerah dan tidak ada rasa nyeri
o Bibir tidak kering, pecah-pecah atau mengalami pembengkakan, lidah bersih, gusi
tidak bengkak, tidak mudah berdarah, gigi tidak berlubang, dan tidak berwarna
o Kulit halus, tidak bersisik, tidak ada kemerahan atau perdarahan, lembab/tidak
kering.
o Kuku jari kuat dan tidak ada berwarna merah tua.
d. Pemeriksaan antropometrik
Pengukuran antropometrik adalah pengukuran tentang ukuran, berat badan, dan
proporsi tubuh manusia. Pengukuran antropometrik meliputi umur, tinggi badan,
berat badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, dan lingkar dada. Tujuan
pengukuran antropometrik adalah untuk mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji
status nutrisi dan ketersediaan energi pada tubuh.
Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau
lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur. Beberapa indeks
antropometri:
1. BB/U (Berat Badan terhadap Umur)
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa
tubuh. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara
67
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks
BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutrirional
Status).
2. TB/ U (Tinggi Badan terhadap Umur)
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan
pertambahan umur.
3. BB/ TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan
normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi
badan dengan kecepatan tertentu.
4. Lila/ U (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur)
Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan
lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB.
5. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu
hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada
keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan
hepatomegali.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
BB (kg)
__________________________________________________

TB (m)2
Barat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m). Batas ambang IMT ditentukan
dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk
laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan
untuk perempuan adalah 18,7-23,8.

Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:


a. IMT < 17,0 : kurus dengan kekurangan BB berat atau Kurang Energi Kronis
(KEK) berat. 

68
b. IMT 17,0-18,4: kurus dengan kekurangan BB ringan atau KEK ringan. 
c. IMT 18,5-25,0: Normal. 
d. IMT 25,1-27,0: Gemuk dengan kelebihan BB ringan. 
e. IMT > 27,0: Gemuk dengan kelebihan BB berat (obesitas)
6. Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur
Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan
pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di
tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai
bawah.
7. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul
Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan
metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang
berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Dari berbagai jenis indeks
tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas.
Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: persen terhadap median,
persentil, dan standar deviasi unit. Median adalah nilai tengah dari suatu populasi.
Dalam antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai median
dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase
terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas.
Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI Tahun 1999
Kategori Cut of point
Gizi Lebih >120%
Gizi Baik 80% - 120%
Gizi Sedang 70% - 79,9%
Gizi Kurang 60% - 69,9%
Gizi Buruk <60%

e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya adalah serum albumin, zat besi. Serum
transferin, kreatinin, hemoglobin, hematokrit, keseimbangan nitrogen dan tes antigen
kulit, kadar limposit.
Resiko status nutrisi kurang bila hasil laboratorium ada penurunan nilai limposit,
serum albumin kurang dari 3,5 gram/dL dan peningkatan atau penurunan kadar
kolesterol (Taylor, 1989). Serum albumin < 3,4 gr/ dL perlu adanya pemeriksaan
lain. Bila lebih rendah 2,5 gr/dL adanya deplesi protein.

69
Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan Hemotokrit (Ht). Kurang Hb dn Ht
menunjukkan adanya defisiensi bahan nutrisi, bila pasien malnutrisi berat.
Penurunan Hb dan Ht dapat disebabkan oleh defisiensi Zat Besi, Vit. B12, asam
folat dan piridoksin; kehilangan darah kronis, overdehidrasi. Sedangkan peningkatan
Hb dan Ht dapat disebabkan oleh dehidrasi, anoksia kronik, polisitemia dan tumor.
o Hb normal laki-laki 14-17 gram/dL; dan wanita 12-14 gram/dL
o Ht normal laki-laki 40-54%; dan wanita 37-47%

3. Standar Operasional Prosedur pemasangan Nasogastric Tube (NGT)


Selang NGT atau singkatan dari nasogastric tube yaitu suatu selang yang dimasukkan
melalui hidung hingga ke lambung sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan nutrisi klien.
NGT seringkali digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan dan

70
pasien tidak sadar. NGT juga dapat digunakan sebagai kumbah lambung yaitu
mengeluarkan isi atau zat-zat yang ada di lambung.

Indikasi pemasangan NGT :


Ada 3 indikasi utama pemasangan NGT :
1. Dekompresi isi lambung
a. Mengeluarkan cairan lambung pada pasien ileus obstruktif/ileus paralitik peritonitis
dan pankreatitis akut.
b. Perdarahan saluran cerna bagian atas untuk bilas lambung (mengeluarkan cairan
lambung)
2. Memasukkan Cairan/Makanan (Feeding, Lavage Lambung) : pasien tidak dapat
menelan oleh karena berbagai sebab Lavage lambung pada kasus keracunan
3. Diagnostik, yaitu membantu diagnosis dengan analisa cairan isi lambung.

Kontra indikasi pemasangan NGT :


1. Pasien dengan maxillofacial injury atau fraktur basis cranii fossa anterior. Pemasangan
NGT melalui nasal berpotensi untuk misplacement NGT melalui fossa cribiformis,
menyebabkan penetrasi ke intrakranial
2. Pasien dengan riwayat striktur esofagus dan varises esofagus.
3. Pasien dengan tumor esofagus.

Tujuan pemasangan NGT


1. Sebagai alternatif dalam memberikan makanan berupa cairan ataupun obat-obatan
2. Mengirigasi atau mengeluarkan isi lambung karena keracunan/perdarahan
3. Mengurangi respon mual muntah
4. Sebagai alternatif pengambilan spesimen di lambung

Komplikasi pemasangan NGT


1. Iritasi hidung, sinusitis, epistaksis, rhinorrhea, fistula esophagotracheal akibat
pemasangan NGT jangka lama.
2. Pneumonia Aspirasi.
3. Hypoxia, cyanosis, atau respiratory arrest akibat tracheal intubation

Jenis-jenis NGT
1. NGT yang berbahan karet
2. NGT yang berbahan plastik

71
3. NGT yang berbahan dari silicon

Ukuran NGT
1. Untuk ukuran NGT dewasa biasanya menggunakan nomor 14-20
2. Untuk ukuran NGT anak-anak menggunakan nomor 8-16
3. Untuk ukuran NGT bayi yaitu 5-7

Persiapan alat :
1. Selang NGT sesuai ukuran yang dipakai
2. Jelly NGT
3. Bengkok
4. Plester
5. Gunting plester
6. Kapas alkohol
7. Klem
8. Pinset anatomis
9. Sarung tangan
10. Stetoskop
11. Spuit 10 cc atau menyesuaikan
12. Penlight
13. Handuk/pengalas

Prosedur pemasangan
1. Ucapkan salam dengan sopan dan santun
2. Memperkenalkan diri
3. Jelaskan maksud dan tujuan dalam melakukan pemasangan NGT.
4. Meminta persetujuan klien (informed consent)
5. Perawat cuci tangan
6. Jaga privacy klien dengan memasang sampiran atau penutup lainnya
7. Memasang handuk
8. Memakai sarung tangan.
9. Bersihkan dahulu sekitar hidung dan lubang hidung dengan kapas alkohol.
10. Siapkan selang NGT lalu ukur terlebih dahulu dari ubun-ubun sampai menuju lambung
atau bisa diukur dari telinga lalu batas diklem.
11. Oleskan jelly pada selang NGT, lalu masukkan NGT dengan pinset sambil
menginstruksikan klien untuk menelan agar membantu masuknya selang menuju
72
kerongkongan atau esofagus terus menuju lambung sesuai dengan yang kita ukur
sebelumnya.
12. Validasi apakah benar selang NGT sudah masuk ke lambung dengan cara
menggunakan stetoskop dan spuit. Pakai stetoskop lalu tempelkan ke daerah perut
sedangkan spuit dimasukkan ke selang NGT sambil disemprotkan udara yang ada di
spuit lalu dengarkan dengan stetoskop. Bisa juga dengan masukkan ujung selang NGT
ke mangkuk yang sudah berisi air  jika benar masuk ke lambung maka tidak
mengeluarkan gelembung udara. Jika mengeluarkan gelembung udarah selang NGT
masuk ke paru-paru.
13. Fiksasi selang NGT dengan plester di bagian hidung agar selang NGT tidak keluar.
14. Tutup ujung selang NGT
15. Evaluasi subjektif (respon klien) dan objektif (NGT sudah terpasang).
16. Instruksikan klien jangan sering menggaruk-garuk hidungnya karena dapat
menyebabkan fiksasi selang NGT rusak.
17. Kontrak selanjutnya tempat, waktu dan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
18. Rapihkan pasien dan rapihkan alat
19. Ucapkan salam dengan sopan dan santun

4. Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian makan (nutrisi) lewat slang NGT

a. Pengertian Pemberian Nutrisi Melalui NGT


Memberikan nutrisi melalui Nasogastric Tube (NGT) adalah memberikan makan dalam
bentuk cair dan minum melalui selang atau pipa NGT kepada klien yang tidak mampu
makan secara normal.

73
b. Tujuan Pemberian Nutrisi Melalui NGT
Memberikan nutrisi melalui NGT bertujuan untuk memenuhi, memperbaiki, dan
mempertahankan kebutuhan nutrisi klien yang tidak mampu makan dan minum secara
normal. Sedangkan manfaatnya adalah untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan
mempercepat penyembuhan.
c. Indikasi Pemberian Nutrisi Melalui NGT adalah pasien yang mengalami gangguan
pencernaan tepatnya pada gangguan reflek menelan
d. Kontra Indikasi Pemberian Nutrisi Melalui NGT adalah pasien yang memungkinkan
untuk diberi nutrisi secara peroral.
e. Persiapan alat
a. Air matang
b. Makanan cair/obat
c. Spuit 10 ml
d. Perlak dan pengalas
e. Bengkok
f. Sarung tangan
g. Tissue
f.Prosedur
a. Memberikan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur
d. Meminta persetujuan klien
e. Perawat cuci tangan
f. Mengenakan sarung tangan
g. Mengatur posisi semi fowler
h. Memasang perlak dan pengalas di dada klien
i. Mendekatkan bengkok
j. Melakukan aspirasi isi lambung untuk memastikan posisi NGT dan cek residu
lambung
k. Memasang arteri klem dan memasang corong / spuit 60 cc
l. Memasukkan air matang, membuka slang /klem dan meninggikan 30 cm
m. Menutup kembali klem sebelum air habis

74
n. Memasukkan makanan cair, membuka klem dan meninggikan 30 cm kemudian
menutup kembali klem sebelum makanan cair habis
o. Membilas slang dengan memasukkan air matang
p. Menutup kembali ujung NGT dengan klem / spuit
q. Membersihkan sisa makanan pada klien
r. Merapikan klien
s. Melakukan evaluasi tindakan dengan menanyakan respon klien
t. Perawat cuci tangan
u. Merencanakan tindak lanjut tempat, waktu dan tindakan yang akan dilakukan
selanjutnya.
v. Mengucapkan salam

5. Standar Operasional Prosedur (SOP) Pengambilan Darah Vena (Vena Punture)


Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses
mengeluarkan darah. Suatu cara pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam
fossa cubiti, vena saphena magna/vena supervisial lain yang cukup besar untuk
mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif dengan menggunakan spuit. Pada

75
pemeriksaan laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui
tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi.
Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy
sering dikaitkan dengan vena puncture.
Tujuan dari teknik pengambilan darah vena adalah untuk mendapatkan sampel darah vena
yang baik dan memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Prinsip : pembendungan pembuluh darah vena dilakukan agar pembuluh darah tampak
jelas dan dengan mudah dapat ditusuk sehingga didapatkan sempel darah.
pengambilan sampel darah harus di lakukan dengan benar agar dapat di peroleh spesimen
darah yang syarat uji laboratorium. Oleh karena itu, mulai dari persiapan, pemilihan jenis
antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan sampai dengan pelabelan sampel.
Pengambilan sampel darah tidak boleh di lakukan pada lengan yang terpasang infus, jika
salah satu lengan terpasang infus maka pengambilan di lakukan pada lengan yang tidak
terpasang infus. jika kedua lengan terpasang infus di lakukan pengambilan pada vena kaki.
Lokalisasi pengambilan darah vena dicarikan pembuluh darah vena yang cukup besar dan
letaknya superfisial. Pada orang dewasa biasanya vena di fosa cubiti sedangkan pada anak-
anak dan bayi mungkin diambil pada : vena jugularis eksterna, vena femoralis (paha), vena
sinus sagitalis superior (kepala).
Darah vena dapat diperoleh dengan jalan pungsi vena. Jarum yang digunakan untuk
menembus vena itu hendaknya cukup besar, sedangkan ujungnya harus runcing, tajam dan
lurus. Dianjurkan untuk memakai jarum dan spuit yang dispossible; spuit semacam itu
biasanya dibuat dari semacam plastik. Baik spuit maupun jarum hendaknya dibuang
setelah dipakai, janganlah disterilkan lagi guna pemakaian berulang.

Standar Operasional Prosedur Pengambilan Darah Vena


1. Pengertian : suatu teknik pengambilan darah vena yang diambil dari vena untuk
mendapatkan sampel darah yang baik dan representatif.
2. Tujuan : untuk mendapatkan darah vena untuk pemeriksaan laboratorium.
3. Prinsip : darah vena diambil dengan cara melakukan penusukan pada pembuluh darah
vena, darah akan masuk pada ujung spuit, dilanjutkan dengan menarik piston sampai
sesuai volume darah yang dikehendaki.
4. Indikasi : pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis
5. Persiapan alat :
a. Spuit disposible 5 ml/10 ml (sesuai kebutuhan)

76
b. botol spesimen / antikoagulan EDTA
c. Torniquet
d. Kapas alkohol
e. Perlak dan pengalas
f. Sarung tangan steril
g. Kassa steril
h. Plester / hipafix
i. Gunting plester
j. Bengkok
6. Prosedur kerja :
a. Tahap Pra interaksi
1. Cek program pemeriksaan laboratorium
2. Cuci tangan
3. Siapkan alat-alat
b. Tahap Orientasi
1. Berikan salam terapeutik, panggil klien dengan namanya.
2. Jelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan pada klien dan keluarga.
3. Berikan kesempatan klien bertanya sebelum kegiatan dilakukan.
4. Jaga privacy klien.
5. Atur posisi klien semifowler atau supinasi jika tidak memungkinkan
6. Bebaskan lengan pasien dari lengan baju/kemeja.
7. Pasang torniquet 5-15 cm diatas tempat insersi/tusukan.
8. Letakkan pengalas di bawah area insersi.
c. Tahap kerja
1. Perawat cuci tangan
2. Dekatkan peralatan di sisi tempat tidur klien.
3. Atur posisi klien yang nyaman dan aman (supinasi, semifowler, atau duduk
dengan lengan diposisikan lurus).
4. Pastikan vena yang akan digunakan untuk pengambilan darah/penusukan
merupakan vena yang cukup besar dan letaknya superfisial.
5. Pasang perlak dan pengalas dibawah tempat penusukkan/insersi.
6. Pasang torniquet kira-kira 5–15 cm diatas tempat penusukan/insersi (Tidak lebih
dari 1-2 menit sebelum pengambilan darah vena).

77
7. Pastikan pembuluh darah vena dipastikan telah terdilatasi dengan baik. Pada
orang gemuk atau untuk vena yang tidak terlihat dibantu dengan palpasi.
8. Siapkan spuit/syringe sesuai kebutuhan.
9. Desinfeksi tempat penusukan/insersi dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan
sampai kering.
10. Beritahu klien bahwa akan dilakukan penusukan/insersi.
11. Tusukkan/insersikan jarum ke dalam pembuluh darah vena dengan benar
(secara perlahan-lahan dengan sudut 15-30 derajat dengan bevel jarum
menghadap ke atas).
12. Tarik piston secara perlahan-lahan, dan darah diambil sesuai kebutuhan
13. Tarik jarum dari vena dengan benar (dengan teknik kapas alkohol diletakkan
diatas tempat penusukan jarum dan tekan sampai darah tidak keluar lagi).
14. Lepaskan torniquet.
15. Luka bekas tusukan diberi plester.
16. Masukkan spesimen darah ke dalam tempat spesimen yang telah disediakan
dengan teknik yang benar (spesimen darah dikeluarkan secara perlahan-lahan
dan tidak disemprotkan, dan bila menggunakan antikoagulan, segera perlahan-
lahan dicampur).
17. Berik label identitas pada tempat spesimen
18. Lepas sarung tangan.
19. Perawat cuci tangan.
d. Tahap terminasi
1. Tanyakan respon pasien
2. Jelaskan rencana tindak lanjut : kondisi tempat insersi, tempat insersi.
3. Salam terapeutik disampaikan kepada klien.
4. Dokumentasikan :  jenis pemeriksaan, nama petugas yang melakukan
pengambilan darah, tanggal dan jam pengambilan darah, dan respon pasien.

Hal – hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan darah vena :


1. Lepas tutup jarum secara perlahan, jangan sampai ujung jarum menyentuh tutupnya,
sebab jarum dapat tumpul
2. Pada vacutainer pemasangan tabung vakum pada holder harus kuat, dengan cara ibu
jari kanan mendorong tabung sedangkan jari telunjuk dan jari tengah (kanan)

78
tertumpu pada kedua sisi holder, ibu jari tangan kiri memegang holder dengan sedikit
menekan agar holder tidak bergerak.
3. Pasien yang takut harus ditenangkan dengan memberi penjelasan mengenai apa yang
akan dilakukan, maksud beserta tujuannya
4. Vena yang kecil terlihat sebagai garis-garis biru biasanya sukar digunakan.
5. Untuk vena yang tidak dapat ditentukan karena letaknya yang dalam, usaha coba-coba
dilarang untuk dilakukan
6. Pembendungan yang terlalu lama jangan dilakukan karena dapat mengakibatkan
hemokonsentrasi setempat.
7. Hematom, yaitu keluarnya darah dibawah kulit dalam jaringan pada kulit disekitar
tusukkan akan terlihat berwarna biru, biasanya akan terasa nyeri, perintahkan pasien
untuk mengompresnya dengan air hangat beberapa menit atau beberapa hari sampai
sakitnya hilang.

Faktor Penyulit dalam Pengambilan Darah Vena


b. Faktor Fisik Pasien
a. Kegemukan
Pada pasien yang gemuk terkadang phlebotomis sulit untuk menemukan pembuluh
darah vena yang akan ditusuk karena terhalang oleh jaringan lemak. Orang yang
gemuk memiliki vena yang lebih dalam dan tidak terlihat sehingga sulit untuk
dipalpasi.
b. Edema
Edema merupakan penimbunan cairan tubuh. Phlebotomis menjadi sulit untuk
menemukan letak vena. Jika darah yang diambil pada tempat yang oedema, maka
darah akan tercampur dengan cairan oedema sehingga akan terjadi pengenceran.
Phlebotomis dapat mencari pembuluh darah lain yang tidak edema.
c. Luka bakar

79
Pasien yang mengalami luka bakar, jaringan pada tubuhnya rusak dan mudah
mengalami infeksi. Jangan melakukan pengambilan di daerah ini. Pasien sangat
rentan terhadap infeksi.
c. Faktor Psikologis Pasien
Faktor penderita yang kurang kooperatif disebabkan penderita merasa ketakutan
sehingga penderita menolak untuk dilakukan pengambilan darah. Cara mengatasinya
dengan mencari bantuan petugas lain dan menenangkan pasien agar pasien mengerti
perlunya untuk dilakukan pengambilan darah. Bila tidak berhasil, jelaskan secara
tertulis pada lembar permintaan laboratorium.
d. Faktor Teknik, yaitu gagal memperoleh darah
Gagal pengambilan darah disebabkan :
a) Cara pengambilan darah vena yang salah oleh phlebotomis
b) Tusukan sudah tepat tetapi darah tidak cukup terhisap, kemungkinan :
1) Kesalahan teknik
 Arah tusukan tidak tepat
 Sudut tusukan terlalu kecil atau terlalu besar
 Salah menentukan vena yang dipilih
 Tusukan terlalu dalam atau kurang dalam
 Pembuluh bergeser karena tidak terfiksasi
2) Kesalahan non teknik : pembuluh darah menyempit (kolaps) karena rasa takut
yang berlebihan dan menyebabkan volume darah berkurang. Volume darah
berkurang karena pendarahan berat, kekurangan cairan tubuh, dan tekanan darah
turun.

6. Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)


Elektrokardiografi (EKG) adalah perekaman aktivitas listrik dari serat-serat otot jantung.
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,
iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm.
Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Garis horisontal menunjukkan waktu,
80
yaitu 1 mm = 0,04 detik, sedangkan garis vertikal menunjukkan "Voltage" listrik diukur
sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (1 mm = 0,1 mV).
Kompleks Elektrokardiografi Normal.

Gambar : gelombang elektrokardiografi normal

Standar Prosedur Operasional Melakukan Perekaman Elektrokardiografi (EKG)

1. Pengertian
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan potensial atau
perubahan voltase yang terdapat dalam jantung. Perekaman EKG adalah merekam
perubahan potensial listrik jantung dengan menggunakan alat elektrokardiogram (EKG),
Elektrokardiogram adalah grafik yang merekam perubahan potensial listrik jantung yang
dihubungkan dengan waktu.
2. Tujuan
1. Mengetahui adanya kelainan irama jantung
2. Mengetahui adanya kelainan miokardium
3. Mengetahui pengaruh/efek obat jantung terutama digitalis
4. Mengetahui adanya gangguan elektrolit
5. Mengetahui adanya perikarditis
6. Pembesaran Jantung,
3. Indikasi
1. Adanya kelainan irama jantung
2. Adanya kelainan miokardium
3. Pengaruh/efek obat jantung terutama digitalis
4. Adanya gangguan elektrolit
5. Adanya perikarditis

81
6. Adanya pembesaran Jantung,
4. Kontra Indikasi : Tidak ada
5. Persiapan alat
1. Set mesin EKG beserta electrode dan kabel listrik (power) dan kabel untuk ground
2. Kertas EKG
3. Jelly
4. bengkok
5. Tissue

6. Persiapan pasien
1. Berikan salam terapeutik, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien/ keluarga
3. Jelaskan tujuan tindakan kepada pasien / keluarga
4. Minta persetujuan pasien
5. Atur posisi klien supinasi.
6. Jaga privacy klien

7. Prosedur
1. Perawat cuci tangan
2. Dekatkan alat-alat kepada klien
3. Hubungkan kabel listrik mesin EKG ke sumber listrik.
4. Tekan atau nyalakan tombol Power On mesin EKG
5. Anjurkan klien untuk membuka pakaian yang akan dipasang elektrode.
6. Olesi dengan jelly pada area pergelangan tangan, pergelangan kaki dan prekordial.
7. Pasang elektrode ekstremitas atas pada pergelangan tangan kanan (merah) dan kiri
(kuning) searah dengan telapak tangan.
8. Pasang elektrode ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan (hitam) dan kiri
(hijau) sebelah dalam.
9. Pasang elektrode pada daerah dada (prekordial) dengan urutan sebagai berikut
a. V1 : sela iga ke 4 pada garis sternal kanan
b. V2 : sela iga ke 4 pada garis sternal kiri
c. V4 : sela iga ke 5 pada midklavikula kiri
d. V3 : diantara V2 dan V4
e. V5 : garis aksila anterior (sejajar V4 dan V6)
f. V6 : mid aksila sejajar dengan V4 dan V5
82
10. Periksa kembali standarisasi dari EKG meliputi kalibrasi (1 mV) dan kecepatan (25
mV).
11. Catat atau ketik identitas klien pada mesin EKG.
12. Tekan tombol start untuk memulai perekaman EKG dan dilakukan dengan benar
13. Matikan mesin EKG bila telah selesai melakukan perekaman.
14. Bersihkan bekas jelly dengan menggunakan tissue
15. Rapikan kembali klien dan posisikan pada posisi yang aman dan nyaman
16. Rapikan kembali alat-alat dan ditempatkan pada tempatnya
17. Perawat cuci tangan.

8. Evaluasi dan tindak lanjut


1. Respon klien dievaluasi dengan benar
2. Upaya tindak lanjut dirumuskan dan disampaikan
3. Salam terapeutik disampaikan untuk mengakhiri tindakan

9. Dokumentasi
1. Dokumentasikan : nama klien, tanggal dan jam perekaman, dan respon pasien.
2. Paraf dan nama jelas dicantumkan pada catatan pasien.

7. Standar operasional prosedur pemeriksaan (Treadmill Test)


Penyakit jantung sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
cukup penting, baik di negara maju maupun negara berkembang, seperti di Indonesia
merupakan penyebab kematian nomor satu.
Mengingat banyaknya jumlah penderita Coronary Artery Desease (CAD) dan kerugian
yang ditimbulkan, maka dikembangkanlah suatu metode preventif dengan berbasis
teknologi informasi yang dapat mendeteksi secara dini yang disebut Tes Toleransi Latihan
atau Treadmill Test. Metode ini dikembangkan dengan merekam aktivitas kelistrikan
jantung selama latihan fisik yang berdampak terhadap peningkatan kebutuhan oksigen
pada jantung.
Treadmill test, atau "treadmill stess test" atau disebut juga uji latih beban jantung,
seringkali dihubungkan dengan penyakit jantung. Pada treadmill test penderita diberi
83
beban latihan berupa berjalan diatas alat treadmill sambil direkam EKG pada saat yang
bersamaan. Test ini pada dasarnya merupakan gabungan antara latihan fisik dan monitor
rekaman aktifitas listrik jantung selama latihan.
Test ini dibutuhkan antara lain untuk mendiagnosa penyakit jantung koroner karena pada
pemeriksaan EKG istirahat seringkali tidak didapatkan perubahan yang berarti, padahal
dari keluhan penderita atau dari pemeriksaan lainnya dokter mencurigai adanya penyakit
jantung koroner. Pada penderita penyakit jantung koroner, hasil pemeriksaan EKG
istirahatnya bisa saja normal. Kadang keluhan atau gejala penyakit jantung baru akan
timbul pada saat aktifitas berlebihan, misalnya berlari atau berolahraga, maka dengan
treadmill test dapat ditemukan adanya kelainannya.
Pada penyakit jantung koroner akibat sumbatan yang bermakna (total) maka pada EKG
akan tampak jelas kelainannya dan bila sumbatannya hanya sebagian maka pada saat
istirahat tidak akan tampak kelainan. Pada saat aktifitas tubuh meningkat, maka jantung
akan memompa darah lebih cepat, pada saat itu jantung juga membutuhkan suplai darah
yg lebih banyak untuk kontraksi dari otot jantung itu sendiri sehingga bila ada
penyempitan sebagian dari lumen arteri koroner maka suplai darah untuk kebutuhan otot
jantung juga terhambat. Pada saat itulah dapat timbul gejala berupa nyeri dada dan pada
pemeriksaan EKG akan didapatkan kelainan.
Treadmill test ini sangat efektif untuk mendiagnosa suatu penyakit jantung koroner yang
mengalami penyempitan dan melalui treadmill test ini juga dapat diketahui sejauh mana
penderita penyakit jantung koroner boleh melakukan aktifitas dengan aman sesuai dengan
kondisi jantungnya, menilai kegawatan gangguan irama jantung, menilai respon tekanan
darah terhadap latihan, menilai kemampuan kardiopulmoner untuk aktifitas fisik dan
gambaran kasar tentang kekuatan/fungsi otot jantung.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan Treadmill test ini yaitu: penderita
boleh memakai sepatu olahraga dan pakaian yang nyaman untuk aktifitas fisik, sebaiknya
jangan makan tiga jam sebelum test atau minum berlebih dan jangan merokok sebelum
test, memberitahukan kepada dokter mengenai semua obat-obatan yang dikonsumsi dan
penyakit lain yang dideritanya.
Pada awalnya tubuh penderita akan dipasang sejumlah elektroda yang terhubung ke
monitor, jadi pada saat sebelum, selama, dan sesudah pasien melakukan Treadmill,
tekanan darah akan diukur secara berkala dan EKG akan dimonitor dan direkam secara
berkala atau bila dianggap perlu oleh dokter yang mengawasi. Pada Treadmill test ini ada

84
tiga tingkat kecepatan dan tanjakan, awalnya hanya jalan santai kemudian tiap tiga menit
kecepatan dan tanjakan akan meningkat, demikian seterusnya sesuai dengan protokol yang
dipakai.
Apabila selama pemeriksaan pasien merasa tidak kuat, sesak napas, kaki lelah, pusing atau
didapatkan kelainan pada monitor EKG atau perubahan tekanan darah yang tidak normal
maka dokter akan memberhentikan test ini. Kelainan - kelainan yang menyebabkan
diberhentikannya test ini antara lain : adanya nyeri dada (angina), pasien pusing, pucat,
sesak nafas, didapatkan perubahan segmen ST pada monitor ECG, penurunan tekanan
darah lebih dari 10 mmHg pada saat latihan, atau peningkatan tekanan darah sampai 240
mmHg dan gangguan irama jantung yang mengancam.
Penderita yang dianjurkan atau perlu melakukan treadmill test adalah penderita dengan
keluhan yang menyerupai gejala penyakit jangtung (misalnya: nyeri dada, sesak napas),
penderita dengan faktor resiko penyakit jantung koroner (riwayat keluarga, usia lanjut,
kolesterol tinggi, diabetes, hipertensi), atau untuk "general check up" khusus (keperluan
asuransi, ketahanan / kemampuan fisik pada atlet), untuk evaluasi hasil pengobatan dan
respon tekanan darah pada penderita hipertensi maupun evaluasi hasil pengobatan
penderita penyakit jantung koroner.
Pemeriksaan Treadmill dilakukan oleh dokter spesialis jantung dibantu oleh paramedis
(perawat) yang terlatih dengan "back up" obat-obatan dan alat-alat medis untuk
pertolongan pertama bila terjadi penyulit yang tidak diinginkan yang mungkin sekali
terjadi selama test fisik ini. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tes ini sekitar 20-40
menit tergantung dari kapasitas latihan dan waktu munculnya gejala. The Bruce Protocol
memakan waktu total 21 menit, periode pemulihan 10 menit, dan persiapan 10 menit.

Langkah-langkah Pelakanaan Tes Treadmill adalah sebagai berikut :


1. Pasien dibawa ke ruang treadmill dimana nadi dan tekanan darah saat istirahat akan
direkam. Elektroda ditempelkan pada dada dan dihubungkan dengan EKG pada mesin
pemeriksaan. 
2. Tes ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yaitu exercise stress test, Pasien diminta
untuk berjalan diatas treadmill dengan prosedur latihan spesifik, dimulai dari langkah
lambat. The Bruce Protocol, protokol yang paling sering digunakan, memiliki total 7
tahapan dengan peningkatan kecepatan secara periodik dan inklinasi kecuraman setiap 3
menit. Tekanan darah, denyut jantung, dan EKG akan dipantau dan direkam secara

85
bersamaan, pada saat istirahat, dan setiap 3 menit dalam setiap tahapan latihan. Dokter
akan bertanya kepada pasien sebelum suatu tahapan berakhir, apakah Anda masih sanggup
untuk melanjutkan ke tahapan berikutnya. 
3. Ada beberapa pertimbangan yang harus diikuti apabila tes ini akan dihentikan dan pasien
tidak perlu menyelesaikan 7 tahapan. Tahapan 4-6 sudah memerlukan usaha yang intens,
dan tahapan 7 memerlukan usaha maksimal. Tes ini akan dihentikan apabila target denyut
nadi telah tercapai, atau apabila pasien mengalami gejala seperti nyeri dada, pusing,
kenaikan tekanan darah yang berlebihan, atau kelelahan yang ekstrim. 
4. Bagian kedua dari tes ini adalah periode pemulihan atau fase "slowing down". Kecepatan
akan diturunkan secara bertahap dalam 10 menit. Tekanan darah, denyut jantung, dan
EKG pasien akan tetap dipantau selama bagian kedua ini berlangsung.

Persiapan pasien yang harus dilakukan sebelum menjalani tes :


1. Puasa makan dan minum selama 2-3 jam sebelum prosedur dilakukan. Hal ini akan
menurunkan risiko mual yang dapat terjadi pada kelelahan akibat latihan berat setelah
makan. Apabila pasien menderita diabetes yang mendapat terapi insulin, maka ada
instruksi khusus dari dokter. 
2. Istirahat dan tidur yang cukup, karena kondisi yang tidak segar atau stress atau emosi
akibat situasi yang menegangkan akan menyebabkan frekuensi jantung meningkat, akibat
pelepasan adrenalin dan meningkatkannya tekanan darah, dengan demikian beban kerja
jantung akan meningkat.
3. Kenakan pakaian yang nyaman dan sepatu yang sesuai untuk latihan (olahraga). Pasien
dianjurkan untuk menggunakan sepatu olah raga bersol dari karet, celana yang nyaman,
dan baju yang longgar.
4. Penjelasan mengenai tes ini akan diberikan oleh dokter dan pasien akan diminta untuk
menandatangani surat persetujuan tindakan. 
5. Bagian dada dibersihkan dengan kasa dan alkohol untuk memastikan kualitas sadapan
EKG yang baik. Bulu dada sebaiknya dicukur agar stiker sadapan dapat melekat dengan
sempurna di dada. 
6. Bagi wanita sebaiknya menggunakan bra dengan kait yang mudah dibuka, dan apabila
memungkinkan, kenakan kaos atau kemeja dengan kancing depan. 

Pelaksanaan treadmill test

86
1. Waktu pelaksanaan berkisar 20 – 40 menit
2. Elektrode dilekatkan pada area dinding dada dapat dihubungkan memakai kabel dengan
electrocardiograph monitor atau dapat juga dengan menggunakan metode Telemetry alat
penangkap data yang portable yang menggunakan sistem transmisi gelombang suara dan
tanpa kabel.
3. Pasien di ukur heart rate dan tekanan darah sebelum latihan, pasien melakukan ban
berjalan atau treadmill, bersepeda statis, naik turun tangga. Latihan dimulai pada
kecepatan Warming-up dan tiap tiga menit kecepatan dinaikkan. Pengukuran tekanan
darah dan heart rate diambil di menit ke-2 pada setiap tahap.
4. Jarak tempuh ban berjalan atau sepeda statis adalah 2 – 3 mil/jam.
5. Hal–hal yang harus diperhatikan selama pelaksanaan tes adalah : tekanan darah, heart rate,
irama jantung, pernafasan, perubahan EKG, ketidaknyamanan pasien pada dada.
6. Latihan dihentikan pada : pasien merasa tidak nyaman pada dada, nafas pendek, pusing,
kenaikan heart rate (maksimal 85% dari rata-rata HR) ketidakteraturan irama jantung,
perubahan pada gambaran EKG.
7. Setelah pelaksanaan treadmill pasien akan dimonitor 10 sampai 15 menit setelah tes
selesai atau setelah irama jantung kembali ke kondisi dasar.

Implikasi Keperawatan
1. Catat obat–obat yang diminum klien dan waktu terakhir di minum.
2. Anjurkan pasien tidur cukup sebelum latihan, tidak makan atau minum selama 4 jam
sebelum latihan, tidak makan atau minum bahan–bahan yang mengandung cafein selama
12 jam sebelum latihan.
3. Jelaskan bahwa pemeriksaan untuk melihat kelistrikan jantung pada saat jantung
menerima beban yang lebih tinggi.
4. Jelaskan waktu melaksanaan treadmill 20 – 40 menit.
5. Jelaskan bahwa dada, tangan, kaki pasien akan dipasang electrode yang akan di
hubungkan dengan EKG atau menggunakan telemetry
6. Jelaskan bahwa pemeriksaan treadmill cukup aman karena diawasi oleh dokter atau
tekniker yang mengetahui jika terjadi kondisi kegawatan.
7. Anjurkan klien untuk memakai baju yang longgar, celana yang nyaman dan sepatu yang
bersol dari karet pada waktu melakukan treadmil
8. Jelaskan bahwa pemeriksaan sama dengan berlari atau bersepeda, dimana bebannya akan
dinaikkan setiap tiga menit

87
9. Anjurkan klien untuk memberitahu selama pemeriksaan apabila mengalami nyeri dada,
nafas pendek, pusing dan yang lebih penting lagi memberi kesempatan klien untuk
bertanya.

V. Rangkuman
Selamat Anda telah selesai mempelajari KB-3, semoga Anda telah memahami
materi yang ada didalamnya. Apabila Anda merasa belum memahami, coba Anda ulangi
lagi untuk mempraktikan pengkajian klien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, mempraktikan kembali standard prosedur operasional dalam memberikan makan
melalui infus, melalui NGT, mengambil darah vena dan mempersiapkan klien sebelum
melaksanakan pemeriksaan diagnostik. Apa bila Anda sudah mampu melaksanakan
praktik keperawatan, maka Anda telah menguasai capaian pembelajaran yang ada pada
KB-3. Hal-hal penting yang perlu Anda ingat ketika mempelajari materi pada KB-3
adalah:
1. Pemeriksaan klinis secara sistematik pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler mencakup anamnesis, riawayat penyakit dan pemeriksaan fisik dengan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler
harus meliputi jantung dan sistem pembuluh darah

88
2. Teknik pemasangan infus adalah suatu tindakan yang dilakukan pada klien yang
memerlukan terapi cairan melalui intravena (infus). Pemberian cairan infus dapat
diberikan pada pasien yang mengalami kekurangan cairan atau nutrisi yang berat, syok,
intoksikasi berat, pra dan pasca bedah, sebelum tranfusi darah, atau pasien yang
membutuhkan pengobatan tertentu.
3. Selang NGT atau singkatan dari nasogastric tube yaitu suatu selang yang dimasukkan
melalui hidung hingga ke lambung sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan nutrisi
klien. NGT seringkali digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan
dan pasien tidak sadar. NGT juga dapat digunakan sebagai kumbah lambung yaitu
mengeluarkan isi atau zat-zat yang ada di lambung.
4. Memberikan nutrisi melalui Nasogastric Tube (NGT) adalah memberikan makan dalam
bentuk cair dan minum melalui selang atau pipa NGT kepada klien yang tidak mampu
makan secara normal. Tujuan pemberian nutrisi melalui NGT adalah memberikan
nutrisi untuk memenuhi, memperbaiki, dan mempertahankan kebutuhan nutrisi klien
yang tidak mampu makan dan minum secara normal.

VI. Tugas
Untuk memperkaya wawasan Anda tentang materi yang ada di KB-3, Anda dapat
menyusun makalah tentang praktik keperawatan tentang pemenuhan kebutuhan nutrisi
pada klien dengan gangguan system kardiovaskuler, maka Anda dapat mengerjakan tugas-
tugas sebagai berikut :
1. Sebutkan jenis-jenis makanan atau nutrisi yang diberikan secara parenteral (cairan
infua)!
2. Apa tujuan pemberian nutrisi melalui cairan infus?
3. Jelaskan bagaimana cara pemasangan selang NGT?
4. Apa tujuan pemberian nutrisi melalui selang NGT (sonde)?

Setelah semua tugas di atas telah Anda kerjakan, silakan Anda menyerahkan semua tugas
itu kepada instruktur Anda untuk mendapatkan penilaian. Selamat, atas pencapaian dan
keberhasilan Anda dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

89
VII. Tes formatif

1. Seorang klien laki-laki usia 45 tahun, dirawat di rumah sakit psca operasi pemasangan
kolostomi yang disebabkan oleh ilius paralitik. Klien mengalami mual dan muntah
secara terus menerus. Keadaan umum lemah, status gizi kurang, Tek darah 100/70
mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, turgor kulit kurang elastis, Hb 10 gr/dL.
Apa tindakan perawat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien tersebut?
a. Memberikan nutrisi lewat sonde
b. Memberikan nutrisi parenteral lewat infus
c. Memberikan nutrisi peroral dalam bentuk bubur
d. memberikan nutrisi peroral dalam bentuk bubur saring
e. Memberikan nutrisi peroral dalam bentuk cair atau bubur saring

2. Seorang klien perempuan usia 55 tahun dirawat di rumah sakit karena mengalami
penurunan kesadaran akibat stroke. Keadaan umum lemah, status gizi kurang, Tek
darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, turgor kulit kurang elastis, Hb 10
gr/dL. Untuk memnuhi kebutuhan nutrisinya, pemberian nutrisi melalui apa yang harus
dilakukan?
a. Memberikan nutrisi lewat sonde
b. Memberikan nutrisi parenteral lewat infus
c. Memberikan nutrisi peroral dalam bentuk bubur
d. memberikan nutrisi peroral dalam bentuk bubur saring
e. Memberikan nutrisi peroral dalam bentuk cair atau bubur saring

3. Seorang klien perempuan usia 55 tahun dirawat di rumah sakit karena mengalami
penurunan kesadaran akibat stroke. Keadaan umum lemah, status gizi kurang, Tek
darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, turgor kulit kurang elastis, Hb 10
gr/dL. Dokter menginstrusikan pemberian nutrisi berbentuk cair (sonde) 200 ml.
Bagaiman posisi klien sesuai kondisi klien tersebut ketika akan diberikan nutrisi lewat
slang NGT?
a. Fowler tinggi
b. Semi fowler
c. Supinasi
d. Litotomi
e. Duduk
90
4. Seorang klien perempuan usia 55 tahun dirawat di rumah sakit karena mengalami
penurunan kesadaran akibat stroke. Keadaan umum lemah, status gizi kurang, Tek
darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi 80 kali/menit, turgor kulit kurang elastis, Hb 10
gr/dL. Dokter menginstrusikan pemberian nutrisi berbentuk cair (sonde) 200 ml.
Apa tujuan pemberian nutrisi pada klien tersebut?
a. Meningkatkan keadaan umum klien
b. Memberikan kecukupan nutrisi
c. Mencegah mual dan muntah
d. Mudah diberikan
e. Mudah dicerna

Selamat, Anda telah menjawab semua pertanyaan dengan baik dan benar. Berikutnya, Anda
dapat belajar materi selanjutnya pada KB-4.
Selamat Belajar.

Daftar Pustaka

1. Adie Area.2011. Komplikasi Flebotomi . Diambil dari


<http://adiyarea.blogspot.com/2011/06/komplikasi-flebotomi.html>. Diakses pada 14
Desember 2012 pukul 17.45 WIB.
2. Averett L, Salvatori R.  Inpatient Management of Endocrinologic Disorders  In Piccini &
Nilsson: The Osler Medical Handbook, 2nd ed. Copyright © 2006 Johns Hopkins
University.
3. Braga M et al. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition: Surgery Clinical Nutrition,
Volume 28, Issue 4, August 2009, Pages 378-386
4. Crook MA. Lipid clearance and total parenteral nutrition: the importance of monitoring
plasma lipids. Nutrition, Volume 16, Issue 9, September 2000, Pages 774-775.
5. Cleveland Clinic : Diagnosing Heart disease : stress test. Diambil 14 Maret 2008 :
www.yahoo.com/treadmill.urac’s. 2004.
6. Dewi Muliaty. Teknik-Teknik Flebotomi . Laboratorium Klinik Prodia: PAT (Persatuan
Ahli Teknologi Laboratorium Kesehatan Indonesia).
7. Kadir A. Sirkulasi Cairan Tubuh. FK UKWS. 2007.
8. Nettina and Sandra, (1996) The Lippingcott : Manual of Nursing Practice. Sixth edition.
Philadelphia Washington.

91
9. Perucca R. Intravenous Monitoring and Catheter Care. In Terry Judy. Intravenous
Therapy: Clinical Principles and Practice. WB Saunders Company. 1995.
10. Riswanto. Pengumpulan Sampel Darah. Diambil dari
<http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/pengambilan-spesimen.html.>.Diakses pada
13 Desember 2012 pukul 16.30 WIB. 2009
11. Smelter & Bare. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta. 2002.
12. Sobotka L, Camilo ME. Basics in clinical nutrition: Metabolic complications of
parenteral nutrition e-SPEN, the European e-Journal of Clinical Nutrition and Metabolism
4 (2009) e120–e122.
13. Insertion and Confirmation of position of Nasogastric tubes for adults and children.
Northern Health and Social Care Trust. June 2010
14. Policy for the insertion of a Naso-gastric tube in Adults. Birmingham East and North
NHS. October 2009.
15. Nasogastric Feeding Tube Placement and Management Resource Manual. Salford Royal
NHS Foundation. August 2011.
16. Schwartz Manual of Surgery 8th Edition. The MacGraw-Hill companies, New York, 2006

92

Anda mungkin juga menyukai