Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA TODDLER

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIDROCHEPALUS

DISUSUN OLEH :
BAB 1
PENDAHULUAN

Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal


pada sistem saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang
bedah saraf, yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat
dibagi menjadi dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis
patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan,
peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.
Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan diterapi sejak dini. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi intrakranial. Pemeriksaan penunjang
seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa prenatal maupun postnatal,
sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal. Terapi pada kasus ini sebaiknya dilakukan
secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan tindakan operasi shunting namun
terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting seperti terapi etiologik dan penetrasi
membran. Prognosis ditentukan oleh berbagai macam faktor, di antaranya adalah kondisi yang
menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien terhadap terapi. Tingkat kematian
pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi karena berbagai komplikasi yang
terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi. Hidrosefalus bukanlah suatu penyakit tunggal
melainkan hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara kongenital maupun akibat dari
kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka panjang dari hidrosefalus
akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan yang menyertai serta
yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak hal yang
mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat direncanakan dan
dilakukan.
Bab II

Konsep Medis

A. Definisi
Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air, dan cephalus
yang berarti kepala. Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu gangguan
pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi kelebihan
cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai gangguan
hidrodinamik cairan serebrospinal.
B. Etiologi
Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus
hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid
(papiloma atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin
A.
2. Gangguan aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini
merupakan akibat dari obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat
terjadi di ventrikel maupun vili arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya
keadaan patologis ini, yaitu:
a. Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus
sylvii dan malformasi Arnold Chiari.
b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik saluran likuor, misalnya
tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom.
c. Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi
ependimal, fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid.
3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal. Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan
trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini
termasuk
C. Mainfestasi Klinis

 Rewel
 Mudah mengantuk
 Tidak mau menyusu
 Muntah
 Pertumbuhan terhambat
 Kejang
 Sakit kepala
 Penurunan daya ingat dan konsentrasi
 Mual dan muntah
 Gangguan penglihatan
 Gangguan koordinasi tubuh
 Gangguan keseimbangan
 Kesulitan menahan buang air kecil
 Pembesaran kepala

D. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengukuran lingkar kepala secara berkala


2. Analisa cairan cerebrospinal
2. X-foto kepala
3. USG kepala
4. CT-Scan

E. Penatalaksanan

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan
reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat
pembentukan cairan serebrospinal

2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi,
yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid.

3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni: drainase ventrikule-


peritoneal, drainase lombo-peritoneal

A. Farmakologi
Asetazolamid
Furosemid
Antibiotika (Bila ada kuman penyebab)
B. Pembedahan
Surgical removal or bypass the obstruction using a ventriculoperitoneal (VP) shunt atau AV shunt

F. Komplikasi

G. Perhatian bayi terbatas


H. Autisme
I. Kesulitan dalam belajar
J. Mengalami masalah pada koordinasi fisik
K. Mengalami masalah dalam bicara
L. Mengalami masalah penglihatan

G. WOC
Bab III
Konsep Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Toddler

Toddler dalam kamus Bahasa Inggris Indonesia berarti anak kecil yang baru
belajar berjalan. Anak usia toddler merupakan masa antara rentang usia 12 sampai
dengan 36 bulan. Masa ini merupakan masa eskplorasi lingkungan yang intensif karena
anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan bagaimana mengontrol
perilaku orang lain melalui perilaku negativisme dan keras kepala (Hidayatul, 2015)

Menurut Hartanto (2006) dalam penelitian Dian (2015), Anak usia toddler (1-3
tahun) merujuk konsep periode kritis dan plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh
kembang maka usia satu sampai tiga tahun sering sebagai golden period ( kesempatan
emas) untuk meningkatkan kemampuan setingitingginya dan plastisitas yang tinggi
adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam kurun waktu singkat, peka terhadap stimulasi
dan pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya dengan membentuk
sinap-sinap serta sangat mempengaruhi periode tumbuh kembang selanjutnya. Anak
pada masa tersebut bersifat egosentris yaitu mempunyai sifat kemauan yang kuat
sehingga segala sesuatu itu dianggap sebagai miiliknya. Ciri- ciri anak toddler (1-3
tahun) berada dalam tahap pertumbuhan jasmani 9 yang pesat oleh karena itu mereka
sangat lincah. Sediakanlah ruangan cukup luas dan banyak kegiatan sebagai penyalur
tenaga. Anak usia tersebut secara mental mempunyai jangka perhatian yang singkat, suka
meniru oleh karena itu jika ada kesempatan perhatikan mereka dengan sebaik-baiknya.
Segi emosional anak usia ini mudah merasa gembira dan mudah merasa tersinggung.
Kadang – kadang mereka suka melawan dan sulit diiatur. Segi sosial anak toddler (1-3
tahun) sedikit antisosial. Wajar bagi mereka untuk merasakan senang bermain sendiri
dari pasa bermain secara kelompok. Berilah kesempatan untuk bermain sendiri tetapi
juga ditawarkan kegiatan yang mendorongnya untuk berpartisipasi dengan anak –anak
lain. Anak usia toddler (1-3 tahun) mengalami tiga fase :
1. Fase Otonomi dan ragu-ragu atau malu
Menurut teori erikson (1963) dalam penelitian Dian (2015), dalam tahap ini
berkembangnya kemapuan anak yaitu belajar untuk makan atau berpakaian sendiri.
Apabila orang tua tidak mendukung upaya anak untuk belajar mandiri, makan hal ini
dapat menimbulkan rasa malu atau ragu akan kemampuannya. Misalnya orang tua
yang selalu memanjakan anak dan mencela aktivitas yang telah dilakukan oleh anak.
Pada masa ini anak perlu bimbingan dengan akrab, penuh kasih sayang tetapi juga
tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
2. Fase anal
Menurut teori Sigmund (1939) dalam penelitian Dian (2015 ), pada fase ini sudah
waktunya anak untuk dilatih buang air besar atau toilet 10 learning (Pelatihan buang
air pada tempatnya). Anak juga menunjukan beberapa bagian tubuhnya menyusun
dua kata dan mengulang kata-kata baru. Anak usia toddler (1-3 tahun berada dalam
fase anal yang ditandai dengan berkembangnya kepuasan dan ketidakpuasan
disekitar fungsi eliminasi. Tugas perkembangan yang penting pada fase anal
tepatnya saat anak berumur 2 tahun adalah latihan buang air (toilet training) agar
anak dapat buang air secara benar.
3. Fase Praoperasional
Menurut teori Piaget (1980) dalam penelitian Dian (2015), secara jelas
memperlihatkan pada kita bahwa anak usia dini belajar melalui pengalaman -
pengalaman yang terpadu. Anak lebih sering diberi pelajaran dan dilatih secara
berulang –ulang atau di Drill. Pada fase ini anak perlu dibimbing lebih akrab, penuh
kasih sayang tetapi juga tegas sehingga anak tidak mengalami kebingungan.
Bab IV
Asuhan Keperawatan Hidrochepalus Pada Anak Usia Toddler

Anda mungkin juga menyukai