Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA DI RS DR. SOEHARTO HERDJAN


PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

Disusun Oleh :
Mega Amelia (18.036)

PRODI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS CENDEKIA ABDITAMA
Tahun Ajaran 2020/2021
Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810
Telepon / Fax : 021-5462852, Website : https://www.cendekia.ac.id/
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I. MASALAH UTAMA
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensori yang palsu yang terjadi tanpa rangsang
ensternal yang nyata. ( Barbara, 2010 : 575 ).
Halusinasi adalah persepsi panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang
dapat mempengaruhi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu baik. (Carpenito, 2009).

B. Tanda dan gejala


a. Bicara, senyum / tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, menghidu.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Ketakutan.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Menarik diri, menghindari dari orang lain.
k. Menyalahkan diri sendiri/ orang lain.
l. Muka merah kadang pucat.
m. Ekspresi wajah bingung.
n. Tekanan darah naik.
o. Nafas terengah- engah.
p. Nadi cepat.
q. Banyak keringat.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2009), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon

neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh

penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang

lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,

temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

1) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang

berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin

dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

2) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan

terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak

klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,

atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan

kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon

dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan

kekerasan dalam rentang hidup klien.


3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan

kehidupan yang terisolasi disertai stress

D. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya

hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan

tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2009).

Menurut Stuart (2010), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses

informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang

mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus

yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor

lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

c. Mekanisme Koping

1) Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.

2) Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3) Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal. (Stuart, 2009).


E. Jenis-Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
b. Halusinasi penglihatan.
c. Halusinasi penciuman.
d. Halusinasi pengecapan.
e. Halusinasi perabaan.
f. Halusinasi kinestik.
g. Halusinasi hipnogogik.
h. Halusinasi hipnopompik.
i. Halusinasi histerik.
j. Halusinasi autoskopi.

F. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada intensitasnya dan keparahan

(Stuart & Laraia membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin berat

fase halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin

dikendalikan halusinasinya lengkap tercantum dalam tabel 1.

Tabel 1 Fase-fase Halusinasi (Stuart & Laraia, 2009)

Halusinasi Karakteristik Perilaku klien


FASE 1 Klien mengalami perasaan seperti Tersenyum dan tertawa tidak sesuai
Comforting ansietas, kesepian, rasa bersalah menggerekan bibir tanpa suara
ansietas sebagai dan takut mencoba untuk befokus mengegerkan mata yang cepat dan
halusinasi pada pikiran menyengkan untuk respon verbal yang lambat jika
menyenangkan meredakan ansietas individu Sedang asik sendiri meningkat
mengenal bahwa pikiran-pikiran tanda-tanda sarat otonomi
dan pengalaman sensor berada
dalam kondisi kesadaran jika
ansietas dapat ditangani psikotik
FASE II Pengalaman sensasi menjijikan Ansietas seperti peningkatan denyut
Complementing dan menakutkan,klien mulai lepas jantung pernafasan dan tekanan
ansietas berat halusinasi kendali dan mungkan mencoba darah, rentang perhatian menyempit
memberatkan untuk mengambil jaraknya asik dengan penglaman sensori dan
dengan sumber yang kehilangan kemampuan
dipersepsikan klien mengkin membedakan halusinasi dan realita
mengalami diperlukan /
pengamalan sensori dan menarik
diri dari orang lain, psikotik
ringan
FASE III Klen berhenti menghentikan Kemampuan dikendalikan
Controling perlawanan terhadap halusinasi halusinasi akan lebih ditakuti,
ansietas berat dan menyerah pada halusnasinya kerusakan berhubungan dengan
pengalamn sensorsi menjadi menarik, klien orang lain, rentang perhatian hanya
menjadi berkuasa mengalami pengalaman kesepian beberapa detik / menit adanya
jika sensori halusinasinya tanda-tanda fisik ansietas berat
berhenti psikotik berkeringat, tremor, tidak mampu
memahami peraturan.
FASE IV Pengalaman sensori menjadi Perilaku tremor akibat panik,
Conquering panik mengancam jika klien mengikuti potensi kuat suicida / nomicide
Umumnya menjadi perintah halusinasi berakhir dari aktifitas merefleksikan halusinasi
lezat dalam beberapa jam / hari jika intervensi perilaku isi, seperti kekerasan,
halusinasinya terapeutif psikoti berat. agitas menarik diri katafonici, tidak
mampu merespon terhadap
pemerintah, yang komplek tidak
mampu berespon lebih dari satu
orang.

G. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang

berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan

persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu

mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang

diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman,

pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus

panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon

tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan

persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut

sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap


stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya, rentang respon

tersebut sebagai berikut:

Adaptif Maladaptif

Respon Adaptif Distorsi pikiran Gejala pikiran


- Respon logis - Distorsi pikiran - Delusi halusinasi
- Persepsi - Perilaku aneh - Perilaku disgonisasi
akurat
/ tidak sesuai - Sulit berespon
- Perilaku sesuai
- Menarik diri dengan
- Emosi sosial
- Emosi pengalaman
berlebihan
H. Mekanisme Koping
a. Resiko kekerasan yang berhubungan dengan halusinasi.
Individu yang mengalami halusinasi pendengaran akan mendengar
sura/ bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus yang nyata dan
suara- suara itu menyebabkan individu tersebut mengamuk dan merusak
barang- barang.
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi (dengar) yang berhubungan
dengan menarik diri.
Menarik diri merupakan perilaku yang menghindari interaksi dengan
orang lain. Individu dengan menarik diri kelihatan sedih, pendiam, putus
asa dan pikirannya akan melayang kemana- mana sehingga individu
akan terbayang hal- hal yang tidak nyata seperti melihat dan mendengar
bisikan- bisikan yang aneh dari seseorang.
c.Sebab : Isolasi diri : menarik diri.
d. Akibat : Resiko menciderai diri dan orang lain.

I. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Akibat

Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Core problem

Isolasi diri : manarik diri. Penyebab Penyebab

J. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Resiko menciderai diri dan orang lain.
Data :
 Perilaku hiperaktif, agresi dan destruktif.
 Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Sikap bermusuhan.
 Menolak makan.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
Data :
 Bicara, senyum/ tertawa sendiri.
 Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
 Dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
 Tidak dapat memusatkan perhatian.
 Curiga, bermusuhan, merusak diri, orang lain dan lingkungan.
 Ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung.
3. Perubahan isolasi sosial : menarik diri.
Data :
 Pola pikir autistik.
 Ekspresi wajah dungu / datar.
 Perawatan diri kurang.
 Menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.

K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
2. Perubahan persepsi sensori : halusinasi (dengar) yang berhubungan
dengan menarik diri.

L. Rencana Tindakan
Diagnosa : Resiko menciderai diri dan orang lain yang berhubungan
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar.
A. Tujuan umum :
Perilaku menciderai diri dan orang lain tidak terjadi.
B. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
- Klien mau membalas salam
- Klien mau berjabat tangan
- Kllien mau menyebut nama
- Klien mau tersenyum
- Klien ada kontak mata
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi keperawatan :

1.1 Beri salam dan panggil nama klien


1.2 Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.4 Jelaskan kontrak yang akan dibuat
1.5 Beri rasa aman dan tunjukkan sikap empati
1.6 Lakukan kontak singkat tetapi sering
1.7 Beri perhatian dan perhatikan kebutuhan dasar klien.

2. Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya
halusinasi.
- Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya :
bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kekiri/
kekanan/ kedepan seolah- olah ada teman bicara.
2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya.
a. Jika menemukan klien sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab “ya” lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara
itu, namun perawat tidak mendengarnya (dengan nada
bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga seperti klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
2.4. Diskusikan dengan klien tentang :
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang,
sore dan malam atau jika sendiri, jengkel atau sedih).
2.5. Diskusikan apa yang dirasakan klien jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasananya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengndalikan halusinasinya.
- Klien dapat menyebutkan cara baru.
- Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang
telah didiskusikan dengan klien.
- Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya.
- Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi keperawatan :
3.1. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dan lain-
lain).
3.2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian.
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya
halusinasi :
a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kamu” (pada saat
halusinasi terjadi).
b. Menemui orang lain (perawat/ teman/ anggota keluarga)
untuk bercakap- cakap atau mengatakan halusinasi yang
didengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari- hari agar halusinasi
tidak sampai muncul.
d. Meminta keluarga/ teman/ perawat menyapa jika
tampak bicara sendiri.
3.4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap.
3.5. Beri kesempatan klien untuk melakukan cara yang telah
dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.6. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi.

4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
- Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan
untuk mengendalikan halusinasinya.
Intervensi keperawatan :
4.1. Anjurkan klien untuk memberitahukan keluarga jika
mengalami halusinasi.
4.2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/
pada saat kunjungan rumah).
a. Gejala halusinasi.
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasinya
dirumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan
bersama, bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu
mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol dan resiko
menciderai orang lain.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria evaluasi :
- Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek
samping obat.
- Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar.
- Klien dapat informasi tentang manfaat dan efek samping obat.
- Klien memahami akibat berhentinya obat tanpa konsultasi.
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
Intervensi keperawatan :
5.1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis,
frekuensi dan manfaat obat.
5.2. Anjurkan klien meminta obat sendiri pada perawat dan
merasakan manfaatnya.
5.3. Anjurkan klien bicara sendiri dengan dokter tentang manfaat
dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Diskusikan akibat berhenti obat- obat tanpa konsultasi.
5.5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC:


Jakarta.
Johnson, Barbara Schoen, (2009), Adaptation and Growth Psychiatric-Mental
Health Nursing, 4th Edition, Lippincot-Raven Publishers,
Philadelphia.
Keliat, Budi Anna dll. (2011). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC:
Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. EGC:
Jakarta.
Townsend, Mary C, (2010), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatrik, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai