Anda di halaman 1dari 13

TUGAS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

NAMA : ECI LINDASARI


NPM : 205130067P
Upaya Pengendalian Penyakit DBD

Tiga Faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus Dangue yaitu manusia, virus
dan vektor perantara.

1. Pengendalian Secara Fisik/ Mekanik (Manusia) Host


Pengendalian fisik Yang dapat dilakukan merupakan pilihan utama pengendalian vektor DBD
melalui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara menguras bak
mandi/bak penampungan air, menutup rapat-rapat tempat penampungan air dan memanfaatkan
kembali/mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan
jentik nyamuk (3M). PSN 3M akan memberikan hasil yang baik apabila dilakukan
secara luas dan serentak, terus menerus dan berkesinambungan. PSN 3M sebaiknya
dilakukan sekurang-kurangnya seminggu sekali sehingga terjadi pemutusan rantai pertumbuhan
nyamuk pra dewasa tidak menjadi dewasa.
Yang menjadi sasaran kegiatan PSN 3M adalah semua tempat potensial perkembangbiakan
nyamuk Aedes, antara lain tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA) dan tempat
penampungan air alamiah.
PSN 3M dilakukan dengan cara, antara lain :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bak mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/
tempayan, dan lain-lain (M2)
c. Memanfaatkan atau mendaur ulangn barang-barang bekas yang
dapat menampung air hujan (M3).

PSN 3M diiringi dengan kegiatan Plus lainya, antara lain :


• Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat- tempat lainnya yang sejenis
seminggu sekali.
• Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

• Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah,


dan lain-lain).
• Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di
daerah yang sulit air
• Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

• Memasang kawat kasa

• Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

• Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

• Menggunakan kelambu

• Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah.


Keberhasilan kegiatan PSN 3M antara lain dapat diukur dengan angka bebas jentik (ABJ),
apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.

2. Pengendalian Secara Biologi


Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi antara lain:

a. Predator/pemangsa jentik (hewan, serangga, parasit) sebagai musuh alami stadium pra
dewasa nyamuk. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung (nympha), Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang
lazim untuk pengendalian vektor DBD.

b. Insektisida biologi untuk pengendalian DBD, diantaranya:

Insect Growth Regulator (IGR) dan Bacillus Thuringiensis Israelensis (BTI)


ditujukan untuk pengendalian stadium pra dewasa yang diaplikasikan kedalam
habitat perkembangbiakan vektor.

a. IGR mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara
merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau
mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun
yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene
adalah 34.600 mg/kg ).

b. BTI sebagai salah satu pembasmi jentik nyamuk/larvasida yang ramah lingkungan. BTI
terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal.
Keunggulan BTI adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula BTI cenderung secara cepat mengendap di dasar
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.

3. Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida


merupakan salah satu metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat
dibanding dengan cara pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan
pra-dewasa. Karena insektisida adalah racun maka penggunaannya harus
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk
mamalia. Disamping itu penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi
merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor.
Aplikasi insektisida yang berulang dalam jangka waktu lama di satuan ekosistem akan
menimbulkan terjadinya resistensi. Insektisida tidak dapat digunakan apabila nyamuk
resisten/kebal terhadap insektisida.

Golongan insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD, antara lain :

a. Sasaran dewasa (nyamuk) antara lain : Organophospat (Malathion, methylpirimiphos),


Pyrethroid (Cypermethrine, Lamda-cyhalotrine, Cyflutrine, Permethrine, S-Bioalethrine dan
lain-lain). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang diaplikasikan dengan cara
pengabutan panas/fogging dan pengabutan dingin/ULV

b. Sasaran pra dewasa ( jentik)/ larvasida antara lain: Organophospat (temephos),


Piriproxifen dan lain-lain.

4. Pengendalian Vektor Terpadu

Pengendalian vektor terpadu/ PVT (integrated vector management/IVM) adalah kegiatan


pengendalian vektor dengan memadukan berbagai metode baik fisik, biologi dan
kimia, yang dilakukan secara bersama- sama, dengan melibatkan berbagai sumber
daya lintas program dan lintas sektor. Komponen lintas sektor yang menjadi mitra
bidang kesehatan dalam pengendalian vektor antara lain bidang pendidikan dan
kebudayaan, bidang agama, bidang pertanian, bidang kebersihan dan tata ruang,
bidang perumahan dan permukiman, dan bidang lainnya yang terkait baik secara
langsung maupun tidak langsung. Peralatan yang digunakan dalam pengendalian vektor
DBD adalah mesin pengkabut panas (Hot Fogger), mesin pengkabut dingin (Aerosol /
ULV) yang dioperasikan di atas kendaraan pengangkut. Modul ini membahas cara
pengoperasian, perawatan dan perbaikanalat pengendalian vektor tersebut. Bahan yang
digunakan dalam upaya pengendalian vektor DBD berupa insektisida, baik sasaran
terhadap nyamuk vektor dewasa maupunterhadap larva/jentik nyamuk.

Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
1. Malaria
Upaya pengendalian Penyakit Malaria
Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara
Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada
sasaran yang tepat, yaitu :
A. Pemberantasan Vektor
Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan
rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam
tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi
penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat
perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan
berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)
Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan
ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan
jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.
Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah
dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai
jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.

B. Pengendalian Vektor
Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,
Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam
hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.
2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di
lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding
Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang
permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang
lambat.
3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan
jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan
vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air
persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan
vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005)
5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di
Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan
insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.

Pencegahan sederhana dapat dilakukan oleh manusia, antara lain :


1. Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria, dengan cara tidur memakai kelambu,
tidak berada diluar rumah pada malam hari, mengolesi badan dengan lotion anti nyamuk,
memasang kawat kasa pada jendela.
2. Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara membersihkan semak-semak disekitar
rumah dan melipat kain-kain yang bergantungan, mengusahakan didalam rumah tidak gelap,
mengalirkan genangan air serta menimbunnya.
Kondisi fisik rumah berkaitan sekali dengan kejadian malaria, terutama yang berkaitan dengan
mudah atau tidaknya nyamuk masuk ke dalam rumah adalah ventilasi yang tidak di pasang kawat
kasa dapat mempermudah nyamuk masuk kedalam rumah. Langit-langit atau pembatas ruangan
dinding bagian atas dengan atap yang terbuat dari kayu, internit maupun anyaman bambu halus
sebagai penghalang masuknya nyamuk ke dalam rumah dilihat dari ada tidaknya langit-langit
pada semua atau sebagian ruangan rumah. Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah
terbuat dari anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih dari 1,5 mm²
akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah (Darmadi, 2002).

C. Pengendalian Agent
Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat
istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang
rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-
semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini
merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang
digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk,
dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar
rumah bertambah (Handayani dkk, 2008). belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat
mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam
hari untuk menghisap darah. (Iskandar dkk, 1985)
1) Anopheles balabacensis
Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim
kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air
yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di lubang- lubang batu. Sering
didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah
berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan air
tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk
dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Barodji dkk, 2001).
2) Anopheles maculatus
Spesies nyamuk ini umumnya berkembangbiak pada genangan-genangan air tawar jernih baik di
tanah seperti di mata air, galian-galian pasir atau belik, genangan air hujan maupun genangan air
di sungai yang berbatu-batu kecil yang terbentuk karena sumber air kurang sehingga air tidak
mengalir dan menggenang di sepanjang sungai serta mendapat sinar matahari langsung. Perilaku
menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies
ini pada siang hari ditemukan istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain
di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-
lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah
menemukan Anopheles maculatus istirahat di dalam rumah (Boesri dkk, 2003).

Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
2. Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Upaya pengendalian Penyakit TBC
A. Pengendalian Agent
Penularan utama TB adalah melalui cara dimana kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) tersebar melalui diudara melalui percik renik dahak saat pasien TB paru
atau TB laring batuk, berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut
berukuran antara 1-5 mikron sehingga aliran udara memungkinkan percik renik tetap
melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan menyebar keseluruh ruangan.
Kuman TB pada umumnya hanya ditularkanmelalui udara, bukan melalui kontak
permukaan. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang
mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus
hingga mencapai alveoli. Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang
terlibat dalam pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.
Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan
sangatlah penting peranannya untuk mencegah tersebarnya kuman TB ini.
a. Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Salah satu risiko utama terkait dengan penularan TB di tempat pelayanan kesehatan adalah
yang berasal dari pasien TB yang belum teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum sempat
dengan segera diperlakukan sesuai kaidah PPI TB yang tepat. Semua tempat pelayanan
kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera,
tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.
Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri

PPI TB pada kondisi/situasi khusus adalah pelaksanaan pengendalian infeksi pada


rutan/lapas, rumah penampungan sementara, barak-barak militer, tempat-tempat pengungsi,
asrama dan sebagainya. Misalnya di rutan/lapas skrining TB harus dilakukan ada saat WBP baru,
dan kontak sekamar.

1. Pengendalian Manajerial (HOST)


Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait. Komitmen, kepemimipinan
dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari upaya manajerial bagi program
PPI TB yang meliputi:
a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan
surveilans
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
d. Memastikan desain dan persyaratan bangunan serta pemeliharaannya sesuai PPI TB
e. Menyediakan sumber daya untuk terlaksananya program PPI TB (tenaga, anggaran,
sarana dan prasarana) yang dibutuhkan
f. Monitoring dan evaluasi
g. Melakukan kajian di unit terkait penularan TB
h. Melaksanakan promosi pelibatan massyarakat dan organisasi masyarakat terkait PPI TB

2. Pengendalian Administratif
Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman M.
Tuberkulosis kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur
pelayanan.
Upaya ini memcakup :
a. Strategi TEMPO (TEMUkan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara
tepat)
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.
c. Penyediakan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuangan dahak yang
benar.
d. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE.
e. Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.

Pengendalian admistratif lebih mengutamakan strategi TEMPO yaitu penjaringan, diagnosis


dan pengobatan TB dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi penularan Tb secara
efektif.
Penerapannya mudah dan tidak membutuhkan biaya besar, dan idela untuk diterapkan. Dengan
menggunakan strategi TEMPO akan mengurangi risiko penularan kasus TB dan TB Resistan
Obat yang belum teridentifikasi.
Untuk mencegah adanya kasus TB dan TB Resistan Obat yang tidak terdiagnosis,
dilaksanakan strategi TEMPO dengan skrining bagi semua pasien dengan gejala batuk.
Langkah- Langkah Strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya.

Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas surveilans batuk untuk


mengidentifikasi terduga TB segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan dirujuk ke
laboratorium.
b. Pisahkan secara aman.
Petugas surveilans batuk segera mengarahkan pasien yang batuk ke tempat khusus
dengan area ventilasi yang baik, yang terpisah dari pasien lain,serta diberikan masker.
Untuk alasan kesehatan masyarakat, pasien yang batuk harus didahulukan dalam antrian
(prioritas).
c. Obati secara tepat.

Pengobatan merupakan tindakan paling penting dalam mencegah penularan TB


kepada orang lain. Pasien TB dengan terkonfirmasi bakteriologis, segera diobati sesuai
dengan panduan nasional sehingga menjadi tidak infeksius

3. Pengendalian Lingkungan.
Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan
teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik di udara.
Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional
airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.
Sistem ventilasi ada 2 jenis, yaitu:
a. Ventilasi Alamiah
b. Ventilasi Mekanik
c. Ventilasi campuran

Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur
bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta
perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.

4. Pengendalian Dengan Alat Pelindung Diri.


Penggunaan alat pelindung diri pernapasan oleh petugas kesehatan di tempat pelayanan
sangat penting untuk menurunkan risiko terpajan, sebab kadar percik renik tidak dapat
dihilangkan dengan upaya administratif dan lingkungan. Petugas kesehatan menggunakan
respirator dan pasien menggunakan masker bedah. Petugas kesehatan perlu menggunakan
respirator particulat (respirator) pada saat melakukan prosedur yang berisiko tinggi, misalnya
bronkoskopi, intubasi, induksi sputum, aspirasi sekret saluran napas, dan pembedahan paru.
Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan saat memberikan perawatan kepada pasien atau
saat menghadapi/menangani pasien tersangka MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik.

Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
3. Penyakit Cacingan
Upaya Pengendalian Cacingan
pengendalian kecacingan menyebutkan bahwa penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit
menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di kalangan
anak usia sekolah dasar sehingga hal ini dapat mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena
itu kebijakan program pengendalian penyakit cacingan diarahkan untuk:
(1) meningkatkan upaya pengendalian dengan menggali sumber daya secara kemitraan, lintas
program dan lintas sector,
(2) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan program yang lebih
professional,
(3) mengembangkan dan menyelenggarakan metode tepat guna,
(4) meningkatkan upaya pencegahan dan efektif bersama program dan sektor terkait
(5) melaksanakan bimbingan, pemantauan dan evaluasi.
a. Pengendalian Perantara Host
Pengawasan dan Pengendalian
Pengawasan dan Pengendalian yang dilakukan dalam pemberian obat cacing untuk anak sekolah
adalah :
 Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan (Cuci Tangan Pakai Sabun / CTPS)
kepada peserta didik
 Mengajak peserta didik menggunakan alas kaki
 Mengajak peserta didik menggunting kuku sekali seminggu
 Menghimbau peserta didik untuk tidak BAB sembarangan
 Memberikan obat cacing kepada peserta didik dengan melakukan kegiatan pemberian
obat masal pencegahan kecacingan yang mencakup anak sekolah dan pra sekolah
 Integrasi dengan kegiatan UKS di SD/MI melalui penjaringan anak sekolah
 Peserta didik (kelas 1 – 6) saat penjaringan kesehatan
 Dosis : 1 tablet albendazole 400 mg
 Diberikan oleh petugas puskesmas atau guru yg telah mendapat petunjuk
 Guru memberi informasi kepada murid mengenai “harus makan pagi sebelum minum
obat cacing”
 Diberikan di masing-masing kelas dengan pengawasan guru atau petugas Puskesmas
 Obat diminum bersama-sama di depan guru
 Peserta didik yang tidak hadir diberikan pada hari berikutnya (plg lambat 7 hari)
 Integrasi dengan pemberian vitamin A

Program pemberian obat cacing membantu Indonesia menghasilkan perbaikan besar baik
bagi kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat. Terutama dikalangan anak
sekolah yang memiliki potensi paling tinggi untuk terkena penyakit kecacingan. Mengingat
bahwa cacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan maka perhatian
terhadap sanitasi lingkungan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu disusun suatu rencana
operasional yang dalam pelaksanaannya dapat mengupayakan penurunan tingkat kecacingan
di kalangan masyarakat khususnya anak sekolah dan pra sekolah.

Anda mungkin juga menyukai