Tiga Faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus Dangue yaitu manusia, virus
dan vektor perantara.
• Menggunakan kelambu
a. Predator/pemangsa jentik (hewan, serangga, parasit) sebagai musuh alami stadium pra
dewasa nyamuk. Jenis predator yang digunakan adalah ikan pemakan jentik (cupang,
tampalo, gabus, guppy, dll), sedangkan larva Capung (nympha), Toxorrhyncites,
Mesocyclops dapat juga berperan sebagai predator walau bukan sebagai metode yang
lazim untuk pengendalian vektor DBD.
a. IGR mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara
merintangi/menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti kulit atau
mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun
yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene
adalah 34.600 mg/kg ).
b. BTI sebagai salah satu pembasmi jentik nyamuk/larvasida yang ramah lingkungan. BTI
terbukti aman bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal.
Keunggulan BTI adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula BTI cenderung secara cepat mengendap di dasar
wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.
Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
1. Malaria
Upaya pengendalian Penyakit Malaria
Penagulangan malaria seharusnya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan antara
Host, Agent dan Environment, pemutusan rantai penularan ini harus ditujukan kepada
sasaran yang tepat, yaitu :
A. Pemberantasan Vektor
Penangulangan vector dilakukan dengan cara membunuh nyamuk dewasa (penyemprotan
rumah dengan Insektisida). Dengan di bunuhnya nyamuk maka parasit yang ada dalam
tubuh, pertumbuhannya di dalam tubuh tidak selesai, sehingga penyebaran/transmisi
penyakit dapat terputus (Depkes RI, 2003)
Demikian juga kegiatan anti jentik dan mengurangi atau menghilangkan tempat-tempat
perindukan, sehingga perkembangan jumlah (Density) nyamuk dapat dikurangi dan akan
berpengaruh terhadap terjadinya transmisi penyakit malaria (Depkes RI, 2003)
Menurut Marwoto (1989) penangulangan vector dapat dilakukan dengan memanfaatkan
ikan pemakan jentik. Penelitian Biologik yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
prospek terbaik adalah ikan, karena mudah dikembangbiakkan, ikan suka memakan
jentik, dan sebagai sumber protein bagi masyarakat.
Penggunaan ikan nila merah (Oreochromis Nilotis) sebagai pengendali vektor telah
dilakukan. Menurut Nurisa (1994), ikan nila memiliki daya adaptasi tinggi diberbagai
jenis air. Nila dapat hidup di air tawar, air payau, dan di laut.
B. Pengendalian Vektor
Pengendalian vector malaria dilaksanakan berdasarkan pertimbangan, Rasioanal, Efektif,
Efisiensi, Sustainable, dan Acceptable yang sering disingkat RESSA
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian vektor adalah sebagai berikut :
1. Penyemprotan rumah, penyemprotan dilakukan pada semua bangunan yang ada, pada malam
hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain, masjid, gardu ronda, dan lain-lain.
2. Larviciding adalah kegiatan anti larva yang dilakukan dengan cara kimiawi, kegiatan ini di
lakukan dilingkungan yang memiliki banyak tempat perindukan yang potensial (Breeding
Pleaces). Yang dimaksud dengan tempat perindukan adalah genangan air disekitar pantai yang
permanen, genangan air dimuara sungai yang tertutup pasir dan saluran dengan aliran air yang
lambat.
3. Biological control, kegiatan anti larva dengan cara hayati (pengendalian dengan ikan pemakan
jentik), dilakukan pada desa-desa di mana terdapat di mana terdapat banyak tempat perindukan
vektor potensial dengan ketersedian air sepanjang tahun, seperti mata air, anak sungai, saluran air
persawahan, rawa-rawa daerah pantai dan air payau, dll.
4. Pengolahan lingkungan (Source reduction) adalah kegiatan-kegiatan yang mencakup
perencanaan, pelaksanaan dan pengamatan kegiatan modifikasi dan manipulasi faktor
lingkungan dan interaksinya dengan manusia untuk mencegah dan membatasi perkembangan
vector dan mengurangi kontak antara manusia dan Vektor (Depkes, 2005)
5. Kelambunisasi adalah pengendalian nyamuk Anopheles spp secara kimiawi yang digunakan di
Indonesia. Kelambunisasi adalah pengunaan kelambu yang terlebih dahulu dicelup dengan
insektisida permanent 100EC yang berisi bahan aktif permethrin.
C. Pengendalian Agent
Lingkungan fisik yang diperhatikan dalam kejadian malaria adalah jarak rumah dari tempat
istirahat dan tempat perindukan yang disenangi nyamuk Anopheless seperti adanya semak yang
rimbun akan menghalangi sinar matahari menembus permukaan tanah, sehingga adanya semak-
semak yang rimbun berakibat lingkungan menjadi teduh serta lembab dan keadaan ini
merupakan tempat istirahat yang disenangi nyamuk Anopheles, parit atau selokan yang
digunakan untuk pembuangan air merupakan tempat berkembang biak yang disenangi nyamuk,
dan kandang ternak sebagai tempat istirahat nyamuk sehingga jumlah populasi nyamuk di sekitar
rumah bertambah (Handayani dkk, 2008). belukar didekat sarangnya. Jarak terbangnya dapat
mencapai 1,5 km, tetapi mereka jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada malam
hari untuk menghisap darah. (Iskandar dkk, 1985)
1) Anopheles balabacensis
Anopheles balabacensis ditemukan sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim
kemarau. Pada musim hujan tempat perkembangbiakan spesies tersebut adalah di aliran mata air
yang tergenang, di genangan-genangan air hujan di tanah, dan di lubang- lubang batu. Sering
didapatkan juga pada parit yang alirannya terhenti. Pada musim kemarau sumber air tanah
berkurang sehingga terbentuk genangan-genangan air sepanjang sungai. Genangan-genangan air
tersebut dimanfaatkan sebagai tempat perkembangbiakkan Anopheles balabacensis. Nyamuk
dewasa lebih suka menghisap darah manusia dari pada darah binatang (Barodji dkk, 2001).
2) Anopheles maculatus
Spesies nyamuk ini umumnya berkembangbiak pada genangan-genangan air tawar jernih baik di
tanah seperti di mata air, galian-galian pasir atau belik, genangan air hujan maupun genangan air
di sungai yang berbatu-batu kecil yang terbentuk karena sumber air kurang sehingga air tidak
mengalir dan menggenang di sepanjang sungai serta mendapat sinar matahari langsung. Perilaku
menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah paling banyak sekitar pukul 22.00. Spesies
ini pada siang hari ditemukan istirahat di luar rumah pada tempat-tempat yang teduh antara lain
di kandang sapi dan kerbau, di semak-semak, di lubang-lubang di tanah pada tebing dan lubang-
lubang tempat pembuangan sampah. Selama penangkapan pada siang hari tidak pernah
menemukan Anopheles maculatus istirahat di dalam rumah (Boesri dkk, 2003).
Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
2. Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-
paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Upaya pengendalian Penyakit TBC
A. Pengendalian Agent
Penularan utama TB adalah melalui cara dimana kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) tersebar melalui diudara melalui percik renik dahak saat pasien TB paru
atau TB laring batuk, berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut
berukuran antara 1-5 mikron sehingga aliran udara memungkinkan percik renik tetap
melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan menyebar keseluruh ruangan.
Kuman TB pada umumnya hanya ditularkanmelalui udara, bukan melalui kontak
permukaan. Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang
mengandung kuman TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus
hingga mencapai alveoli. Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang
terlibat dalam pemberian pelayanan pada pasien TB harus menjadi perhatian utama.
Penatalaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan
sangatlah penting peranannya untuk mencegah tersebarnya kuman TB ini.
a. Prinsip Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Salah satu risiko utama terkait dengan penularan TB di tempat pelayanan kesehatan adalah
yang berasal dari pasien TB yang belum teridentifikasi. Akibatnya pasien tersebut belum sempat
dengan segera diperlakukan sesuai kaidah PPI TB yang tepat. Semua tempat pelayanan
kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan berlangsungnya deteksi segera,
tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang dicurigai atau dipastikan menderita TB.
Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
2. Pengendalian Administratif
Adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah/mengurangi pajanan kuman M.
Tuberkulosis kepada petugas kesehatan, pasien, pengunjung, dan lingkungan dengan
menyediakan, mendiseminasikan dan memantau pelaksanaan standar prosedur dan alur
pelayanan.
Upaya ini memcakup :
a. Strategi TEMPO (TEMUkan pasien secepatnya, Pisahkan secara aman, Obati secara
tepat)
b. Penyuluhan pasien mengenai etika batuk.
c. Penyediakan tisu dan masker, tempat pembuangan tisu serta pembuangan dahak yang
benar.
d. Pemasangan poster, spanduk dan bahan untuk KIE.
e. Skrining bagi petugas yang merawat pasien TB.
3. Pengendalian Lingkungan.
Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan
teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik di udara.
Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional
airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai germisida.
Sistem ventilasi ada 2 jenis, yaitu:
a. Ventilasi Alamiah
b. Ventilasi Mekanik
c. Ventilasi campuran
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur
bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta
perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
Coba Sebutkan Penyakut Menular yang sering terjadi dan pernah mewabah di Provinsi
Lampung?
3. Penyakit Cacingan
Upaya Pengendalian Cacingan
pengendalian kecacingan menyebutkan bahwa penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit
menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama di kalangan
anak usia sekolah dasar sehingga hal ini dapat mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena
itu kebijakan program pengendalian penyakit cacingan diarahkan untuk:
(1) meningkatkan upaya pengendalian dengan menggali sumber daya secara kemitraan, lintas
program dan lintas sector,
(2) meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan program yang lebih
professional,
(3) mengembangkan dan menyelenggarakan metode tepat guna,
(4) meningkatkan upaya pencegahan dan efektif bersama program dan sektor terkait
(5) melaksanakan bimbingan, pemantauan dan evaluasi.
a. Pengendalian Perantara Host
Pengawasan dan Pengendalian
Pengawasan dan Pengendalian yang dilakukan dalam pemberian obat cacing untuk anak sekolah
adalah :
Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan (Cuci Tangan Pakai Sabun / CTPS)
kepada peserta didik
Mengajak peserta didik menggunakan alas kaki
Mengajak peserta didik menggunting kuku sekali seminggu
Menghimbau peserta didik untuk tidak BAB sembarangan
Memberikan obat cacing kepada peserta didik dengan melakukan kegiatan pemberian
obat masal pencegahan kecacingan yang mencakup anak sekolah dan pra sekolah
Integrasi dengan kegiatan UKS di SD/MI melalui penjaringan anak sekolah
Peserta didik (kelas 1 – 6) saat penjaringan kesehatan
Dosis : 1 tablet albendazole 400 mg
Diberikan oleh petugas puskesmas atau guru yg telah mendapat petunjuk
Guru memberi informasi kepada murid mengenai “harus makan pagi sebelum minum
obat cacing”
Diberikan di masing-masing kelas dengan pengawasan guru atau petugas Puskesmas
Obat diminum bersama-sama di depan guru
Peserta didik yang tidak hadir diberikan pada hari berikutnya (plg lambat 7 hari)
Integrasi dengan pemberian vitamin A
Program pemberian obat cacing membantu Indonesia menghasilkan perbaikan besar baik
bagi kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat. Terutama dikalangan anak
sekolah yang memiliki potensi paling tinggi untuk terkena penyakit kecacingan. Mengingat
bahwa cacingan merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan maka perhatian
terhadap sanitasi lingkungan perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu disusun suatu rencana
operasional yang dalam pelaksanaannya dapat mengupayakan penurunan tingkat kecacingan
di kalangan masyarakat khususnya anak sekolah dan pra sekolah.