ABSTRACT
Keywords: Throughout Indonesian history, Malay civilization occupies an important
New Historicism position. Various forms of national culture today cannot be separated from the
Penari dari Serdang history of Malay civilization. Even so, very few results of research conducted
Ancient malay on Malay culture in Indonesia. Various research results that are more centered
Civilization on Javanese culture. Through the novel Penari Dari Serdang, Yudhistira ANM
Massardi described the civilization that became the forerunner to the
formation of an area called Serdang which in reality has a long historical
structure. This article aims to describe the history of ancient Malay civilization
as illustrated in the novel Penari Dari Serdang by Yudhistira ANM Massardi.
Using a new historicism perspective that emphasizes the dialectical
relationship between historical aspects as a backdrop for the creation of
literary works and literary texts, this article argues that this work highlights
the historical, cultural and economic dimensions in Serdang during the heyday
of ancient Malay. The various images in this novel show the alignment of
structure with reality in existing historical documents. On the other hand, this
novel also provides criticism of the current government's attitude which is
ignorant of its rich past history, especially in the Serdang region.
10.22219/SATWIKA.Vol4.No1.71-83 jurnalsatwika@umm.ac.id 71
Jurnal Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial
Vol. 4, No. 1, April 2020, pp. 71-83
How to Cite: Zulaemy, M., & Andalas, E. F. (2020). Peradaban Melayu Kuno: Sejarah, Budaya,
Ekonomi Serdang dalam Novel Penari Dari Serdang Karya Yudhistira ANM
Massardi. JURNAL SATWIKA, 4 (1), 71-83. doi:
https://doi.org/10.22219%20/SATWIKA.Vol4.No1.71-83
dilakukan secara terpisah, dan 3) tidak data yang digunakan kemudian dilakukan
adanya pengakuan “tegas” terhadap unsur pencatatan terhadap data-data yang relevan
fiksional dan realitas terhadap teks dalam dengan tujuan penelitian (Sugiarti, Andalas,
merumuskan kebenaran mutlak sebuah teks & Setiawan, 2020:82-85). Setelah data
(Mumtaz, 2014:14; Taum, 2013:2). Sastra terkumpul dilakukan analisis. Teknik analisis
tidak bisa dipandang sebagai hal yang begitu dilakukan dengan penyajian data, interpretasi
saja terlepas dari sejarah dan karya imajinatif berdasarkan teori yang digunakan, dan
semata (Foucault, 2012:85). penarikan kesimpulan. Adapun tahapan
Greenblatt and Gallagher (2005:6-7), tersebut, yaitu 1) pengumpulan data dan
mengemukakan bahwa realitas yang klasifikasi data dalam novel Penari Dari
terdapat dalam dunia karya sastra bukanlah Serdang, 2) reduksi data, berupa hasil yang
sebuah alternatif melainkan sebuah cara telah diklasifikasi selanjutnya
untuk mengintensifkan sebuah dunia yang dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan
sekarang kita huni. Greenblatt juga penelitian, 3) menyajikan data dalam novel
mengatakan jika new historicism melibatkan Penari dari Serdang karya Yudhistira ANM
sesuatu yang dikenal dengan “thick Massardi dengan cara mendeskripsikannya
description” atau deskripsi yang mendalam. sesuai dengan teori new historicism, yakni
Istilah yang diperkenalkan oleh Antropolog sejarah, budaya dan ekonomi, berupa kata
Amerika, Clifford Geertz. Dalam pengertian atau kalimat, paragraph, serta tuturan tokoh
ini, peneliti tidak hanya mencari realitas sesuai dengan rumusan masalah, 4)
yang ada di dalam sejarah melainkan juga menyimpulkan hasil analisis data dalam
mencari makna yang mendasar dari proses novel Penari dari Serdang karya Yudhistira
sejarah yang melatarbelakangi kejadian ANM Massardi sesuai dengan kajian
tersebut. penelitian.
lain, keterkaitan antara sastra dengan sejarah diungkapkan oleh Dr. Kusnin Asa telah
terletak pada hubungan intertekstualitasnya. menjelaskan sebuah fakta mengenai suatu
Seperti yang telah disebutkan deretan abad mengenai awal mula sejarah
sebelumnya bahwa sejarah peradaban Melayu muncul di Nusantara hingga
Melayu kuno yang diketahui telah masuk ke membangun kerajaan-kerajaan yang
Nusantara mulai dari abad ke 7 dan lebih dari sebagian besar berkembang dengan cepat
puluhan kerajaan yang berdiri di dan mencapai kejayaan masing- masing.
semenanjung Nusantara berakar pada Kerajaan-kerajaan terseebut menguasai
kebudayaan Melayu. Menurut kutipan dari seluruh semenajung Nusantara, mulai dari
novel Penari dari Serdang “kedatangan gugusan pulau-pulau di Indonesia, Malaysia,
Melayu menghubungkan poros Jambi- hingga Singapura. Fakta yang didapatkan
Palembang-Padang-Medan-Aceh-Riau-Jawa tidak berakhir hanya tentang perkembangan
Tengah-Jawa Barat-Malaysia-Brunei Melayu pada abad-abad tersebut, melainkan
Darussalam. Beberapa kutipan dalam novel juga fakta mengenai pulau Sumatera sebagai
Penari dari Serdang menjelaskan secara pintu strategis gerbang Barat Nusantara yang
rinci tentang perkembangan sejarah Melayu menjadi pusat peradaban Melayu Kuno
terutama di pulau Sumatera. berdasarkan bangsa-bangsa daerah Barat dan Utara Asia
hasil wawancara dengan antropolog Dr. Tenggara.
Kusnin Asa dalam kutipan berikut. Kesultanan Serdang yang telah kita
ketahui berhasil mencapai puncak
“Sejak pertengahan Abad IV Masehi, kejayaannya pada saat pemerintahan Sultan
Sumatera merupakan jantung peradaban Sulaiman dan zaman keemasan pada saat
bangsa-bangsa dari wilayah barat dan pemerintahan Sultan Thaf Sinar Baharshah.
utara Asia Tenggara. Orang- orang Arya Pada masa ini Kesultanan Serdang mencapai
dari India telah melakukan asimilasi awal kemakmuran atas kerjasama
dengan bangsa-bangsa di kawasan perdagangan yang diterapkan dalam
Mikronesia dan menjadi bangsa kesultanan. Meskipun begitu, dalam kondisi
polinesia.” (Massardi, 2019:153). ini kesultanan mengalami pergejolakan-
pergejolakan sehingga terjadi peperangan.
Sesuai dengan penuturan dari Dr. Dalam novel, salah satu buku yang dibaca
Kusnin Asa mengenai bagaimana oleh Bagus tentang Sultan Sulaiman ia
perkembangan dari sejarah melayu di pulau dapatkan setelah berkunjung ke
Sumatera dapat dilihat bahwa pertengahan perpustakaan bekas kediaman Sultan Muda
Abad IV adalah awal mula Sumatera menjadi Perkasa.
gerbang masuknya berbagai bangsa,
termasuk juga bangsa Melayu. Hal ini karena “Peristiwa yang digerakkan dengan
letaknya di bagian pesisir Barat Nusantara semangat menumpas feodalisme itu,
sehingga memudahkan para imigran untuk menelan ratusan korban keluarga para
memasuki kawasan Nusantara sekaligus bangsa Melayu, khususnya dari Kerajaan
menjadikan pulau Sumatera menjadi awal Langkat. Mereka dirampok, dibantai, dan
peradaban pelbagai bangsa. Abad V hingga diperkosa, Istana Kesultanan Langkat dan
Abad VI menjadi kejayaan atas kerajaan- Kesultanan Serdang habis dibakar.”
kerajaan besar di Nusantara, seperti Kantoli (Massardi, 2019:91)
(Kendali) yang menjadi kerajaan pertama
dan berakar budaya Melayu (Massardi, Kutipan tersebut menjelaskan tentang
2019:154). Sebagaimana fungsi dari sejarah, sebuah kisah dikala Sultan Sulaiman muda
yaitu sebagai tafsiran dan penjelasan yang ingin merebut kembali tiga daerah yang
memberikan pengertian pemahaman tentang sudah dirampas oleh Belanda. Perlawanan
apa yang telah terjadi pada masa lampau itu bertujuan untuk mengembalikan lahan
(Kartodirjo, 1992:12), maka apa yang yang digunakan oleh masyarakat Serdang
untuk perkebunan karet dan tembakau pada Serdang didirikan oleh cucu dari pendiri
17 Mei 1872. Sultan Sulaiman yang Kesultanan Deli. Kesultanan Serdang juga
semenjak dilantik, berumur 15 tahun, hingga memiliki tokoh penting sekaligus menjadi
beberapa tahun setelahnya ketika menjabat pusat atas terbentuknya Kesultanan Serdang,
sebagai Sultan, namanya sudah masuk dalam yaitu seorang Panglima Armada Kesultanan
daftar Belanda sebagai orang yang Aceh Darussalam, Tuanku Sri Paduka Gocah
diwaspadai. Ia diwaspadai karena gerakan- Pahlawan (Sinar, 1986:19). Namun seiring
gerakan yang dilakukannya menentang dengan perjalanan waktu, realitas sejarah
kebijakan Belanda. Namun, karena hal itu, yang telah terjalin tersebut menyebabkan
Kesultanan Serdang hampir runtuh ketika kemudahan tersendiri bagi Kesultanan
terjadi pergejolakan besar dalam perebutan Serdang yang memiliki kekerabatan dengan
wilayah. Dalam percakapan berikutnya, Kesultanan sebelumnya. Kesultanan Serdang
Chaya pun mengatakan jika Indonesia pada akhirnya mencapai puncak kejayaannya
sebenarnya mempunyai hutang yang besar pada saat diperintah oleh seorang sultan
terhadap bangsa Melayu karena bagaimana bernama Sultan Sulaiman Shariful Alamsyah
pun Bahasa Melayu menjadi cikal bakal dari yang diangkat menjadi seorang sultan dikala
Bahasa Indonesia. umurnya masih 15 tahun.Akibat peristiwa ini
Data-data yang ditemukan dalam novel Belanda yang berkuasa dan menetap di
menjadi pelengkap dari buku sejarah resmi sekitar kawasan Serdang merasa tidak senang
yang ditulis oleh Azhari (2013) berjudul sehingga pemerintah Belanda mencatat
Kesultanan Serdang. Berdasarkan telaah namanya karena tuntutan daerah kekuasaan
terhadap keduanya diperoleh fakta bahwa yang mereka rebut dari Kesultanan Serdang
kedua teks ini saling melengkapi satu sama (Azhari, 2013:4).
lain. Dalam novel Penari dari Serdang hanya
diceritakan persoalan perkembangan 3.2 Budaya Melayu Serdang
berbagai kerajaan yang berdiri di Sumatera Budaya yang ada di dalam novel Penari
secara ringkas dan buku Kesultanan Serdang dari Serdang lebih mengarah kepada
menjelaskannya secara lebih rinci. Dalam bagaimana hasil budaya orang Melayu kuno
buku tersebut penulis menuliskan berikut. dalam membangun sebuah tempat yang
diberi nama Serdang. Latar belakang budaya
“Pada abad ke-18 berdiri pula Kesultanan merupakan aspek utama dalam new
Sedang yang wilayah kekuasaannya historicism seperti yang dikatakan oleh
berdampingan dengan Kesultanan Deli Budianta (2006:8) bahwa “unsur budaya
(Abad-17). Kedua kesultanan ini juga yang terdapat dalam karya sastra yang secara
masih memiliki hubungan kekerabatan, tidak langsung budaya telah menjadi
karena menurut Sinar, sultan pertama di pemanis dalam karya sastra...bukan sekadar
wilayah Serdang adalah salah seorang pelengkap, namun budaya akan membuat
cucu dari Seri Paduka Gocah Pahlawan karya sastra akan lebih menarik untuk
yang bernama Tuanku Umar Johan dinikmati”. Salah satu data budaya yang
Pahlawan (pendiri kesultanan Deli).” ditemukan dalam novel Penari dari Serdang
(Azhari, 2013:1) adalah sebagaimana kutipan berikut.
Seperti yang telah dibahas dalam kutipan “Itu rumah kediaman Sultan Serdang
tersebut bahwa Kesultanan Serdang akhirnya terakhir, mendiang Sultan Muda Perkasa.
berdiri 13 abad setelah beberapa Kerajaan Beliau juga pakar sejarah dan kebudayaan
yang juga berbasis Melayu akhirnya Melayu. Buku-buku karnyanya menjadi
mendapatkan kejayaan. Perjalanan dari rujukan penting bagi studi kebudayaan
sejarah Kesultanan Serdang itu sendiri masih Melayu. Semua buku koleksinya
dipengaruhi oleh Kesultanan sebelumnya, disumbangkan kepada masyarakat
yaitu Kesultanan Deli karena Kesultanan
perasaan masing-masing, yaitu cermin atas kerajaan di Pulau Sumatera dan juga di
perilaku setia terhadap adat. Fakta dari tarian Nusantara adalah perkataan dari Marco Polo,
Serampang Duabelas adalah tarian ini terus seorang penjelajah yang pada abad ke-13
diadakan perbaikan untuk penyempurnaan tepatnya tahun 1292. Marco Polo singgah di
mulai tahun pertama kali diciptakan 1940 Perlak dan mengatakan jika ia bertemu
hingga terakhir kali diperbaiki pada tahun dengan orang-orang yang telah menganut
1960 (Massardi, 2019:82). agama Islam.
Kebudayan Melayu kuno lain juga Dalam buku Kesultanan Serdang karya
ditemukan dalam buku Kesultanan Serdang (Azhari, 2013), disebutkan jika pusat dari
sebagai karya nonsastra yang disandingkan kebudayaan Islam yang tumbuh di Sumatera
atas novel Penari dari Serdang. Sebagai lalu menyebar hingga terbentuknya
gerbang Nusantara, terutama Pulau Kesultanan Deli yang merupakan cikal bakal
Sumatera, fakta yang di kemukakan oleh J.C dari Kesultanan Serdang, berpusat di dalam
Van Leur adalah Barat laut Sumatera, yaitu istana kerajaan, di mana Sultan Sulaiman
di Barus, sudah ada koloni-koloni Arab yang yang menjadi raja disaat Kesultanan
singgah untuk berdagang dan juga Serdang mencapai puncak kejayaan
berdakwah (Azhari, 2013:19-20). Hasil dari menjadikan istana kerajaan sebagai tempat
kebudayaan yang berkembang dan berlangsungnya kesenian, pembelajaran,
didominasi oleh doktrin para pedagang dari pengajaran. Sultan Sulaiman juga
Arab menyebabkan sejarah Melayu lekat mendirikan tempat ibadah umum yang bisa
hubugannya dengan ke-Islaman. Budaya dipergunakan oleh masyarakat pada
Islam yang berkembang dalam sejarah umumnya.
melayu disebutkan dalam kutipan berikut.
3.3 Ekonomi Melayu Serdang
“...,para ulama ini juga mendirikan Aspek ekonomi sama pentingnya
pesantren-pesantren sebagai sarana dengan aspek budaya karena sama-sama
pendidikan Islam. Para wali ini dekat melekat dan berkaitan dengan kehidupan
dengan kalangan istana. Merekalah orang sosial sehari-hari. Budianta (2006:11)
yang memberikan pengesahan atas sah menyatakan bahwa aspek ekonomi begitu
tidaknya seseorang naik tahta. Mereka berpengaruh di dalam berbagai aspek
juga adalah penasihat sultan sehingga kehidupan. Ekonomi sebagaimana dijelaskan
diberi gelar sunan atau susuhunan (yang juga oleh Iskandar (2010:1) bahwa ekonomi
dijunjung tinggi).” (Azhari, 2013:21) adalah segala hal yang menyangkut
mengenai rumah tanggga, mulai dari
Islam mulai berkembang dengan pesat di perkembangan yang nampak dalam rumah
Nusantara berkat para mubaligh (orang yang tangga hingga perkehidupan yang terjalin.
berdakwah) yang dengan giat menyebarkan Kata rumah tangga tidak hanya dibatasi oleh
agama Islam. Mereka tidak hanya keadaan rumah tangga yang berisikan
menyebarkan agama Islam melalui seorang ayah, ibu, dan anak, melainkan
perdagangan, namun mereka juga menikahi hingga ketahap yang lebih luas, seperti rumah
penduduk setempat sehingga penduduk tangga bangsa, negara, maupun dunia.
setempat yang telah memeluk Islam juga ikut Serdang, sebuah kota di daerah Sumatera
andil dalam penyebaran agama Islam pada Utara merupakan sebuah wilayah yang telah
sanak famili maupun kenalan yang ada di ada sejak Kesultanan Serdang. Seorang dari
lingkungannya. Kebudayaan Islam dan keturunan Tionghoa bernama Tjong A Fie,
sejarah Melayu memiliki keterkaitan erat salah satu konglomerat perkebunan di
yang bisa dilihat hingga saat ini. Adapun Serdang waktu itu banyak membantu
fakta yang merujuk tentang perkembangan pembangunan infrastruktur di Kota Serdang.
kebudayaan Islam di Nusantara Hal ini diperkuat oleh perkataan dari Chaya
berdampingan dengan tumbuhnya kerajaan- ketika mengajak Bagus berkeliling kota:
“... di depan museum rumah Tjong A Fie, “..., pada 1906-1909 Sultan melengkapi
konglomerat perkebunan yang banyak kawasan itu dengan membangun Masjid Al-
membiayai pembangunan infrastruktur di Mashun, yang lebih dikenal sebagai Masjid
Kota Medan sejak masa kolonial.” Raya Medan. ..., konon konglomerat Tjong A
(Massardi, 2019:21) Fie turut membantu pendanaannya.”
(Massardi, 2019:25)
Kutipan dari percakapan di atas
Kutipan tersebut dimaknai bahwa
dibuktikan dengan fakta yang terdapat di
hingga hal yang mengandung kepercayaan
dalam novel tersebut sekligus menjadi data
pun tidak mengganggu toleransi antar sesama
tambahan, yaitu
masyarakat Serdang untuk saling membantu,
karena tidak dijelaskan apakah Tjong A Fie
“Perjalanan berlanjut ke Gedung Balai
menganut kepercayaan apa. Karena
Kota Lama, yang dibangun pada 1908 oleh
bagaimana pun, Melayu dan juga Islam tidak
Hulswit dan Fermont, kemudian
bisa dipisahkan dari peradaban kota Serdang
direnovasi pada 1923 oleh Eduard
dan hal inillah yang memungkinkan
Cuypers. Lokasinya merupakan Titik Nol
mayoritas masyarakat Serdang pada waktu
kilometer kota Medan. Gedung itu
itu menganut kepercayaan Islam.
awalnya dibangun untuk De Javasche
Data yang ditemukan di dalam novel
Bank (sekarang Bank Indonesia), lalu
Penari dari Serdang ini tidak ditemukan di
dibeli oleh pemerintah Kota Medan.
dalam buku Kesultanan Serdang mengenai
Loncengnya disumbangkan oleh
seorang keturunan Tionghoa yang bernama
konglomerat perkebunan Tjong A Fie
Tjong A Fie yang telah banyak berkontribusi
pada 1913. Gedung itu sekarang menjadi
terhadap pembangunan bangunan penting
bagian dari kompleks hotel dan
pada masa Kesultanan Serdang. Data yang
perkantoran Grand Aston City Hall
ditemukan tentang perekonomian
Medan, dan digunkan sebagai restoran.”
masyarakat Serdang pada waktu itu lebih
(Massardi, 2019:18)
menyorot kepada Sultan Sulaiman yang di
Data tersebut dapat dimaknai bahwa mana ketika pemerintahan Kesultanan
pada masa Melayu lampau beberapa orang Sulaiman kemakmuran masyarakat Serdang
yang ikut singgah di pulau Sumatera tercapai. Hal ini dibuktikan seperti kutipan
menetap dan tinggal di beberapa bagian berikut.
pulau Sumatera, terutama beberapa wilayah
yang dekat dengan pelabuhan seperti kota “Perhatian terhadap kemajuan rakyat
Serdang. Beberapa keturunan tak terkecuali dibuktikan dengan melakukan
mereka yang berdarah Tionghoa pun pembangunan di bidang pertanian, ...,
mendapat peran penting dalam Sultan Sulaiman menyediakan lahan
pembangunan budaya di Serdang. Salah persawahan untuk rakyat dan ia juga
satunya adalah konglomerat perkebunan, membangun pengairan untuk menjamin
Tjong A Fie, yang banyak disebutkan siklus air di persawahan tersebut.”
membantu banyak pembangunan di kota (Azhari, 2013:23)
Serdang. Data di atas pun memberikan
Sultan Sulaiman, seorang raja yang pada
informasi mengenai beberapa keturunan
masa pemerintahanya Kesultanan Serdang
yang memilih tinggal di kota Serdang selain
mencapai puncak kejayaan. Namun, bukan
dari bangsa Melayu. Selain dari data yang
hanya jaya pada pemerintahannya saja,
telah disebutkan di atas, beberapa kutipan
melainkan juga dari pasar atau perekonomian
juga membahas mengenai pembangunan
masyarakat Serdang. Hal ini ditandai dengan
yang dibantu pembiayaannya oleh Tjong A
berbagai usaha yang telah dilakukan oleh
Fie, seperti pembangunan masjid.
Sultan Sulaiman, mulai dari membuat irigasi
_KAJIAN_NEW_HISTORICISM_
ATAS_TEKS-
TEKS_SASTRA_DAN_NONSAST
RA_TAHUN_1966_-
_1998_Ringkasan_Disertasi_
Teeuw, A. (1974, Juni). Sastra dalam
Ketegangan Antara Tradisi dan
Pembaharuan. Basis, XXVII.
Wellek, R., & Waren, A. (2014). Teori
Kesusastraan. Jakarta: Grasindo.
Zakaria, N. b., Ali, A. H. b., Wahid, A. b., &
Omar, A. b. (2018). Sejarah Melayu
Sebagai Lambang Tradisi Akal Budi
Bangsa yang Tinggi. JURNAL
MELAYU SEDUNIA, 1(1), 191-209.
Retrieved from
https://ejournal.um.edu.my/index.ph
p/jurnalmelayusedunia/article/view/1
3389/8519