Laporan Pendahuluan Konsep Dan Manajemen Syok.1
Laporan Pendahuluan Konsep Dan Manajemen Syok.1
Laporan Pendahuluan Konsep Dan Manajemen Syok.1
Disusun oleh :
Novi Selvia
JNX02000021
STIKES KUNINGAN
KUNINGAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Syok hipovolemik sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian di negara
-negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Angka kematian pada pasien trauma yang
mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai
94%. Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah
sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 64% (Diantoro, 2014). Menurut data dari
WHO diare dengan jumlah korban 1,5 juta jiwamasih menempati urutan ke 7 dari sepuluh
penyebab kematian di dunia dan disusul kecelakaan lalu lintas yang menempati urutan ke 9 dari
sepuluh penyebab kematian didunia dengan jumlah koban 1,3 juta orang (WHO, 2012)
Pemberian resusitasi cairan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan cepat diharapkan
dapat meningkatkan status sirkulasi. Dikarenakan terapi cairan dapat meningkatkan aliran
pembuluh darah dan meningkatkan cardiac output yang merupakan bagian terpenting dalam
penanganan syok (Finfer, 2013).
Akan tetapi kekeliruan pemberian resusitasi cairan akan beraki bat fatal, maka dari itu
untuk mempertahankan keseimbangan cairan diperlukannya input cairan yang sama untuk
mengganti cairan yang hilang, dan tujuan resusitasi cairan bukan untuk 2 kesempurnaan
keseimbangan cairan, melainkan tindakan penyelamatan jiwa untuk menekan angka kematian
(Holley 2012).
BAB II
ISI
2.1 Definisi
Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika berlanjut
menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan metabolisme sel yang
tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh sehingga
perfusi jaringan menjadi tidak adekuat. Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi dimana
terjadi hipoksia jaringan sebagai akibat dari menurunnya curah jantung, meskipun volume
intravaskuler cukup. Sebagian besar kondisi syok ini disebabkan oleh infark miokard akut
(Asikin et all, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan jantung primer yang
menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak cukup untuk mendistribusi bahan makanan
dan mengambil sisa metabolisme. Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan oleh
ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari kerusakan fungsi ventrikel. Syok kardiogenik
adalah ketidakmampuan jantung mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme, akibat dari gangguan fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).
Syok yang terjadi akibat gangguan metabolik yang ditandai dengan kegagalansistem
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat dalam organ vitaltubuh seseorang
dikatakan syok bila terdapat ketidakcukupan perfusi oksigen dalam tubuh kegagalan
memperbaiki perfusi menyebabkan kematian sel progressif dalam gangguan fungsi organ
dan akhir kematian penderita. (Suddarth,2013 )
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manisfestasi hemodinamika yang
bervariasi ; tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan ketika
kemampuan jantung untuk memompa darah mengalami kerusakan. Curah jantung merupakan
fungsi baik untuk volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Jika volume sekuncup dan
frekuensi jantung menurun atau menjadi tidak teratur, tekanan darah akan turun dan perfusi
jaringan akan terganggu. Bersama dengan jaringan dan organ lain mengalami penurunan suplai 6
darah, otot jantung sendiri menerima darah yang tidak mencukupi dan mengalami kerusakan
perfusi jaringan (Muttaqin, 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab syok kardiogenik terjadi akibat beberapa jenis kerusakan, gangguan atau
cedera pada jantung yang menghambat kemampuan jantungg untuk berkontraksi secara efektif
dan memompa darah. Pada syok kardiogenik, jantung mengalami kerusakan berat sehingga tidak
bisa secara efektif memperfusi dirinya sendiri atau organ vital lainnya. Ketika keadaan tersebut
terjadi, jantung tidak dapat memompa darah karena otot jantung yang mengalami iskemia tidak
dapat memompa secara efektif. Pada kondisi iskemia berkelanjutan, denyut jantung tidak
berarturan dan curah jantung menurun secara drastic (Yudha, 2011).
1. Infark Miokardium : jantung yang rusak tidak dapat memompa darah dan curah jantung tiba-
tiba menurun. Tekanan sistolik menurun akibat kegagalan mekanisme kompensasi. Jantung akan
melakukan yang terbaik pada setiap kondisi, sampai akhirnya pompa jantung tidak dapat
memperfusi dirinya sendiri
2. Aritmia Ventrikel yang Mematikan : pasien dengan takikardia terus menerus akan dengan
cepat menjadi tidak stabil. Tekanan darah sistolik dan curah jantung menurun karena denyut
jantung yang terlalu cepat menurunkan waktu pengisian ventrikel. Takikardia ventrikel dan
fibrasi ventrikel dapat terjadi karena iskemia miokardium setelah infark miokardium akut 7
3. Gagal Jantung Stadium Akhir : jaringan parut di miokardium akibat serangan jantung
sebelumnyaa, dilatasi ventrikel, dan iskemia miokardium kronis merusak otot jantung, dan gerak
dinding menjadi tidak terkoordinasi (ruang ventrikel tidak padat memompa secara bersamaan.
2.3 Patofisiologi
Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Nekrosis fokal
diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang terusmenerus antara kebutuhan suplai
oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran
darah secara memadai sebagai respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen
jantung oleh aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas
ventrikel kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan
perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan
tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik. Maka dimulailah siklus yang terus
berulang. Siklus dimulai saat terjadinya infark yang berkelanjut dengan gangguan fungsi
miokardium (Muttaqin, 2009).
2.5 Klasifikasi
Menurut Muttaqin 2009 Syok dapat dibagi menjadi tiga tahap yang semakin lama
semakin berat : 1. Tahap I, syok terkompensasi (non-progresif) ditandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut
2. Tahap II, tahap progresif, ditandai dengan manisfestasi sistemis dari hipoperfusi dan
keemunduran fungsi organ
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak pdapat lagi
dihindari, yang pad akhirnya menuju ke kematian.
2.6 Komplikasi
Menurut buku yang di tulis oleh Aspiani 2015 komplikasi yang muncul dari syok
kardiogenik adalah :
1. Henti jantung paru
2. Disritmia
3. Gagal multisystem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Syok merupakan suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan organ-organ di dalam tubuh. Hal ini berhubungan dengan gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi untuk mempertahankan metabolisme
aerobik sel secara normal.
Terdapat empat kategori umum syok yaitu syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok
distributif dan syok obstruktif. Syok perlu didiagnosa dan diterapi secara dini, makin dini
diketahui dan diberikan terapinya maka makin baik prognosanya.
Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi
organ-multipel dan kematian. Tujuan utama pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi
parameter hemodinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran
dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Pengelolaan syok sesuai dengan kaidah basic life
support dan advanced life support dilanjutkan dengan dengan titik penekanan terapi pada
karakteristik klinis masing-masing syok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gutierrez G, Reines HD, Wulf-Gutierrez ME. Clinical review: hemorrhagic shock. Crit
Care. 2004 Oct. 8(5):373-81.
2. Wilson M, Davis DP, Coimbra R. Diagnosis and monitoring of hemorrhagic shock during
the initial resuscitation of multiple trauma patients: a review. J Emerg Med. 2003 May.
24(4):413-22.
3. Chow JL, Baker K, and Bigatello LM. Hypotension and shock in critical care handbook of
the Massachusetts, 3th Edited by, Lippincott William & Wilkins;p.145158.
4. Candido K.D, 1996. Shock : pathophysiology and Diagnosis in physiologic and
Pharmacologic bases of anesthesia, edited by Williams & Wilkins, Pennsylvania,p.25567.
5. Rusznak, Csaba. “Anaphylaxis and Anaphylactoid Reactions: A Guide to Prevention,
Recognition, and Emergent Treatment.” Postgraduate Medicine 111 (2002): 1-4.
6. Suryono, Bambang. Diagnosis dan Penatalaksanaan Syok pada Dewasa., Clinical Updates
Emergency Cases (2008): 44-60.
7. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, ed 3. 2001. Jakarta: Media
Aesculapius.
8. Dobb G.J., 1997. Cardiogenic Shock, Intensive Care Manual, 4th Ed., Butterworth
Heinemann, U.K., p. 146-151.
9. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, Ressler J, Muzzin A, Knoblich B, dkk. Early goal directed
therapy in the treatment of severe sepsis and septic shock. NEJM. 2001;345:19.